.

.

Sabtu, 21 April 2012

AL HIKMAH AMALIYAH 2


BAB 1

SEPULUH DASAR ILMU HIKMAH

Oleh: Hadrotus Syech Ahmad Misbahul Munir Muslim ( AMIM Muslim )

Perlu kita ketahui, bahwa setiap satu ilmu, ialah tidak lepas dari sepuluh (10) dasar, yakni apabila kita tidak ingin tersesat dan menyesatkan orang lain, maka di dalam memahami suatu ilmu, adalah dituntut untuk mengetahui SEPULUH MABBADIL ‘ILMI (Sepuluh dasar di dalam semua jenis ilmu), yaitu :

  1. ISMUHU (namanya)
  2. HUDDUHU (definisinya)
  3. MAUDLU’UHU (subjeknya)
  4. WADLI’UHU (pembikinnya)
  5. ISTIMDAADUHU (pengambilannya)
  6. MASAA’ILUHU (permasalahannya)
  7. NISBATUHU (tergolongnya)
  8. FADL LUHU (keutamaannya)
  9. HUKMUHU (hukumnya)
  10. TSAMROTUHU AU GHOOYATUHU (buah atau substansinya)

Dan untuk itu dasar ilmu HIKMAH, ialah sepert berikut:
  1. Namanya, ialah ilmu HIKMAH
  2. Definisinya, mengimplementasikan ajaran Al –Qur’an.
  3. Subyeknya, ialah ayat kalamiyat muckamat, ayat kalamiyyat mutasyabihat, ayat kauniyyat muchkamat, dan ayat kauniyyat mutasyabihat (Al Kitab dan alam semesta), As-Sunnah, dan bahasa orang-orang bijak sesuai dengan kapasitas manusia.
  4. Pembikinnya, ialah secara hakiki adala Alloh Ta’ala, dan secara majazi adalah para Nabi, Para Rosul, ahli ilmu dari masa Adam sampai sekarang menurut pendapat yang hak,sebagaiman Allah memberikan bukti tentang semua itu di dalm Al-Qur’an.
  5. Pengambilannya, ialah empat ayat tersebut, khususnya Al Kitab, As-Sunnah, dan bahasa orang-orang bijak
  6. Permasalahannya, ialah semua kaidah dari masalah perintah, larangan, nasihat, dan masalah-masalah lain dari semua itu yang penting manfa’at, maslahat, serta tidak menyalahi aturan Hak Allah (Vertikal), dan Hak Adami (horizontal).
  7. Tergolongnya, ialah dalam kategori ilmu-ilmu yang sangat mulia.
  8. Keutamaannya, ialah sangat berfaidah untuk mengetahui makna Kalamullah, Kalamul Ambiyaa, Kalamul Mursalin dan bahasa orang-orang bijak secara sempurna serta berusaha mengamalkannya.
  9. Hukumnya, ialah wajib. Namun, kewajibanya itu adakalanya wajib ‘ain. Seperti : disaat mempelajari Al Kitab, Assunnah. Dan adakalanya wajib kifayah. Seperti : mempelajari bahasa orang-orang bijak.
  10. Buah atau substansialnya, ialah mendapatkan kebahagiaan abadi.
Oleh sebab itu, perlu kita ketahui kata HIKMAH yang ada di dalam Al-Qur’an , seperti keterangan berikut :

SEMBILAN BELAS AYAT DI DALAM AL-QUR’AN MENYEBUTKAN KATA HIKMAH DUAPULUH KALI
Katalog ayat-ayat HIKMAH
  1. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL BAQARAH ayat 129
  2. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL BAQARAH ayat 151
  3. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL BAQARAH ayat 251
  4. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL BAQARAH ayat 269
  5. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL BAQARAH ayat 269
  6. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat ALI IMRAAN ayat 48
  7. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat ALI IMRAAN ayat 164
  8. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AN NISA ayat 54
  9. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AN NISA ayat 113
  10. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL AA-IDAH ayat 110
  11. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat LUQMAN ayat 12
  12. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat SHAAD ayat 20
  13. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL JUM’AH ayat 2
  14. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AL BAQARAH ayat 231
  15. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AN NAHL ayat 125
  16. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AL ISRAA’ ayat 39
  17. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AL AHZAB ayat 34
  18. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AZ ZUKHRUF ayat 63
  19. Kata HIKMATIN tertera pada surat ALI IMRAAN ayat 81
  20. Kata HIKMATUN tertera pada surat AL QAMAR ayat 5
Dari data diatas, kata HIKMAH tertera di dalam Al-Qur’an, ialah dua puluh (20) kali dalam dua belas (12) surat. Kata HIKMAH di dalam ayat-ayat tersebut kebanyakan di ‘Athafkan (sambungkan) kepada lafal  AL KITAB dengan huruf wawu, yang menurut pakar NAHWU mempunyai makna LIL JAM’IL MUTHLAQI (untuk berbarengan secara mutlak), ialah menunjukan, bahwasanya HIKMAH pada hakikatnya adalah KITAB. Artinya, tidak ada orang yang ahli di bidang hikmah yang tidak berdasarkan paham kitab. Jika demikian, berarti orang tersebut NGAHIKMAH (ngaku ahli hikmah). Apabila seseorang paham hikmah, maka ia pasti paham kitab yang di turunkan oleh Allah kepada Rosul-Nya. Dan untuk umat Islam, kitab tersebut adalah AL QUR’AN. Jadi konklusinya, “YANG DISEBUT HIKMAH, ADALAH MENGIMPLEMENTASIKAN AJARAN AL QUR’AN”.

Demikian definisi HIKMAH menurut guru saya Yakni : SYEKH ACHMAD MISBACHUL MUNIR MUSLIM (USTADZ AMIM MUSLIM) pengasuh PONPES AL HIKMAH, Desa Petunjungan, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes.

 

BAB 2 

Pengantar Hikmah Kamilah  

Tidak ada yang berhak memiliki puji Qodiim ‘Alal Qodiim, puji Qodiim ‘Alal Chadiits, puji Chadiits ‘Alal Qodiim dan puji Chadiits ‘Alal Chadiits selain Allah Yang telah mengajarkan nama-nama dari benda-benda secara universal, kolektif, partikular dan singular kepada manusia pertama (Adam) sebagai dasar pendidikan yang menjadi asal usul lahirnya bahasa manusia, dari bahasa yang berbentuk ayat kauniyat muchkamaat, ayat kauniyat mutasyabihaat, ayat kalaamiyat muchkamaat, ayat kalaamiyat mutasyaabihaat, bahasa isyarat, bahasa gerakkan, bahasa tulisan, bahasa lisan sehingga bahasa Hikmah Kamilah, yang semua itu jika kita mampu memahaminya maka kita akan selalu mensyukuri ni’mat-ni’mat Allah yang terimplisit di dalamnya, dengan syukur yang disebut syukrun Qauly, syukrun Fi’ly dan syukrun Chaaly.

 Oleh karena itu, saya di awal menulis buku ini memuji kepada Allah dengan semua puji-puji tersebut. Karena pada realitasnya, saya sampai sekarang masih diberi keni’matan-keni’matan yang besar. Seperti: ni’mat iman, ni’mat Islam, ni’mat ichsan dan ni’mat akal sehat. Dengan sebab adanya ni’mat akal sehat inilah saya sedikit mempunyai kemampuan di dalam memahami semua ajaran Muchammad Rasulullah melalui Al-Qur,an dan Al-Chadis, yang diajarkan oleh para pemuka agama Islam di dalam dunia pendidikan, yang diasuh oleh ulama, ustadz, kyai dan para ilmuwan muslim hingga saya sedikit mengenal moral, etika, termasuk balas jasa.

Maka dari itu, wajiblah bagi saya untuk menghadiahkan shalawat salam sebagai tanda terima kasih saya kepada tokoh pemersatu agama, manusia yang menjadi paku jagad raya, panutan alam semesta, beliau adalah Muchammad Rasulullah yang menjadi kekasih Allah Ta’ala. Dan shalawat salam itu mudah-mudahan melimpah kepada keluarga, sahabat-sahabat sampai kepada kita semua umatnya, dari kalangan mu’minin mu’minat, muslimin  muslimat, muchsinin muchsinat di dunia dan di akhirat, serta mudah-mudahan dari limpahan kedua shalawat salam tersebut, buku “METODE HIKMAH KAMILAH” ini menjadi manfa’at bagi para pembacanya.

Dan perlu para pembaca ketahui, bahwa sebetulnya buku ini merujuk kepada hakikat apa yang disebut Hikmah di dalam Al-Qur,an, yang isinya adalah berusaha mengamalkan ajaran wahyu sesuai dengan kemampuan masing-masing, yang sudah barang tentu berdasarkan dengan akal sehat, disiplin ilmu, mempunyai pemahaman yang benar sehingga menjadi keyakinan, yang lahir dari ajaran agama, dengan cara Mu’amalatil Wahyi (penerapan wahyu).

Ya’ni, barangsiapa ingin bisa menerapkan wahyu dalam hidup, kehidupan dan penghidupan sehari-hari, maka saya sebagai seorang penulis yang belum berpengalaman memberanikan diri untuk  memberikan konsep enam disiplin. Yaitu: disiplin akal, disiplin ilmu, disiplin paham, disiplin keyakinan, disiplin agama dan disiplin wahyu yang membawa ke arah pemikiran netral sehingga tidaklah terjadi pandangan yang sempit tentang hidup, kehidupan dan penghidupan tersebut melalui dasar ayat berikut:

اُتْلُ مَااُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ اْلكِتَابِ وَاَقِمِ الصَّلاَةَ اِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهَىعَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِوَلَذِكْرُاللهِ اَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَاتَصْنَعُوْنَ

Kajilah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al- Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesunguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesunguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.s Al-Angkabut ayat 45).
Ayat ini menunjukkan, bahwa barangsiapa  menganggap dirinya sebagai manusia yang menjadi mukhothob (lawan bicara) Allah, maka ia harus bisa menerapkan enam poin berikut:
  1. Manusia dapat mengkaji atau menerima ilmu, tentunya dengan disiplin akal. Dari isyarah UTLU (Kajilah).
  2. ia dapat mendirikan sholat yang baik dan benar, tentunya dengan disiplin ilmu. Dari isyarah WA AQIMISH SHOLAATA (dirikanlah shalat).
  3. ia dapat mengerti tentang sholat mampu mencegah perbuatan keji dan mungkar, tentunya dengan disiplin paham. Dari isyarah INNASH SHOLAATA TANHAA ‘ANIL FAKHSYAA’I WAL MUNGKARI (Sesunguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar).
  4. ia dapat meyakini dzikir kepada Allah (shalat), adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain, tentunya dengan disiplin keyakinan. Dari isyarah WALADZIKRULLOHI AKBARU (Dan sesunguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain)).
  5. ia dapat mengerjakan segala sesuatu melalui dasar ilmu Allah, tentunya dengan disiplin agama. Dari isyarah WALLOHU YA’LAMU MAA TASHNA’UUNA (Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan).
  6. Dan ia dapat menerapkan semua yang telah disebutkan itu, tentunya dengan disiplin wahyu. Dari isyarah MAA UUCHIYA ILAIKA MINAL KITAABI (apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al- Kitab (Al-Qur’an)).
Dengan dasar pemahaman yang seperti ini, saya membuat enam konsep  disiplin seperti berikut :
  1. Kita harus menjaga akal (kecerdasan rasional) supaya tidak menjadi alat penemu bagi nafsu (kecerdasan emosional) mulhimah fujur dan nafsu ammaroh dengan cara tidak ma’siat kepada Allah dan rasul-Nya,
  1. Kemudian akal itu harus menjadi alat penemu bagi nafsu mulhimah takwa, nafsu lawwamah, nafsu muthma,innah, nafsu rodliyah, nafsu mardliyyah dan nafsu kamilah untuk menemukan semua ilmu.
  2. Lalu ilmu yang telah ditemukan akal tersebut agar meresap dan menempat di dalam qulub sehingga manfa’at serta mampu mengatur pemilik qulub itu di dalam mengenali semua paham.
  3. Lantas paham yang telah ditemukan oleh akal melalui disiplin ilmu seperti yang telah disebutkan itu supaya menjadi keyakinan.
  4. Selanjutnya, keyakinan melalui disiplin ilmu yang telah ditemukan akal tersebut, adalah harus cocok dengan ajaran agama.
  5. Akhirnya, ajaran agama yang secara dogmatik (hal ihwal ajaran serta keyakinan agama atau kepercayaan yang harus diterima sebagai kebenaran) oleh para pengikutnya, ialah harus merupakan implementasi dari wahyu.
Enam disiplin ini tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Sebab, kalau tidak ada interdependensi, maka muncullah paham-paham sektoral (bersektor-sektor/lingkungan suatu usaha), yang menyebabkan terjadinya aberasi Sunnatullah (penyimpangan mekanisme), dan terjadinya perselingkuhan hukum pun tidak bisa dihindari lagi karena adanya friksi-friksi yang tidak dapat ditemukan solusinya, lantaran ananiyyah (sifat keakuan) satu sama lain.

Sebab pada kenyataannya, kita belum bisa menerima perbedaan. Bahkan jika ada seseorang yang mempunyai visi dan misi tidak sama dengan kita, maka sebagian dari kita mudah sekali memvonis sesat kepadanya, menganggapnya neko-neko, sudah tidak menghormati para sepuh, tidak tanggap apa yang ada di balik deham- deham (dehem-dehem) para tokoh.

Padahal sesungguhnya ia sangat memahami budaya sendiko dawuh (mengikuti tanpa sedikitpun adanya protes), tetapi ia tidak mau mengikuti jejak mereka para perintis dinasti yang hanya mementingkan diri sendiri dan keturunannya. Karena, yang menjadi prinsipnya, bahwa sesungguhnya semua manusia itu sama, yang menjadi perbedaan antara satu dengan lainnya, adalah takwanya.  Oleh sebeb itu, mari kita coba untuk bisa menerima perbedaan tersebut. Lantaran dengan lapang dada yang semacam inilah kita bisa kembali kepada tuntutan implementasi wahyu yang bersifat universal netral. Seperti diisyaratkan dalam ayat berikut:

يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا اَطِيْعُواالله َوَاَطِيْعُواالرَّسُوْلَ وَاُولِى اْلاَمْرِ مِنْكُمْ فَاِنْ تَنَازَعْتمْ فِىشَيْئٍ فَرُدُّوْهُ اِلَىاللهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ ذلِكَ خَيْرٌ وَاَحْسَنُ تَاْوِيْلاً

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kapada Allah (Al- Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.s  An- Nisaa’ ayat 59).

Ayat ini mengisyaratkan empat pedoman yang harus dijadikan pegangan oleh setiap muslim supaya benar-benar menjadi orang islam yang ahli ta’at pada Hukum Vertikal dan Hukum Horizontal sampai kehidupannya Islami. Yaitu :
  1. Orang islam harus berpedoman dengan Al-Qur,an dari isyarah kalimat ta’atilah Allah
  2. Harus berpedoman dengan Al-Chadis dari isyarah kalimat dan ta’atilah Rasul (Nya)
  3. Harus berpedoman dengan Al-Ijma’ (kesepakatan Ulama Islam) dari isyarah kalimat dan ulil amri di antara kamu.
  4. Harus berpedoman dengan Al-Qiyas (kembali kepada Al-Qur,an dan Al-Chadis) dari isyarah kalimat Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kapada Allah (Al- Qur,an) dan Rasul (sunnahnya).
Oleh sebab demikian, walaupun saya belum bisa Mu’amalatil Wahyi dengan empat pedoman tersebut, tetapi saya berkeinginan dapat membantu kawan-kawan muslim, yang sedang mengalami kebingungan, di dalam menentukan langkah-langkahnya, melalui buku ini sesuai dengan kemampuan saya yang sangat terbatas.

Maka dari itu, jika anda para pembaca menemukan tulisan yang salah, atau mempunyai pengertian yang tidak berkenan di hati anda, saya mohon dengan sangat kepada anda untuk merevisinya, agar buku ini menjadi maslahat untuk semua umat. Khususnya, umat Islam.

Dan dengan kesiapan anda di dalam merevisi buku ini, saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada anda, serta kepada kawan-kawan muslim yang telah membantu saya di dalam menyelesaikan buku yang sedang anda baca ini. Dan dengan ilmu pengetahuan yang sangat terbatas, saya mohon ma’af sebanyak-banyaknya, serta mohon kepada Allah agar buku ini menjadi amal jariyah dan manfa’at bagi semua umat yang berminat. Aamin.

 

BAB 3

Keterangan Hikmah Kamilah

Hikmah Kamilah adalah istilah lain dari Kalimah Thoyyibah nafi itsbat, yang isinya ialah LAA ILAAHA ILLALLOH MUHAMMADUR ROSULULLOH atau layang jamus kalimah sodo (surat agung Kalimah Syahadah). Dan kita tahu, bahwa Kalimah Syahadah itu merupakan syarat utama bagi seseorang yang akan memeluk agama Islam.

Oleh sebab itu, perlu kita ketahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan Kalimah Syahadah tersebut?. Kalimah Syahadah ialah bukan berarti harus mengucapkan lafal ASYHADU (aku bersaksi) menurut pendapat syaikh Zainuddin bin Abdil Aziz Al-Malyabari dan syaikh Ad Dasuki berikut ini:

وَاعْلَمْ اَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِى اِسْلاَمِ كُلِّ كَافِرٍ اَلتَّلَفُّظُ بِالشَّهَادَتَيْنِ لاَاْلاِتْيَانِ بِلَفْطِ اَشْهَدُ فَاْلاَظْهَارُاَلاِكْتِفَاءُ بِلااَِلهَ اِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله ْوَهُوَ مُقْتَضَى كَلاَمِ الرَّوْضَةِ لَكِنَّ الَّذِيْ اعْتَمَدَهُ بَعْضُ اْلمُتَاَخِّرِيْنَ اِشْتِرَاطُهُ وَهُوَمُقْتَضَى كَلاَمِ اْلعُبَابِ

Dan ketahuilah sesungguhnya di dalam masuk agama Islam adalah disyaratkan bagi setiap orang kafir berucap dengan Dua Kalimah Syahadah, bukan berarti berucap kata ASYHADU (Aku bersaksi). Karena, menurut pendapat yang Adh-har (yang sangat terkenal) ialah cukup dengan mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLOH MUCHAMMADUR ROSUULULLOH. Pendapat ini mendukung pembicaraan kitab Raudloh. Akan tetapi, yang menjadi pegangan sebagian ulama Muta,akhkhirin adalah mengharuskannya (harus berucap ASYHADU) dan pendapat ini mendukung pendapat ‘Ubab.  (Irsyadul ‘Ibad  hlm. 3)

اَنَّهُ لاَيُشْتَرَطُ فِىالدُّخُوْلِ فِى اْلاِسْلاَمِ لَفْظُ اَشْهَدُ وَلاَالنَّفْيُ وَلاَاْلاِثْبَاتُ وَلاَالتَّرْتِيْبُ فَاِذَا قَالَ اْلكَافِرُ اَلله ُوَاحِدٌ وَمُحَمَّدٌ رَسُوْلُهُ اَوْ قَالَ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ وَالله ُوَاحِدٌ كَفَاهُ ذَلِكَ فِى الدُّخُوْلِ فِى اْلاِسْلاَمِ كَمَاهُوَاْلمُعْتَمَدُ عِنْدَ اْلمَالِكِيَّةِ

Sesungguhnya tidak disyaratkan di dalam masuk agama Islam mengucapkan lafal ASYHADU, lafal Nafi Itsbat (LAA ILAAHA ILLALLOH MUCHAMMADUR ROSUULULLOH), dan lafal yang berurutan.

Karena, jika seorang kafir mengucapkan ALLOHU WACHIDIN (Allah Maha Esa) dan MUCHAMMADUR ROSUULUHU (Muhammad adalah Rasul-Nya) atau dia berucap MUCHAMMADUR ROSUULULLOHI WALLOHU WACHIDIN, adalah semua itu cukup baginya di dalam masuk agama Islam, sebagaimana pendapat inilah yang dijadikan pegangan menurut madzhab Imam Malik. (Ad-Dasuqy  hlm. 223)

Berawal dari dua pendapat ini, saya mulai mengkaji Kalimah Thoyyibah nafi itsbat. Kemudian, saya menamakan Kalimah Thoyyibah nafi itsbat tersebut dengan istilah HIKMAH KAMILAH, ialah setelah saya memahami pendapat syaikh Abil Abbas Achmad bin Ali Al-Buni seperti berikut ini:

وَاعْلَمْ اَنَّ مِنَ اْلحِكْمَةِ بَلْ هِىَ اْلحِكْمَة ُ اْلكَاِملة ُقَوْلَ لآاِلهَ اِلاَّالله ُلاَنَّ اْلعَبْدَ يَرْ تَقِى بِهَا اِلَى حَضْرَةِاْلقـُدْسِ وَيَتَلَقَّى اْلعِلْمَ اللَّدُنِيَّ مِنَ اْلعَلِيِّ اْلاَعْلَى فَبِهَا يَنَالُ اْلعَبْدُ السَّعَادَةَ اْلعُظْمَى فِى الدُّنْيَاوَاْلآخِرَةِ

Ketahuilah! Sesungguhnya sebagian dari hikmah bahkan hikmah yang sempurna adalah ucapan LAA ILAAHA ILLALLOH, karena seorang hamba dapat meningkat martabatnya sampai di sisi Allah Yang Maha Suci (kesuksesan) dan menemukan Ilmu Ladunni (pemberian langsung) dari Allah Yang Maha Tinggi di dalam semua jenis yang lebih tinggi dengan sarananya (Kalimat Toyyibah nafi itsbat). Kemudian, sebab dengannya pula seorang hamba memperoleh kebahagiaan besar di dunia dan di akhirat.  (Mamba’u Usulil Hikmah  hlm.29)

Dan saya tetapkan istilah HIKMAH KAMILAH tersebut pada tanggal delapan (8) bulan Dzul Hijjah tahun 1421 Hijriyah. Yang bertepatan dengan tanggal dua (2) bulan  Maret tahun 2001 Masehi. Karena, pada tanggal itu, saya baru yakin akan METODE HIKMAH KAMILAH setelah kurang lebih dua puluh tahun saya memahami METODE KALIMAH THOYYIBAH NAFI ITSBAT.

Dan saya menemukan keyakinan seperti ini, setelah saya berusaha memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan Hikmah. Seperti yang akan dijelaskan dalam data-data Hikmah dan data-data Hikmah Kamilah atau Kalimah Thoyyibah nafi itsbat seperti berikut ini:
SEPULUH DASAR ILMU HIKMAH

Perlu kita ketahui; bahwa setiap satu ilmu, ialah tidak lepas dari sepuluh dasar. Ya’ni, apabila kita tidak ingin tersesat dan menyesatkan yang lain, maka di dalam memahami suatu ilmu, adalah dituntut untuk mengetahui SEPULUH MABAADIL ‘ILMI (sepuluh dasar di dalam semua jenis ilmu). Yaitu:
  1. ISMUHU (namanya)
  2. CHADDUHU (definisinya)
  3. MAUDLU’UHU (subyeknya)
  4. WADLI’UHU (pembikinnya)
  5. ISTIMDAADUHU (pengambilannya)
  6. MASAA,ILUHU (permasalahannya)
  7. NISBATUHU (tergolongnya/kategorinya)
  8. FADL LUHU (keutamaannya)
  9. HUKMUHU (hukumnya)
  10. TSAMROTUHU AU GHOOYATUHU (buah atau substansinya)
Dan untuk dasar Ilmu Hikmah, ialah seperti berikut:
  1. Namanya, ialah Ilmu Hikmah.
  2. Definisinya, ialah berusaha mengimplementasikan (melaksanakan atau menerapkan) ajaran wahyu (Al-Qur,an/Al-Chadits) sesuai dengan kapasitas (kemampuan) masing-masing.
  3. Subyeknya, ialah ayat kalamiyat muchkamat, ayat kalamiyat mutasyabihat, ayat kauniyat muchkamat dan ayat kauniyat mutasyabihat (Al-Kitab dan alam semesta), Assunnah dan bahasa orang-orang bijak sesuai dengan kapasitas manusia.
  4. Pembikinnya, ialah secara hakiki adalah Allah Ta’ala, dan secara majazi adalah Para Nabi, Para Rasul, ahli ilmu dari masa Adam samapi sekarang menurut pandapat yang hak, sebagaimana Allah Memberikan bukti tentang semua itu di dalam Al-Qur,an.
  5. Pengambilannya, ialah empat ayat tersebut. Khususnya, Al-Kitab, Assunnah, bahasa orang-orang bijak.
  6. Permasalahannya, ialah semua kaidah dari masalah perintah, larangan, nasihat dan masalah-masalah lain dari semua itu yang penting manfa’at, maslahat serta tidak menyalahi aturan Hak Allah (Vertikal) dan Hak Adami (Horizontal).
  7. Tergolongnya/kategorinya, ialah dalam kategori ilmu-ilmu yang sangat mulia.
  8. Keutamaannya, ialah sangat berfaidah untuk mengetahui ma’na Kalamullah, Kalamul Ambiyaa, Kalamul Mursalin dan bahasa orang-orang bijak secara sempurna serta berusaha mengamalkannya.
  9. Hukumnya, ialah wajib. Namun, kewajibannya itu adakalanya wajib ‘Ain. Seperti : di saat mempelajari Al-Kitab, Assunnah. Dan adakalanya wajib kifayah. Seperti : di saat mempelajari bahasa orang-orang bijak.
  10. Buah atau substansialnya, ialah mendapatkan kebahagiaan abadi.
Kemudian perlu kita ketahui bahwa setiap nama yang menjadi identitas bagi suatu ilmu, adalah tidak lepas dari tujuh kemungkinan. Yaitu:
  1. Kemungkinan di dalam lafa-lafal dari nama yang menjadi identitas bagi suatu ilmu.
  2. Kemungkinan di dalam ma’na-ma’nanya.
  3. Kemungkinan di dalam tulisan-tulisannya.
  4. Kemungkinan di dalam lafal-lafal dan ma’na-ma’nanya.
  5. Kemungkinan di dalam lafal-lafal dan tulisan-tulisannya.
  6. Kemungkinan di dalam ma’na-ma’na dan tulisan-tulisannya.
  7. Kemungkinan di dalam lafal-lafal serta ma’na-ma’na dan tulisan-tulisannya.
Tujuh kemungkinan ini, adalah sebagai proses gambaran (tashowwur) yang dihasilkan oleh akal sebagai alat penemu bagi nafsu yang menggerakkannya untuk menemukan ilmu-ilmu dlorury (yang mudah/matematis) dan ilmu-ilmu nadhory (yang sulit/analisis), sebagaimana dijelaskan dalam definisi akal berikut ini:

 

 

 BAB 4

Data Hikmah

Di dalam Al-Qur,an kata Hikmah terulang sampai dua puluh kali. Ya’ni, di dalam 19 (sembilan belas) ayat yang ada di dalam 12 (dua belas) surah. Berikut data dan ayat-ayatnya:
1. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat  AL BAQARAH ayat 129
2. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat   AL BAQARAH ayat 151
3. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL BAQARAH ayat 251
4. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL BAQARAH ayat 269
5. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL BAQARAH ayat 269
6. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat ALI IMRAAN ayat 48
7. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat ALI IMRAAN ayat 164
8. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AN NISAA’ ayat 54
9. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AN NISAA’ ayat 113
10. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL MAA-IDAH ayat 110
11. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat LUQMAN ayat 12
12. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat SHAAD ayat 20
13. Kata AL-HIKMATA tertera pada surat AL JUM’AH ayat 2
14. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AL BAQARAH ayat 231
15. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AN NAHL ayat 125
16. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AL ISRAA’ ayat 39
17. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AL AHZAB ayat 34
18. Kata AL-HIKMATI tertera pada surat AZ ZUKHRUF ayat 63
19. Kata HIKMATINtertera pada surat ALI IMRAAN ayat 81
20. Kata HIKMATUN tertera pada surat AL QAMAR ayat 5

Dan inilah ayat-ayatnya.

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلاً مِنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ اْلكِتَابَ وَاْلحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ اِنَّكَ اَنْتَ اْلعَزِيْزُ اْلحَكِيْمُ

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur,an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.s Al-Baqarah ayat 129).

كَمَااَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلاً مِنْكُمْ يَتْلُوْاعَلَيْكُمْ آيَاتِنَاوَيُزَكِّيْكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ اْلكِتَابَ وَاْلحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَالَمْ تَكُوْ نُوْا تَعْلَمُوْنَ

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.s Al-Baqarah ayat 151).

وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْسَرِّحُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ وَلاَ تُمْسِكُوْهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوْا وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ وَلاَ تَتَّخِذُوْا آيَاتِ اللهِ هُزُوًا وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ وَمَااَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنَ اْلكِتـَابِ وَاْلحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهِ وَاتَّقُواالله َ وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ

Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara ma’ruf atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula), janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemadlorotan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.

Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah ni’mat Alloh padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Qur,an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.s Al-Baqarah ayat 231).

فَهَزَمُوْهُمْ بِاِذْنِ اللهِ وَقَتَلَ دَاو‘دَ جَالُوْتَ وَآتَاهُ الله ُ اْلمُلْكَ وَاْلحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشََاءُ وَلَوْلاَ دَفْعُ اللهِ النَّاسَ بَعْضُهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ اْلاَرْضُ وََلكِنَّ اللهَ ذُوْفَضْلٍ عَلَىاْلعَالَمِيْنَ

Mereka(tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Alloh dan (dalam peperangan itu) Dawud membunuh Jalut, kemudian Alloh memberikan kepadanya (Dawud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. (Q.s Al-Baqarah ayat 251).

يُؤْتِىاْلحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ اْلحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِىَ خَيْرًا كَثِيْرًا وَمَاَيَذَّكَّرُ اِلاَّاُولُوااْلاَ لْبَابِ

Allah menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur,an dan As-sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).  (Q.s Al-Baqarah ayat 269).

وَيُعَلِّمُهُ اْلكِتَابَ وَاْلحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَاْلاِنْجِيْلَ

Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al-Kitab Hikmah, Taurat dan Injil. (Q.s Ali ‘Imraan ayat 48).

وَاِذْ اَخَذ َالله ُمِيْثَاقَ النَّبِِيِّيْنَ لَمَاآتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُوْلٌ مُصَدِّقٌ لِمَامَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ اَاَقْرَرْ تُمْ وَاَخَذْ تُمْ عَلَىذلِكُمْ اِصْرِِىْ قَالُوْا اَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوْا وَاَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allah berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu ?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allah berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu. (Q.s Ali ‘Imraan ayat 81).

لَقَدْ مَنَّ الله ُعَلَىاْلمُؤْمِِيْنَ اِذْبَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلاً مِنْ اَنْفُسِِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ اْلكِتَابَ وَاْلحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِىضَلاَلٍ مُبِيْنٍ

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.s Ali ‘Imraan ayat 164).

اَمْ يَحْسُدُوْنَ النَّاسَ عَلَىمَاآتَاهُمُ الله ُمِنْ فَضْلِهِ فَقَدْ آتََيْنَاآلَ اِبْرَاهِيْمَ اْلكِتَابَ وَاْلحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُمْ مُلْكًا عَظِيْمًا

Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muchammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya ? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar. (Q.s An-Nisaa’ ayat 54).

وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكَ وَرَحْمَتُهُ لَهَمَّتْ طَائِفَة ٌ مِنْهُمْ اَنْ يُضِلُّوكَ وَمَايُضِلُّونَ اِلاَّ اَنْفُسَهُمْ وَمَايَضُرُّوْنَكَ مِنْ شَيْئٍ وَاَنْزَلَ الله ُعَلَيْكَ اْلكِتَابَ وَاْلحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَالَمْ تكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكَ عَظِيْمًا

Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. (Q.s An-Nisaa’ ayat 113).

اِذْقَالَ اللهُ يَاعِيْسَىابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْنِعْمَتِىعَلَيْكَ وَعَلَى وَالِدَتِكَ اِذْاَيَّدْتُكَ بِرُوْحِ اْلقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي اْلمَهْدِ وَكَهْلاً وَاِذْ عَلَّمْتُكَ اْلكِتَابَ وَاْلحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَاْلاِنْجِيْلَ وَاِذْتَخْلُقُ مِنَ الطِّيْنِ كَهَيْئَةِ الطَيْرِ بِاِذْنِى فَتَنْفُخُ فِيْهَا فَتَكُوْنُ طَيْرًا بِاِذْنى وَتُبْرِئ ُاْلاَكْمَهَ وَاْلاَبْرَصَ باِذْنِى وَاِذ ْتُخْرِجُ اْلمَوْتَى بِاِذْنِى وَاِذْكَفَفْتُ بَنِىاِسْرَائِيْلَ عَنْكَ اِذْجِئْتَهُمْ بِاْلبَيِّنَاتِ فَقَالَ اَّلذِيْنَ كَفَرُوْامِنْهُمْ اِنْ هذَا اِلاَّسِحْرٌمُبِيْنٌ

(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai Isa putra Maryam, ingatlah ni’mat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa, dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku.

Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: “Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata. (Q.s Al-Maa-idah ayat 110).

اُدْعُ اِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِاْلحِكْمَةِ وَاْلمَوْعِظَةِ اْلحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِاَّلتِىهِىَ اَحْسَنُ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَ اَعْلَمُ بِاْلمُهْتَدِيْنَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.s An-Nahl ayat 125).

ذَلِكَ مِمَّااَوْحَىاِلَيْكَ ربُّكَ مِنَ اْلحِكْمَةِ وَلاَتَجْعَلْ مَعَ اللهِ اِلَهًا آخَرَفَتُلْقىَ فِي جَهَنَّمَ مَلُوْمًا مَدْحُوْرًا

Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah). (Q.s Al-Israa’ ayat 39).

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ اْلحِكْمَةَ اَنِ اشْكُرْ ِللهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرْ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ الله َ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan Hikmat kepada Luqman: “Yaitu bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Q.s Luqman ayat 12).

وَاذْكُرْنَ مَايُتْلَى في بُيُوْتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللهِ وَاْلحِكْمَةِ اِنَّ اللهَ كَانَ لَطِيْفًا خَبِيْرًا

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. (Q.s Al-Ahzab ayat 34).

وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ اْلحِكْمَةَ وَفَصْلَ اْلخِطَابِ

Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya Hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan. (Q.s Shaad ayat 20).

وَلَمَّاجَاءَ عِيْسَى بِاْلبَيِّنَاتِ قَالَ قَدْجِئْتُكُمْ بِاْلحِكْمَةِ وَلاُبَيِّنَ لَكُمْ بَعْضَ اَّلذِيْ تَخْتَلِفُوْنَ فِيْهِ فَاتَّقُوااللهَ وَاَطِيْعُوْنِ

Dan tatkala Isa datang membawa keterangan dia berkata: “Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmat dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada)ku. (Q.s Az-Zuhruf ayat 63).

حِكْمَة ٌ بَالِغَة ٌ فَمَا تُغْنِِِِ النُّذ ُرُ
itulah suatu hikmat yang sempurna maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka). (Q.s Al-Qamar ayat 5).

هُوَاَّلذِيْ بَعَثَ فِي اْلاُمِّيِّيْنَ رَسُوْلاً مِنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ اْلكِتَابَ وَاْلحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِيْن ٍ

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka  dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.s Al-Jumu’at ayat 2).

Jadi lebih jelasnya, kata Hikmah tertera di dalam Al-Qur,an, ialah dua puluh (20) kali dalam dua belas (12) surah yang telah disebutkan di atas, ialah sebagai berikut:

Di dalam surah Al-Baqoroh           6   kali
Di dalam surah Ali ‘Imron              3   kali
Di dalam surah An-Nisa’               2   kali
Di dalam surah Al-Maidah             1   kali
Di dalam surah An-Nahl                1   kali
Di dalam surah Al-Isro’                 1   kali
Di dalam surah Luqman                 1   kali
Di dalam surah Al-Ahzab               1   kali
Di dalam surah Shood                    1   kali
Di dalam surah Az-Zuhruf              1   kali
Di dalam surah Al- Qomar             1   kali
Di dalam surah Al-Jumu’at             1   kali

Kata HIKMAH di dalam ayat-ayat tersebut, kebanyakan di ‘Athafkan (sambungkan) kepada lafal KITAB dengan huruf wawu, yang menurut pakar nahwu mempunyai ma’na LIL JAM’IL MUTHLAQI (untuk berbarengan secara mutlak), ialah menunjukan, bahwasannya HIKMAH pada hakikatnya adalah KITAB. Artinya, tidak ada orang ahli di bidang Hikmah yang tidak berdasarkan paham kitab.

Ya’ni, apabila seseorang paham Hikmah, maka ia pasti paham kitab yang diturankan oleh Allah kepada Rasul-Nya serta berusaha mengimplementasikan kitab itu. Dan untuk umat Islam, kitab tersebut adalah Al-Qur,an.

Jadi konklusinya, YANG DISEBUT HIKMAH, ADALAH MENGIMPLEMENTASIKAN AJARAN AL- QUR,AN. Demikianlah definisi Hikmah menurut saya. Dan menurut pendapat-pendapat yang lain, silahkan anda ikuti definisi-definisi berikut:
 
BAB 5
DEFINISI-DEFINISI HIKMAH
اَلْحِكْمَةُ اْلمَنْطُوْقُ بِهَاهِىَ عُلُوْمُ الشَّرِيْعَةِ وَالطَّرِيْقَةِ

Hikmah yang boleh dibicarakan adalah ilmu-ilmu Syari’at dan ilmu-ilmu Thoriqot. (At-Ta’rifat hal. 91).

اَلْحِكْمَة ُاْلمَسْكُوْتُ عَنْهَاهِىَ اَسْرَارُاْلحَقِيْقَةِ اَلَّتِىلاَيَطْلُعُ عَلَيْهَاعُلََمَاءُ الرُّسُوْم وَاْلعَوَامُّ عَلَىمَايَنْبَغِى فَيَضُرَّهُمْ اَوْيُهْلِكَهُمْ

Hikmah yang tidak boleh dibicarakan adalah rahasia-rahasia hakiki, yang ulama bidang tulisan (hanya mengenal tulisan ala harfi) dan awam, itu tidak dapat mentalaahnya atas cara yang semestinya, maka menjadi sebab bahaya bagi mereka atau merusaknya. (At-Ta’rifat hal. 91–92).

كُلُّ كَلاَمٍ وَافَقَ اْلحَقَّ فَهُوَ حِكْمَة ٌ

Setiap pembicaraan yang mencocoki pada sesuatu yang hak (benar) itulah Hikmah namanya. (At-Ta’rifat hal. 91).

اَلْحِكْمَةُ يُسْتَفَادُ مِنْهَامَاهُوَاْلحَقّ ُ فِي نَفْسِ اْلاَمْرِ بِحَسَبِ طَاقَةِ اْلاِنْسَانِ

Hikmah ialah hakiki sesuatu yang diambil faidah dari zatnya, di dalam suatu masalah yang baik, sesuai kadar kemampuan manusia. (At-Ta’rifat hal. 91).

اَلْحِكْمَةُ هِىَاْلكَلاَمُ اْلمَعْقُوْلُ اَلْمَصُوْنُ عَنِ اْلحَشْوِ

Hikmah adalah pembicaraan yang diperhitungkan dan dijaga dari kejahatan atau kesesatan. (At-Ta’rifat hal. 91).

اَلْحِكْمَةُ هِىَ اَلْعِلْمُ التَّامّ ُ وَالصُّنْعُ اْلمُتْقَنُ

Hikmah adalah ilmu yang sempurna dan pekerjaan yang dikokohkan atau ditetapkan. (Ash-Shoowi hal. 369 juz 2).
اَلْحِكْمَةُ هِىَاْلعِلْمُ النَّافِعُ اَلْمُؤَدِّىْ اِلَىاْلعَمَلِ

Hikmah adalah ilmu manfaat yang bisa menyampaikan pada pengamalan. (Tafsir Jalalain hal. 43 juz awal).

اَلْحِكْمَة ُهِىَاْلمَعْرِفَة ُبِاَحْكَامِ اْلقُرْآنِ

Hikmah adalah mengetahui hukum-hukum di dalam Al-Qur,an. (Ash-Shoowi hal. 128 juz awal).

اَلْحِكْمَة ُهِىَاْلفَهْمُ فِىاْلقُرْآنِ
Hikmah adalah paham di dalam Al-Qur,an. (Ash-Shoowi hal. 128 juz awal)

اَلْحِكْمَةُ هِىَاْلاِصَابَة ُ فِىاْلقَوْلِ وَاْلفِعْلِ

Hikmah adalah ketetapan di dalam pembicaraan dan pekerjaan. (Ash-Shoowi hal. 128 juz awal)

اَلْحِكْمَةُ هِىَاْلفِقْهُ فِىالدِّيْنِ مُطْلَقًا

Hikmah adalah paham di dalam keagamaan secara keseluruhan. (Ash-Shoowi hal. 128 juz awal)

اَلْحِكْمَةُ هِىَاْلمَعْرِفَةُ وَاْلاَمَانَة ُ
Hikmah adalah ma’rifat dan amanat. (Ash-Shoowi hal. 255 juz 3)

اَلْحِكْمَةُ نُوْرٌ فِىاْلقَلْبِ يُدْرَكُ بِهِ اْلاَشْيَاءُ كَمَايُدْرَكُ بِاْلبَصَرِ

Hikmah adalah cahaya di dalam hati, yang segala sesuatu dapat ditemukan olehnya, sebagaimana ditemukan pula oleh mata lahir. (Ash-Shoowi hal. 255 juz 3)

اَلْحِكْمَةُ هِىَ تَوْ فِيْقُ اْلعَمَلِ بِاْلعِلْمِ فَكُلُّ مَنْ اُوْتِىتَوْ فِيْقَ اْلعَمَلِ بِاْلِعلْمِ فَقَدْ اُوْ تِىَحِكْمَةً وَمَنْ تَعَلَّمَ شَيْئًا وَلاَيَعْلَمُ مَصَالِحَهُ وَمَفَاسِدَهُ لاَيُسَمَّىحَكِيْمًا

Hikmah adalah mengadaptasikan amal dengan ilmunya, kemudian setiap orang yang dianugrahi dengan keadaptasian amal dalam ilmunya, maka ia benar-benar dianugrahi Hikmah, selanjutnya barang siapa belajar sesuatu dalam keadaan tidak mengerti maslahat (kebaikan) dan mafsadatnya (kerusakannya) maka ia tidak dinamakan Hakim (pakar hikmah). (At-Tafsiril Munir hal. 170 juz 2)

اَلْحِكْمَةُ هِىَاسْتِكْمَالُ النَّفْسِ اْلاِنَْسَانِيَّةِ بِاقْتِبَاسِ اْلعُلُوْمِ النَّظَرِيَّةِ وَاكْتِسَابِ اْلمَلَكَةِ التَّامَّةِ عَلَىاْلاَفْعَالِ اْلفَاضِلَةِ عَلَى قَدْرِطَاقَتِهَا

Hikmah adalah berusaha menyempurnakan jiwa kemanusiaan dengan cara menggali ilmu-ilmu penelitian, dan berusaha memperoleh karakter yang sempurna di dalam semua pekerjaan mulia, sesuai kadar kemampuannya (manusia). (Baidlowi hal. 151 juz 4)

اَلْحِكْمَةُ هِىَخَشْيَةُ اللهِ فَاِنَّ خَشْيَةَ اللهِ رَاْسُ كُلِّ حِكْمَةٍ

Hikmah adalah takut kepada Alloh, karena sesungguhnya rasa takut kepada Alloh adalah pokok setiap Hikmah. (Ibnu Katsir hal. 322 juz awal)

اَلْحِكْمَةُ هِىَاْلعِلْمُ وَاْلفِقْهُ وَاْلقُرْآنُ

Hikmah adalah ilmu, paham dan mengerti hakiki Al-Qur,an. (Ibnu Katsir hal. 322 juz awal)

اَلْحِكْمَة ُ هِىَ السُّنَّة ُ
Hikmah adalah sunnah (langkah). (Ibnu Katsir hal. 322 juz awal)

اَلْحِكْمَة ُ هِىَ اْلعَقْلُ
Hikmah adalah akal. (Ibnu Katsir hal. 322 juz awal)

اَلْحِكْمَةُ هِىَاْلفَهْمُ وَاْلعِلْمُ وَالتَّعْبِيْرُ

Hikmah adalah faham, mengerti dan mampu memberikan ibarat. (Ibnu Katsir hal. 444 juz 3)

وَقَدْ فَسَّرَابْنُ عَبَّاسٍ رَضِىَالله ُعَنْهُمَا اَلْحِكْمَةَ فِىاْلقُرْآنِ بِتَعَلُّمِ اْلحَلاَلِ وَاْلحَرَامِ

Sahabat Ibnu Abas benar-benar mentafsirkan kata Hikmah di dalam Al-Qur,an, adalah berusaha mengerti tentang halal dan haram. (At-Ta’rifat hal. 91)

اَلْحِكْمَة ُفِىاللُّغَةِ اَلْعِلْمُ مَعَ اْلعَمَل ِ

Hikmah menurut pengertian linguis, adalah ilmu yang disertai pengamalan. (At-Ta’rifat hal. 91)
Dengan dasar definisi-definisi yang telah kita pahami, tentunya kita dapat menyimpulkan, bahwa yang menemukan Hikmah adalah akal.

 

 BAB 6

Akal (Kecerdasan Rasional)

Berbicara tentang akal, sesungguhnya manusia tidak ada yang tahu persis keberadaannya. Karena, akal itu merupakan makhluk Allah yang tidak dapat dilihat dengan indra mata walaupun hasil karyanya dapat dilihat oleh siapa saja yang mempunyai mata.

Oleh sebab keghoiban akal itu, maka timbullah berbagai macam pendapat dari kalangan ilmuwan. Dan di dalam buku METODE HIKMAH KAMILAH ini, tertulis sebagian dari pendapat-pendapat para ilmuwan tersebut, yang diawali dengan Al-Chadits riwayat Imam Baihaqi di dalam kitab Kunuzil Haqoiq hlm. 34 juz dua sebagai berikut:

قِوَامُ اْلمَرْءِ عَقْلُهُ لاَدِيْنَ لِمَنْ لاَعَقْلَ لَهُ

Penopang seseorang adalah akalnya, maka tiada agama bagi orang yang tidak mempunyai akal.(kunuzil haqoiq hlm 34 juz dua).

Chadits ini menunjukan bahwa akal adalah merupakan makhluk penentu bagi hidup, kehidupan dan penghidupan manusia. Artinya, seseorang menjadi mulia ialah karena akalnya. Oleh sebab itu, dengan dasar Chadits ini saya berpendapat lewat puisi yang akan anda ikuti berikut ini:

PUISI AKAL

Wahai anak-anak Adam
Engkau adalah makhluk sempurna
Dibandingkan dengan makhluk yang lain
Walau kau tercipta dari air hina

Yang terpancar dari tulang rusuk bapak
Dan membuahi ovum yang terlepas dari ovarium ibu
Akan tetapi engkau tetap mulia
Karena mempunyai tiga kekuatan

Kuat syahwatnya, kuat marahnya, dan kuat akalnya
Dengan dua kekuatan yang pertama
Engkau bisa berkurang segalanya
Dan dengan kekutan yang terakhir

Enkau menjadi sempurna dan mulia
Dengan adanya kekuatan itu
Siapa pun dapat memahami sesuatu
Yang konon katanya ia ada di kepala

Menurut informasi lain ia ada di hati
Dan ala madzhab akhir
Ia dalam tree in one (tri in wan)
Sesungguhnya ia dinamakan akal

Karena ia dapat menemukan segala sesuatu
Ia dinamakan jiwa
Karena ia yang melakukan daya upaya dalam urusan
Untuk terakhirnya, ia dinamakan hati

Karena ia senantiasa siap untuk satu penemuan
Oleh sarana kekuatan terakhir ini
Ingatlah wahai manusia
Engkau dapat melebihi makhluk yang lain

Ia yang megerti nafsu Amaroh
Sebagai nafsu yang selalu menimbulkan kejahatan
Yang menyebabkan dirimu jatuh dalam lembah kehinaan
Engkau menjadi ta’at

Jika ia dan nafsu Lawwamah sudah berteman dekat
Ia mengilhamkan kejahatan dan ketakwaan
Apabila di antaranya dan nafsu Mulhimah ada keakraban
Enkau menjadi tenang di bawah kekuasaan Pencipta

Karena ia dan nafsu Muthma,innah saling setia
Dirimu senantiasa rela di setiap keadaan
Sebab ia dan nafsu Rodliyah telah beriringan
Engkau selalu diizinkan

Bila ia dan nafsu Mardliyah saling mengindahkan
Kesempurnaan bisa didapatkan
Jikalau ia dan nafsu Kamilah tidak bisa dipisahkan
Ia di dalam tubuh setiap anak Adam
Yang berjumlah lima macam

Yaitu: Ghorizi, Kasbi, Atho’I, Zuhadi, dan Aklun Nabi
Ghorizi, ialah selalu siap menemukan ilmu ala penelitian
Kasbi, merupakan pencarian insan yang timbul dari cendikiawan
Atho’I, adalah pemberian Pencipta kepada insan hingga akhirnya beriman
Dengan Zuhadi anak Adam tak peduli dunia

Dan Aklun Nabi khusus bagi makhluk termulia
Wahai makhluk yang berakal
Gunakanlah akalmu sebaik-baiknya
Karena kebaikan akalmu

Apa  yang ada menjadi baik semua
Bila akalmu jahat
Engkau berbuat kejahatan di mana-mana
Di atas, di bawah, di kanan, di kiri, di depan, di belakang dan di tengah-tengah

Engkau tidak ingat bahwa suatu saat akan jatuh
Dan kamu lupa kebaikan yang ada di atasmu
Posisimu tidak akan tetap
Biarpun kebiasaanmu berubah
Perubahan selalu mewarnai kehidupan

Dirimu goncang lantaran perubahan itu
Kelebatan ubanmu menunjukan keadaanmu berubah
Dari pertumbuhan masa mudamu yang kuat dan gagah
Sungguhpun perubahan itu tidak engkau rasakan

Namun layu dan loyo yang mengingatkan
Sadarlah wahai makhluk yang berakal
Dan ingatlah bahwa setiap makhluk adalah terkena perubahan
Lantaran mereka hidup di dalam zaman
Sementara zaman adalah berubahnya cakrawala

Dari yang telah lewat
Yang sedang dijalani
Dan yang akan datang
Tiga zaman yang telah disebutkan

Adalah tidak lepas dari perubahan derajat
Yang berjumlah tiga ratus enam puluh dalam sehari semalam
Dengan tujuh rotasi siang dan malam
Dari rotasi Sawadis, Khowamis, Rowabi, Sekon, Detik, Menit sampai rotasi Jam

Dalam tujuh rotasi ini mengandung nasib
Yang berarti bagian duniawi dan ukhrowi
Nasibmu ada di mana-mana
Walaupun hakikinya tidak kasat mata

Kemungkinan nasibmu sebagai bengkel manusia
Atau sebagai bengkel negara
Karena kediamanmu berselimut kehidupan
Untuk menjalani hidup dengan penghidupan

Meskipun penghidupan itu bersifat semu
Akan tetapi dari kalanganmu banyak yang tidak menentu
Kecuali yang dipenuhi kesadaran, sadar dan menyadari
Akan semua karunia Ilahi

Dengan cara menggunakan akalnya
Yang selalu berpegang dengan firman Pencipta
Dan sabda-sabda Rasul-Nya.

Dan sesungguhya orang yang berakal, adalah orang yang mengerti perintah Allah serta larangan-Nya. Seperti penjelasan sabda rasul berikut:

اَلْعَاقِلُ الَّذِىْ عَقَلَ عَنِ اللهِ اَمْرَهُ وَنَهْيَهُ

Orang yang berakal, adalah orang yang mengerti perintah Allah dan larangan-Nya. (kunuzil haqoiq hlm 19 juz dua). Artinya: Orang yang berakal, adalah ia yang bisa menjalankan perintah Allah dan bisa menjauhi larangan-Nya.

Kesimpulan chadits ini, ialah bahwasannya yang bisa mengerti tentang kebaikan dan kejahatan adalah akal. Dan perlu kita ketahui, apabila keberadaannya seperti demikian, maka ia adalah makhluk Allah yang sangat mulia. Oleh karena dari kemuliaan akal tersebut, Allah menciptakannya sebagai makhluk terawal bagi manusia, seperti penjelasan chadits yang diriwayatkan oleh Imam Thobroni sebagai berikut:

اَوَّلُ مَاخَلَقَ اللهُ اَلْعَقْلُ فَقَالَ لَهُ اَقْبِلْ فَاَقْبَلَ ثُمَّ قَالَ لَهُ اَدْبِرْ فَاَدْبَرَ ثُمَّ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ وَعِزَّتىِ وَجَلاَلِ مَاخَلَقْتُ خَلْقًا اَكْرَمَ عَلَىَّ مِنْكَ بِكَ آخُذُ وَبِكَ اُعْطِى وَبِكَ اُثِيْبُ وَبِكَ اُعَاقَبُ

Terawal Allah menciptakan makhluk adalah akal, maka Dia berfirman: “Majulah kamu, maka akal maju, dan mundurlah kamu, maka akal mundur”. Kemudian Allah ‘Azza Wajalla berfirman lagi: “Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tidak Aku  menciptakan makhluk  yang sangat mulia daripada kamu, sebab kamu Aku mengambil, sebab kamu Aku memberi, sebab kamu Aku memberikan pahala dan sebab kamu Aku menyiksa. (Ihya,u ‘Ulumiddin hal 89 juz awal).

Di dalam chadits ini, diceritakan tentang Allah menciptakan akal dengan bahasa indikatif (kalam Khobar) yang menjelaskan akal tersebut sebagai lawan bicara (mukhothob) bagi-Nya sampai tujuh kali. Ya’ni, dua kali akal patuh pada perintah-Nya, yaitu majulah kamu, maka akal maju, dan mundurlah kamu, maka akal pun mundur, dan lima kali Allah menceritakan sumpah-Nya. Ya’ni, tidaklah Aku menciptakan makhluk yang sangat mulia menurut-Ku daripada kamu, sebab kamu Aku mengabil, sebab kamu Aku memberi, sebab kamu Aku memberikan pahala dan sebab kamu Aku menyiksa.

Dengan demikian, hadis ini dapat dikonklusikan bahwa akal adalah yang menyebabkan manusia menjadi makhluk termulia di sisi Allah apabila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Maka dari pengertian chadits inilah sebagian ilmuwan muslim  mendefinisikan akal seperti berikut:

 

DEFINISI-DEFINISI AKAL

Tentang definisi-definisi akal adalah siapapun dapat membuatnya, dengan catatan memenuhi syarat-syarat pembikinan definisi menurut logika yang seperti berikut:
  1. Definisi harus mencegah masuknya oknum yang tidak didefinisi (maani’).
  1. Definisi harus mengumpulkan oknum yang didefinisi (jaami’).
  2. Definisi adalah harus jelas.
  3. Definisi tidak boleh lebih samar dari yang didefinisi.
  4. Definisi dan yang didefinisi, adalah tidak boleh sama-sama asingnya.
  5. Definisi tidak boleh dibuat dari lafal majaz yang tidak berqorinah (dalil yang menentukan pada majaz itu).
  6. Definisi tidak boleh dibuat dari akar kata yang didefinisi.
  7. Definisi tidak boleh dibuat dari lafal musytarik (polisemi/kata yang mempunyai ma’na lebih dari satu) terkecuali ada qorinah.
  8. Definisi tidak boleh dimasuki hukum apa pun.
  9. Definisi tidak boleh dibuat dari kata yang mempunyai arti alternatif.
Dan perlu kita ketahui, bahwa definisi menurut logika itu terbagi menjadi lima bagian, yaitu :
  1. Definisi Chad tam atau complete limit (batas yang sempurna) : ialah definisi yang terbuat dari lafal universal dengan bentuk kulli jinsi (universal genera/jenis umum), dan kulli fashol (universal differentia/sifat pembeda umum).
  2. Definisi Chad naqish (batas yang kurang) : ialah definisi yang terbuat hanya dari lafal universal dengan bentuk kulli fashol (universal differentia) atau dengan kulli jinsi ba’id (universal genera yang jauh).
  3. Definisi Rosam tam complete ilustrasi (keterangan sempurna) : ialah definisi yang terbuat dari lafal universal dengan bentuk kulli jinsi (universal genera) dan kulli khosh (universal propria/sifat yang menentukan).
  4. Definisi Rosam naqish (ilustrasi yang kurang) : ialah definisi yang terbuat hanya dari lafal universal dengan bentuk kulli khosh (universal propria) atau dengan kulli jinsi ba’id (universal genera yang jauh).
  5. Definisi lafdhi : ialah definisi yang hanya menggantikan lafal yang lebih terkenal.
Setelah kita ketahui tentang syarat-syarat pembikinan definisi serta nama-namanya, marilah kita mencoba memahami definisi-definisi para ilmuwan muslim yang mendefinisikan tentang akal berikut ini:

وَقَدْ وَقَعَ لَهُمْ فَىحَدِّ اْلعَقْلِ تَعَارِيْقُ كَثِيْرَةٌ اَحْسَنُهَا اَنَّهُ نُوْرٌ رُوْحَانِىٌّ بِهِ تُدْرِكَ النَّفْسُ اْلعُلُوْمَ الضَّرُوْرِيَّةَ وَالنَّظَرِيَّةَ

Sesungguhnya timbul definisi-definisi akal sangatlah banyak dikalangan ilmuwan, dan yang terbaik adalah pendapat ini, yaitu sesungguhnya akal adalah cahaya bangsa roh, yang mana sebab cahaya itu nafsu dapat menemukan ilmu-ilmu yang mudah dan ilmu-ilmu yang sulit . (Al-Baijuri Ala Matnis Sanusiyah hlm. 12).

وَقَالَ بَعْضُهُمْ اِنَّ هَنَاكَ لَطِيْفَةٌ رَبَّانِيَّةٌ لاَ يَعْلَمُهَااِلاَّالله ُ تَعَالَى فَمِنْ حَيْثُ تَفَكَّرُهَا تُسَمَّىعَقْلاً وَمِنْ حَيْثُ حَيَاةُ اْلجَسَدِبِهَا تُسَمَّى رُوْحًا وَمِنْ حَيْثُ شَهْوَتُهَا تُسَمَّى نَفْسًا

Sebagian ilmuwan mengatakan, sesungguhnya di dalam akal itu merupakan masalah ke-Tuhan-an yang sangat halus (Lathifah Robbaniyyah), tidak ada yang tahu persisi keberadaannya, kecuali Allah Ta’ala. Jika ia (Lathifah Robbaniyyah) menimbulkan pemikiran, maka ia dinamakan akal, jika ia menimbulkan kehidupan, maka ia dinamakan roh, dan jika ia menimbulkan keinginan, maka dinamakan nafsu. (Tuchfatul Murid Ala Jauharotit Tauchid hlm. 99).

اَلْعَقْلُ وَالنَّفْسُ وَالذِّهْنُ وَاحِدٌ اِلاَّ اَنَّهَا سُمِّيَتْ عَقْلاً لِكَوْنِهَا مُدْرِكَةً وَسُمِّيَتْ نَفْسًا لِكَوْنِهَا مُتَصَرِّ فَةً وَسُمِّيَتْ ذِهْنًا لِكَوْنِهَا مُسْتَعِدَّةً لِلْاَدْرَاكِ
Akal, Nafsu, Hati adalah artinya satu, hanya saja ia dinamakan akal, karena sesungguhnya ia yang dapat menemukan. Ia dinamakan nafsu, karena ia yang melakukan daya upaya dalam urusan. Dan ia dinamakan hati, karena ia yang selalu siap untuk penemuan. (At-Ta’rifaat hlm. 152).

اَلْحَقُّ اَنَّ اْلعَقْلَ نُوْرٌ رُوْحَانِىٌّ تُدْرِكُ بِهِ النَّفْسُ اْلعُلُوْمَ الضَّرُوْرِيَّةَ وَالنَّظَرِيَّةَ

Yang jelas (hak), akal adalah sesungguhnya  cahaya bangsa roh, yang mana dengan cahaya itu, nafsu dapat menemukan ilmu-ilmu yang mudah dan yang ilmu-ilmu sulit (Ad Dasuqy hlm. 51).

اَلْعَقْلُ جَوْهَرٌ مُجَرَّدٌ عَنِ اْلمَادَّةِ يَتَعَلَّقُ بِاْلبَدَنِ تَعَلُّقَ التَّدْبِيْرِوَالتَّصَرُّفِ

Akal adalah zat yang dikosongkan dari susunan zat lain, yang erat ikatannya dengan badan, di dalam mengatur dan menggunakannya (badan itu)  (At-Ta’rifaat hlm. 151).

اَلْعَقْلُ غَرِيْزَةٌ يَتَهَيَّاُ بِهَا اْلاِنْسَانُ اِلَى فَهْمِ اْلحِظَابِ

Akal adalah tabiat (naluri) yang dengannya manusia dapat memahamai pembicaraan. (Al Mishbachul Munir hlm. 74 juz dua).

اَلْعَقْلُ نُوْرٌ فِىاْلقَلْبِ يَعْرِفُ اْلحَقَّ وَاْلبَاطِلَ

Akal adalah cahaya di dalam hati, yang bisa mengerti hak dan batil (benar dan salah). (At-Ta’rifaat hlm. 151).
اَلْعَقْلُ قُوَّةُ النَّفْسِ النَّاطِقَةِ

Akal adalah kekuatan (energi) bagi jiwa yang bisa berbicara hasil dari pemikirannya. (At-Ta’rifaat hlm. 152).
Chadits-chadits dan definisi-definisi di atas, ialah dapat disimpulkan, bahwa sesungguhnya akal (kecerdasan rasional), adalah alat bagi nafsu (kecerdasan emosional), yang menyebabkan manusia dapat memahami segala sesuatu melalui alat tersebut.

 

Akal Yang Sehat Terdapat Pada Badan Yang Sehat

اَلْحَقُّ اَنَّ اْلعَقْلَ نُوْرٌ رُوْحَانِىٌّ تُدْرِكُ بِهِ النَّفْسُ اْلعُلُوْمَ الضَّرُوْرِيَّةَ وَالنَّظَرِيَّةَ

Sesungguhnya akal adalah cahaya bangsa roh, yang lantaran cahaya itu nafsu (jiwa) dapat menemukan ilmu-ilmu matematis dan ilmu-ilmu analisis.

Demikianlah terjemahan bebas definisi akal yang tertulis di dalam kitab Al Baijuri ala matnis Sanusiyyah halaman dua belas, dan yang tertulis di dalam kitab Ad Dasuqi halaman 51, seperti keterangan yang telah kita baca di bagian depan. Dan di sini, mari kita pahami definisi tersebut menurut pandangan Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah (Falsafah vak karakter), dengan dasar hadis yang tertulis di dalam kitab Ihya,u Ulumiddin sebagai berikut:

اَوَّلُ مَا خَلَقَ الله ُ اَلْعَقْلُ فَقَالَ لَهُ اَقْبِلْ فَاَقْبَلَ ثُمَّ قَالَ لَهُ اَدْبِرْ فَاَدْبَرَ ثُمَّ قَالَ الله ُ عَزَّ وَجَلَّ وَعِزَّتىِ وَجَلاَلِ مَاخَلَقْتُ خَلقًا اَكْرَمَ عَلَىَّ مِنْكَ بِكَ آخُذُ وَبِكَ اُعْطِى وَبِكَ اُثِيْبُ وَبِكَ اُعَاقَبُ

Terawal Allah menciptakan makhluk adalah akal, maka Dia berfirman: “Majulah kamu, maka akal maju, dan mundurlah kamu, maka akal mundur”. Kemudian Allah ‘Azza Wajalla berfirman lagi: “Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tidak

Terawal Allah menciptakan makhluk adalah akal, maka Dia berfirman: “Majulah kamu, maka akal maju, dan mundurlah kamu, maka akal mundur”. Kemudian Allah ‘Azza Wajalla berfirman lagi: “Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tidak Aku  menciptakan makhluk  yang sangat mulia daripada kamu, sebab kamu Aku mengambil, sebab kamu Aku memberi, sebab kamu Aku memberikan pahala dan sebab kamu Aku menyiksa. (Ihya,u ‘Ulumiddin hal 89 juz awal).

Chadits ini dapat disimpulkan, bahwa akal secara karakteristik, adalah makhluk yang sangat mulia, karena mampu memahami apa yang difirmankan oleh Allah ‘Azza Wajalla kepadanya. Maka dari itu, definisi akal yang tertulis di dalam kamus Al-Mishbachul Munir hlm 74 juz dua, ialah seperti berikut:

اَلْعَقْلُ غَرِيْزَةٌ يَتَهَيَّاُ بِهَا اْلاِنْسَانُ اِلَى فَهْمِ اْلحِظَابِ

Akal adalah tabiat (naluri) yang dengannya manusia dapat memahamai pembicaraan. (Al-Mishbachul Munir hlm. 74 juz dua).

Definisi ini dapat disimpulkan, bahwa akal itu merupakan alat bagi jiwa, yang dapat memberikan kepahaman kepada manusia akan semua jenis pembicaraan, baik pembicaraan itu dengan bahasa eksplisit, implisit maupun bahasa-bahasa isyarat. Akan tetapi, kadar kemampuan manusia di dalam memahami bahasa-bahasa tersebut adalah tidak sama.

Karena memang manuisa itu dapat dibedakan antara satu dengan lainnya adalah dengan akal itu. Ya’ni, bila seseorang mempunyai akal dijadikan alat untuk menemukan segala sesuatu bagi nafsu Mulhimah Fujur atau nafsu Ammarohnya, maka ia mempunyai sejuta cara untuk berbuat kejahatan, iapun termasuk orang yang berakal tidak sehat, walaupun raganya gemuk dan kelihatannya sehat. Dan orang seperti inilah yang sangat membahayakan sesama manusia, memang ia kelihatannya baik, sopan, ramah, supel.

Akan tetapi, di balik semua sikapnya itu ada maksud tertentu. Umpamanya ia ingin duduk di kursi kelurahan dengan  penuh ambisi, yang pasti ia melakukan apa saja walaupun harus mengorbankan orang banyak, khususnya rakyat kecil yang menjadi sasaran empuk baginya. Namun, ia tidak menyadari atau hanya pura-pura tidak mengerti, bahwa kelakuannya itu tidak baik, yang penting baginya hanyalah bagaimana caranya menjadi lurah. Dan  tidak pernah terpikirkan olehnya, tentang semua apa yang menjadi pengorbanan rakyat, atau rakyat-rakyat yang jadi korban dari imbas ulahnya. Serta ia tidak pernah mau tahu dan dengar tangis memilukan dari anak-anak yang ditinggalkan oleh para ayah yang mati karena kelakuan jahatnya.

Pendeknya, ia ingin menjadi lurah dengan sangat penuh ambisi sehingga menghalalkan segala cara, tidak pandang bulu ia berhadapan dengan siapa, tokoh agama, negarawan, ilmuwan, rakyat jelata yang berusaha menghalang-halangi langkahnya, ia pasti tidak segan-segan untuk menumpasnya, baik cara penumpasannya itu melalui tangan sendiri yang pada hahikatnya merupakan rekayasa esensi politiknya yang sangat keji, maupun melalui tangan orang lain yang menjadi pendukungnya di manapun mereka berada.

Lantaran dengan perkataannya yang manis, bahasanya yang cantik lagi genit, uangnya yang bisa memabukan dan menggelapkan mata para pendukungnya itu, ia mampu merekrut umat sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pribadi dan golongannya sendiri. Ringkasnya, bagi siapapun yang menggunakan akalnya untuk menemukan segala sesuatu sebagai alat bagi nafsu mulhimah fujur dan nafsu Ammarohnya, yang pasti ia tunduk di bawah bendera sang penuh ambisi itu. Karena dasarnya sama, yaitu sama-sama mempunyai kepentingan yang bersifat penuh ambisi.

Sementara bila seseorag sudah dipenuhi dengan ambisi, yang jelas ia tidak akan bisa melepaskan dirinya dari jerat kedua nafsu yang sangat jahat itu, dan bila nafsu-nafsunya sudah jahat, maka akalnya pun tidak akan bisa lepas dari pengaruh jahat yang ditimbulkan oleh kejahatan nafsu-nafsu tersebut.

Dan jika akal seseorang hanya dipenuhi dengan kejahatan-kejahatan, maka pemahamannya pun akan segala sesuatu pasti menjadi jahat, ia tidak pernah melihat kebaikan orang lain yang berniat baik kepada siapa saja, termasuk kepada orang yang akalnya hanya dipenuhi dengan kejahatan itu. Karena memang ia berasal dari nafsu jahat, yang mengolah akalnya sebagai alat penemu segala sesuatu dengan cara merobah karakter akal yang asalnya mulia menjadi jahat, maka secara otomatis semua pemahamannya pun menjadi jahat pula.

Dan apabila nafsu jahatnya itu bermula dari cemburu sosial atau tidak senang atas kesuksesan orang lain yang masih sesama muslim, padahal konon katanya ia seorang muslim, yang sudah mengetahui bahwa dua sifat itu tidaklah baik, lantaran di dalam Islam dua sifat tersebut diterangkan termasuk dalam kategori hasud.

Sedangkan hasud itu merupakan penyakit yang tidak dapat diobati, dan penyakit semacam hasud ini hanyalah menuntut kepuasan. Artinya, seseorang yang mengindap penyakit hasud tersebut, ialah merasa sangat  puas sepuas-puasnya apabila musuh-musuhnya tumbang, lawan-lawannya jatuh. Karena,  ia tidak pernah mau tahu yang menjadi musuh dan lawannya itu saiapa, padahal yang dianggap menjadi musuh dan lawannya itu belum tentu memusuhinya.

Namun karena jiwanya jahat, yang menyebabkan akalnya tidak sehat, maka ia menganggap musuh kepada siapa saja, termasuk kepada kyai, ustadz, ulama, Doktor, profesor, negarawan, ilmuwan, rakyat jelata, hatta anak kecilpun dianggap musuh olehnya.

Walaupun umpamanya ia yang mengindap penyakit hasud itu, adalah seorang yang menyandang gelar kyai seratus umat, ustazd seribu kaum, ulama sejuta pengikut, atau misalnya ia menyandang gelar kyai, ustadz, ulama, profesor, Doktor, ekonom, politikus semilyar pendukung, yang pasti ia memberikan warna paham hasudnya  kepada para pengikutnya, memprovokasi umatnya, mengajak kaumnya untuk berbuat kekacauan di mana-mana, yang tidak menutup kemungkinan tujuan akhirnya hanyalah ingin menggulingkan seorang kawan muslim yang menjadi lawan politiknya, sekaligus merebut kursi kelurahan yang sedang diduduki oleh kawan muslimnya itu.

Padahal ia sangat mengerti, bahwa sesama muslim adalah saudara, yang semestinya saling menjaga, saling menghormati dan saling mengingatkan apabila ada kekeliruan, serta selalu siap bermusyawarah untuk menemukan solusi yang intinya dapat disepakati bersama. Ya’ni, sesama muslim seharusnya siap sepakat di saat beda pendapat demi keutuhan Islamnya.

Memang benar, Islam itu tidak perlu dijaga keutuhannya, tidak pula perlu dibela. Karena memang Islamlah yang mampu membangun manusia seutuhnya sehingga keutuhan itu terbina dengan sendirinya. Dan bila muslimnya sudah menjadi manusai yang utuh, maka terwujudlah sifat saling membela, saling membantu dan saling menghormati, bukan hanya kepada sesama muslimnya saja. Namun, kepada sesama manusia secara pluralitas. Karena memang Islam itu sangat luas, seluas pandangan tokoh pemersatu agama Allah. Ya’ni, Muhammad Rasulullah. Beliau ini mengaj

   

Hukum Akal Menurut Disiplin Ilmu Tauchid

Setelah kita mengetahui tentang fungsional akal sebagai alat penemu, tentunya kita merasa dituntut untuk memahami hukum-hukumnya. Oleh karena itu, mari ikuti keterangan berikut :

اِعْلَمْ اَنَّ الْحُكْمَ الْعَقْلِيَّ يَنْحَصِرُ فِيْ ثَلاَثَةِ اَقْساَمٍ اَلْوُجُوبِ وَاْلِاسْتِحاَلَةِ وَاْلجَواَزِ فاَلْواَجِبُ ماَلاَ يَتَصَوَّرُ فِي الْعَقْلِ عَدَمُهُ وَالْمُسْتَحِيْلُ ماَلاَ يَتَصَوَّرُ فِي الْعَقْلِ وُجُوْدُهُ وَالْجاَئِزُ ماَيَصِحُّ فِي الْعَقْلِ وُجُوْدُهُ وَعَدَمُهُ

Ketahuilah!, sesungguhnya hukum menurut akal, ialah terkumpulkan di dalam tiga bagian, yaitu: wajib, mustahil dan jawaz (mungkin). Mengenai yang wajib, ialah sesuatu yang ketiadaannya tidak dapat tergambarkan di dalam akal. Dan yang mustahil, ialah sesuatu yang keberadaannya tidak dapat tergambarkan di dalam akal. Sementara yang mungkin, ialah sesuatu yang keberadaan dan ketiadaannya bisa nyata (benar) di dalam akal (Ummil Barohin hlm 30-32).
Pendapat ini dapat disimpulkan, bahwa hukum secara akal itu ada tiga, yaitu :
  1. WAJIB AKLI (bisa diterima menurut akal).
  2. MUSTAHIL AKLI (tidak bisa diterima menurut akal).
  3. JA,IZ AKLI (bisa diterima atau ditolak menurut akal).
Tiga hukum akal ini, sebetulnya terimplisit di dalam Kalimah Thoyyibah nafi itsbat. Dan dapat anda ikuti keterangan Hikmah Kamilah (Kalimah Thoyyibah nafi itsbat)  ini pada bagian keterangan Kalimah Thoyyibah nafi itsbat.

Serta apa yang terimplisit di dalam Kalimah Thoyyibah nafi itsbat itu pada hakikatnya, adalah menuntut kepada kita semua orang islam supaya betul-betul mampu memfungsikan akalnya sebagai alat penemu di dalam memahami empat ayat kalaamiyyat muchkamaat, ayat kalaamiyyat mutasyabihaat, ayat kauniyyat muchkamaat dan ayat kauniyyat mutasyabihaat sehingga kita benar-benar mengetahui tentang hukum akli, dan hukum-hukum lain yang dilahirkan oleh firman Allah dari empat ayat tersebut. Karena, tidak ada yang mampu memahami pelajaran dari firman-Nya itu,  kecuali mereka yang berakal atau mereka yang mempunyai akal. Sebagaimana ditegaskan pada ayat berikut:

يُؤْ تِى اْلحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ اْلحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْ تِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا وَمَا يَذَّكَّرُ اِلاَّ اُولُوااْلاَلْبَابِ

Allah menganugrahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur,an dan As-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi Al Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak, dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Q.s Al-Baqarah ayat 269).


AYAT-AYAT AL ALBAAB (YANG BERAKAL ATAU YANG MEMPUNYAI AKAL).

Di dalam ayat 269 surat Al-Baqarah ini, menyebutkan kata AL-ALBAAB, yang berarti berakal atau yang mempunyai akal, dan perlu kita ketahui, bahwa kata AL-ALBAB ini tertera di dalam Al-Qur,an terulang 16 kali, seperti data berikut:

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (Surat Al-Baqarah ayat 179).

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan bantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (Surat Al-Baqarah ayat 197).

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Surat Al-Baqarah ayat 269).

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Dialah yang telah menurunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Surat Ali ‘Imraan ayat 7).

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Surat Ali ‘Imraan ayat 190).

قُلْ لاَ يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan. (Surat Al-Maa-idah ayat 100).

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan kepada sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Surat Yusuf ayat 111).

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta ?  Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran ”. (Surat Ar-Ra’d ayat 19).

هَذَا بَلَاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ وَلِيَعْلَمُوا أَنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

(Al Qur,an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran (Surat Ibrahim ayat 52).

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا ءَايَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (Surat Shaad ayat 29).

وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَى لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai pikiran. (Surat Shaad ayat 43).

أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ ءَانَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya ?  Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ?”  Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima perlajaran. (Surat Az-Zumar ayat 9).

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُوالْأَلْبَابِ

Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (Surat Az-Zumar ayat 18).

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الْأَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَجْعَلُهُ حُطَامًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Surat Az-Zumar ayat 21).

هُدًى وَذِكْرَى لِأُولِي الْأَلْبَابِ

Untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berfikir. (Surat Al-Mu’min ayat 54).

أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فَاتَّقُوا اللَّهَ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ ءَامَنُوا قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا

Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu. (Surat Ath-Thalaaq ayat 10).

Data-data yang ada di dalam ayat-ayat tersebut, adalah menunjukan bahwa hanya orang-orang yang mempunyai akal, atau orang-orang yang berakallah yang mampu mengambil pelajaran dari firman Allah.

Maka dari itu, marilah gunakan akal kita untuk memahami semua firman-Nya yang menjelaskan tentang makro dan mikro kosmos, dengan manifestasi empat ayat kalaamiyyat muchkamaat, ayat kalaamiyyat mutasyabihaat, ayat kauniyyat muchkamaat serta ayat kauniyyat mutasyabihaat di dalam alamil kholqi dan alamil amri, artinya jika Allah menciptakan makhluk melalui sarana makhluk lain, maka ia disebut makhluk dari ALAMIL KHOLQI, dan jika Dia Menciptakan makhluk tidak melalui sarana apapun, namun langsung dengan kata KUN, maka ia disebut makhluk dari ALAMIL AMRI.

Ringkasnya, ayat-ayat AL-ALBAAB yang telah kita baca, ialah dapat disimpulkan, bahwa setiap makhluk yang berakal, adalah pasti mampu mengambil pelajaran dari firman Allah, yang pada hakikatnya ialah  menjelaskan tentang alamil kholqi dan alamil amri, baik yang berbentuk makro kosmos maupun yang berbentuk mikro kosmos


BAB  7

Perbedaan Antara Pikir dengan Khayal

Berbicara tentang perbedaan antara pikir dengan khayal ini, memang tidaklah mudah. Karena, keduanya itu merupakan gerak nafsu (kecerdasan emosional atau jiwa) pada akibat yang tidak sama. Oleh sebab itu, mari kita ikuti pendapat berikut:

وَاْلفِكْرُلُغَة ًحَرَكَة ُالنَّفْسِ فِىاْلمَعْقُوْلاَتِ بِخِلاَفِهَافِى اْلمَحْسُوْسَاتِ فَاِنَّهَاتَخْيِيْلٌ

Pikir menurut linguis, adalah gerak nafsu (kecerdasan emosional atau jiwa) di dalam segala sesuatu yang akibatnya dapat ditemukan oleh akal. Berbeda dengan gerak nafsu (kecerdasan emosional atau jiwa) itu di dalam segala sesuatu yang akibatnya dapat dirasakan oleh panca indra, maka sesungguhnya itulah yang disebut khayal (Al-Bajuri ‘Alas Sullam  hlm 7).

Definisi ini dapat disimpulkan, bahwa gerak nafsu yang akibatnya dapat ditemukan oleh akal, adalah disebut pikir. Akan tetapi jika gerak nafsu itu akibatnya dapat dirasakan oleh panca indra, maka itulah yang disebut khayal. Oleh karena itu, mari kita berusaha untuk bisa membedakan mana yang disebut pikir dan mana yang disebut khayal, agar kita tidak mudah terbawa arus perselingkuhan antara pikiran dengan khayalan sehingga kita bisa menentukan sikap, langkah serta prinsip hidup kehidupan dan penghidupan. Karena, di era yang tidak menentu ini banyak sekali khayalan-khayalan yang dibungkus dengan kemasan pikiran.

Seperti contoh:
seorang demagog (penggerak (pemimpin) rakyat yang pandai menghasut dan membangkitkan semangat rakyat untuk memperoleh kekuasaan) dengan kemasan agamanya, organisasinya, parpolnya dan kemasan-kemasan lain yang kelihatannya kemasan pikiran, padahal tujuan utamanya, ia hanya ingin duduk di atas kursi kepemimpinan yang akibat empuknya kursi kepemimpinan itu bisa dirasakan oleh panca indranya.

Dan jika ia sudah berhasil menjadi pemimpin utama, maka sangat mudahnya ia meninggalkan rakyat yang mati-matian di dalam mendukungnya untuk mencapai keberhasilannya itu, demikianlah yang terjadi di saat sekarang. Oleh sebab itu, mari kita gerakkan nafsu (jiwa) kepada wahyu (ayat Al-Quran) yang akibatnya dapat ditemukan oleh akal supaya kita paham tentang kriteria kepemimpinan yang terimplisit di dalam ayat berikut:

فَبِمَارَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْكُنْتَ فَظًّاغلِيْظَ اْلقَلْبِ لاَنْفَضُّوْامِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِىاْلاَمْرِفَاِذَاعَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَىاللهِ اِنَّ اللهَ يُحِبُّ اْلمُتَوَكِّلِيْنَ

Maka disebabkan rahmat dari Alloh lah kamu berlaku lemah- lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu ma’afkan mereka, mohonlah apunan bagi mereka,dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakalah kepada Alloh, sesunguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Q. S. Ali ‘Imron ayat 159).

Ayat ini mengisyaratkan manifestasi dari seorang pembawa agama atau seorang pemimpin, ialah harus mempunyai kriteria :
  1. Lemah lembut dari isyarah LINTA LAHUM (kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka)
  2. Pema’af dari isayarah FA’FU ‘ANHUM (karena itu ma’af kanlah mereka).
  3. Bijaksana dari isyarah WASTAGHFIR LAHUM (mohonkanlah apunan bagi mereka).
  4. Mempunyai konsep musyawarah sistem dari isyarah WASYAAWIRHUM FIL AMRI (dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu).
  5. Mempunyai ketegasan dalam mengimplementasikan wahyu dari isyarah FAIDZAA ‘AZAMTA FATAWAKKAL ‘ALALLOHI (kemudian apabila kamu telah bulatkan tekad, maka bertawakalah kepada Alloh).
Lima isyarat ayat ini dapat disimpulkan, bahwa musyawarat sistem, adalah musyawirin tidak diperkenankan egosentris, harus bisa menerima pendapat orang lain, harus bisa menyimpulkan semua pendapat dengan cara yang sangat bijaksana sehingga permusyawaratan itu berjalan dengan baik, sampai akhirnya menghasilkan kesepakatan melalui dasar ajaran wahyu, yang pada hakikatnya, adalah manifestasi dari rahmat Alloh untuk semua mahkluk.

Dengan cara demikianlah kita dapat membedakan mana yang disebut khayalan dan mana yang disebut pikiran. Kesimpulannya, yang disebut pikir, adalah tuntutan nafsu (kecerdasan emosional atau jiwa) kepada fungsional akal sebagai alat penemu untuk menemukan sesuatu. Sementara yang disebut khayal, adalah tuntutan nafsu (kecerdasan emosional atau jiwa) kepada fungsional panca indra sebagai alat perasa untuk merasakan sesuatu.


HANYA PARA PEMIKIR YANG MAMPU MEMBUKA RAHASIA ALAM.

Setelah kita ketahui tentang pikir sebagai gerak nafsu yang akibatnya dapat ditemukan oleh akal, tentunya secara otomatis kita juga dapat memahami bahwa yang mempunyai nafsu itu, adalah disebut sebagai pemikir, artinya, seorang pemikir di dalam memfungsikan akal sebagai alat penemu bagi nafsunya yang tergerak terhadap sesuatu, adalah tidak bisa lepas dari istilah-istilah berikut :
  1. Pikir (gerak nafsu (jiwa) yang akibatnya dapat ditemukan oleh akal).
  2. Pemikir (pelaku pikir).
  3. Pikiran (hasil pikir bagi pemikir).
Tiga istilah ini, adalah dasar pemikiran terhadap segala sesuatu yang menjadi objek pemikir untuk menghasilkan pikiran dengan cara berpikir. Artinya, langkah pertama bagi seorang pemikir di dalam menghasilkan suatu pikiran, adalah menggerakkan nafsu (jiwa) nya untuk menemukan suatu pikiran itu, melalui akal yang menjadi alat penemu bagi nafsu tersebut.

Dengan cara seperti inilah para pemikir berusaha membuka rahasia alam semesta. Seperti contoh: pemikiran Sokrates dengan metode pertanyaanya “APA ITU”, adalah dapat menemukan jawaban-jawaban, yang menyebabkan terjadinya pikiran-pikiran baru.

Oleh sebab itu, guru Plato yang bernama  (saqroth atau sokrates) ini, berpendapat tentang  menyatukan huruf dengan angka yang ada di dalam firman Allah, dengan manifestasi empat ayat kalaamiyyat muchkamaat, ayat kalaamiyyat mutasyabihaat, ayat kauniyyat muchkamaat serta ayat kauniyyat mutasyabihaat di dalam alamil kholqi dan alamil amri, yang diawali dengan pertanyaan APA ITU, adalah menemukan jawaban yang dalam bahasa kitab kuning disebut mudh hiiris sirril khofii (membuka rahasia yang tersembunyi). Dan tentang keterangan ini akan dijelaskan pada bagian abjad Suryani.

Sehubungan dengan itu, saya tuliskan tentang Luqman Al-Hakiim (Pakar Hikmah) yang diceritakan di dalam Al-Qur,an melalui dasar Hadis berikut ini:

وروي نافع عن عبد الله بن عمر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : حَقاًّ اَقُوْلُ لَمْ يَكُنْ لُقْماَنُ نَبِيّاً وَلَكِنْ كاَنَ عَبْداً عَصَمَهُ اللَّهُ تَعاَلىَ كَثِيْرَ التَّفَكُّرِ حَسَنَ الْيَقِيْنِ اَحَبَّ اللَّهَ فَأَحَبَّهُ اللَّهُ فَمَنَّ عَلَيْهِ بِالْحِكْمَةِ

Imam Nafi’ meriwayatkan dari Abdullah Bin Umar ia berkata : aku dengar Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda : betul-betul Aku bersabda bahwa Luqman adalah bukan seorang Nabi. Akan tetapi, ia seorang hamba yang eksistensinya Allah Ta’ala Sangat menjaganya, ia banyak tafakkur, keyakinannya bagus serta sangat menyitai Allah yang menyebabkan Allah sangat menyintainya pula sehingga Dia memberikan anugrah dengan bentuk Hikmah kepadanya (‘Araa isul Majaalis hlm 349).

Hadis ini menjelaskan tentang seorang pakar Hikmah, adalah digambarkan sebagi seorang pemikir, seorang yang sangat percaya diri dan seorang pencinta sehingga Allah Menganugrahkan Hikmah kepadanya. Oleh karena itu, di dalam buku ini saya menuliskan tentang Hikmah yang sesuai dengan pemahaman saya seperti keterangan berikut ini.


HIKMAH DI TEMUKAN OLEH AKAL YANG SEHAT.
Hikmah ditemukan oleh akal yang sehat, ialah pada enam tempat. Seperti pendapat penulis melalui sya’ir berikut:

يُظْهِرُهَااْلعَقْلُ فِي سِتَّةِاْلاَقْسَامْ يَئْتِي بَيَانٌ تَفْضِيْلٍ مِنَ اْلكَلاَمْ
وَهِيَ فِي السِّرِّوَفِي اْلعَلا َنِيَّـهْ فَافْهَمْ اَخِي عَلَيْكَ بِاْلمُطَالَعَهْ
فِىالرُّوْحِ فِىالنَّفْسِ وَفِي اْلقَلْبِ كُمِلْ بِاْلآخِرِفي اْلجِسْمِ دَعْ قَوْلَ اْلجَاهِلْ
 
Akal  mendhohirkan Hikmah di dalam enam (6) bagian. Dan penjelasan tentang rinciannya, ialah pembicaraan mendatang, yaitu di dalam rahasia, di dalam nyata, maka pahamilah wahai kawan, dengan cara kamu selalu muthola’ah, di dalam roh (nyawa), di dalam jiwa (nafsu), di dalam hati, dan sempurnakanlah dengan terakhir di dalam raga, serta tinggalkanlah perkataan orang yang bodoh (tidak mengerti tentang Hikmah).
Konklusi tiga (3) bait di atas, ialah bahwasanya akal menemukan Hikmah di dalam enam (6) tempat, yaitu:
  1. Hikmah di dalam Rahasia
  2. Hikmah di dalam Nyata
  3. Hikmah di dalam Roh (nyawa)
  4. Hikmah di dalam nafsu (Jiwa)
  5. Hikmah di dalam Hati (tiga lubang jantung Qolbun, Syaghofun, Fu’adun)
  6. Hikmah di dalam Raga

 

Hikmah Terbagi Menjadi Tiga Bagian

Setelah kita mengetahui keterangan tentang Hikmah yang ditemukan oleh akal dalam enam tempat, tentunya kita ingin memahaminya secara rinci. Oleh sebab itu, mari kita ikuti pendapat penulis melalui sya’ir berikut ini.

وَقَسَّمُوااْلحِكْمَةَ بِاْلقِسْمَيْنِ لِلْعِلْمِ وَاْلعَمَل عِنْدَ اْلعَيْنِ
 
Menurut Al-’Ain (orang-orang yang besar dari kalangan ahli Hikmah) mereka membagi Al-Hikmah kepada ilmu dan amal.

Al-Hukama (ahli Hikmah) membagi Hikmah menjadi dua (2) bagian:
  1. Hikmah Ilmiyyah
  2. Hikmah Amaliyyah

وَكُلّ ُمِنْهُمَااْلمَسْكُوْتُ عَنْهَا وَهَكَذاَاْلحِكْمَةُاْلمَنْطُوْقُ بِهَا نَتِيْجَةُ التَّفْصِيْلِ لِلْاِشاَرَةْ بِاَنَّهاَتَقْتَضيِ لِلْغَيْبِيَّةْ

Keseluruhan dari keduanya, adalah AL MASKUUTU ‘ANHAA (tidak boleh dibicarakan) dan ingatlah! demikian pula AL HIKMAH AL MANTHUUQU BIHAA (Al-Hikmah yang harus dibicarakan atau disampaikan)”. Dan kesimpulan rincian itu, ialah menunjukan suatu isyarah, bahwa sesungguhnya Hikmah adalah menuntut kepada Ghoibiyyah. Artinya: Baik Hikmah Ilmiyyah, Hikmah Amaliyyah maupun Ghoibiyyah, adalah bentuknya ada yang tergolong AL MASKUUTU ‘ANHAA, dan ada yang tergolong AL MANTHUUQU BIHAA”.

Hikmah terbagi menjadi: 3

1. HIKMAH ILMIYYAH

A. Hikmah Ilmiyyah Maskuutu ‘Anhaa
Contoh : ialah seperti ilmu-ilmu yang menerangkan tentang rahasia Allah Ta’ala (ke Tuhanan-Nya).
B. Hikmah Ilmiyyah Manthuuqu Bihaa
Contoh : ialah seperti ilmu-ilmu yang menerangkan tentang Tauhid, Fiqih dan lainnya, pendek kata ilmu Syari’at dan ilmu Thoriqot (tarekat).


2. HIKMAH AMALIYYAH

A. Hikmah Amaliyyah Maskuutu ‘Anhaa
Contoh : ialah seperti amal seseorang tidak boleh dibicarakan (riya).
B. Hikmah Amaliyyah Manthuuqu Bihaa
Contoh : ialah seperti amal menyampaikan ayat Alloh yang tertera (ayat kalaamiyyat) atau yang tercipta (ayat kauniyyat) (da’wah agamis).

3. HIKMAH GHOIBIYYAH

A. Hikmah Ghoibiyyah Maskuutu ‘Anhaa
Contoh : ialah seperti membuka rahasia Allah.
B. Hikmah Ghoibiyyah Manthuuqu Bihaa
Contoh : ialah seperti tarbiyatunnufus.




URAIAN HIKMAH ILMIYYAH

Mengenai Hikmah Ilmiyyah menurut penulis, ialah akan di jelaskan dalam bait-bait berikut:

فَاْلعِلْمُ اْلبَاحِثُ عَنِ اْلاَحْوَالِ  مِنَ اْلمَوْجُوْدَاتِ بِالشَّرْطِ التَّالِى اِنْ كَانَتْ مُسْتغْنِيَّةً عَنْ مَادَّة  فِىاْلوُجُوْدَيْنِ اْلخَارِجيِ لاَرَيْبَة وَالذِّهْنيِ ذلِكَ اْلمُسَمَّىبِاْلاُوْلَى مِنْ فَلْسَفَةٍ وَاْلاِ لَهِىاْلاَ وْلَى
Ilmu yang membahas hal ihwal segala wujud dengan syarat mendatang, yaitu bila wujud keberadaannya, tidak membutuhkan MAADDAH (partikel) di dalam dua wujud, yakni tidak ragu lagi bentuk konkret dan abstrak, ilmu tersebut dinamakan Filsafat pertama atau lebih utama dinamakan Ilahi”. Artinya: Ilmu Filsafat Pertama (Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah), adalah ilmu yang menerangkan ihwal Allah Wajib Wujud dan semua zat yang dikosongkan dari susunan zat lain.

Konklusinya:  
Apabila ilmu yang menerangkan perwujudan segala sesuatu. Akan tetapi, figurnya tidak dapat dibuktikan secara konkret atau abstrak, maka ilmu tersebut dinamakan ilmu Filsafat pertama (Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah). Dan contoh-contohnya Insya Allah akan diterangkan pada bait-bait yang akan datang sesudah keterangan filsafat karakteristik serta filsafat pendidikan berikut ini.

اِنْ حَاجَ لِلْمَادَّ ةِ فِىاْلوُجُوْ دَيْن يُسَمَّى بِالطَّبِيْعِىدُوْنَ مَيْن ِ
Apabila ilmu tersebut membutuhkan pada Maaddah (partikel) di dalam dua perwujudan, maka tidaklah dusta ia dinamakan Thobi’I”. Artinya: Bila ilmu menerangkan tentang dua perwujudan, yakni abstrak dan konkret yang membutuhkan pada dasar suatu zat, maka ilmu tersebut dinamakan Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah. Seperti contoh: Atom, molekul dan unsur yang empat (4) yaitu api, bumi, angin dan air.

وَاحْتَاجَ لِلْمَادَّ ة ِفِىاْلوُجُوْدِ اَلْخَارِجىِّدُوْنَ الذِ ّهْنِىاللاَّ دِّ
وَذلِكَ  يُسَمَّى بِالرِّيَاضِى فَاعْلَم ْوَكُن ْمِنْ حُكَمَاءِاْلاَرْضِى

Dan apabila ilmu tersebut membutuhkan pada Maaddah/patikel (dasar suatu zat) di dalam wujud konkretnya, bukan wujud abstrak yang menjadi perlawanannya, maka ketahuilah! Dan jadilah kamu sebagian pakar Hikmah di jagad raya yang mengetahui bahwa ilmu itu dinamakan Riyadli”. Artinya: Bila ada ilmu menerangkan dasar suatu zat yang dibutuhkan dalam perwujudan konkretnya saja, bukan wujud abstraknya, maka ilmu tersebut dinamakan Hikmah Riyadliyyah. Seperti contoh musik, ukuran panjang lebar dan sebangsanya.

Dan bait-bait yang menerangkan tentang contoh-contoh tiga filsafat di atas. Sebagaimana telah dijanjikan oleh penulis, ialah seperti berikut:

فَاْلاَ وَّ لُ كَمَبْحَثِ اْلاَحْوَالِ  عَنْ وَاجِبِ اْلوُجُوْدِِللهِ اْلعَلِىِّ وَسَائِرِ اْلجَوَاهِرِ اْلمُجَرَّ دَة ْ كَذ َااْلعُقُوْلَ وَالنُّفُوْسُ السَّبْعَة
1. Adalah seperti membahas hal ihwal bagi Alloh Dzat Maha Tinggi dari wujud-Nya yang wajib. Dan semua zat-zat yang dikosongkan dari susunan zat lain, begitu juga tentang keseluruhan akal dan nafsu-nafsu yang tujuh (7)”. Artinya: Hikmah Ilahiyyah, adalah ilmu yang membahas tentang Allah wajib wujud, semua zat yang di kosongkan dari susunan zat lain. Seperti eter, akal dan nafsu yang tujuh (7). Yaitu:
  1. Nafsu Ammaroh
  2. Nafsu Lawwamah
  3. Nafsu Mulhimah
  4. Nafsu Muthmainnah
  5. Nafsu Rodliyah
  6. Nafsu Mardliyah
  7. Nafsu Kamilah
Artinya, nafsu kita para manusia itu ada tujuh apabila mulhimah dihitung satu, tetapi, jika mulhimah dihitung dua. Ya’ni, mulhimah fujur dan mulhimah takwa, maka nafsu kita jimlahnya ada delapan.

وَالثَّانِى فِيْهِ يُبْحَثُ اْلاَحْوَالُ  عَنِ الْعَناَصِرِالَّتيِ تَحْتَفِلُ
كذ َا اْلمَعـَادِنُ اَوِالنَّبَا تَاتْ       وَهكَذَااْلاَمْثَالُ كَاْلحَيَوَانَاتْ
2. Adalah ilmu yang di dalamnya dibahas tentang hal ihwal anasir yang terhimpun dalam api, bumi, angin, air. Demikian pula tentang Ma’aadin (bahan-bahan baku) tumbuh-tumbuhan dan seterusnya adalah seperti contoh-contoh hewan”. Artinya: Hikmah Thobi’iyyah, adalah ilmu yang menerangkan tentang unsur api, bumi, angin, air, bahan-bahan baku seperti besi, baja dan sebagainya, serta tumbuh-tumbuhan dan tentang hewan-hewan termasuk manusia.

وَالثَّالِثُ اْلبَحْثُ عَنِ اْلهَنْدَسَة  وَاْلمُوْسِيْقَىعَلَيْكَ بِاْلفَلْسَفَةِ
3. Adalah pembahasan dari kalangan insinyur dan musisi, mestilah engkau berfalsafah”. Artinya: Hikmah Riyadliyyah, adalah ilmu yang membahas tentang pekerjaan insinyur, seperti rancangan bangunan, mesin, termasuk pekerjaan musisi, seperti merangkai kata-kata secara notasi.
Jadi konklusi bait-bait di atas, ialah bahwa Hikmah Ilmiyyah, adalah sebagai berikut :
  1. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Maskuutu ‘Anhaa atau Manthuuqu Bihaa.
  2. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Maskuutu ‘Anhaa atau Manthuuqu Bihaa.
  3. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Maskuutu ‘Anhaa atau Manthuuqu Bihaa.


BAB 8
DEFINISI HIKMAH AMALIYYAH DAN KESIMPULAN ENAM BELAS BAIT.

Mengenai definisi Hikmah Amaliyyah, adalah seperti dalam bait berikut:

وَكُلّ ُعِلْمٍ يَحْتَاجُ اِلَىاْلعَمَلْ هُوَ يُسَمَّىحِكْمَة َاْلعَمَل ِقَالْ
اَلْحُكَمَاكَتَاْدِيْبِ اْلاَخْلاَ قِ  وَتَدْ بِيْرِ اْلمَنْزِل ِعَنْ فُلُوْ قِ
 
Dan setiap ilmu yang membutuhkan kepada jenis pengamalan, ialah dinamakan Hikmah Amal, orang-orang yang ahli Hikmah berkata, itu seperti mendidik akhlak, merawat rumah dari kerusakan”. Artinya: Hikmah Amaliyyah, adalah ilmu yang membutuhkan kepada pengamalan, seperti contoh mendidik etika, merawat rumah dan sebangsanya.

Enam belas (16) bait di atas itu menyimpulkan bahwa: 

Hikmah terbagi menjadi Tiga (3), yaitu:

1. Hikmah Ilmiyyah ( 3 )
  1. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah
  2. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah
  3. Hikmah Ilmiyyah RiyadliyyahHikmah Ghoibiyyah
2. Hikmah Amaliyyah  ( 2 )
  1. Hikmah Amaliyyah Maskuutu ‘Anhaa
  2. Hikmah Amaliyyah Manthuuqu Bihaa
3. Hikmah Ghoibiyyah  ( 2 )
  1. Hikmah Ghoibiyyah Maskuutu ‘Anhaa
     2. Hikmah Ghoibiyyah Manthuuqu Bihaa

Jadi, untuk Hikmah Ilmiyyah adalah terbagi menjadi:

A. 1. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Maskuutu ‘Anhaa
     2. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Manthuuqu Bihaa

B. 1. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Maskuutu ‘Anhaa
    2. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Manthuuqu Bihaa

C. 1. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Maskuutu ‘Anhaa
     2. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Manthuuqu Bihaa

Konklusinya: akal menemukan Hikmah  adalah di dalam tempat-tempat seperti berikut:

A. BAGIAN ILMIYYAH ILAHIYYAH  YANG MASKUUTU ‘ANHAA
  1. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam rahasia
  2. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyata
  3. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyawa
  4. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam jiwa
  5. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam hati
  6. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam raga
B. BAGIAN ILMIYYAH ILAHIYYAH YANG MANTHUUQU BIHAA
  1. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Manthuuqu Bihaa dalam rahasia
  2. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyata
  3. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyawa
  4. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Manthuuqu Bihaa dalam jiwa
  5. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Manthuuqu Bihaa dalam hati
  6. Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah Manthuuqu Bihaa dalam raga
C. BAGIAN ILMIYYAH THOBI’IYYAH YANG MASKUUTU ‘ANHAA
  1. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam rahasia
  2. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyata
  3. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyawa
  4. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam jiwa
  5. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam hati
  6. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam raga
D. BAGIAN ILMIYYAH THOBI’IYYAH YANG MANTHUUQU BIHAA
  1. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Manthuuqu Bihaa dalam rahasia
  2. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyata
  3. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyawa
  4. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Manthuuqu Bihaa dalam jiwa
  5. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Manthuuqu Bihaa dalam hati
  6. Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah Manthuuqu Bihaa dalam raga
E. BAGIAN ILMIYYAH RIYADLIYYAH YANG MASKUUTU ‘ANHAA
  1. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam rahasia
  2. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyata
  3. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyawa
  4. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam jiwa
  5. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam hati
  6. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam raga
F. BAGIAN ILMIYYAH RIYADLIYYAH YANG MANTHUUQU BIHAA
  1. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Manthuuqu Bihaa dalam rahasia
  2. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyata
  3. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyawa
  4. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Manthuuqu Bihaa dalam jiwa
  5. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Manthuuqu Bihaa dalam hati
  6. Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah Manthuuqu Bihaa dalam raga
G. BAGIAN AMALIYYAH YANG MASKUTU ‘ANHAA
  1. Hikmah Amaliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam rahasia
  2. Hikmah Amaliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyata
  3. Hikmah Amaliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyawa
  4. Hikmah Amaliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam jiwa
  5. Hikmah Amaliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam hati
  6. Hikmah Amaliyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam raga
H. BAGIAN AMALIYYAH YANG MANTHUUQU BIHAA
  1. Hikmah Amaliyyah Manthuuqu Bihaa dalam rahasia
  2. Hikmah Amaliyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyata
  3. Hikmah Amaliyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyawa
  4. Hikmah Amaliyyah Manthuuqu Bihaa dalam jiwa
  5. Hikmah Amaliyyah Manthuuqu Bihaa dalam hati
  6. Hikmah Amaliyyah Manthuuqu Bihaa dalam raga.
I. BAGIAN GHOIBIYYAH YANG MASKUTU ‘ANHAA
  1. Hikmah Ghoibiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam rahasia
  2. Hikmah Ghoibiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyata
  3. Hikmah Ghoibiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam nyawa
  4. Hikmah Ghoibiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam jiwa
  5. Hikmah Ghoibiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam hati
  6. Hikmah Ghoibiyyah Maskuutu ‘Anhaa dalam raga.
J. BAGIAN GHOIBIYYAHYANG MANTHUUQU BIHAA.
  1. Hikmah Ghoibiyyah Manthuuqu Bihaa dalam rahasia
  2. Hikmah Ghoibiyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyata
  3. Hikmah Ghoibiyyah Manthuuqu Bihaa dalam nyawa
  4. Hikmah Ghoibiyyah Manthuuqu Bihaa dalam jiwa
  5. Hikmah Ghoibiyyah Manthuuqu Bihaa dalam hati
  6. Hikmah Ghoibiyyah Manthuuqu Bihaa dalam raga



PENJELASAN HIKMAH ILMIYYAH

Hikmah Ilmiyyah di bagi menjadi 3 (tiga) macam, yakni :

1.Hikmah Ilmiyyah Ilahiyyah
yaitu : Ilmu yang menerangkan perwujudan segala sesuatu, akan tetapi figurnya tidak dapat dibuktikan secara konkret atau abstrak
Membahas hal ihwal bagi Allah Dzat Maha Tinggi dari wujud-Nya yang wajib, semua zat-zat yang dikosongkan dari susunan zat lain(eter), begitu juga tentang keseluruhan akal dan nafsu-nafsu yang tujuh (Ammaroh, Lawwamah, Mulhimmah, Muthmainah, Rodliyah, Mardliyyah, Kamilah)

2.Hikmah Ilmiyyah Thobi’iyyah
Yaitu : Ilmu yang menerangkan tentang dua perwujudan, yakni abstrak dan konkret yang membutuhkan dasar suatu zat, contohnya Atom, Molekul, dan unsur yang empat (api, bumi, angin, air).

3.Hikmah Ilmiyyah Riyadliyyah
Yaitu : ilmu yang menerangkan dasar suatu zat yang di butuhkan dalam perwujudan konkretnya saja, bukan wujud abstraknya.
Contohnya adalah pekerjaan insinyur (merancang bungunan, mesin , dll) dan musisi (merangkai kata-kata secara notasi).

Sumber : Angka dibalik Surah Al-Fatihah

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes