.

.

Senin, 16 April 2012

BELAJAR LAA ILAAHA ILLALLOH

Tujuan Talqin Dzikir

Adalah melaksanakan perintah Alloh SWT. Alloh berfirman; “Fa is’aluu ahladz dzikri in kuntum laa ta’lamuun”. Yang namanya is’al, artinya dalam bahasa kita yaitu mintalah. Bisa juga diartikan dengan makna bertanyalah. Bisa pula dengan makna mintalah izin (ijazah, petunjuk) kepada orang yang ahli dzikir, yaitu Guru Mursyid. Sebab yang berhak memberi pelajaran dzikir (dalam kategori dzikir khos), yaitu dzikir Thoreqot Qodiryyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) hanyalah hak Guru Mursyid. 


Adapun Para Wakil Talqin adalah kepanjangan tangan seorang Guru Mursyid  (sebagai wakil) saja. Guru Mursyid itu diumpamakan sebuah bendungan air  maka Para Wakil Talqin itu sebagai kran dan ketika dibutuhkan airnya, ia akan tetap keluar air dari sumbernya, yaitu dari Guru Mursyid. Sehingga air yang keluar itu sama sesuai yang dibutuhkan baik rupa atau jenisnya, tidak ada bedanya dengan sumber air yang berada di Guru Mursyid. Adapun kran yang ada di para Wakil Talqin itu tidak mengandung air sedikitpun kecuali pemberian dari Guru Mursyid.


Hubungan Guru dan Murid

Didalam melaksanakan ajaran Thoreqot Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN) itu ada yang namanya ‘alaiq, yaitu hubungan antara murid dan Guru Mursyid, diantaranya adalah Robithoh (hubungan antara murid dan Mursyid) sebagai wasilah (perantara) atau saluran ruhani untuk berhubungan dengan Alloh.

Makanya Alloh mengajarkan; “Wa’budulloha wabtaghuu ilaihil wasilah”. Artinya, “beribadahlah kamu semua kepada Alloh dan carilah dalam menuju kepada-Nya dengan wasilah”. Pertanyaannya kenapa? Sebab kita ini tidak bisa langsung bertemu Alloh sedangkan Kanjeng Nabi Muhammad saja melalui wasilah Malaikat Jibril.


Kita sebagai umat Rasululloh Muhammad SAW yang hidup di zaman sekarang ini, tentu sudah tidak lagi dapat melihat secara langsung Kanjeng Nabi Muhammad. Begitu kan? Maka diperlukan untuk mencari wasilah, mencari perantara (wakil-wakilnya) sampai hari kiamat dan hakikatnya kita ini tetap langsung beribadah kepada Gusti Alloh. Makanya harus ada robithoh seorang murid kepada guru, guru kepada gurunya yang di atasnya lagi dan seterusnya sampai kepada Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani. 
Ini yang disebut dengan Thoreqot jalur Qodirriyyah. 

Adapun Thariqat jalur Naqsybandiyyahnya yaitu dari guru-gurunyanya terus sampai kepada Syeikh Bahaudin An-Naqsyabandy. Beliau mengambil dari guru-gurunya sampai kepada Sayyidina Abu Bakar Ash-Shidiq dan yang Qodiriiyah (Syeikh Abdul Qodir) dari guru-gurunya sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib KW. Kedua Sahabat tersebut mengambil benih dzikir dari Rasululloh SAW, Rasululloh dari Malaikat Jibril dan Malaikat Jibiril dari Alloh SWT.



Mengenal Hakikat Ma'rifat Kepada Alloh

Alloh selalu menyertai seluruh makhluk-Nya, Innalloha ma’akum ainama kuntum. Alloh selalu bersama kalian semua di manapun kalian berada. Nah, perihal kesertaan-Nya ini sulit dimengerti jika kalian belum faham, belum kenal dengan Sifat Alloh. “Mana, katanya Alloh bersama kita, di mana?” Kita ma’rifat kepada Alloh itu ada dua macam, ada ma’rifat bidzatillah dan ma’rifat bishifati wa asma’illah. 

Bagi umumnya manusia di alam dunia ini, hanya bisa mengenal kepada Alloh SWT Sifat-Nya dan Asma-Nya saja. Sifat Qodrat (Kuasa), Irodat (Berkehendak), Sama’ (Mendengar), Bashor (Melihat), itu bisa kita kenal. 

Dan memang penglihatan maupun pendengaran-Nya begitu luas meliputi segala makhluk. Meliputi atau mencakup seperti mata kamera. Nah, mata dari kamera tersebut meliputi seluruh yang ada di sini meskipun kalian duduk di sudut ruangan ini bisa diliput dengan kamera tersebut. Itu namanya penglihatan Alloh SWT. 

Pendengaran Alloh SWT juga meliputi seluruh makhluk di manapun berada. Peliputan Alloh, penglihatan Alloh, pendengaran Alloh tersebut aqrobu min hablil warid (lebih dekat dari pada urat leher kita). Urat leher itu apa? Ini bisa dijadikan gambaran karena urat leher adalah pusat kehidupan manusia. Jika urat ini terpotong matilah kita dan urat leher (urat nadi) ini sebagai alat peredaran darah dari kepala sampai jantung sehingga bila ada otak belakangnya yang pecah dinamakan orang itu stroke.


Orang yang dimikian ini sudah tidak bisa mengucapkan apa-apa, bahkan kadang-kadang mulutnya jadi bencong karena otak belakang untuk peredaran darahnya pecah. Nah, Alloh lebih dekat kepada kita dari pada urat leher kita sendiri itu. Qodrat-Irodrat-Nya, Sama’-Bashor-Nya lebih dekat dari pada itu sehingga masuk ke jantung kita. Dengan demikian gerakan jantung, denyutan jantung tersebut bukanlah kita yang menggerakkannya, tetapi Alloh, yang berada lebih dekat dari urat leher kita sendiri. 


Kita telah sering yakin, kitapun telah banyak tahu bahwa semuanya akan kita jawab dengan kata ‘Alloh’, tapi terkadang rasa (perasaan) kita belum bisa menerima [belum pas dengan keyakinannya]. Dalam otak kita tumbuh keyakinan akan adanya Alloh setelah mendengar para Kyai yang membacakan kitab tauhid bahwa “Al-makhluqotu mu’alaqotun biqodrati wa iraodatillah” (Semua makhluk berhubungan dengan ketentuan dan kehendak Alloh). 

Jika Kyai kuno memaknainya dengan ‘gumantung’ (bergantung), yaitu bergantung kepada Qodrat dan Iraodat-Nya Gusti Alloh, maka arti bergantung itu adalah berhubungan. Bisa diartikan pula dengan ketergantungan kepada kehendak dan ketentuan Alloh. Perasaan ini perlu kita telusuri, apakah perasaan seperti ini ada di otak atau ada di perut. 


Tujuh Tempat Perasaan Manusia

Menurut ilmu Tasauf manusia ini punya tempat perasaan sebanyak tujuh, yaitu; 

1. Lathifatun Nafsy ( Daerah Kepala ). 
Tempatnya dari kening (antara dua alis) sampai ke otak belakang, di sini ada perasaan. Mata melihat pinggul goyang-goyang, timbul perasaan trenyap-trenyep. Telinga mendengar musik, timbul perasaan trenyap-trenyep.  

2. Lathifatul Akhfa
Letaknya di tengah dada (antara kedua puting susu)  ini adalah wilayah  perasaan yang sangat halus, sehingga saking halusnya kita tidak pernah merasakannya. Bisa merasakan  setelah ada musibah, misal kerabat yang kecelakaan, tiba-tiba dada kita langsung degdegan [meski telinga tidak mendengar sebelumnya berita kecelakan tersebut, red]. Tapi karena kita ini buta (tidak mau tahu dengan perasaan kita) menjadilah kita tidak tahu apa-apa, apa yang membuat dada kita degdegan? Kita tidak tahu bahwa degdegan dada kita ini ternyata akibat dari kecelakaan kerabat kita. Inilah yang sangat perlu kita pelajari, kita cari dan perlu kita dalami perasaan kita.  

3. Lathifatul Qolab
Adalah ada di seluruh tubuh. Seluruh pori-pori dan seluruh kulit kita ini ada perasaan yang namanya Lathifatul Qolab. Berarti pada tengah-tengah badan lurus ke atas ada tiga perasaan, yaitu Lathifatul Qolab, Lathifatul Akhfa dan Lathifatun Nafsy.  

4. Lathifatur Ruh
Letaknya ada di dada sebelah kanan. Di sebelah kanan dada manusia ini ada dua perasaan, di bawah dan di atas puting susu. 

5. Lathifatul Khofy
Dua jari di atas puting susu yang sebelah kanan namanya Lathifatul Khofy dan dua jari yang bawah namanya Lathifatur Ruh.  

6. Lathifatus Sirry
Letaknya  ada di dada sebelah kiri. Dua jari di atas puting susu kiri ada perasaan yang namanya Lathifatus Sirry dan 

7.Lathifatul Qolbi
Letaknya dua jari di bawah puting susu kiri namanya Lathifatul Qolby yang menjadi pusat nafsu lawwamah. [Jadi, keseluruhan lathifah atau perasaan manusia berjumlah tujuh, red].

Semua perasaan inilah yang dikatakan dengan “Al-qolbu hiya an-nafsu wa an-nafsu hiyal Lathifatur Robbaniyyah” (Hati adalah nafsu dan nafsu adalah perasaan-perasaan yang menguasai manusia itu sendiri). 

Bisa longgar ataupun bisa kuat tergantung pada perasaan ini, bisa kantuk atau bisa tidak kantuk tergantung juga pada perasaan ini. Jika perasaannya gigih, sungguh-sungguh, insya Alloh tidak akan mengantuk ketika wirid, tapi jika perasaannya lemah, bosan, sungkan, tentunya mengantuk. 

Itu semua bisa mengusai dhohir [jasad manusia, red] sehingga Kanjeng Nabi mengatakan, “Inna fil jasadi mutghoh idza sholuhat sholuhat jasadu kulluh wa idza fasadat fasadat jasadu kulluh Ala wahiya qolbu” (Sesungguhnya dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika itu baik, baiklah seluruh tubuh dan jika rusak, rusaklah seluruh tubuh. 

Ingatlah bahwa itu adalah hati). Karena itu manusia yang kadang-kadang membabi buta dan lain sebagainya, adalah karena terdorong oleh rusaknya perasaan, yaitu qalbu.

Rasululloh juga menganjurkan; “Man arofa nafsahu faqod arofa robbah”. Barangsiapa mengenali (meneliti) perasaannya sendiri maka sungguh ia akan mengenal Tuhannya, mengenal Sama’-Bashor-Nya, Qodrat-Irodat-Nya, fadlilah-Nya, Karomah-Nya dan seterusnya.



Belajar Mengenali Nafsu

Belajar mengenali nafsu yang jumlahnya sedikit, jumlahnya tujuh dan pada tempatnya yang tujuh ini tidak lain latihannya adalah dengan menggunakan dzikir kepada Alloh. Syeikh Ibnu Atho’illah dalam Syarah Al-Hikam mengatakan; “Wa man lam yajid maqomahu fal yujahid bilyahdloh wal ahkam”. Maksudnya, barangsiapa yang belum bisa menemukan maqom (kedudukannya) di waktu kita sholat, maqom munajat belum pernah kita temu, saat sholat dimulai Allohu Akbar ruhnya keluar melayang-layang menengok ke sawah, menengok ke kantor, maka nanti kita begitu dikunci mulutnya kemudian tangan-tangan kita membuka catatan amal, akan terlihat seluruh gerak-gerak kita dari akil baligh sampai meninggal. 

Ketika kalian sholat Allohu Akbar, dalamnya [ingatannya] jebol keluar melayang-layang ke mana-mana. Demikian itu setiap saat. Artinya orang itu belum bisa muqim (menduduki maqom) munajat kepada Alloh SWT sehingga perasaannnya tetap keluyuran.


Mekipuan ketika sholat jasadnya tidak bergerak sampai salam, tapi angan-angannya melongok keluar. Jadi kalian ketika sholat itu seperti orang tidur, meskipun jasadnya tidak bergerak tapi ruhnya keluar gentayangan. Ruh kalian gentayangan seperti yang terlihat pada film-film ‘mistik’ yang kita saksikan di layar TV. Memang yang namanya ruh itu ada dua macam, ada ruh fuady dan ruh jasady. 

Selama ruh fuady belum keluar dari jasad maka orangnya belum akan mati. Tapi jika ruh jasady nya keluar, tubuhnyanya tidak merasakan apa-apa namun ruhnya melihat ke mana-mana, sama seperti saat kalian tidur (mimpi pergi dan melihat ke mana-mana). Kalian ternyata masih seperti itu, tidurnya seperti itu, sholatnya juga seperti tidur [tidak sholat dalam keadaan sadar]. 


Makanya mulai saat inilah kita belajar dzikir kepada Alloh supaya sholat bisa ingat Alloh, dzikir juga bisa benar-benar ingat Alloh, segala sesuatunya kita juga bisa ingat kepada perintah Alloh. Nah, cara belajarnya harus dengan kalimat dzikir Laailaaha illalloh sebagaimana tadi telah disinggung oleh Bapak Anhari dari KORWIL, yaitu; “Afdlolu dzikri fa’lam annahu Laa ilaaha illalloh”. Sampai diriwayatkan oleh ahli hadits dalam Kitabnya yaitu Ihtisarul ‘Ibad. Di situ dalam bab kalimat Laa ilaaha illalloh disebutkan;
“Laa yaqtadiru ‘alal ‘abdi min man qoola Laa ilaaha illalloh [miata marroh, red] illaa man qoola bimitslihi au zaadahu”. Tidak ada yang bisa mengimbangi orang yang membaca Laa ilaaha illalloh (100x), meskipun telah membaca wirid ini atau wirid itu seribu kali, kecuali orang membaca kalimah yang sama dengan jumlah (kualitas) yang sama atau lebih. 


Makanya dalam Tarekhat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah diajarkan membaca Laa ilaaha illalloh sebanyak 165 kali [lebih dari 100 x, red]. Menurut Waly Mursyid dalam hal itu [hitungan 165, red] ada ‘adadul barokah, yaitu hitungan yang membawa berkah. Jika kalian hanya membaca 100 kali, maka bacaannya itu baru pas-pasan saja namun belum dapat menandingi kebaikan orang yang membaca 100 x, sehingga belum mendapatkan keberkahan yang melimpah. 

Tapi jika kalian membacanya sampai 165 kali [lebih dari 100, red] maka itu adalah ‘adadul barokah (hitungan yang telah memberkahi). Makanya jika membaca Laailaaha illalloh, sebaiknya paling sedikit 165 kali [supaya lebih dari cukup, red], lebih dari itu tentunya lebih baik. Tapi tidak harus dibaca begitu saja [harus digurukan, supaya tepat sasaran, red]. 


Kanjeng Nabi bersabda; “Asyaddun naasi yaumul qiyaamati bisyafa’atiy man qoola Laa ilaaha illalloh kholishon mukhlishon min qolbih” (Manusia yang paling beruntung pada hari kiamat dengan menerima syafa’atku adalah orang yang bisa membaca Laa ilaaha illalloh dengan ikhlas, yaitu yang keluar dari hati yang telah bersih dari ingatan ‘selain Alloh’). Bagaimana cara membersihkan hati dari ingatan selain Alloh sementara uneg-uneg (ingatan) kepada selain Alloh mengalir terus dalam hatinya? 


Makanya kalimat Laa ini ditarik dari bawah pusar, dari bagian badan yang paling rendah kira-kira sampai terasa getaran suaranya pada tengah-tengah dada kemudian putarkan ke atas sampai kepala yaitu dari kening (antara dua alis) sampai ke kepala bagian belakang. Itu kalimat Laa. Karena membayangkan kalimat Laa yang bergetar pada tengah-tengah dada itulah, sehingga uneg-uneg yang lain tidak lagi diperlukan. Karena terpancang oleh pemasangan kalimat Laa, menyebabkan semua uneg-uneg (perasaan) yang ada di tengah-tengah dada mulai hilang. 


Kalimat Ilaaha [dari kepala, red] kemudian dijatuhkan ke dada sebelah kanan sebab sumber perasaan (uneg-uneg) itu juga ada yang terletak di sebelah kanan yang berjumlah dua, yaitu Lathifatul Khofy dan Lathifatur Ruh. Ilaaha kita jatuhkan bukan hanya menyentuh Lathifah sebelah kanan saja tapi juga membawa kotoran yang ada di kepala kita kemudian kita jatuhkan. Illalloh juga membawa semua perasaan yang ada di kepala, kemudian kita jatuhkan ke lathifah (dada) sebelah kiri bidlorbin syadidin wa shautin qowiyyin (dengan pukulan yang keras dan suara yang kuat). 


Kalimat Laa ditarik dari bawah pusar kira-kira sampai ke tengah-tengah badan, putarkan dulu di tengah-tengah dada kemudian ditarik ke atas sampai antara dua alis dan tembus hingga kepala bagian belakang sambil menggiring kotoran (perasaan) yang tidak baik dan setelah kotoran terkumpul jatuhkan ke sebelah kanan bersama kalimat Ilaaha dan ke sebelah kiri bersama kalimat Illalloh. 

Demikian itu sambil membayangkan makna kalimat Laa ilaaha illalloh tersebut bahwa Laa maqshuda illallloh (tidak ada yang dituju selain Alloh). Jadi menggambarkan kalimat itu juga tujaannya hanya Alloh. Saat menjatuhkan pukulan ke sebelah kanan tujuannya hanya Alloh dan saat menjatuhkan pukulan ke sebelah kiri tujuannya juga hanya Alloh. 


Jangan diartikan secara harfiyyah [dan sepotong sepotong, red] Jika diartikan secara harfiah saja, Laa artinya tidak ada, Ilaaha artinya Tuhan dan illalloh artinya selain Alloh. Jika kalian membaca dengan mengartikannya secara harfiyyah Laa Ilaaha kemudian kalian meninggal berarti kalian mengartikannya adalah tidak ada Tuhan. Jika hal itu terjadi berarti kalian mati dalam keadaan tidak beriman. 

Makanya angan-angankanlah Laa ilaaha illalloh dengan makna Laa maqshuda illalloh; setiap hurufnya kalian maqsudkanlah (angankan) sebagai Alloh, sebab “Kullu ma’nal kutubu yujma’u fil Qur-an wama’nal qur-anu yujma’u fil suratil fatihati wama’nal fatihati yujma’u filbasmalati wama’nal basmalati yujma’u fil bi bi kaana maa kaana wa bi yaqulu man yaqulu”. Jadi makna setiap huruf Al-Qur’an adalah Alloh, yaitu Alloh Yang Mengadakan. Jadi maknanya sudah faham kan?


Kita ini sebenarnya seperti sudah mulai memasuki kelas menengah (mutawasith) yang sudah mulai memaknai kalimat Laa ilaaha illalloh dengan Laa maqshuda illalloh (tidak ada yang dituju selain Alloh) sebab [ketika di sekolah dasar, red] kita telah yakin bahwa laailaaha illalloh itu bermakna “tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Alloh”. Dan nanti di sekolah tingkat atas [kalimat Laailaaha illalloh dengan makna Tiada yang dituju selain Alloh, red] masih bisa ditingkatkan lagi maknanya menjadi Laa mawjuda illalloh (tidak yang mewujudkan selain Alloh). Maqom fana billah akan mulai dimasuki pada Laailaaha illalloh yang bermakna Laa mawjuuda illalloh ini. 


Alloh jugalah yang mewujudkan pusing di kepala. Segala perasaan kita yang mewujudkan adalah juga Alloh. Karena itu kita serahkan saja semuanya kepada Alloh, lisannya mengucapkan Laa ilaaha illalloh dan hatinya mengucapkan Allohu Alloh. 

Demikian itu baru kholishon mukhlishon min qolbih Semua perasaaan selain Alloh mulai menjadi bersih karena di dalam hatinya telah diisi Allohu Alloh yang ditempatkan pada Lathifah-lathifah yang jumlah ada tujuh tempat. Tiga Lathifah ada ditengah-tengah badan sampai pada kepala, yang dua di sebelah kanan dan dua yang lain di sebelah kiri. 

Gerakan dan pukulan harus tepat saat mengucapkan Laa ilaah illalloh dengan hati terus mengucapkan Allohu Alloh. Bila telah demikian semuanya akan menjadi mudah, menangispun bukan masalah sebab itu yang mewujudkan Alloh, disengat nyamuk terasa sakit, sakitnya itu yang mewujudkan juga Alloh, semuanya menjadi mudah kita serahkan kepada Alloh. 


Demikian ini baru kholishon mukhlishon min qolbih secara tuntas, yang bisa membersihkan perasaan-perasaan atau kotoran hati sehingga ia menjadi manusia yang paling beruntung. Kanjeng Nabi juga pernah bersabda; “Man takholasho qolbuhu saa’atan fish shobbah fanfajarot qolbuhu bi nuurillah” (Barangsiapa membersihkan hati sesaat di waktu shubuh maka akan tumbuh dari dalam hatinya cahaya Alloh).


Yang namanya Nur Alloh itu tidak mesti berbentuk cahaya yang terang. Kadang-kadang bentuknya bisa berupa makhluk seperti kita karena kita ini juga Nur Alloh. Secara logika bagi mereka yang terbiasa menonton bioskop akan mudah sekali faham yang namanya cahaya kamera, keluarnya tidak mesti dalam bentuk cahaya yang terang. Kadang-kadang keluar menjadi kuda berwarna coklat, kereta hitam, cowboy yang berjaket hitam. 

Bisa juga cahaya keluar menjadi gadis molek yang cantik. Itu cahaya kamera, bentuknya juga tidak mesti cahaya yang terang. Padahal kita ini tak lain adalah juga cahaya ilahi. “Hadzihil makunati dhulmatun illaa binuril kholiq” (Semua keberadaan ini adalah gelap, kecuali dengan cahaya Sang Pencipta). 


Kedua kalinya, jika manusia di atas bumi ini tetap berdzikir kepada Alloh dengan Allohu Alloh dalam hati maka bumi di sekitarnya tidak akan terkena bencana. Sabda Kanjeng Nabi, “Laa taqumus saa’atu hatta laa yabqoo ‘alaa wajhil ardli man yaqulu Allohu Alloh” (Tidak akan terjadi kiamat kecuali tidak ada lagi di permukaan bumi orang yang mengucapkan Allohu Alloh). Ini haditsnya persis menggunakan Allohu Alloh, tidak hanya ucapan Alloh (tapi tidak bermakna Alloh), itu bukan, tapi Alloh yang maknanya juga Alloh. 

Kadang-kadang kita menyebut Alloh tapi dalam hati ternyata berbuat sembrono, membaca Alloh tapi dalam hatinya kurang ajar, membaca Alloh tapi dalamnya syetan. Jadi seperti orang tua yang disakiti oleh anak kecil lalu berteriak “Alloh…..” sambil menyentlik (disertai marah-marah). Itu berarti ucapan Alloh yang tidak benar. Nah, yang kita inginkan ini adalah ucapan Alloh yang di dalamnya juga Alloh, Alloh yang hakekatnya Alloh, Alloh yang Huwa Alloh, bukan Alloh dalam bentuk yang lain baik itu pangkat duniawi dan lain sebagainya tapi Alloh yang Alloh. Makanya dzikirnya Allohu Alloh [Alloh itu Alloh, red]. 



Belajar Dzikir

Inilah tujuan talqin dzikir kalimat Laa ilaaha illalloh (diucapkan secra lisan) dan dzikir Allohu Alloh (diucapkan di dalam hati), yaitu supaya hati kita bersih. Jika kita sudah bersih maka Alloh yang Maha Segalanya akan dapat dirasakan di dalam hatinya. Maksudnya bukan Dzat-Nya Alloh, tapi ‘aunillah (pertolongan Alloh), karunia Alloh, pemberian Alloh, kekasih Alloh, akan terasa dalam hati pedzikir tadi. “Ana ‘inda dhonni ‘abdi biy idza dzakaroniy”. 


Maksud dalam Hadits Qudsi tersebut yaitu ketika hamba mulai mengerti Sifat-sifat Alloh dan Asma-Asma Alloh yang Maha kaya dan Maha Pemberi kekayaan, yang Ada dan yang Mengadakan, yang Aman dan Mengamankan, yang Maha Kuat dan Perkasa, semuanya Sifat Alloh itu didekatkan kepada orang yang berprasangka demikian kepada Alloh. “Wa idza dzakaroniy fiy nafsihi dzakartuhu fiy nafsiy” (Jika hamba tersebut menyebut-Ku dalam kesendiriannya yaitu dalam hatinya, Aku juga akan menyebutnya, memperhatikannya dalam Dzat-Ku). 

“Wa idza dzakaroniy fiy malain dzakartuhu fiy malain khoirin” (Jika hamba itu menyebut-Ku dalam suasana ramai, sibuk, Alloh juga akan menyebutnya, memperhatikannya dalam suasana ramai yang lebih baik dari itu, yaitu di hari ketika manusia dibangkitkan). Maka kita belajar berdzikir itu tidaklah mudah, perlu ilmu, perlu perjuangan. 


Cara pembacaan Laailaaha illalloh adalah ditarik dari bawah pusar kemudian terus ke atas hingga getaran suaranya terasa menguras semua perasaan di tengah-tengah badan. Demikian itu untuk membentengi pikiran selain Alloh, karena syetan hendak masuk melalui tengah-tengah badan kita. “la-atiyannahum min baini aidihim wamin kholfihim wa ‘an ‘aimamihim wa ‘an syama’ilihim”. Sungguh aku (syetan) akan datang kepada mereka (untuk menggoda mereka) dari depan, dari belakang, dari kanan dan kiri. Jadi syetan masuk melalui tiga arah, yaitu tengah-tengah dada, rusuk dan seluruh tuhuh dan syetan mengancam manusia terus. 


Setelah syetan tidak bisa masuk melalui depan, syetan melalui sebelah kanan, yaitu Lathifatul Khofy dan Lathifatur Ruh. Jika itu tidak bisa maka syetan masuk melalui sebelah kiri, yaitu Lathifatus Siiry dan Lathifatul Qolby. Demikian itu syetan ingin agar Alloh tidak mendapatkan satupun manusia yang bisa bersyukur. Mengapa demikian? Karena syetan ingin agar manusia berkeluh kesah terus karena keluh kesah adalah pangkal susah dan syukur adalah pangkal tambah nikmat, “La’in syakartum 

la’aziedannakum wala’in kafartum inna adzabiy lasyadied”.

Jadi kuncinya ada pada syukur dan tujuan dzikir adalah supaya kita bisa bersyukur. Dan syukur itu tidak hanya diucapkan dalam lisan, karena menurut Imam Ghozali, syukur itu ada tiga tingkatan, yaitu syukur bil lisan, syukur bil jawarih dan syukur bil jannan. Dan paling sulit adalah syukur bil jannan (syukur dengan perasaan). Banyak orang lisannya membaca Alhamdulillah, tapi dalam hatinya berkeluh kesah. 


Demikian itu namanya syukur yang dusta. Jika demikian tentunya juga tidak mungkin bagi Alloh untuk menambah kenikmatan. Jadi kalau kita sudah sempurna syukur kita, yaitu syukur bil lisan, syukur bil jawari’ dan syukur bil jannan, barulah La’aziedannakum ( Aku, kata Alloh, akan menambah nikmat-Ku kepada kalian). Tapi jika kufur Inna ‘adzabiy lasyadied (sesungguhnya siksa-Ku sangat pedih). Kesusahan (siksa) itu juga tidak hanya cukup sampai di situ, tapi terus dan terus ilaa yaumil qiyamah (sampai hari kiamat). 



 Proses Talqin Dzikir

Mari kita mulai dengan membaca bersama-sama mengikuti apa yang kami ucapkan, “A’uudzu billaahi minasys yaithonir rojiem. Bismillaahir Rohmaanir Rohiem. Ushiekum ‘ibaadallooh wa iyyaaya bitaqwallooh. Allohumma iftahliy bifttuuhil ‘arifien 3x. Bismillaahi walhamdulillaahi ash-sholaatu was-salaamu ‘alal habiebil ‘aliyyil ‘adhiem sayyidinaa Muhammadin alHadiy ilay shiroothil mustaqiem. Astaghfirulloohal ghofuuror Rohiem 3x. Allohumma sholli ‘alay Sayyidinaa Muhammadin wa’alay aalihi washohbihi wasallim 3x. Ilaahiy Anta maqshuudiy waridloka mathluubiy a’thiniy mahabbataka wama’rifataka”.


Kalimah di atas kalian tidak perlu menghafal, yang perlu dihafalkan adalah tuntuna dzikir di Kitab Uquudul Jumaan. Marilah kita mempersipakan membaca kalimat Laa ilaaha illalloh dengan cara pejamkan mata supaya kita bisa konsentrasi dengan merasakan bahwa pendengaran Alloh, penglihatan Alloh, ketentuan Alloh menembus dalam hati sanubari kita. Sesudah itu dengan suara yang kuat melebihi dari perasaan yang lain dan dengan pukulan yang kencang saat memukul ke sebelah kiri. Saat membaca kalimat Ilalloh dipukulkan ke sebelah kiri. Kaliamat Laa ditarik dari bawah pusar sampai ke otak belakang, Ilaaha dipukulkan ke sebelah kanan dan Ilalloh dipukulkan ke sebelah kiri. Mari kita mulai; 

“Laa ilaaha illalloh…”. Jangan ragu-ragu, kita harus tanamkan keyakinan sebab tidak bisa keyakinan bercampur dengan keraguan, harus sungguh-sungguh yakin, “Falyastajibuuliy walyu’minuubiy la’alahum yarsyuduun”, harus percaya penuh, jangan ditambah dengan keraguan. Mari kita teruskan lagi; “Laa ilaaha illalloh… 2x Sayyiduna Muhammadun Rasululloh sholallohu ‘alaihi wasalam”.

Ini yang disebut dengan dzikir jahr (dzikir dengan lisan) menurut dzikir Thoreqot Qodiriyyah, yaitu Thoreqotnya Kanjeng Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani. Beliau mengatakan dalam kitab Manaqibnya yang dinamakan Nurul Burhan, “Ma marro muslimuuna ‘alaa madrosatiy illaa khofafallohu adzabah”. Artinya, “Tidak ada orang-orang islam yang mau belajar di madrasahku (Thoreqotku, Thoriqot Qodiriyyah) kecuali Alloh ringankan siksaannya”. 


Setelah mengambil talqin ini kalian harus berdzikir Laa ilaaha illalloh setiap selesai sholat fardlu sebanyak 165 kali. Jika ada keperluan, ada udzur, ada kesibukan, maka cukup dilakukaan 3 kali kemudian ditutup dengan Sayyiduna Muhammadun Rasululloh SAW, tapi di waktu senggang maka 165 kali tersebut harus diwiridkan penuh karena seperti tadi kami sampaikan hitungan sejumlah itu adalah ‘adadul barokah (hitungan yang memberkahi). Nah, apa kita perlu meninggalkan hitungan yang memberkahi sehingga tidak menjadi berkah? Sebaiknya kita genapkan hitungan yang memberkahi supaya menjadi berkah. Semua itu harus menggunakan kesadaran. 



Dzikir Jahar dan Dzikir Khofi

Dan dzikir itu ada dua macam (jahar dan khofiy) supaya Lathifah-lathifahnya tersebut bisa terus berdzikir. Dzikir yang diucapkan dalam perasaan (hati) ucapannya berbeda dengan dzikir yang di lisankan (Laa ilaaha illalloh). Adapun yang di dalam hati akan diolah dalam tujuh tempat tapi untuk saat ini hanya dalam satu tempat saja, yaitu di dada sebelah kiri kira-kira dua jari bawah punting susu yang di situ ada perasaan yang namanya Lathifatul Qolby.


Di sinilah perasaan yang membolak-balikkan (yuqolibullohu kaifa sya’a), membolak-balikkan perasaan dalam Lathifatul Qolby dari Alloh seakan-akan itu Nur Alloh Sendiri. Kadang-kadang senang, kadang-kadang loba, kadang-kadang pelit, kadang-kadang benci dan kadang-kadang tidak benci, semunya itu dari perasaan. Nah, kita olah dahulu Lathifatul Qolby dengan dzikir Alloh… Alloh… supaya hati bisa menyebut Allohu… Alloh.


Sebelumnya mari kita tawasul kepada para guru (Guru Mursyid) khususnya Kanjeng Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani dan lepada seluruh guru sampai kepada Syeikhina wa Mursyidina Ahmad Shohibul wafa Tadjul Arifin atau Abah Anom. Lahum Al-Fatihah…

Setelah kita bertawasul, kita membaca istighfar (memohon ampunan) kepada Alloh dan bertaubat kepada Alloh, istighfarnya yaitu, “Astaghfirullooha Rabbiy min kulli dzanbin wa atuubu ilaih” (Aku mohon ampun kepada Alloh, Tuhan Pemeliharaku, dari semua dosa, dan aku bertaubat kepada-Nya). 

Setealh istighfar, kita membaca Sholawat (seperti pada tahiyyat). Mari kita baca bersama-sama; “Astaghfirullooha Rabbiy min kulli dzanbin wa atuubu ilaih…3x. Alloohumma sholli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘alaa aali Sayyidinaa Muhammad … fil ‘alamiena innaka hamiedun majied. Ilaahiy Anta Maqshhudiy wa ridloka mathluubiy a’thieniy mahabbataka wa ma’rifatak”.


Syaratnya harus menundukkan kepala, mata terpejam, mulut tertutup tidak bergerak dan gigi menggigit (terkatup) sehingga lidah bisa menempel ke atas langit-kangit. Mulai dengan memandang ke sebelah kiri, yaitu bawah puting susu, silakan tunjuk dengan jari kalian masing-masing kira-kira dua jari bawah puting susu. Konsentrasikan, pusatkan perasaan (bayangan). Kita mulai, dzikirnya; “Allohu… Alloh…”. Jangan dilisankan, jangan pula menggerakkan mulut; “Allohu… Alloh…”. Dalam hati, dalam Lathifatul Qolby, tundukkan kepala dengan kuat dan yakinlah bahwa penglihatan Alloh, pendengaran Alloh menyertai kita, ketentuan dan kehendak Alloh juga terus menyertai kita; “Allohu… Alloh…”.


Kita pasrahkan semua masalah, kita rasakan bahwa semua itu dari Alloh dan kita kembalikan kepada Alloh; “Allohu Alloh…”. Seluruh perasaan, seluruh angan-angan kita kumpulkan menjadi satu di sebelah kiri kemudian kita gempur di dalamnya sekeras-kerasnya dalam angan-angan hati; “Allohu… Alloh…”. Rasakan bahwa kita hina, kita celaka jika hati kita tetap berperasaan dan berangan-angan duniawi, “Qod aflaha man tazakkay waqod khoba man dassaahaa” (Sungguh beruntung orang yang membersihkan hatinya dari perasaan yang kotor dan sungguh celaka orang mengotorinya). Ayo terus ucapkan dalam hati; “Allohu… Alloh…”. Timbulnya angan-angan, yang mewujudkan juga Alloh, timbulnya perasaan yang menimbulkan juga Alloh; “Allohu… Alloh…”. 

Dzikir ini dilakukan bersama masuk dan keluarnya nafas sehingga nafasnya diatur, masuknya dari sedikit dan begitu pula dengan keluarnya dengan diiringi dzikir “Allohu… Alloh…”. keluarnya nafas, sertailah dengan; “Allohu… Alloh..”.

Masuknya nafas juga tetap kita iringi dengan “Allohu… Alloh…”. Kita serahkan semua perkara kepada Alloh, yaitu Alloh yang Maha Pemberi, Alloh yang Maha Mencukupi, Alloh yang Maha Menentukan; “Allohu… Alloh…”, kita pasrah, “Waman yatawakkal ‘alallohi fahuwa hasbuh” (Barangsiapa bertawakkal kepada Alloh maka Alloh cukup baginya). Pada hakekatnya Allohlah yang menyampaikan semua perkara; “Allohu… Alloh… Allohu… Alloh .., Laa ilaaha illalloh, Sayyiduna Muhammadun Rasululloh dholallohu ‘alaihi wassalam”.


Para Bapak dan semua hadirin, dzikir khofi seperti ini adalah menurut Thoreqot Naqsyabandiyyah. Yang demikian ini tidak ada batasan, tidak dibatasi 165 kali atau 1000 kali, tapi harus terus kita usahakan. Jika kita lupa, maka kita sebut kembali dengan Allohu… Alloh dalam hati sehingga jangan sampai kita sering ghoflah (lalai). 
Firman Alloh, “Wadzkur Rabbaka fiy nafsika tadlorru’an wakhiefatan waduunal jahri minal qauli bighuduwwi wal aashool wallaa takun minal ghoofilien” (Sebutlah nama Tuhanmu dalam kesendirianmu dengan menunduk, penuh rasa takut dan dengan tanpa mengeraskan suara (dzikir dalam hati) di waktu pagi dan sore dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai).


Tang demikian ini adalah bertujuan supaya ketika sedang berbincang-bincang dengan teman, mencangkul, jual-beli, hati kita tetap bisa dzikir kepada Alloh sehingga usaha kita jika jalan kaki misalnya, maka kaki tersebut kita gunakan untuk berdzikir kepada Alloh. 

Saat kita melangkahkan kaki kanan-kiri, dalam hati kita menyebut Allohu… Alloh. Begitu pula dengan ayunan tangan saat kita berjalan juga kita gunakan untuk berdzikir Allohu… Alloh dalam hati. Mendengar detak jarum jam juga kita gunakan sebagai alat dzikir Allohu… Alloh. Mendengar instrumental (alat musik) juga kita gunakan sebagai alat dzikir Allohu… Alloh. Jadi semua keadaan yang terjadi di alam ini bisa kita jadikan sebagai alat dzikir kepada Alloh SWT. Apabila mampu seperti ini barulah orang itu bisa tidak berhenti dari dzikir meski hanya satu kedipan mata. Mudah-mudahan kita dijadikan golongan orang-orang yang dapat berdzikir krpada Alloh SWT. ["Amien..."].


Allohuma ij’alana minadz dzaakiriena wadz dzaakirot. 
Allohumma nawwir qulubana bikulli hidayatika kama nawwarta binuri syamsika abadan abadan. 
Robbana taqobbal minna innaka Antas Samie’ul ‘Alaiem watub ‘alaina innaka Anta Tawwabur Rohiem. 
Robbana dholamna anfusana wa inlam taghfir lana watarhamna lanakunanna minal khosirien. 
Robbana atina fid dunya hasanatan wafil akhiroti hasanatan wa qina adzaban naar, wa adkhilna jannata ma’al abror Ya ‘Aziezu Ya ghoffar. Wa sholallohu ‘alaa 
Sayyidina Muhammadin an-nabiyyil umiyyi wa a’alaa alihi wa shohbihi wa azwajihi wa dzurriyyatihi wa ahli baitihi ajma’ien wasallam. 
Subhana Roobika Robbil ‘Izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalien wal hamdulullahi Robbil ‘alamien.

Wallohu muwafiq ilaa aqwamith thoriq.
Wassalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokatuh. 

* * * * * * * *

La Hawla Wala Quwwata Ilabillah
Tiada Daya Kekuatan Kecuali Dari Allah
Laa ma’buda illa Allah
Tiada yang disembah kecuali Allah
Laa ma’suda illa Allah
Tiada yang dituju kecuali Allah
Laa maujuda illa Allah
Tiada yang maujud (berwujud) kecuali Allah
Ilahi, anta maksudi
Tuhanku, hanya engkau tujuanku,
Waridhokamathlubi
Dan hanya ridloMulah yang kucari,
A’tini mahabbataka wama’rifataka
Limpahkan Cinta dan Ma’rifatMu kepadaku
Laa ilaha illa Allah
Tiada Tuhan kecuali Allah

Allahu Allah
Allahu Allah…


(Sumber : KH. Abah Jahri, Wakil Talqin TQN dari Pekalongan) 

0 komentar:

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes