Bid'ah
adalah mengada-adakan sesuatu DALAM PERKARA IBADAH yang tidak
dicontohkan oleh rasul... ibadah berarti ada perintahnya dari ALLAH dan
rasul, nah klo maullid maka tidak bisa dimasukkan kriteria bid'ah soalnya
bukan ibadah... kalau bid'ah dibilang sesuatu yang tidak ada dijaman rasul
maka face book, ponsel, kompie dibilaang
bid'ah juga dong...
Sedangkan ada hadits kullu bid'ah dholalah ( semua bid'ah sesat ) contoh bid'ah sesat yang saya tau adalah sholatnya syi'ah yang sebelum salam ada gerakan tambahan yang ga pernah ada di jaman rasul... cara mengetahui bid'ah harus tahu dulu aturan standar ibadah yang diperintahkan..
contoh lagi klo puasa bukanya disuruh maghrib tapi karena buat gaya-gayaan buka puasanya jam 12 malem maka itu masuk kriteria bid'ah ( bukan karena tidak ada makanan atau tidak dapat kesempatan buka ) bid'ah yang dilarang rasul adalah semua hal yang coba-coba merubah-rubah tata cara ibadah yang diaajarkan rasul...
Sedangkan ada hadits kullu bid'ah dholalah ( semua bid'ah sesat ) contoh bid'ah sesat yang saya tau adalah sholatnya syi'ah yang sebelum salam ada gerakan tambahan yang ga pernah ada di jaman rasul... cara mengetahui bid'ah harus tahu dulu aturan standar ibadah yang diperintahkan..
contoh lagi klo puasa bukanya disuruh maghrib tapi karena buat gaya-gayaan buka puasanya jam 12 malem maka itu masuk kriteria bid'ah ( bukan karena tidak ada makanan atau tidak dapat kesempatan buka ) bid'ah yang dilarang rasul adalah semua hal yang coba-coba merubah-rubah tata cara ibadah yang diaajarkan rasul...
http://www.sarkub.com/2011/ perayaan-maulid-muhammad-bin-ab dul-wahhab/
Nah, lebih mulia mana maulid baginda Nabi Muhammad Rasulullah saw dengan maulidnya muhammad bin abdul wahab ?
PENGERTIAN BID'AH
Hadits tentang “Setiap bid’ah sesat” maksudnya ialah bahwa sebagian bid’ah itu adalah sesat, bukan semua bid’ah. Karena bid’ah terbagi dua yaitu :
PENGERTIAN BID'AH
Hadits tentang “Setiap bid’ah sesat” maksudnya ialah bahwa sebagian bid’ah itu adalah sesat, bukan semua bid’ah. Karena bid’ah terbagi dua yaitu :
- Bid’ah yang baik
- Bid’ah yang buruk.
Berikut keterangannya ;
قاَلَ الشّاَفِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -ماَ أَحْدَثَ وَخاَلَفَ كِتاَباً أَوْ سُنَّةً أَوْ إِجْمَاعاً أَوْ أَثَرًا فَهُوَ البِدْعَةُ الضاَلَةُ ، وَماَ أَحْدَثَ مِنَ الخَيْرِ وَلَمْ يُخاَلِفُ شَيْئاً مِنْ ذَلِكَ فَهُوَ البِدْعَةُ المَحْمُوْدَةُ -(حاشية إعانة 313 ص 1الطالبين -ج )
Artinya ;
Imam Syafei ra berkata –Segala hal yang baharu ( tidak terdapat di masa Nabi SAW ) dan menyalahi pedoman Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ ( sepakat Ulama ) dan Atsar ( Pernyataan sahabat ) adalah bid’ah yang sesat. Dan Segala kebaikan yang baharu ( tidak terdapat di masa Nabi SAW ) dan tidak menyelahi pedoman tersebut maka ia adalah bid’ah yang terpuji, bernilai pahala. ( Hasyiah Ianathuth-Thalibin –Juz 1 hal. 313 )
وَالحاَصِلُ أَنَّ البِدَعَ الحَسَنَةِ مُتَّفَقٌ عَلَى نَدْبِهاَ وَهِيَ ماَ وَافَقَ شَيْئاً مِمّاَمَرَّ وَلَمْ يَلْزَمُ مِنْ فَعْلِهِ مَحْذُوْرٌ شَرْعِيٌّ (حاشية 313 ص 1إعانة الطالبين -ج )
Artinya : Wal-Hasil, bahwa bid’ah yang baik menurut sepakat Ulama ialah memiliki nilai sunnah asalkan sesuai pedoman Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’, dan Atsar tersebut. Oleh karenanya bid’ah yang baik tidak akan tersentuh larangan agama. ( Hasyiah Ianathuth-Thalibin –Juz 1 hal. 313 )
Berikut keterangan lainnya ;
وَحَدِيْثُ كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ عَامٌّ مَخْصُوْصٌ (موسوعة الرد على المذاهب الفكرية 51 ص 64 -ج 29-1المعاصرة )
Artinya : Hadits “Setiap bid’ah sesat” menurut tata bahasanya ialah ‘Am Makhsus, artinya makna bid’ah lebih luas dari makna sesat.
Lebih jelasnya ialah bahwa setiap sesat ialah bid’ah akan tetapi tidak setiap bid’ah adalah sesat. Sebagaimana qaidah ilmu Mantiq :
وَعَامٌّ مَخْصُوْصٌ هُوَ شَيْئاَنِ يَجْتَمِعاَنِ فىِ مَدَّةٍ وَاحِدَةٍ وَيَنْفَرِدُ إِحْداَهُماَ فىِ مَدَّةٍ أُخْرَى , مَرْجِعُهُ غاَلِباً إِلىَ كُلِّيَّةِ المُوْجَبَةِ وَكُلِّيَّةِ السَّالِبَةِ , مِثاَلُهُ ؛ كُلُّ إِيْماَنٍ نِعْمَةٌ وَلَيْسَ كُلُّ نِعْمَةٍ إِيْماَناً (تقرير المنطق -تعليم المجانى)
Artinya : Nisbat ‘Am Makhsus ialah dua hal yang dapat menyatu dalam satu tempat dan salah satunya dapat menyatu dengan yang lain. Biasanya akan kembali pada Kulliyyah Mujabah dan kuliyyah Salibah. Seperti contoh –Setiap Iman ialah nikmat akan tetapi tidak setiap nikmat itu iman, diantaranya nikmat sehat. ( Taqrir Ilmu Mantiq -Ta’limul Majani )
Nama lain ‘Am Makhsus ialah Umum Khusus Mutlaq ;
عُمُوْمٌ وَخُصُوْصٌ مُطْلِقٌ إِنْ صَدُقَ أَحَدُهُماَ عَلَى كُلِّ ماَ يَصْدُقُ عَلَيْهِ الآَخَرُ مِنْ غَيْرِ عَكْسٍ كاَلحَيَواَنِ وَالإِنْساَنِ (تحرير 63القوائد المنطقية -ص )
Artinya : Umum Khusus Mutlaq ialah apabila salah satunya (kata bid’ah dan kata sesat) mengarah kepada segala sesuatu yang lain, tanpa sebaliknya. Sama seperti kata hewan dan kata manusia. ( Tahrir Al-Qowaid Al-Mantiqiyyah -hal. 63 )
Setiap manusia ialah hewan akan tetapi tidak setiap hewan adalah manusia. Ada hewan bukan manusia seperti kuda, kambing dan lain sebagainya. Setiap sesat ialah bid’ah akan tetapi tidak setiap bid’ah adalah sesat. Ada bid’ah yang tidak sesat seperti peringatan maulid Nabi SAW, membangun pesantren dan lain sebagainya.
Definisi bid’ah
وَالبِدْعَةُ لُغَةً مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَبَقَ وَتُطْلَقُ شَرْعًا عَلَى مُقَابِلِ السُّنَّةِ وَهِيَ مَا لَمْ تَكُنْ فيِ عَهْدِهِ (موسوعة الرد على المذاهب الفكرية 51 ص 64المعاصرة -ج )
Artinya ;
Bid’ah menurut bahasa ialah sesuatu yang baharu dan tidak terjadi dimasa terdahulu. Biasanya kata bid’ah digunakan menurut agama yaitu sesuatu yang tidak sesuai ajaran sunnah, sesuatu yang tidak terjadi diajarkan di masa Nabi SAW. (Mausu’ah Ar-rad ‘Ala Almadhab Al-Fikriyyah Al-Mu’ashiroh –Juz 64 hal. 51)
ذَكَرَ الشَّيْخُ الإِماَمُ أَبُوْ مُحَمَّدْ بِنْ عَبْدُ السَّلاَمِ رَحِمَهُ اللهُ فيِ كِتاَبِهِ القَوَاعِدِ -أَنَّ البِدَعَ عَلَى خَمْسَةِ أَقْساَمٍ وَاجِبَةٍ وَمُحَرَّمَةٍ وَمَكْرُوْهَةٍ وَمُسْتَحَبَةٍ وَمُباَحَةٍ -271 ص 1(إعانة الطالبين -ج )
Artinya : Syekh Imam Abu Muhammad bin Abdus Salam menuturkan dalam kitab Al-Qowaid -Bahwasanya Bid’ah ada lima, yaitu bid’ah wajib, bid’ah haram, bid’ah makruh, bid’ah sunnah dan bid’ah mubah -. (I’anatuth-Thalibin –Juz 1 hal. 271)
Dalam kitab I’anatuth-Thalibin tersebut dijelaskan ;
1. Bid’ah Wajib
وَالبِدْعَةُ لُغَةً مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَبَقَ وَتُطْلَقُ شَرْعًا عَلَى مُقَابِلِ السُّنَّةِ وَهِيَ مَا لَمْ تَكُنْ فيِ عَهْدِهِ (موسوعة الرد على المذاهب الفكرية 51 ص 64المعاصرة -ج )
Artinya ;
Bid’ah menurut bahasa ialah sesuatu yang baharu dan tidak terjadi dimasa terdahulu. Biasanya kata bid’ah digunakan menurut agama yaitu sesuatu yang tidak sesuai ajaran sunnah, sesuatu yang tidak terjadi diajarkan di masa Nabi SAW. (Mausu’ah Ar-rad ‘Ala Almadhab Al-Fikriyyah Al-Mu’ashiroh –Juz 64 hal. 51)
ذَكَرَ الشَّيْخُ الإِماَمُ أَبُوْ مُحَمَّدْ بِنْ عَبْدُ السَّلاَمِ رَحِمَهُ اللهُ فيِ كِتاَبِهِ القَوَاعِدِ -أَنَّ البِدَعَ عَلَى خَمْسَةِ أَقْساَمٍ وَاجِبَةٍ وَمُحَرَّمَةٍ وَمَكْرُوْهَةٍ وَمُسْتَحَبَةٍ وَمُباَحَةٍ -271 ص 1(إعانة الطالبين -ج )
Artinya : Syekh Imam Abu Muhammad bin Abdus Salam menuturkan dalam kitab Al-Qowaid -Bahwasanya Bid’ah ada lima, yaitu bid’ah wajib, bid’ah haram, bid’ah makruh, bid’ah sunnah dan bid’ah mubah -. (I’anatuth-Thalibin –Juz 1 hal. 271)
Dalam kitab I’anatuth-Thalibin tersebut dijelaskan ;
1. Bid’ah Wajib
contohnya mencetak Al-Qur’an, karena apabila Al-Qur’an
tidak dicetak maka orang sekarang tidak dapat membaca dan
mempelajarinya.
2. Bid’ah Haram
2. Bid’ah Haram
contohnya membayar upeti atau sejenis pajak dengan tujuan jahat, premanisme.
3. Bid’ah Makruh
3. Bid’ah Makruh
contohnya menghiasai mesjid dan menghidup-kan khusus malam jum’at dalam ibadah menghidupkan malam
4. Bid’ah Sunnah
4. Bid’ah Sunnah
contohnya shalat Tarawih dengan berjama’ah, membangun
pondok pesantren dan majelis taklim, dan semua kebaikan yang tidak
terjadi di masa Nabi SAW.
Keterangan lainnya ;
اِقْتَدَوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِيوَقَدْ قاَلَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَإِذاَ أَجْمَعَ الصَّحاَبَةُ عَلَى ذَلِكَ مَعَ عُمَرَ زَالَ عَنْهُ إِسْمُ البِدْعَةِ (شرح 340ص 1الزرقاني -ج )
Artinya : Nabi SAW berabda -Ikutilah dua orang sahabat setelahku yaitu Abu Bakar ra dan Umar ra -. Apabila para sahabat sepakat atas sebuah masalah bersama Umar ra. Maka sebutan bid’ah tidak terpakai lagi -. (Syarah Az-Zarqoniy -Juz 1 hal. 340)
Kesimpulan ;
Bid’ah terbagi lima, bid'ah wajib, bid'ah haram, bid'ah sunnah, bid'ah makruh dan bid'ah mubah.
Hadist nabi yg mengatakan setiap hal yg baru adalah bid'ah sesat itu sifatnya mutlak.
Sedangkan hukum fiqih sifatnya tidak mutlak sebab didalamnya dikenal dgn khalafiyah antar mazhab. Dan didalam tasawuf ada beberapa tariqoh.
Jadi hadist tersebut ditujukan untuk yg hukumnya mutlak pula yakni tauhid. Itulah yg dikatakan bid'ah yg semuanya sesat. Itiqod yg diluar daripada itiqod AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH.
Allah mengetahui segalanya.
Memahami Bid’ah hasanah & Bid’ah Dhalalah
Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid’ah dhalalah.
Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?, maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman, inilah makna ayat :
“ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM…”, yang artinya “hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”,
Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya islam bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat ayat lain turun, masalah hutang dll, berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram, maka membuat kebiasaan baru yang baik boleh boleh saja.
Namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul saw, atau menghalalkan apa apa yang sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya, inilah makna hadits beliau saw : “Barangsiapa yang membuat buat hal baru yang berupa keburukan...dst”, inilah yang disebut Bid’ah Dhalalah.
Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dengan hal yang ada dizaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bid’ah dhalalah).
Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits diatas jelas jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in.
Siapakah yang pertama memulai Bid’ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw?
Ketika terjadi pembunuhan besar besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yang mereka itu para Huffadh (yang hafal) Alqur’an dan Ahli Alqur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra :
“Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah..?, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!”
Berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).
Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”, hatinya jernih menerima hal yang baru (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah pisah di hafalan sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka berdualah yang memulainya.
Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah hasanah mengenai semua bid’ah adalah kesesatan, diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan shalat subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir.., maka kami berkata : “Wahai Rasulullah.. seakan akan ini adalah wasiat untuk perpisahan…, maka beri wasiatlah kami..” maka rasul saw bersabda : “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak afrika, sungguh diantara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yang mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat kuat dengan geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati hatilah dengan hal hal yang baru, sungguh semua yang Bid;ah itu adalah kesesatan”. (Mustadrak Alasshahihain hadits no.329).
Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.
Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar shiddiq ra dimasa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik baik Bid’ah!”(Shahih Bukhari hadits no.1906) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alqur’an kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu.
Demikian pula hal yang dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula dimasa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan dimasa Utsman bin Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits no.873).
Siapakah yang salah dan tertuduh?, siapakah yang lebih mengerti larangan Bid’ah?, adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna Bid’ah?
Bid’ah Dhalalah
Jelaslah sudah bahwa mereka yang menolak bid’ah hasanah inilah yang termasuk pada golongan Bid’ah dhalalah, dan Bid’ah dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafikan sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, nah…diantaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasul saw telah jelas jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin, bagaimana Sunnah Rasul saw?, beliau saw membolehkan Bid’ah hasanah, bagaimana sunnah Khulafa’urrasyidin?, mereka melakukan Bid’ah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yang merupakan Bid’ah dhalalah, hal yang telah diperingatkan oleh Rasul saw.
Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bid’ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid’ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut (Al-Quran dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing, melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat.
Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw.
Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits, ini semua adalah perbuatan Bid’ah namun Bid’ah Hasanah.
Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu di sebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah, namun tak ada dalam Ayat atau hadits Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya, namun karena kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut. Dan ini merupakan Bid’ah Hasanah dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini Al-Quran yang di kasetkan, di CD kan, Program Al-Quran di handphone, Al-
Quran yang diterjemahkan, ini semua adalah Bid’ah hasanah.
Bid’ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bid’ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya.
Sekarang kalau kita menarik mundur kebelakang sejarah Islam, bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam ?
Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu Versi Al-Quran di zaman sekarang, karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid’ah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bid’ah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan Abadi, jelaslah sudah sabda Rasul saw yang telah membolehkannya, beliau saw telah mengetahui dengan jelas bahwa hal hal baru yang berupa kebaikan (Bid’ah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah melarang hal hal baru yang berupa
keburukan (Bid’ah dhalalah).
Saudara saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan
Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan ucapannya adalah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”.
Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah ra :”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun(Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua”.
Maka kuhimbau saudara saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yang dijernihkan Allah swt,
Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka
barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dengan geraham yang maksudnya berpeganglah erat erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka.
Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dengan Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat.. amiin
WANITA SOLIHAH ADALAH PERHIASAN BAGI SUAMI
Muhammad Chandra Cipto
seorang Lelaki inggris bertanya: "Kenapa dalam Islam wanita tdk boleh jabat tangan dengan pria?" Syaikh menjawab: "Bisakah kamu berjabat tangan dengan ratu elizabeth?
Lelaki inggris menjawab: "oh tentu tidak bisa! cuma orang2 tertentu saja yg bisa berjabat tangan dengan ratu." Syaikh tersenyum & berkata:" Wanita2 kami ( Kaum muslimin ) adalah para ratu, & ratu tidak boleh berjabat tangan dengan pria sembarangan ( yg bukan mahramnya )
Keterangan lainnya ;
اِقْتَدَوْا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِيوَقَدْ قاَلَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَإِذاَ أَجْمَعَ الصَّحاَبَةُ عَلَى ذَلِكَ مَعَ عُمَرَ زَالَ عَنْهُ إِسْمُ البِدْعَةِ (شرح 340ص 1الزرقاني -ج )
Artinya : Nabi SAW berabda -Ikutilah dua orang sahabat setelahku yaitu Abu Bakar ra dan Umar ra -. Apabila para sahabat sepakat atas sebuah masalah bersama Umar ra. Maka sebutan bid’ah tidak terpakai lagi -. (Syarah Az-Zarqoniy -Juz 1 hal. 340)
Kesimpulan ;
Bid’ah terbagi lima, bid'ah wajib, bid'ah haram, bid'ah sunnah, bid'ah makruh dan bid'ah mubah.
Hadist nabi yg mengatakan setiap hal yg baru adalah bid'ah sesat itu sifatnya mutlak.
Sedangkan hukum fiqih sifatnya tidak mutlak sebab didalamnya dikenal dgn khalafiyah antar mazhab. Dan didalam tasawuf ada beberapa tariqoh.
Jadi hadist tersebut ditujukan untuk yg hukumnya mutlak pula yakni tauhid. Itulah yg dikatakan bid'ah yg semuanya sesat. Itiqod yg diluar daripada itiqod AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH.
Allah mengetahui segalanya.
Memahami Bid’ah hasanah & Bid’ah Dhalalah
Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid’ah dhalalah.
Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?, maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman, inilah makna ayat :
“ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM…”, yang artinya “hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”,
Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya islam bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat ayat lain turun, masalah hutang dll, berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram, maka membuat kebiasaan baru yang baik boleh boleh saja.
Namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul saw, atau menghalalkan apa apa yang sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya, inilah makna hadits beliau saw : “Barangsiapa yang membuat buat hal baru yang berupa keburukan...dst”, inilah yang disebut Bid’ah Dhalalah.
Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dengan hal yang ada dizaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bid’ah dhalalah).
Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yang dangkal dalam pemahaman syariah, karena hadits diatas jelas jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in.
Siapakah yang pertama memulai Bid’ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw?
Ketika terjadi pembunuhan besar besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yang mereka itu para Huffadh (yang hafal) Alqur’an dan Ahli Alqur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra :
“Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah..?, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!”
Berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).
Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”, hatinya jernih menerima hal yang baru (bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah pisah di hafalan sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka berdualah yang memulainya.
Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah hasanah mengenai semua bid’ah adalah kesesatan, diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan shalat subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir.., maka kami berkata : “Wahai Rasulullah.. seakan akan ini adalah wasiat untuk perpisahan…, maka beri wasiatlah kami..” maka rasul saw bersabda : “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak afrika, sungguh diantara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yang mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat kuat dengan geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati hatilah dengan hal hal yang baru, sungguh semua yang Bid;ah itu adalah kesesatan”. (Mustadrak Alasshahihain hadits no.329).
Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.
Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar shiddiq ra dimasa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik baik Bid’ah!”(Shahih Bukhari hadits no.1906) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alqur’an kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu.
Demikian pula hal yang dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula dimasa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan dimasa Utsman bin Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits no.873).
Siapakah yang salah dan tertuduh?, siapakah yang lebih mengerti larangan Bid’ah?, adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna Bid’ah?
Bid’ah Dhalalah
Jelaslah sudah bahwa mereka yang menolak bid’ah hasanah inilah yang termasuk pada golongan Bid’ah dhalalah, dan Bid’ah dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafikan sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, nah…diantaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasul saw telah jelas jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin, bagaimana Sunnah Rasul saw?, beliau saw membolehkan Bid’ah hasanah, bagaimana sunnah Khulafa’urrasyidin?, mereka melakukan Bid’ah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yang merupakan Bid’ah dhalalah, hal yang telah diperingatkan oleh Rasul saw.
Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bid’ah hasanah, maka kita telah menafikan dan membid’ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut (Al-Quran dan Hadits) tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab masing-masing, melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat.
Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw.
Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami kedudukan derajat hadits, ini semua adalah perbuatan Bid’ah namun Bid’ah Hasanah.
Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu di sebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah, namun tak ada dalam Ayat atau hadits Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya, namun karena kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut. Dan ini merupakan Bid’ah Hasanah dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini Al-Quran yang di kasetkan, di CD kan, Program Al-Quran di handphone, Al-
Quran yang diterjemahkan, ini semua adalah Bid’ah hasanah.
Bid’ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bid’ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya.
Sekarang kalau kita menarik mundur kebelakang sejarah Islam, bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam ?
Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu Versi Al-Quran di zaman sekarang, karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid’ah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bid’ah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan Abadi, jelaslah sudah sabda Rasul saw yang telah membolehkannya, beliau saw telah mengetahui dengan jelas bahwa hal hal baru yang berupa kebaikan (Bid’ah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah melarang hal hal baru yang berupa
keburukan (Bid’ah dhalalah).
Saudara saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan
Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan ucapannya adalah Mutiara Alqur’an, sosok agung Abubakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”.
Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah ra :”..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun(Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua”.
Maka kuhimbau saudara saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yang dijernihkan Allah swt,
Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan dirimu mengingkari hal ini, maka
barangkali hatimu belum dijernihkan Allah, karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bid’ah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafa’urrasyidin, gigit dengan geraham yang maksudnya berpeganglah erat erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka.
Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dengan Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat.. amiin
WANITA SOLIHAH ADALAH PERHIASAN BAGI SUAMI
Muhammad Chandra Cipto
seorang Lelaki inggris bertanya: "Kenapa dalam Islam wanita tdk boleh jabat tangan dengan pria?" Syaikh menjawab: "Bisakah kamu berjabat tangan dengan ratu elizabeth?
Lelaki inggris menjawab: "oh tentu tidak bisa! cuma orang2 tertentu saja yg bisa berjabat tangan dengan ratu." Syaikh tersenyum & berkata:" Wanita2 kami ( Kaum muslimin ) adalah para ratu, & ratu tidak boleh berjabat tangan dengan pria sembarangan ( yg bukan mahramnya )
Lalu si inggris bertanya lagi, "Kenapa perempuan Islam menutupi tubuh
nya?" Syekh tersenyum dan punya 2 permen, ia membuka yang pertama terus
yang satu lagi tertutup. dia melemparkan keduanya kelantai yang kotor.
Syaikh bertanya: " Jika saya meminta anda untuk mengambil satu permen,
mana yang anda pilih?" Si inggris menjawab: "Yang tertutup.." Syeikh
berkata: " Itulah cara kami memperlakukan dan melihat perempuan kami.
Subhanallah ....
Dunia ini perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah perempuan yang shalihah.” (HR Muslim).
Dunia ini perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah perempuan yang shalihah.” (HR Muslim).
Kata perhiasan terkait dengan makna keindahan. Seorang perempuan shalihah senantiasa menjaga daya tarik dirinya bagi suaminya.
0 komentar:
Posting Komentar