.

.

Sabtu, 31 Maret 2012

MAHALNYA NIAT

Bibarokati SyeikhunA Pangersa Abah Qs.

Bismillahirrohmaanirrohiim..
Niat itu mahal harganya sehingga Rasululloh Saw, bersabda: "Innamal 'amaluu biniyyat"

Ketika seorang penempuh jalan spiritual melakukan tawajuh kepada Alloh,saat itu juga ruhani kita akan merasakan dan mulai tergerak dan diliputi berbagai rasa serta keinginan yg timbul dari tergetarnya ruhani.

Pada saat itulah kita wajib menengok dan meneliti (intropeksi diri) kembali kepada tujuan semula yaitu apa yg kita niatkan. Dari sinilah kita dituntut untuk merenungi setiap perubahan dalam perjalanan ruhani

"Arofiq tsumma thoriq"
(tunggu karunia kemudian bergerak),apakah ini keinginan saya atau kehendak Guru saya ? karena sebaik-baiknya niat adalah yg berasal dari Hakikat Muhammad.

Bagaimana caranya untuk mengaplikasikan niat tersebut? sehingga kita tidak terjebak dalam Akuisme (rasa bangga terhadap setiap amalan dan ibadah yg dikerjakan), Robithoh adalah solusinya. Seorang penempuh spiritual wajib berrobithoh kepada Gurunya. Robithih ini adalah sebuah anugerah untuk menyambung ruhani si murid dengan Gurunya.

Sehingga dari dalam dirinya akan muncul sifat kebajikan ( ini adalah hubungan timbal balik ), hakikatnya  adalah kelakuan Guru. Dan apa-apa yang bertentangan dengan syariat Rasululloh Saw adalah dosa dan kebodohan diri kita ỳğ wajib kita tobati dengan alat yg diberikan oleh Guru, yaitu Dzikir Jahar dan dzikir Khofi dengan istiqomah
 

Dengan demikian qolbunya akan tumbuh hakikat muhammadiyah, Sehingga  ia akan menerima 3 anugerah yaitu "Menjaga-Dijaga-Terjaga"
 

1. Menjaga
ỳğ menjaga Guru karena ada 'Guru' didiri (diri Bathin),
 

2. Dijaga
Ỳğ dijaga Guru karena ada 'Guru' didiri bathin kita,
 

3. Terjaga
Ỳğ terjaga Guru karena ada 'Guru'

Tiga anugerah itu terjadi dikarenakan seorang salik mengambil Talqin dzikir dari seorang wali Mursyid, hakikatnya adalah sebuah penanaman chip yg berisi benih tauhid yg diambil dari sumbernya, yaitu Rosululloh

Maka kita wajib dan konsekuen dari apa yang diberikan oleh Guru kepada kita untuk menjaga, memelihara dan melestarikannya. Ketika kita akan  menyampaian ilmu kepada orang lain diwajibkan robithoh terlebih dahulu, ini adalah adab kita kepada Guru.

Faedahnya adalah untuk menyempurnakan niat dan karunia serta barokah dari Guru, Sehingga kita akan benar-benar tahu "apakah ini benar kehendak Guru atau jangan-jangan keinginan kita ?" Karena Dikhawatirkan keinginan kita ditunggangi nafsu.

Kalau tidak seperti itu berarti kita masih berharap Karomah (kemuliyaan) dgn ilmu kita, itulah sebenar-benarnya hijab ỳğ samar namun Akbar. Karomah bagi Salik didunia adalah Aib. Jika ditukar Karomah diakherat setetes dari-Nya duniapun tidak akan menampung.

Maka sebagian besar Mursyid (amanah dr Guru-Gurunya) menganjurkan para muridnya untuk Mastur "Bersembunyi ditempat maksiat" atau Mastur fidduniya mashyur fil akherat.

Maka Kita sandarkan bahwa niat itu bukan milik kita tapi anugerah yg diberikan oleh Alloh Swt. Sebaik-baiknya keadaan adalah menyiapkan wadahNya ( tempat yg ada dihati ) agar ketika menerima anugerah itu kita bisa istiqomah dalam mengamalkannya.

Ketahuilah bahwa Semua adalah milik Guru, Semua bisa karena Guru, Semua yg kita tahu karena Guru.. Kewajiban kita hanya memohon ampunan dan karunia-Nya, Syafaat Rasululloh Saw dan Karomah para Guru dan para ahli silsilah

Kamis, 29 Maret 2012

KONTEMPLASI DZIKIR


ELING DAN WASPADA DALAM KEADAAN APAPUN

Seorang yg mawas diri, ia akan memperhatikan pekerjaan sebelum tidur. Menghidupkan Ruhani dg Ruh jasmani, menegakkan Ruhani dg Ruh jasmani. Tidur tanpa tekad ( niat ) sama dengan mendiamkan Ruhani


Tidur harus ada tujuan untuk membedakan manusia dengan hewan, tidak hanya terbatas pada waktu sholat dan dzikir saja.


Dzikir itu mengingat kata-kata ( lafal ) TETAPI mengingatnya hanya untuk dasar menghilangkan pikiran yg kesana kemari yg selalu teringat.

Pekerjaan yg seperti itu sangat sulit sekali untuk dilakukan, sebab  orang yg menjalankannya harus tidak mengingat-ingat apa saja dalam keadaan lahir bathin.


Caranya ada yg melihat apa saja yg bisa dilihat, sehingga itu dijadikan sarana untuk melupakan yg dipikirkan.


Mengosongkan cipta ( mengendalikan pikiran ) itu juga tambah sulit, sebab disitu harus bisa menghilangkan pengalaman indra yg mengingat-ingat keadaan ketika ia melihat sesuatu keadaan, dari situlah timbul pikiran yg bermacam-macam, sehingga tak ayal lagi menimbulkan dan membekas didalam hati sanubari, itulah yg dinamakan perasaan.


Semua keinginan juga ikut bicara ( terpikir ), semua itu harus dihilangkan sedikit demi sedikit melalui Dzikir yg berwasilah, karena Alloh itu tidak bisa dijangkau ( Layu kayafu ) sehingga perbuatan yg seperti itu bisa untuk mengkhusyukan Ismu Dzat, sehingga tercapailah suatu tujuan hanya kepada Alloh swt baik dalam keadaan tidur, bangun ( terjaga ), makan ,minum, bekerja harus Eling ( Ingat ) dan waspada ( selalu intropeksi diri )
 
TALQIN
oleh: Ustadz Badru Zaman
Talqin = artinya mengajarkan/menetapkan (pengajaran Alloh melalui kalamnya) al quran ,laa ilaaha illalloh (dzikir dzahar, dzikir khofi)

Nabi Muhammad saw pun menerima pengajaran Alloh melalui kalam-Nya , yaitu malaikat jibril as ketika di gua Hiro
"ALLADZIY 'ALLAMA BIL QOLAMI 'ALLAMAL INSAANA MAA LAM YA'LAM - Yang mengajarkan dengan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia yang belum mengetahui (QS.Al 'Alaq :4-5)

Yang dimaksud dengan kalam pada ayat tersebut adalah lisan malaikat Jibril as. Bukan kalam yang selalu dipegang dengan tangan manusia. Lisan malaikat Jibril, adalah kalam Alloh untuk nabi Muhammad saw, sedangkan kalam Alloh untuk mengajarkan Al Quran kepada para sahabatnya adalah lisan nabi Muhammad saw dan kalam Alloh untuk mengajarkan Al Quran kepada para pengikutnya nabi Muhammad saw adalah lisan-lisan orang-orang ma'rifat kepada Alloh(para Mursyid).

LISAANUL 'AARIFI QOLAMUN YAKTUBU BIHI FII ALWAAHI QULUUBIL MURIYDIYNA FARUBBAMAA KATABA FII LAUHIL QOLBIKA MAA LAM TA'LAM MA'NAAHU WA BAAYANAHU I'NDA DHUHUURI AYAATIHI - Lisan ahli ma'rifat adalah kalam Alloh untuk menuliskan/menetapkan sesuatu didalam hati para murid yang seumpama papan tulis (syekh Daud Al Kabir bin Makhola ra).


Rabu, 28 Maret 2012

WAKTU SEKARANG

Rosululloh Saw, bersabda:
" Berfikir sesaat lebih berharga dari pada setahun beribadah. Berpikir sesaat lebih berharga dari pada tujuh puluh tahun beribadah. Berpikir sesaat lebih berharga dari pada seribu tahun beribadah."
Detik ini adalah waktu sekarang, bukan nanti? karena nanti pada waktunya adalah sekarang. Kalau sekarang kita lupa ? maka sesungguhnya kita tidak tahu sekarang.

Ketika seseorang mengambil talqin pada seorang Wali Mursyid, maka akan muncul waktu sekarang. Itu adalah awal munculnya sebuah cakrawala baru yang ada didalam hati seseorang, sehingga ia mampu menerima getaran hati yg terisi penuh oleh tiga nama Alloh.

Kalau hati tergetar dengan-Nya itulah hakikat kebersamaan dengan-Nya.Kapan lagi kita mengambilnya ( Talqin Dzikir ) dari seorang wali Mursyid, kalau bukan waktu sekarang? lalu kapan lagi
Karena hari ini adalah hari akhir, detik ini adalah hari akhir kita, karena besok kita tidak tahu, apakah akan hidup lagi.

Selasa, 27 Maret 2012

CUPLIKAN CERAMAH PANGERSA ABAH

Oleh: A Rachman Bafadhal
Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...
sumbangsih buat yang memerlukan

Dicutat tina Tausiyah Pangersa Abah dina manaqib Suryalaya 4 Juli 1990 M/11 Rayagung


Anu dimaksud ngeusi teh nyaeta dina hate teu aya anu lian,anging inget dzikir khofi anu teu kaselang ku inget anu liana.

Dina narik dzikir, mun sorana ngentrung siga lodong nu kosong, mangka jelas dzikirna kosong. Tapi mun ngabep-bep siga lodong nu ngeusi,mangka jelas dzikirna ngeusi. Dzikir teh ulah sakadaek asal dzikir,tapi kudu ditingkatkeun nepi kana khusyu,tegesna ngeusi.

Di mana keur berjamaah,sorana kudu rempeg,ampeg,ulah patarik-tarik, patonjol-tonjol melaan najongan sora batur. Matak ngagokan eta teh. Heug sing sarua,sanada, saimbang,beuki lila ancadna beuki gancang bari tetep nu diarah teh jero ingetan kana Dunkirk khofi nu aya dina hate,tembuskeun dzikir teh tina ucap kana ati, tina ati kana rasa,tina rasa kana mesra,tina mesra kana cinta,tina cinta kana sadrah pasrah sumerah diri ka Pangeran.


Mangka mun dzikirna seperti kitu,di luar sorana ngabep-bep,agem, di jero dzikir khofi ngeusi dina hate,syetan nu di luar nu teterejel hayang asup,sarta nafsu nu dijero totorojol hayang kaluar,tangtu kahalangan ku dzikir ti luar jeung ti jero, anu hasilna dzikirna jadi benteng jeung ngalebur tina munapek,matak ulah siga bebegig nu aya di sawah mun dzikir teh,dipake nyatu jeung modol ku manuk.


Dicutat tina Tausiyah Pangersa Abah dina manaqib Suryalaya 4 Juli 1990 M/11 Rayagung


Dzikir Yang di maksud ngisi itu adalah dalam hati tidak ada lain, selain inget Khofi yang tidak terselang dengan ingat yang lain.

Dalam narik Dzikir, kalau suaranya, berbunyi tung tung seperti pukulan kentungan, maka jelas Dzikirnya kosong, tapi kalau bunyinya bep bep ( seperti suara guiter bas, atau seperti suara sepatu prajurit berbaris, dengan kentakan mantap )
maka jelas dzikir nya berisi, dzikir itu jangan sekehendak diri, asal-asalan, tapi harus ditingkatkan sampai khusyu, harus sampai mengisi.

DImana sedang , berjamaah, suaranya harus sama, atau seirama satu dengan yang lainnya, mantap/tegas, jangan saling berteriak, saling menonjolkan diri, mengganggu dzikir orang lain,( manghalangi dzikir orang lain )

lakukan dengan suara yang sama, senada, seimbang, makin lama dzikir nya makin cepat sambil tetap yang dituju itu ingat kepada dzikir khofi yang ada di dalam hati, tembuskan dzikirnya dari lisan ke hati, dari hati ke rasa, dari rasa ke mersa, dari mersa ke cinta, dari cinta ke sabar, pasrah, berserah dirikepada Allah.

Apabila berdzikir seperti itu, diluar suaranya mantap, bergema, di dalam nya dzikir khofi mengisi dalam hati, syeitan dari luar yang ingin masuk, serta nafsu yang didalam ingin keluar, tentunya terhalang oleh dzikir dari luar dan dalam.( digempur)

yang hasilnya dzikir jadi benteng, untuk melebur dir dari sifat munafik, janganlah berdzikir itu seperti orang orangan sawah , dihinggapi menjadi tempat makan dan berak oleh burung.

Senin, 26 Maret 2012

GURU

Pokok dari ajaran agama adalah mengajarkan kepada ummatnya tentang bagaimana berhubungan dengan Tuhan, cara mengenal-Nya dengan sebenar-benar kenal yang di istilahkan dengan makrifat, kemudian baru menyembah-Nya dengan benar pula. Apakah agama Islam, Kristen, Hindu dan lain-lain, semuanya mengajarkan ajaran pokok ini yaitu bagaimana seseorang bisa sampai kehadirat-Nya. Karena itu pula Allah SWT menurunkan para nabi/Rasul untuk menyampaikan metodologi cara berhubungan dengan-Nya, tidak cukup satu Nabi, Allah SWT menurunkan ribuan Nabi untuk meluruskan kembali jalan yang kadangkala terjadi penyimpangan seiring berjalannya waktu.

Nabi Adam as setelah terusir dari syurga bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun bertobat kepada Allah SWT tidak diampuni, setelah Beliau berwasilah (teknik bermunajat) kepada Nur Muhammad barulah dosa-dosa Beliau diampuni oleh Allah SWT, artinya Allah mengampuni Adam as bukan karena ibadahnya akan tetapi karena ada faktor tak terhingga yang bisa menyambungkan ibadah beliau kepada pemilik bumi dan langit. 

Lewat faktor tak terhingga itulah maka seluruh permohonan Nabi Adam as sampai kehadirat Allah SWT. Faktor tak terhingga itu adalah Nur Muhammad yang merupakan pancaran dari Nur Allah yang berasal dari sisi-Nya, tidak ada satu unsurpun bisa sampai kepada matahari karena semua akan terbakar musnah kecuali unsur dia sendiri yaitu cahayanya, begitupulah dengan Allah SWT, tidak mungkin bisa sampai kehadirat-Nya kalau bukan melalui cahaya-Nya

Nur Muhammad adalah pancaran Nur Allah yang diberikan kepada Para Nabi mulai dari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW, dititipkan dalam dada para Nabi dan Rasul sebagai conductor yang menyalurkan energi Ketuhanan Yang Maha Dasyat dan Maha Hebat. Dengan penyaluran yang sempurna itu pula yang membuat nabi Musa bisa membelah laut, Nabi Isa menghidupkan orang mati dan Para nabi menunjukkan mukjizatnya serta para wali menunjukkan kekeramatannya. Karena Nur Muhammad itu pula yang menyebabkan wajah Nabi Muhammad SAW tidak bisa diserupai oleh syetan.

Setelah Rasulullah SAW wafat apakah Nur Muhammad itu ikut hilang?

Tidak! Nur tersebut diteruskan kepada Saidina Abu Bakar Siddiq ra sebagai sahabat Beliau yang utama sebagaimana sabda Nabi:

“ Tidak melebih Abu Bakar dari kamu sekalian dengan karena banyak shalat dan banyak puasa, tetapi (melebihi ia akan kamu) karena ada sesuatu (rahasia) yang tersimpan pada dadanya”

Pada kesempatan yang lain Rasulullah bersabda pula :
“Tidak ada sesuatupun yang dicurahkan Allah ke dadaku, melainkan seluruhnya kutumpahkan pula ke dada Abu Bakar Siddiq”.

Nur Muhammad akan terus berlanjut hingga akhir zaman, dan Nur itu pula yang terdapat dalam diri seorang Mursyid yang Kamil Mukamil yang wajahnya juga tidak bisa diserupai oleh syetan. Memandang wajah Mursyid hakikatnya adalah memandang Nur Muhammad dan sudah pasti memandang Nur Allah SWT.

Nabi SAW bersabda :

La yadhulunara muslimun ra-ani wal man ra-a man ra-ani wala man ra-a man ra-ani ai walau bisab’ina wasithah, fainnahum khulafa-li fi tablighi wal irsyadi, inistaqamu ala syarii’ati.

“Tidak akan masuk neraka seorang muslim yang melihat aku dan tidak juga (akan masuk neraka) yang melihat orang yang telah melihat aku, dan tidak juga (akan masuk neraka) orang yang melihat orang yang telah melihat aku, sekalipun dengan 70 wasithah (lapisan/antara). Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku dalam menyampaikan (islam/sunahku) mengasuh dan mendidik (orang ramai), sekiranya mereka itu tetap istiqamah didalam syari’atku” (H.R. Al – Khatib bin Abd.Rahman bin Uqbah). 

Makna melihat dalam hadist di atas bukan dalam pengertian melihat secara umum, karena kalau kita maknai melihat itu dengan penglihatan biasa maka Abu Jahal dan musuh-musuh nabi juga melihat beliau akan tetapi tetap masuk Neraka. Melihat yang dimaksud adalah melihat Beliau sebagai sosok nabi yang menyalurkan Nur Allah kepada ummatnya, melihat dalam bentuk rabithah menggabungkan rohani kita dengan rohani beliau.

Darimana kita tahu seseorang itu pernah melihat Nabi dan bersambung sampai kepada Beliau? Kalau melihat dalam pengertian memandang secara awam maka para ahlul bait adalah orang-orang yang sudah pasti punya hubungan melihat karena mereka adalah keturunan Nabi.

Akan tetapi karena pengertian melihat itu lebih kepada rabitah atau hubungan berguru, maka yang paling di jamin punya hubungan melihat adalah Para Ahli Silsilah Thariqat yang saling sambung menyambung sampai kepada Rasulullah SAW.

Syukurlah bagi orang-orang yang telah menemukan seorang Guru Mursyid yang silsilahnya bersambung kepada Rasulullah SAW, yang selalu memberikan pencerahan dengan menyalurkan Nur Muhammad sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin, bermohon atas namanya niscaya Allah SWT akan mengabulkan do’a dan dari Mursyid lah Firman Nafsani dari Allah terus berlajut dan tersampaikan kepada hamba-Nya yang telah mendapat petunjuk.

Barulah kita tahu kenapa memandang wajah Mursyid itu bisa mengubah akhlak manusia yang paling bejat sekalipun, karena dalam wajah Mursyid itu adalah pintu langsung kepada Allah SWT.

Nabi Adam as diampuni dosanya dengan ber wasilah kepada Nur Muhammad, apa mungkin dosa kita bisa terampuni tanpa Nur Muhammad?

Marilah kita memuliakan Guru Mursyid kita sebagai bhakti kasih kita kepadanya, dari Beliaulah Nur Muhammad itu tersalurkan sehingga bencana sehebat apapun dapat ditunda, sesungguhnya Guru Mursyid itu adalah Guru kita dari dunia sampai ke akhirat kelak, jangan kita dengarkan orang-orang yang melarang memuliakan Guru sebagai Ulama pewaris Nabi sesungguhnya ajaran demikian itu baru muncul di abad ke-18, muncul akibat keberhasilan orang orientalis menghancurkan Islam dari dalam.

Ingat pesan dari Nabi SAW yang mulia :
“Muliakanlah Ulama sesungguhnya mereka adalah pewaris pada nabi, barang siapa memuliakan mereka maka telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya” (H.R. Al – Khatib Al – Baghdadi dari Jabir R.A.) Syukur yang tak terhingga bagi orang-orang yang telah menemukan ulama pewaris Nabi, yang apabila memandang wajahnya sama dengan memandang Nur Muhammad, wajah yang tidak bisa diserupai oleh syetan, dengan wajah itu pula yang bisa menuntun kita dalam setiap ibadah, dalam kehidupan sehari-hari, wajah yang kekal abadi, wajah Nur Muhammad.


Minggu, 25 Maret 2012

HIJAB (Tirai Penutup)

Kenapa Tuhan Yang Maha Kuasa memberi keterbatasan pada manusia sehingga manusia tidak mampu langsung “melihat” Nya? Itu disebabkan karena kebanyakan mata manusia tidak mampu melihat betapa luar biasa “CAHAYA” yang terpancar pada Dzat-Nya. Hanya manusia yang berusaha keras ingin melihat, dan sudah memiliki PERSIAPAN KHUSUS yang mampu untuk melihat CAHAYA MAHA CAHAYA. Kecuali bila Anda diijinkan Tuhan melalui jalan pintas.

Dia akhirnya tersungkur, pingsan, tidak sadarkan diri, ekstase saat ingin melihat Dzat-nya yang sangat terang. Matanya nyaris buta bila dia tidak pingsan. Bahkan bisa-bisa langsung lenyap tanpa bekas. Menjadi arang bahkan debu pun saya rasa masih luar biasa.

Dialah Nabi Musa atau Moses –begitu orang Barat menyebut – saat menantang agar Tuhan menampakkan diri dalam wujud fisik. Bayangkan saja bagaimana bila kita melihat matahari dalam jarak ratusan kilometer sebagaimana jarak Musa melihat Tuhan? Pasti Musa akan terbakar habis, bis! Itu hanya satu matahari, bagaimana bila …dua…tiga…empat… semilyar sinar matahari yang kekuatan membakarnya dijadikan satu?

Sejatinya, Tuhan adalah Dzat yang Bukan Maha Pembakar. Dia adalah Maha Lembut dan Welas Asih, sehingga akhirnya dia menyapa Musa dengan bahasa kasih sayang. Tuhan memberikan cara untuk melihat-Nya: Hai Musa, Kau harus ekstase!. Musa hanya diminta untuk tidak menyadarkan “diri” yang masih diliputi oleh tirai kemanusiaan. Diri yang belum siap untuk bertatap “MUKA” dengan-NYA.

Bagaimana sesungguhya kehebatan CAHAYA TUHAN? Dalam Kitab Suci disebutkan dengan bahasa analogi, bahasa perumpamaan, agar manusia berpikir. Allah adalah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan CAHAYA-NYA adalah ibarat misykat. Dalam misykat itu ada PELITA. PELITA itu ada dalam KACA. KACA itu laksana bintang berkilau. Dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati.

Pohon zaitun yang bukan di Timur atau di Barat. Yang minyaknya hampir-hampir menyala dengan sendirinya, walaupun tidak ada API yang menyentuhnya. CAHAYA DI ATAS CAHAYA! ALLAH menuntun kepada CAHAYA-NYA, siapa saja yang Ia kehendaki. Dan ALLAH membuat perumpamaan bagi manusia. 

Sungguh ALLAH mengetahui segala sesuatu. (QS AN NUR, 35).
Kenapa Tuhan membuat perumpamaan dengan MISYKAT, KACA, PELITA, MINYAK DAN POHON? Jawaban ini tercantum dalam Hadits: Allah mempunyai tujuh puluh hijab (Tirai Penutup) CAHAYA dan KEGELAPAN. Seandainya DIA membukanya, niscaya CAHAYA WAJAHNYA akan membakar siapa saja yang melihatnya.

Masalah utama dalam untuk mengenali Dzat Tuhan yang tidak terbatas adalah ilmu dan pengetahuan dan akal kita sebagai manusia yang terbatas. Dia adalah wujud mutlak dari segala dimensi. Dzat-Nya, seperti ilmu, kuasa dan seluruh sifat-sifat-Nya, adalah tak terbatas. Dari sisi lain, kita dan seluruh yang bertalian dengan keberadaan kita, seperti ilmu, kuasa, hidup, ruang dan waktu, semuanya serba terbatas.

Oleh karena itu, dengan segala keterbatasan yang kita miliki, bagaimana mungkin kita dapat mengenal wujud dan sifat yang mutlak dan tak terbatas? Bagaimana mungkin ilmu kita yang terbatas dapat menyingkap wujud nir-batas? Ya, dari satu sisi, kita dapat melihat dari jauh kosmos pikiran dan memberikan isyarat global ihwal Dzat dan sifat Allah swt. Akan tetapi, untuk mencapai hakikat Dzat dan sifat-Nya secara detail adalah mustahil bagi kita.

Dari sisi lain, wujud tanpa batas dari segala dimensi ini tidak memiliki keserupaan dan kesamaan. Dan ketakterbatasan ini hanyalah TUHAN SEMESTA ALAM. Sebab, sekiranya Dia memiliki keserupaan dan persamaan, maka kedua-duanya menjadi terbatas. Sekarang bagaimana kita dapat memahami wujud yang tak memiliki kesamaan dan keserupaan?

Segala sesuatu yang kita lihat selain-Nya adalah wujud yang mungkin, sedangkan sifat- sifat wajib al-Wujud berbeda dengan sifat yang lainnya. Kita tidak berasumsi bahwa kita tidak memiliki pengetahuan tentang hakikat wujud Allah, tentang ilmu, kuasa, kehendak dan hidup-Nya. Akan tetapi, kita berasumsi bahwa kita memiliki pengetahuan global tentang hakikat wujud dan sifat-sifat-Nya. Dan kedalaman serta batin seluruh hal-hal ini tidak akan pernah kita ketahui. Dan kaki akal seluruh orang-orang bijak dunia, tanpa kecuali, dalam masalah ini tampak lumpuh: Dalam hadis yang diriwayatkan dari Imam Ash-Shadiq a.s. dikatakan: “Diamlah bilamana pembahasan sampai pada Dzat Allah”. Artinya, jangan membahas ihwal Dzat Tuhan.

Dalam masalah ini, seluruh akal buntu dan tidak akan pernah mencapai tujuannya. Berpikir tentang DZAT YANG TANPA BATAS melalui akal yang terbatas adalah mustahil. Karena segala yang dirangkum oleh akal bersifat terbatas; dan terbatas bagi Tuhan adalah mustahil. Dengan ungkapan yang lebih jelas, tatkala kita menyaksikan jagad raya dan seluruh keajaiban makhluk-makhluk, dengan segenap kompleksitas dan keagungannya, atau bahkan melihat wujud diri kita sendiri, secara umum,kita memahami bahwa jagad raya ini memiliki pencipta dan Sumber Awal.

Pengetahuan ini adalah pengetahuan global yang merupakan tahapan akhir bagi kekuatan pengenalan manusia tentang Tuhan. Namun, semakin kita mengetahui rahasia-rahasia keberadaan, semakin juga kita mengenal keagungan-Nya serta jalan pengetahuan global tentang-Nya semakin kuat. Akan tetapi, ketika kita bertanya kepada diri kita sendiri apakah hakikat Dia? Dan bagaimanakah Dia?

Ketika kita mengarahkan pikiran ke arah realitas DZAT TUHAN, kita tidak akan mendapatkan sesuatu selain keheranan dan rasa takjub. Kita akan mengatakan bahwa jalan untuk menuju ke arah-Nya adalah terbuka, dan jalan untuk menyentuh hakikatnya adalah tertutup. Itulan sebabnya, DZAT TUHAN dalam kitab suci hanya dipaparkan dalam bahasa perumpamaan saja. Namun perumpamaan dalam kitab suci, kita yakin bukan asal perumpamaan.

Perumpamaan ini hanya bisa bisa diinterpretasi dengan akal yang panjang dan hati nurani yang bersih, bening, tenang dan ikhlas. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana jalan atau cara untuk sampai pada pintu Tuhan, selanjutnya Bertemu dan Mampu untuk “melihat” Dzat-Nya?

Pada artikel saya terdahulu telah disebutkan bahwa jalan untuk menuju Tuhan adalah perjalanan untuk membersihkan hati dari berbagai penyakit, kotoran, nafsu-nafsu kemanusiaan sehingga kita akhirnya hati kita benar-benar bersih, berkilau dan akhirnya memiliki MATA HATI YANG BISA MELIHAT DZAT-NYA. Nurani yang terkoneksi secara otomatis sehingga “KEMANA KAU MENGHADAP DISITULAH WAJAH ALLAH.”

Sekarang, marilah kita menganalisa secara lebih detail apa saja HIJAB/ PENGHALANG/ TABIR PENUTUP/ DINDING yang harus dilewati oleh para pejalan sunyi yang dengan gigih ingin bertemu, bertamu, dan melihat WAJAHNYA YANG MAHA INDAH….


70 RIBU HIJAB

Dalam Hadits disebutkan sebagai berikut: Allah mempunyai tujuh puluh (riwayat lain menyebut tujuh ribu, tujuh puluh ribu) hijab CAHAYA dan KEGELAPAN. Seandainya DIA membukanya, niscaya CAHAYA WAJAHNYA akan membakar siapa saja yang melihatnya. 

Berarti manusia dari awalnya berstatus MAHJUB: dalam keadaan tertutupi dinding/hijab dari Tuhan. Manusia tidak mampu melihat TAJALLI pada Dzat-Nya (Tajalli: Menyatakan diri setelah hijab-Nya terbuka/tersingkap.
 
Dari TUJUH PULUH HIJAB tadi, menurut Al Ghazali bisa dikategorikan menjadi TIGA.
PERTAMA: YANG TERHIJAB OLEH KEGELAPAN MURNI.  KEDUA, YANG TERHIJAB OLEH CAHAYA YANG BERCAMPUR DENGAN KEGELAPAN.  KETIGA, YANG TERHIJAB OLEH CAHAYA MURNI SEMATA-MATA.

 
PERTAMA: YANG TERHIJAB OLEH KEGELAPAN MURNI.
 
Tidak yakin ADA Tuhan (ATEIS).  Yakin penyebab segala sesuatu BERASAL DARI MATERI, DAN DARI ALAM.  Sibuk dengan DIRI SENDIRI, tidak sempat mempertanyakan penyebab terwujudnya alam semesta. Terlena dengan HAWA NAFSU, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Hawa Nafsu adalah sesembahan yang paling dibenci oleh Allah SWT.” Ketiga hijab ini memiliki banyak varian lagi.
 

KEDUA, YANG TERHIJAB OLEH CAHAYA YANG BERCAMPUR DENGAN KEGELAPAN.
 
Kegelapan berasal dari INDERA, Kegelapan berasal dari DAYA KHAYAL, Kegelapan berasal dari RASIO/ AKAL YANG SALAH. Menyembah BERHALA hingga percaya TUHAN BERJUMLAH DUA ATAU BANYAK. Termasuk percaya alam semesta itu Tuhan Yang Maha Indah. Percaya bahwa Tuhan bisa dilihat (mahsus). 

Mereka yang terhijab oleh CAHAYA KETINGGIAN, KECEMERLANGAN, KEKUASAAN, yang kesemuanya memang CAHAYA-CAHAYA ALLAH SWT (seperti menyembah bintang). Percaya bahwa Tuhan itu adalah Matahari, Tuhan adalah semua hal yang bercahaya> percaya bahwa Tuhan adalah CAHAYA MUTLAK YANG MENGHIMPUN SEMUA CAHAYA. 

Masih banyak lagi variasi hijab tingkat ini. Menganggap Tuhan bertubuh, yakin bahwa keberadaan Tuhan BISA DITUNJUKKAN di arah tertentu misalnya DI ATAS, termasuk mereka yang percaya bahwa Tuhan berada di luar alam dunia atau di dalam dunia. Sesungguhnya mereka ini tidak mengetahui bahwa persyaratan dasar sesuatu yang dapat dicerna akal adalah kemungkinannya untuk melampaui segenap arah dan ruang. 

Mereka yang menyimpulkan dengan akal namun salah KESIMPULAN. Menyimpulkan bahwa Tuhan memiliki sifat mendengar, melihat, mengetahui, menghendaki sesuai dan menyetarakan dengan sifat-sifat manusiawi. Sifat Tuhan adalah sama seperti sifat manusia. Masing masing memiliki variasi hijab.

 
KETIGA, YANG TERHIJAB OLEH CAHAYA MURNI SEMATA-MATA.
 
Kategori ketiga ini berjumlah sangat banyak, namun untuk mempermudah bisa dipilah sbb:
Mengetahui benar-benar sifat-sifat Allah SWT tidak sama dengan manusia. Percaya penggerak semua benda planet ini adalah malaikat yang berjumlah banyak. Percaya bahwa Ar Rabb (Tuhan Maha Pengatur dan Pemelihara) adalah Penggerak seluruh benda. 

Padahal, Ia wajin DINAFIKAN DARI SEGALA BENTUK KEMAJEMUKAN. Percaya bahwa Perbuatan MENGGERAKKAN BENDA-BENDA SECARA LANGSUNG sepantasnya merupakan bentuk PELAYANAN KEPADA TUHAN. Percaya bahwa TUHAN MAHA PENGATUR ini adalah memiliki penggerak utama lagi dengan cara mengeluarkan perintah bukan menangani secara langsung. 

Ringkasnya, mereka yang masih terliputi HIJAB TINGKAT TINGGI ini terhijab oleh CAHAYA-CAHAYA MURNI. Ini adalah hijab bagi ORANG-ORANG YANG TELAH SAMPAI DI AKHIR PERJALANAN (Al Washilun). Mereka percaya AL MUTHA (yang ditaati) ini, bagaimanapun juga masih memiliki sifat yang berlawanan dengan KEESAANNYA YANG MURNI DAN KESEMPURNAAN YANG MUTLAK. 

Padahal, YANG DITAATI/YANG DIPATUHI yaitu sesuatu yang menjadi penghubung antara Tuhan dengan alam semesta ini, dalam hubungannya dengan AL WUJUD AL HAQQ adalah seperti matahari dengan cahaya murni atau bara api dalam hubungannya dengan substansi api.
 
Ini juga hijab bagi mereka yang telah sampai di akhir perjalanan. Yaitu pemahaman bahwa TUHAN ADALAH YANG MAHA TERSUCIKAN DARI PARADIGMA KEMANUSIAAN, baik itu oleh mata maupun oleh mata hati. Mereka mengalami keadaan yang menyebabkan TERBAKARNYA SEGALA YANG PERNAH DICERAP OLEH PENGELIHATAN, lalu ia sendiri ikut larut kendati masih terus menatap KEINDAHAN dan KESUCIAN disamping menatap dirinya sendiri dalam KEINDAHAN yang diraihnya dengan telah mencapai HADRAT ILAHIYAH.

Selain itu, masih ada golongan kecil yang sebenarnya sudah sampai di akhir perjalanan spiritual namun ternyatan masih terhijab, yaitu mereka yang berada pada tingkat KHAWASUL KHAWAS (yang spesial di antara yang spesial). Mereka telah TERBAKAR oleh cahaya WAJAH-NYA dan telah TENGGELAM dalam gelombang KEAGUNGAN. Mereka tidak lagi memiliki perhatian pada diri sendiri, karena DIRI TELAH FANA! Tidak ada satupun yang ada kecuali YANG MAHA SATU DALAM KETUNGGALAN: Ini sesuai dengan Firman-Nya: SEGALA SESUATU BINASA KECUALI WAJAH-NYA.

Yang perlu diketahui, ada pula yang tidak menjalani pendakian atau MIKRAJ dengan cara setahap demi setahap untuk menyingkirkan hijab atau penghalang sebagaimana yang harus dilakoni oleh Nabi Ibrahim Khalilullah A.S. (Sahabat Tuhan). Ada yang cepat telah meraih MAKRIFAT yaitu mampu MENSUCIKAN TUHAN DENGAN CARA YANG BENAR. Mereka tiba-tiba bisa diserbu oleh TAJALLI ILAHI (Ketersingkapan Hijab di antara Tuhan dan manusia) sehingga cahaya-cahaya wajah-Nya membakar segala yang bisa dicerap oleh pengelihatan mata indera maupun mata hati sebagaimana jalan yang dilalui oleh Nabi Muhammad SAW, sang Habibullah (Kekasih Tuhan).

DOA KITA SUDAH TERKABUL

Alloh Swt berfirman:

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu…”(Q.S Al Mumun:60)

Saya setiap hari berdoa, tapi kenapa tidak juga dikabulkan? Perkataan tersebut bukanlah hal baru, sebab hampir setiap manusia pernah mengucapkan sekaligus meragukan kebenaran Firman Alloh tersebut di atas.

Perasaan bahwa doa kita tidak terkabul sebenarnyalah hanyalah ilusi fikiran kita sendiri. Dan hal ini diperkuat oleh bisikan syetan yang membisikkan rasa was-was dan ragu ke dalam hati kita. Juga sikap dan perilaku kita yang tidak selaras dengan Daya Hidup dari Tuhan. Serta ketidak mampuan dalam memaknai segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya sebagai bagian dari bimbingan, pembelajaraan, dan pendewasaan diri dari Tuhan. Sehingga dengan demikian semakin mengeras dan mengkristallah keyakinan tersebut di dalam hati kita. Dan semua itu terjadi karena lemahnya Iman, Ilmu, Amal dan ke ikhlasan hati.

Agar Doa berhasil, harus ada sinkronisasi yang tepat antara Tuhan dengan diri anda. Karena ketika anda berdoa tidak pada kondisi Ikhlas atau “Zero Area”. Anda berdoa dengan masih membawa ego diri yg kuat, apa yg diucapkan tidak sesuai dengan yang ada dihati. Anda seringkali masih merasa sangsi akan terkabulnya doa dan tanpa disadari pula anda fokus “Pada Apa Yg Anda TIDAK Inginkan”, bukan Fokus Pada Yang Anda INGINKAN. Sehingga dengan demikian artinya sirkuit energi antara Tuhan dengan Anda tidak tersambung dengan baik. Ahirnya yang terjadi adalah justru sesuatu yang kita TIDAK INGINKAN atau jauh dari yang kita inginkan.

Jadi agar Aliran Energi Ilahi mengalir :
Anda harus bersikap sebagai seorang Faqir yang sangat membutuhkan Karunia Tuhan, ibarat kutub (-) minus dalam sirkuit listrik. Masuki keadaan Zero Area, sebuah keadaan dimana semua hambatan diri, mental blocking, dan Energi blocking terbuka semuanya. Tentukan dengan jelas keinginan anda, jadi pastikan ke arah mana energi Ilahi tersebut hendak di alirkan. Kondisikan mental, fikiran, dan hati anda agar selaras dengan nilai-nilai Ilahiah, itu artinya anda bergetar selaras dengan Tuhan.

 
SESUNGGUHNYA DOA KITA SUDAH TERKABUL

Saya ingin sukses koq malah gagal terus? Saya ingin dapat pekerjaan, koq masih nganggur saja? Saya ingin lunas hutang koq malah tambah besar? Saya ingin kurus, koq malah tambah gemuk? Dan masih banyak doa yang kita inginkan tapi yang didapat malah justru sebaliknya. Sesungguhnya doa kita sudah dikabulkan, saya katakan lebih tegas lagi, YA..DOA KITA SUDAH DIKABULKAN 100%.

Mari kita buktikan, pada saat anda berdoa ingin sukses, bagaimana perasaan hati anda? Bagaimana perasaan syukur atas keberhasilan yg pernah anda peroleh selama ini? Atau seberapa besar nilai kekecewaan anda terhadap kekurangan yg telah anda dapatkan? Bagaimana penilaian anda pada orang-orang sukses? Misalnya, Orang sukses itu pelit, orang sukses itu sombong, dsb, dst.

Semakin banyak penilaian negatif anda tentang orang sukses, maka sesungguhnya anda sedang berkata “SAYA TIDAK SIAP UNTUK JADI ORANG SUKSES, SEBAB ORANG SUKSES BANYAK NEGATIFNYA”. Saat berdoa ingin sukses, tetapi hati anda serba merasa kekurangan, berarti yg anda harapkan sebenarnya kekurangan itu. Nah, bukankah itu berarti doa anda sudah DIKABULKAN?

Jika masih bingung, mari kita lihat satu ilustrasi lagi…

Kita semua ingin hidup terbebas dari hutang, betul? Jika anda sepakat dengan saya menjawab betul, mari kita lihat sejenak dengan hati nurani. Hidup tanpa hutang itu enak….setuju? Pasti sebagian besar akan menjawab setuju, memang enak hidup tanpa hutang. Tapi saat anda berdoa ingin terbebas dengan hutang, apa yg anda rasakan? Betapa sesaknya dada anda membayangkan tagihan-tagihan yg menggunung. Intinya anda fokus pada besarnya hutang, bukan nikmatnya bebas dari hutang. Apa yg terjadi? Jika anda fokus pada besarnya hutang, maka tidak ubahnya anda menarik energi hutang semakin besar dalam kehidupan anda…

Sangat penting untuk menyelaraskan doa dan perasaan kita (alam bawah sadar), perasaan akan menarik energi sangat kuat dari alam semesta…jadi ketika doa kita tidak selaras dengan perasaan, maka energi dalam perasaan tersebut justru yg akan menarik sesuatu yg serupa dengannya….. (hukum Tarik Menarik)

Perasaan (alam bawah sadar) 88% lebih kuat dari pikiran kita 22%. Justru pikiran merupakan hasil dari perasaan kita….jadi hati-hati juga berusaha untuk berfikir positif jika perasaan kita justru sebaliknya….karena semakin kuat berusaha berfikir positif, kalau tidak selaras dengan hati yg terjadi adalah pikiran negatif yg semakin kuat….
Nah biar doa kita berhasil, mulailah selaraskan antara pikiran dan hati kita dengan Tuhan….



 

NASEHAT : SYECH NAQSYABANDI

Syekh Naqsybandi QS, pilar utama Tarekat Naqsybandi memberi nasihat kepada khalifahnya, Syekh Ala’ud-Din al-Bukhari QS,

“Jangan dengarkan orang terpelajar yang menyangkal tarekat. Jika engkau mendengarnya, maka selama tiga hari Setan akan mengendalikan dirimu. Jika engkau tidak bertobat dalam tiga hari, dia akan menguasai orang itu selama 40 hari, dan jika tidak bertobat dalam 40 hari, engkau akan menerima kutukan selama 1 tahun.”

Kini di masa kita, banyak sekali orang yang menyangkal tarekat. Tinggalkan mereka, jangan berargumen dengan mereka. Mereka seperti Abu Jahal, Rasulullah SAW berkata kepadanya, tetapi ia tidak menerimanya. Kita tidak lebih kuat daripada Rasulullah SAW.

(Syekh ‘Abdullah Fa’iz ad-Daghestani QS)

UZLAH

UZLAH ADALAH PINTU TAFAKUR

TIADA SESUATU YANG SANGAT BERGUNA BAGI HATI SEBAGAIMANA UZLAH UNTUK MASUK KE MEDAN TAFAKUR.

Kalam-kalam Hikmat pertama hingga ke sebelas telah memberi gambaran tentang keperibadian tauhid yang halus-halus. Seseorang yang mencintai Allah s.w.t dan mahu berada di sisi-Nya sangat ingin untuk mencapai keperibadian yang demikian. Dalam membentuk keperibadian itu dia gemar mengikuti landasan syariat, kuat beribadat dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan dosa. Dia sering bangun pada malam hari untuk melakukan sembahyang tahajud dan selalu pula melakukan puasa sunat. Dia menjaga tingkah-laku dan akhlak dengan mencontohi apa yang ditunjukkan oleh Nabi s.a.w.

Hasil daripada kesungguhannya itu terbentuklah padanya keperibadian seorang muslim yang baik. Walaupun demikian dia masih tidak mencapai kepuasan dan kedamaian. Dia masih tidak mengerti tentang Allah s.w.t. Banyak persoalan yang timbul di dalam kepalanya yang tidak mampu dihuraikannya. Dia telah bertanya kepada mereka yang alim, tetapi dia tidak mendapat jawapan yang memuaskan hatinya. Jika ada pun jawapan yang baik disampaikan kepadanya dia tidak dapat menghayati apa yang telah diterangkan itu. Dia mengkaji kitab-kitab tasauf yang besar-besar. Ulama tasauf telah memberikan penjelasan yang mampu diterima oleh akalnya namun, dia masih merasakan kekosongan di satu sudut di dalam dirinya. Bolehlah dikatakan yang dia sampai kepada perbatasan akalnya.

Hikmat 12 ini memberi petunjuk kepada orang yang gagal mencari jawapan dengan kekuatan akalnya. Jalan yang disarankan ialah uzlah atau mengasingkan diri dari orang ramai. Jika dalam suasana biasa akal tidak mampu memecahkan kubu kebuntuan, dalam suasana uzlah hati mampu membantu akal secara tafakur, merenungi perkara-perkara yang tidak boleh difikirkan oleh akal biasa. Uzlah yang disarankan oleh Hikmat 12 ini bukanlah uzlah sebagai satu cara hidup yang berterusan tetapi ia adalah satu bentuk latihan kerohanian bagi memantapkan rohani agar akalnya dapat menerima pancaran Nur Kalbu kerana tanpa sinaran Nur Kalbu tidak mungkin akal dapat memahami hal-hal ketuhanan yang halus-halus, dan tidak akan diperolehi iman dan tauhid yang hakiki.

Hati adalah bangsa rohani atau nurani iaitu hati berkemampuan mengeluarkan nur jika ia berada di dalam keadaan suci bersih. nur yang dikeluarkan oleh hati yang suci bersih itu akan menerangi otak yang bertempat di kepala yang menjadi kenderaan akal. Akal yang diterangi oleh nur akan dapat mengimani perkara-perkara ghaib yang tidak dapat diterima oleh hukum logik. Beriman kepada perkara ghaib menjadi jalan untuk mencapai tauhid yang hakiki.

Nabi Muhammad s.a.w sebelum diutus sebagai Rasul pernah juga mengalami kebuntuan akal tentang hal ketuhanan. Pada masa itu ramai pendeta Nasrani dan Yahudi yang arif tentang hal tersebut, tetapi Nabi Muhammad s.a.w tidak pergi kepada mereka untuk mendapatkan jawapan yang mengganggu fikiran baginda s.a.w, sebaliknya baginda s.a.w telah memilih jalan uzlah.

Ketika umur baginda s.a.w 36 tahun baginda s.a.w melakukan uzlah di Gua Hiraa. Baginda s.a.w tinggal sendirian di dalam gua yang sempit lagi gelap, terpisah dari isteri, anak-anak, keluarga, masyarakat hinggakan cahaya matahari pun tidak menghampiri baginda s.a.w. Amalan uzlah yang demikian baginda s.a.w lakukan secara berulang-ulang sehingga umur baginda s.a.w mencapai 40 tahun. Masa yang paling baginda s.a.w gemar beruzlah di Gua Hiraa’ ialah pada bulan Ramadan.

Latihan uzlah yang baginda lakukan dari umur 36 hingga 40 tahun itu telah memantapkan rohani baginda s.a.w sehingga berupaya menerima tanggungjawab sebagai Rasul. Latihan semasa uzlah telah menyucikan hati baginda s.a.w dan meneguhkannya sehingga hati itu mampu menerangi akal untuk mentafsir wahyu secara halus dan lengkap. Wahyu yang dibacakan oleh Jibrail a.s hanyalah singkat tetapi Rasulullah s.a.w dapat menghayatinya, memahaminya dengan tepat, mengamalkannya dengan tepat dan menyampaikannya kepada umatnya dengan tepat meskipun baginda s.a.w tidak tahu membaca dan menulis.

Begitulah kekuatan dan kebijaksanaan yang lahir dari latihan semasa uzlah. Tanpa latihan dan persiapan yang cukup seseorang tidak dapat masuk ke dalam medan tafakur tentang ketuhanan. Orang yang masuk ke dalam medan ini tanpa persediaan dan kekuatan akan menemui kebuntuan. Jika dia masih juga merempuh tembok kebuntuan itu dia akan jatuh ke dalam jurang gila.

Orang awam hidup dalam suasana: “Tugas utama adalah menguruskan kehidupan harian dan tugas sambilan pula menghubungkan diri dengan Allah s.w.t”. Orang yang di dalam suasana ini sentiasa ada masa untuk apa juga aktiviti tetapi sukar mencari kesempatan untuk bersama-sama Allah s.w.t. Orang yang seperti ini jika diperingatkan supaya mengurangkan aktiviti kehidupannya dan memperbanyakkan aktiviti perhubungan dengan Allah s.w.t mereka memberi alasan bahawa Rasulullah s.a.w dan sahabat-sahabat baginda s.a.w tidak meninggalkan dunia lantaran sibuk dengan Allah s.w.t.

Mereka ini lupa atau tidak mengerti bahawa Rasulullah s.a.w dan para sahabat telah mendapat wisal atau penyerapan hal yang berkekalan. Hati mereka tidak berpisah lagi dengan Allah s.w.t. Kesibukan menguruskan urusan harian tidak membuat mereka lupa kepada Allah s.w.t walau satu detik pun. Orang yang mata hatinya masih tertutup dan cermin hatinya tidak menerima pancaran Nur Sir, tidak mungkin hatinya berhadap kepada Allah s.w.t ketika sedang sibuk melayani makhluk Allah s.w.t.

Orang yang insaf akan kelemahan dirinya akan mengikuti jalan yang dipelopori oleh Rasulullah s.a.w dan diikuti oleh para sahabat iaitu memisahkan diri dengan semua jenis kesibukan terutamanya pada satu pertiga malam yang akhir. Tidak ada hubungan dengan orang ramai. Tidak dikunjung dan tidak mengunjungi. Tidak ada surat khabar, radio dan televisyen. Tidak ada perhubungan dengan segala sesuatu kecuali perhubungan dengan Allah s.w.t.

Dalam perjalanan tarekat tasauf amalan uzlah dilakukan dengan bersistematik dan latihan yang demikian dinamakan suluk. Orang yang menjalani suluk dinamakan murid atau salik. Si salik menghabiskan kebanyakan daripada masanya di dalam bilik khalwat dengan diawasi dan dibimbing oleh gurunya. Latihan bersuluk memisahkan salik dengan hijab yang paling besar bagi orang yang baharu menjalani jalan kerohanian iaitu pergaulan dengan orang ramai. Imannya belum cukup teguh dan mudah menerima rangsangan daripada luar yang boleh menggelincirkannya untuk melakukan maksiat dan melalaikan hatinya daripada mengingati Allah s.w.t. Apabila dia dipisahkan dari dunia luar jiwanya lebih aman dan tenteram mengadakan perhubungan dengan Allah s.w.t.

Semasa beruzlah, bersuluk atau berkhalwat, si murid bersungguh-sungguh di dalam bermujahadah memerangi hawa nafsu dan tarikan duniawi. Dia memperbanyakkan sembahyang, puasa dan berzikir. Dia mengurangkan tidur kerana memanjangkan masa beribadat. Kegiatan beribadat dan pelepasan ikatan nafsu dan duniawi menjernihkan cermin hatinya. Hati yang suci bersih menghala ke alam ghaib iaitu Alam Malakut. Hati mampu menerima isyarat-isyarat dari alam ghaib. Isyarat yang diterimanya hanyalah sebentar tetapi cukup untuk menarik minatnya bagi mengkaji apa yang ditangkap oleh hatinya itu. Terjadilah perbahasan di antara fikirannya dengan dirinya sendiri. Pada masa yang sama dia menjadi penanya dan penjawab, murid dan pengajar. Perbahasan dengan diri sendiri itu dinamakan tafakur.

Pertanyaan timbul dalam fikirannya namun, fikirannya tidak dapat memberi jawapan. Ketika fikirannya meraba-raba mencari jawapan, dia mendapat bantuan daripada hatinya yang sudah suci bersih. Hati yang berkeadan begini mengeluarkan nur yang menerangi akal, lalu jalan fikirannya terus menjadi terang. Sesuatu persoalan yang pada mulanya difikirkan rumit dan mengelirukan, tiba-tiba menjadi mudah dan terang. Dia mendapat jawapan yang memuaskan hatinya kepada persoalan yang dahulunya mengacau fikiran dan jiwanya.

Dia menjadi bertambah berminat untuk bertafakur menghuraikan segala kekusutan yang tidak dapat dihuraikannya selama ini. Dia gemar merenung segala perkara dan berbahas dengan dirinya, menghubungkannya dengan Tuhan sehingga dia mendapat jawapan yang memuaskan hatinya. Semakin dia bertafakur semakin terbuka kegelapan yang menutupi fikirannya. Dia mula memahami tentang hakikat, hubung-kait antara makhluk dengan Tuhan, rahsia Tenaga Ilahi dalam perjalanan alam dan sebagainya.

Isyarat-isyarat tauhid yang diterima oleh hatinya membuat mata hatinya melihat bekas-bekas Tangan Allah s.w.t dalam alam maya ini. Dia dapat melihat bahawa semuanya adalah ciptaan Allah s.w.t, gubahan-Nya, lukisan-Nya dan peraturan-Nya. Hasil dari kegiatan bertafakur tentang Tuhan membawa dia bermakrifat kepada Allah s.w.t melalui akalnya. Makrifat secara akal menjadi kemudi baginya untuk mencapai makrifat secara zauk.


Dalam pengajian ketuhanan akal hendaklah tunduk mengakui kelemahannya. Akal hendaklah sedar bahawa ia tidak mampu memahami perkara ghaib. Oleh itu akal perlu meminta bantuan hati. Hati perlu digilap supaya bercahaya. Dalam proses menggilap hati itu akal tidak perlu banyak mengadakan hujah. Hujah akal melambatkan proses penggilapan hati. Sebab itulah Hikmat 12 menganjurkan supaya mengasingkan diri. Di dalam suasana pengasingan nafsu menjadi lemah dan akal tidak lagi mengikut telunjuk nafsu. Baharulah hati dapat mengeluarkan cahayanya. Cahaya hati menyuluh kepada alam ghaib. Apabila alam ghaib sudah terang benderang baharulah akal mampu memahami hal ketuhanan yang tidak mampu dihuraikannya sebelum itu.
 

Sumber: Al-Hikam



HIKMAH JUMLAH DZIKIR

RAHASIA DAN HIKMAH DARI PENETAPAN JUMLAH DZIKIR

Rahasia dan hikmah dibalik penetapan jumlah dzikir pada umumnya juga jarang dijelaskan secara terperinci oleh seorang syech atau mursyid (Murabbi). Ibarat seorang dokter sendiri, yang juga jarang memberikan jenis dan dosis obat tertentu kepada pasiennya. Mungkin ada pasien yang diberi obat dengan dosis tertentu, termasuk berapa kali harus diminum dalam sehari semalam.

Para Mursyid pada umumnya membatasi diri dalam memberikan penjelasan tentang apa hikmah atau manfaat amalan-amalan dalam tarekat, Karena dikhawatirkan akan mengurangi kualitas dari keikhlasan sipengamal wirid. Yang pastinya, tentu saja ada hikmah dan manfaat dari segala sesuatu yang diamalkan karena Alloh SWT. Ada kualitas+kualitas batin yang dialami oleh yang bersangkutan, biasanya dalam bentuk ketenangan dalam sholat, kelapangan dada, berkurangnya rasa ingin marah dan lain-lainnnya.



SETIAP TAREKAT BERBEDA JUMLAH AMALAN DALAM BERDZIKIR

Secara Populer dzikir dan wirid bisa dibedakan. Dzikir adalah menyebut atau mengingat-ingat Alloh SWT, kapan dan dimana saja. Sedangkan wirid sesungguhnya sama dengan Dzikir. Bedanya wirid seringkali ditentukan oleh jenis, jumlah dan prosedur apa yang menjadi bacaanya.

Setiap tarekat biasanya mempunyai amalan-amalan khusus. Amalan khusus tersebut biasanya bersumber dari pengalaman spiritual syech atau mursyid tarekat yang bersangkutan. Pada umumnya amalan-amalan sebuah tarekat tidak memutlakan secara exact ( pasti ). Biasanya memang ditetapkan standar minimal untuk sebuah amalan atau bacaan. Boleh juga lebih tetapi diusahakan tidak kurang dari standar yang ditetapkan.

Sumber: KH Luqman Hakim

JARING RUH YANG ABADI

Ruh yang memikul Amanat itu adalah ruh istimewa manusia (ar-ruhul khassah lil insaan). Yang kami maksudkan dengan amanat adalah penguasaan terhadap janji taklif dalam bentuk keterbukaan terhadap kemungkinan memperoleh pahala dan siksa dengan kepatuhan dan kedurhakaan. Ruh ini tidak pernah mati dan tidak pula binasa, malah justru kekal setelah mati; baik itu dalam kesenangan dan kebahagiaan ataupun dalam Jahannam dan kesengsaraan. Itulah ruh tempat ma’rifat. Pada dasarnya tanah tidak memakan tempatnya iman dan ma’rifat, seperti yang dibeberkan oleh hadis dan disaksikan oleh kesaksian-kesaksian kontemplasi. Ajaran agama melarang meneliti sifat dan karakteristik ruh tersebut, sebab yang bisa menjangkaunya hanyalah orang-orang yang mendalam ilmunya (arrasyikhuna fil-ilmi).

Bagaimana hal itu akan dituturkan atau diceritakan, padahal ruh itu memiliki karakteristik-karakteristik yang menakjubkan yang belum mampu ditangkap atau dicerna oleh sebagian besar pikiran atau salah satu lubang dari lubang-lubang neraka, sebab hubungannya dengan badan hanya berupa pemanfaatan badan sebagai instrumen pemburu pengetahuan melalui sarana jaring indera. Jadi, badan atau tubuh merupakan alat, kendaran dan jaring ruh. Kepunahan atau kebinasaan alat, kerusakan kendaraan dan jaring tidak mengharuskan rusaknya si pemburu.



Benar, jika jaring atau perangkap itu rusak sehabis berburu, maka kerusakannya (kebinasaannya) merupakan harta rampasan, sebab dia terhindar dari beban. Karena itulah, Rasulullah Saw. bersabda, “Maut itu merupakan sesuatu yang amat berharga bagi orang Mukmin.”

Jika jaring itu rusak sebelum berakhirnya pemburuan, yang terjadi adalah kerugian, rasa sesal dan duka yang amat sangat. Karena itulah, orang lalai berkata:
“Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (Q.s. Al-Mu’minun: 99-100).

Akan tetapi, jika ia suka pada dunia, menyenanginya dan kalbunya juga mencintainya, kemudian ia juga memperindah bentuknya dari apa yang berkaitan dengan dunia, maka siksa yang menimpa padanya justru menjadi dua kali lipat: Pertama, kerugian karena habisnya masa berburu yang hanya bisa dilakukan dengan jaring-jaring tubuh. Kedua, hilangnya jaring-jaring berikut rasa cintanya terhadap jaring tersebut.
Ini merupakan salah satu asas pengetahuan tentang siksa kubur. Jika terus menyelidiki secara mendalam, Anda akan mengetahui hakikatnya secara pasti.

Barangkali Anda ingin menyelidikinya secara mendalam hingga mengetahui hakikatnya. Di sini perlu Anda ketahui, bahwa buku ini tidak mencakup hal tersebut; Anda cukup merasa puas dengan contoh-contoh kecil. Seyogyanya Anda paham bahwa maut itu adalah hal yang membinasakan tubuh. Anda tahu, bahwa rusaknya tangan adalah ketika tangan tidak lagi mematuhi Anda, padahal fisiknya masih utuh, sementara kekuatannya lumpuh. Dengan kekuatan tersebut Anda bisa memanfaatkan tangan.
Maka, Anda harus paham dan mengerti bahwa maut merupakan hancurnya kekuatan energi tubuh. Kemudian maut itu merusak Anda, tangan, kaki, mata dan seluruh indera Anda, sementara Anda sendiri tetap kekal. Yakni hakikat atau jatidiri Anda, dimana dengan jatidiri itu, Anda adalah Anda.

Sekarang Anda adalah manusia seperti dalam keadaan masih bayi, barangkali tidak satu pun dan jasad-jasad Anda itu yang melekat pada diri Anda. Semuanya telah punah, dan hal itu bisa terwujud dengan adanya makanan sebagai penggantinya. Sedangkan Anda adalah Anda, jasad Anda bukanlah jasad itu.

Andaikata Anda memiliki seorang kekasih yang sangat Anda rindukan, melalui indera-indera Anda, maka perpisahan dengan kekasih Anda itu merupakan siksa yang amat pedih.

Seluruh kelezatan dan kenikmatan dunia sangat disenangi dan dirindukan, namun tidak dapat dicapai kecuali dengan indera. Tidak ada bedanya siksaan bagi si pemabuk cinta, apakah ia dipisahkan dengan kekasihnya atau ia dibatasi oleh tirai dan dengan mencungkil biji matanya sebagai siksaan. Atau dia diculik dari kekasihnya ke sebuah tempat, hingga dia tidak dapat melihatnya. Rasa pedih yang dialaminya karena tidak dapat melihat atau memandangnya.

Orang yang mencintai harta, keluarga, perabot rumah, budak wanita dan pakaiannya, merasakan kepedihan ketika berpisah dengan semua itu. Apakah semua benda dunia itu dirampas orang atau dia sendiri dijauhkan dari benda-benda tersebut, seperti ketika hartabenda itu dipindah ke tempat lain, lalu dibangun tirai di antara dirinya dan barang-barang miliknya itu.
Mautlah yang menghancurkan Anda dan harta-benda tersebut, dia menjadi dinding antara diri Anda. Rasa siksa dan kepedihan yang menimpa Anda bergantung pada sejauhmana Anda mencintai dan menyukai barang-barang tersebut.

Maut mempertemukan Anda dengan Allah, dan memutuskan hubungan Anda dengan segenap indera yang menyibukkan dan membingungkan. Kenikmatan dan kelezatan Anda menghadap Allah bergantung pada kadar rasa cinta Anda kepada-Nya, kesenangan Anda mengingat dan menyebut-Nya. Karena itulah, Allah memberi peringatan kepada Anda, Dia berfirman dalam Hadis Qudsi, “Aku adalah bagianmu yang pasti, maka pastikan dan tekunilah bagianmu.”

Ungkapan terlengkap untuk mendeskripsikan kenikmatan dan kebahagiaan surga adalah, “Sungguh bagi mereka di dalam surga adalah apa yang mereka senangi dan mereka sukai.”
Ungkapan yang paling sempurna untuk mewakili dan mendeskripsikan siksa akhirat adalah firman Allah yang berbunyi:
“Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini.” (Q.s. Saba’: 54).

Yang membuatnya lezat hanyalah selera, namun kelezatan itu muncul ketika bertemu dengan apa yang diingini, dan tak ada yang menyedihkan, kecuali selera itu pula. Kepedihan datang ketika berpisah dengan yang apa dicintai.

Sekarang Anda jangan sampai tertipu dengan menyatakan, “Jika hal ini merupakan sebab dari siksa kubur, maka akujelas bebas dan aman dari siksa tersebut, sebab tidak ada ikatan hubungan antara kalbuku dengan kenikmatan-kenikmatan duniawi.”

Hal ini tidak akan dapat Anda ketahui dengan sebenarnya, selama Anda belum membuang dunia dan keluar dari dunia sepenuhnya. Berapa banyak laki-laki menjual budak wanitanya, dengan dugaan bahwa tidak ada kaitan hati apa pun antara dirinya dengan dia. Namun, setelah budak wanita tersebut dibawa oleh si pembeli, kalbunya menyala dalam api perpisahan, dan terus berkobar. Bahkan, bisa-bisa ia bunuh diri karenanya, dengan menenggelamkan diri ke dalam sungai atau lautan, atau membakar diri pada kobaran api.

Demikian pula dengan kondisi Anda dalam kubur tentang segala hal duniawi yang disenangi oleh kalbu Anda. Karena itulah, Rasulullah Saw. bersabda, “Cintailah apa yang kamu cintai, sebab sesungguhnya kamu akan berpisah dan meninggalkannya.”

Di balik ini ada siksa yang lebih dahsyat dari hal di atas, yaitu penyesalan ketika dirinya terhalangi memandang wajah Allah Yang Maha Mulia.

Besarnya nilai yang hilang tersingkap dengan kematian, walaupun sebelum mati nilai tersebut sangat kecil menurut Anda, karena maut merupakan sebab dari ketersingkapan, ketampakan yang sebelumnya tidak tampak. Sebagaimana tidur merupakan sebab dari tersingkapnya hal-hal gaib, melalui lambang ataupun tanpa lambang.

Tidur adalah saudara kematian. Hanya saja nilainya lebih rendah. Itulah dua bentuk siksa yang berlipat ganda atas setiap orang mati, karena lebih mencintai selain Allah. Suka citanya ditujukan pada selain Allah dibanding kecintaannya kepada-Nya. Dua-duanya sangat penting, jika Anda mengetahui hakikat ruh dan keabadiannya dalam kehidupan setelah mati, serta hubungan atau kaitan-kaitannya, dan hal-hal yang kontra dan selaras naluri manusia.

Sabtu, 24 Maret 2012

NIAT

Berikut penjelasan dari kitab "Idharu Asrari Ulumil Muqarrabin" (Habib Muhammad bin Abdullah Al Aidarus)
Ucapan tersusun berdasarkan niat. Ketahuilah, salah satu asas yang dapat menyampaikan seseorang kepada Allah adalah usaha untuk melandasi amal
dengan niat yang sempurna dan hati yang ikhlas, serta melaksanakan ketaatan tanpa melibatkan hal-hal yang dapat merusak amal. Sumber ucapan ini adalah sabda Nabi saw, “Amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya untuk setiap orang (akan dibalas) sesuai niatnya.”

Amalan hati adalah niat. Amalan hati ini kemudian melahirkan amalan lahiriah. Amal-amal hati merupakan pokok (ushûl) sedangkan amal-amal lahiriah merupakan cabangnya (furû’). Jika pokoknya sempurna maka cabangnya pun akan kokoh, dan jika niat yang berfungsi sebagai landasan amal diabaikan, maka amal-amal lahiriah (sebagai cabang) akan goyah. Kaidah ini berlaku umum untuk semua amal ukhrawi maupun duniawi. Jika ingin selamat dan lurus urusanmu – remeh maupun penting – maka sempurnakanlah semua tujuanmu (maksudnya). Caranya, pertama-tama pikirkanlah tujuan itu,
kemudian berilah semangat (himmah) sebanding dengan tujuan tersebut.

Setelah itu pasrahkanlah urusanmu kepada Allah SWT. Mohonlah agar Dia berkenan menyempurnakan dan mengaruniakan kesuksesan. Dengan cara demikan amal menjadi suci dan tujuan menjadi benar.

Wahai pembaca, pembahasan ini sangat pelik, karena itu pahamilah dengan baik. Aku harus menjelaskannya kepada saudara-saudara kita para sâlik agar mereka memperoleh petunjuk. Namun, hanya Allah yang dapat memberikan taufik dan pertolongan.

Ketahuilah, niat mempunyai dampak yang sangat menakjubkan terhadap amal. Jika niatnya baik, hasilnya pun baik. Tetapi jika niatnya buruk, akan buruk pula hasilnya. Niat yang baik adalah sumber seluruh kebajikan. Sebab semangat (himmah) yang dicurahkan pada suatu kegiatan, dengan kekuasaan Allah akan menghasilkan pengaruh yang luas. Dan tercapai tidaknya suatu tujuan tergantung pada kuat lemahnya azm (tekad). Oleh karena itu, manusia hendaknya mengerjakan semua kegiatannya dengan semangat tinggi dan penuh perhatian, bukan karena kebiasaan semata. Hendaknya ia mencurahkan pikirannya, memperkuat semangatnya dan bersungguh-sungguh dalam setiap urusannya.

Ada sebuah kalimat hikmah kuno yang cukup indah mengatakan bahwa “Hazm (ketetapan hati/tekad) adalah bersegera dalam memanfaatkan kesempatan yang ada, bersegera dalam melaksanakan niat, dan tidak berlambat-lambat dalam mengejar sesuatu yang dikhawatirkan dapat terlewatkan. Merenungkan sesuatu yang belum tentu terjadi, merupakan sumber kelemahan dan penyebab kekalahan.” Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT berikut, “Hai Yahya, ambillah kitab (taurat) itu dengan kekuatan.
(QS Maryam, 19:12) yakni dengan kekuatan tekad.

Rasulullah saw bersabda, “Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya.” Sebab amal hati tidak terbatas. Seseorang seringkali merasa berat hati ketika meniatkan suatu kebajikan. Namun, jika berniat melakukan kejahatan, ia dengan mudah dapat mewujudkan niatnya. Salah satu keajaiban rahasia niat adalah keberkahannya yang dapat mempengaruhi berbagai hal yang tidak pernah terlintas dalam pikiran kita. Diriwayatkan bahwa ketika Umar bin Abdul Aziz ra menjabat sebagai kholifah para penggembala domba berkata, “Siapakah hamba yang saleh yang berkuasa saat ini?”

“Bagaimana kalian tahu bahwa penguasa kita adalah seorang yang saleh?” tanya seseorang.

“Jika seorang kholifah yang adil berkuasa, serigala tidak akan memangsa domba.”

Lihatlah, betapa niat yang penuh berkah ini berpengaruh terhadap hewan buas. Demikian pula niat buruk. Niat buruk dapat memberikan pengaruh yang
lebih parah. Jika seseorang menyimpan niat jahat, maka niat itu akan menggerakkannya untuk melakukan kejahatan yang kadang kala akibatnya lebih buruk dari yang diniatkannya.

Berbagai perkara yang pelik ini harus diperhatikan dan dipikirkan, karena tujuan penulisan bab ini adalah agar seseorang dapat mencegah hatinya dari kejahatan. Jangan sampai ia melakukan ketaatan dengan hati lalai: baik dalam bersalat, bertasbih, membaca Quran, bersedekah, menengok orang sakit, melayat jenazah, maupun ibadah lainnya. Seorang bijak rhm berkata, “Barang siapa berdzikir kepada Allah dengan hati yang lalai, Allah akan berpaling darinya.” Ucapan ini berlaku umum.

Kaum khowwâsh selalu menetapkan niat baik dalam semua hal, sampai pada perkara-perkara yang mubah. Sebab, niat baik dapat merubah perbuatan mubah menjadi amalan yang berpahala. Misalnya ketika berpakaian, jika niatnya untuk mematuhi perintah Allah dalam firman-Nya: Pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) mesjid. (QS Al-A’rof, 7:31) Dan mengamalkan sabda Rasulullah saw berikut, “Sesungguhnya Allah itu Maha Cantik, Ia menyukai kecantikan.” Serta untuk mensyukuri dan memuji Allah atas rezeki yang Ia anugerahkan. Maka perbuatan mubah itu menjadi ibadah.

(Memahami Hawa Nafsu, Îdhôhu Asrôri ‘Ulûmil Muqorrobîn, Putera Riyadi)

ALASTU BIROBBIKUM

Ayat ini tentang penyaksian ruhaniyah kita sebagai fitroh insani tentang adanya Tuhan,"Alastu birrobikum...?,Qoolu bala syahidna...",Bukankah Aku ini Tuhanmu...?,Betul Engkau(Tuhan kami),kami menjadi saksi"

Kata Tuhan disitu sebagai terjemahan dari kata 'Robb' dan pada waktu itu kita telah menjawab 'Balaa syahidna',(betul kami telah bersaksi),jadi di alam ruh kita sudah bersaksi...

ketika di alam ruh kita telah bersaksi dan membawa bibit Tauhid,tapi ketika didunia dan ruh terpesona oleh keindahan fatamorgama dunia ia menjadi lupa akan asal-usulnya, ada yang menjadi tertutup dan menjadi kafir/tidak lagi bersyahadat dan ada juga yang menjadi terbuka dengan beriman/dengan bersyahadat

Kita ummat rasulullah termasuk yang menjadi terbuka karenan kita telah bersyahadat di alam ruhaniyah dan kita bersyahadati dialam dunia,krn itu di alam ruh menggunakan fill madhi/yang menunjukkan waktu lalu dan kita sekarang di dunia menggunakan fiil mudhori/yang menunjukkan akan waktu skrg...

karena kita telah tahu pada waktu sebelumnya yaitu ketika masih di alam ruh jika Tuhan kita adalah Allah,dan sekarang di dunia ini kita cuma menyatakan kembali persaksian itu,krn dari itu tdk memakai kata 'aku percaya',tapi memakai kata 'aku bersaksi(asyhadu)',

Kata percaya itu diapakai buat mempercayai sesuatu berita,contohnya ketika ada berita berdasarkan berita yang sebelumnya,maka saya akan percaya terhadap kebenaran berita tersebut,inilah kemudian yang disebut dengan beriman...

Jika ada yang lupa maka akan diberi peringatan oleh Allah,karena itu dengan diturunkannya Al Qur'an,dan salah satu nama dari Al Qur'an adalah al Dzikru(peringatan),dan ketika di dunia manusia dibagi menjadi 2 yaitu:
  1. Mereka orang yang menepati janjinya dengan mengucapkan syahadat,
  2. Mereka yang telah mengingkari akan janjinya yaitu mereka orang-orang kafir.

Tapi terkadang fakta yang ada bahwa orang-orang yang sudah bersyahadat ada juga yang tidak istiqomah dengan persaksiannya itu...

Apakah karena persaksiannya tidak ada saksi maka mereka jadi begitu?

"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan(yang berhak untuk disembah) melainkan Dia,Yang menegakkan keadilan,Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu(juga menyatakan demikian)"(al imran:18)

Mereka saksi kita dalam bersyahadat,tapi ketika mereka lupa dan tidak konsekuaen degan persaksiannya maka belum bisa dikatakan adil yaitu:

Wadh'u syaiin fi mahallihi(meletakkan sesuatu pd tempatnya),org yangg telah bersyahadat mesti meletakkan sesuatu pada tempatnya,karena dirinya adalah hamba dan Allah adalah Tuhannya,

Asshidiqu wal amanah(jujur dan amanah),orang yang sudah bersyahadat mesti harus jujur dan amanah,dan antara lisan dan hati harus sejalan...

TIGA DIMENSI PILAR-PILAR AD-DIN

Ad-Din ( agama ) yg dibawa oleh Rosulullah SAW hingga kita amalkan saat ini, memiliki pilar-pilar yg masing-masing bercabang menjadi tiga-tiga:
 

ISLAM

Pilar Islam adalah rukun Islam yg lima, kemudian disebut dengan:
1. Syari'at
2. Ibadah ( Anda menyembah-Ny )
3. Menata kehidupan lahiriyah.

Untuk Mengamalkan Islam secara benar diperlukan tiga hal:
1. Taubat
2. TaqwaLihat Selengkapnya


IMAN

Pilar Iman merujuk enam rukun Iman dan bercabang menjadi tiga hal:
1. Ubudiya ( Anda menuju kepada-Nya )
2. Thoriqoh
3. Menata Kehidupan Batiniyah.

Untuk mengamalkan Iman ini, diperlukan tiga praktek utama dalam aktivitas batin
1. Ikhlas
2. Kejujuran Hati
3. Thuma'ninah (ketentraman hati)


IHSAN

Ihsan adalah inti dari Ad-Din, yaitu hendaknya anda menyembah Alloh seakan-akan melihat-Nya, jika tidak Anda senantiasa dilihat oleh-Nya. Untuk mengukuhkan ihsan ini ada tiga istilah:

1. Abudah
2. Haqiqah
3. Menata kehidupan batin (sir-assir).

Menuju ihsan juga harus melalui 3 istilah hal:

1. Muraqabah (fokus hati pada Alloh)
2. Musyahadah (Menyaksikan Alloh)
3. Ma'rifatullah


Pilar-pilar ad-din dari segi ilmu pengetahuan seorang hamba juga terbagi menjadi tiga:

1. Ilmu Yaqin
2. Ainul Yakin
3. Haqqul Yakin


Dari segi pengalaman tersingkapnya hijab juga terbagi tiga:

1. Muhadlarah
2. Mukasyafah
3. Musyahadah


Dari segi pencahayaan Ruhani juga terbagi tiga:

1. Lawaih
2. Thawali
3. Lawami


Dari segi aspek wujudiyah seorang hamba mengalami tiga hal:

1. Fana
2. Fanaul Fana
3. Al-Baqa


Dari segi amaliyah terbagi tiga:

1. Amaliyah Syari'ah
2. Amaliyah Thoriqoh
3. Amaliyah Haqiqah


Dari segi spikologi rasa takut ada 3:

1. Al-Khauf ( takut pada ancaman siksa Alloh )
2. Al-Qobdl ( takut tidak mendapat cinta dan ridho Alloh )
3. Al-Haibah (menyatu dalam Maha Kharisma Alloh )


Dari segi harapan dan Cinta hamba, ada 3

1. Raja' (Harapan akan nikmat Alloh)
2. Al-Bast (harapan akan cinta dan ridho Alloh)
3. Al-Uns (telah menjadi kesatuan cinta itu sendiri)

Dari segi pertaubatan ada tiga:

1. Taubat (dari dosa)
2. Inabah (dari kealpaan dzikrullah)
3. Aubah (dari segala hal selain Alloh)

Dari segi ruang batin, dimana amaliyah positif mawjud:

1. Qolbu
2. Ruh (Batinya qolbu)
3. Sirr (Batinnya ruh)

Dari segi kesamaan puncak tahapan ruhani ada 3 istilah yg sama, tetapi dimensinya berbeda:

1. Haqaiqul Haqaiq
2. Surul Asror
3. Nur alan Nur

Dari segi Alam kehambaan:

1. Alam Malak
2. Alam Malakut
3. Alam LahutLihat Selengkapnya

Dari segi pelimpahan masing-masing alam dalam responsi kehambaan batin:

1. Qolbu menjadi limpahan Mahabbatulloh
2. Ruh menjadi limpahan Musyahadah
3. Sirr menjadi limpahan Ma'rifatullah.

Dari istilah tiga-tiga ini kelak akan berkembang tiga-tiga cabang, menurut kategori masing-masing.

Wallahu a'lam.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes