Oleh: Ustadz Hendri Lisdiant
Tanbih adalah wasiat Syekh Abdullah Mubarok ibn nur Muhammad yang beliau
tulis pada tahun 1954 Dalam bahasa sunda. Tanbih bukan hanya sebuah
wasiat tentang ajaran Thariqat ( TQN Suryalaya ) melainkan juga berisi
bagaimana sekalian ikhwan menginplementasikan ajaran islam secara kaffah
dan mematuhi aturan Negara.
Saat saat ini Tanbih sering di perbincangkan oleh sekalian ikwan TQN Suryalaya, banyak pengalian-pengalian makna tanbih atau diskusi diskusi yang memakan waktu panjang. Banyak sekali kata atau kalimat dalam tanbih yang membutuhkan menafisiran atau bahkan takwil menginggat bahasa awal tanbih adalah bahasa sunda yang dikenal degan sastra pujangganya.
Dalam kesempatan kali ini penulis sedikitnya hendak mengajak pembaca untuk merenungkan bersama beberapa bahasa kata dan kalimat yang tertera dalam tanbih. Tanbih bukanlah sebuah teks komik yang hanya mempunyai makna tunggal, kalimat yang di tertuang dalam tanbih indah selayaknya sastra, selain itu tanbih juga berbicara tentang hukum berupa peringatan dan konsekwensi pengambilan atas tindakan baik dalam lingkuan TQN mauapun umat islam pada umumnya.
Tanbih kini telah berumur 58 tahun, namun meskipun demikian seiring bergantinya waktu tanbih tak pernah dilupakan oleh sekalian warga TQN Suryalaya. Pada setiap peringatan manaqib TQN Suryalaya dimanapun berada mereka akan selalu membacakanya. Karena itu harus di butuhkan penafsiran ulang terhadap text-text tanbih, menginggat fungsi tanbih yang salah satunya sebagai penginggat dia akan terus di ingat dan di lakukan oleh sekalian ikhwan dan akwat TQN Suryalaya. Sebab Tanbih ini adalah sebagai perekat sekaligus Tali untuk menyatukan visi dan misi Tqn Suryalaya kedepannya.
Sebagaimana kata “KAMI” atau “SIMKURING” dalam kalimat “PUN KAMI TEMPAT BERTANYA TENTANG TQN “ yang tertera dalam isi tanbih dan kata KAMI telah di teruskan oleh Syaikh Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra pada buku "Saeifullah Maslul Menjawab 165 Masalah "
Tuan Syaikh Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra bersabda: “ Tentang KAMI di alinea ke-4 itu adalah untuk silsilah yang sudah, yang sedang dan yang akan datang ”.
Secara bahasa KAMI adalah bentuk jamak dari orang pertama, secara historis orang pertama dalam tanbih merujuk kepada Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs sebagai penerima tanbih yang merupakan penerus kemursyidan ke -36 dari Syekh Abdullah Mubarok bin nor Muhammad.
Jika pemahaman kita hanya merujuk pada sisi historisnya saja, maka fungsi Tanbih akan terputus pada pemahaman tekstual, yang berarti bahwa kata “KAMI” hanya menunjukan ke pada Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin saja. Ini artinya pusat dari orang bertanya atau ahli penjawan (Mursyid) tentang TQN berhenti pada wasilah ke 37 saja. Sedangkan dalam kitab Anwarul Qudsiyyah, hal 71 mengatakan hal yang beberbeda tentang bagaimana kewajiban murid ketika Mursyidnya yang Meninggal dunia.
“ diantara kewajiban murid ketika guru/mursyid nya wafat adalah mencari guru (penganti) yang mengasuhnya lebih dari asuhan guru yang pertama ” (Anwarul Qudsiyyah, hal 71)
JIka ada orang-orang yang hanya mengedapankan pemahaman tekstual historis saja maka tanpa sadar mereka mengatakan bahwa tidak ada penganti setelah Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs itu bertentangan dengan isi Tanbih sendiri. Ini artinya bendera kemursyidan Tuan Syaikh Ahmad Sohibul wafa Tajul Arifin Qs akan berhenti dan amaliyah beliau sendiri di hanguskan oleh pera penganut faham ini.
Pendapat semacam ini merupakan sebuah kejumudan yang berjamaah mengingat banyak sekali yang mengatakan dan mempercayai bahwa kata “KAMI” hanya merujuk kepda Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs. Warga TQN Suryalaya haruslah cermat didalam melihat dan menyingkapi isi kandungan Tanbih.
Sebab pada hakikatnya sampai detik ini pun Tanbih tetap digunakan dan dibaca didalam setiap peringatan Manaqib. Hal itu mengisayaratkan bahwa fungsi Tanbih selalu mengikuti zaman baik pemahaman atau penafsirannya, untuk itulah diperlukan seorang Guru Mursyid secara dzohir untuk menyegarkan kembali isi kandungan Tanbih. Sebagaimana kisah kisah dalam alquran yang menjelskan tentang kisah fira'un atau lukman yang bukan hanya terjadi pada saat itu melainkan juga berbicara pada kondisi saaat ini dengan seting, latar dan actor yang berbeda namun dalam kisah yang sama.
Secara kontekstual kata “KAMI” berbicara tentang siapa penerus ( Ahli mejawab ) seteleh wafatya Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs. Hanya saja pertanyaanya adalah, siapa penerus kemuryidan ke 38? Bagaiaman syarat seorang mursyid? Apakah mursyid di pilih dengan jalan musayawarah atau di tunjuk? Atau di wariskan? Siapa orang-orang yang berhak memilih seorang mursyid? Bagaiaman syarat sang pemilih? Apakah yang memilih lebih tinggi keududkanya dari seorang mursyid?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu haruslah bersama kita renungkan, didiskusikan dan dijawab oleh sekalian jamaah TQN Suryalaya. Tindakan penulis bukanlah mengurusi apa yang bukan urusanya namun penulis hanya ingin mengajak bersama para ikwan dan akwat untuk mencermati berbagai hal terkait masalah penganti Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs.
Tanbih merupakan Sebuah Wasiat yang multitafsir jika di tafsirkan dia hidup, tanbih tidak lekang oleh zaman itulah keunikan dan kehebatan tanbih. Tanbih dapat di kaji melalui banyak bentuk dan bisa di fahami secara tekstual, karena memang berbentuk teks. Selain itu karena tanbih itu tidak akan lengkang oleh zaman maka bisa juga di fahami secara kontekstual. Teks Tanbih itu layaknya gunung es yang menyimpan berjuta-juta makna terdalam yang tersembunyi, tanbih juga bisa di kaji secara sosio historis apalagi secara bahasa.
Jika dirujuk pada alam intuisif maka tidak akan konek dengan ilmu bumi, karena ilmu bumi itu ibarat dianggap ilmu tua dan penuh dengan gemerlap keduniawian, sedang intuisi adalah datang dari dan sebelum adanya kata kata sebelum, dia muda tapi tetap mempesona dan indah jika diketahui..
Kenapa pengetahuan intuisi selalu di permasalahkan didalam dunia logis? karena logis tidak dapat mencapai pengetahuan yang di dapat oleh intuisi tersebut, dia menolak dengan logika, namun tolakanya tersebut di ukur dengan timbangan logika, knapa? padahal yang di ukur itu intuisi.
Bisa jadi apa yang kamu benci itu baik buat kamu dan bisa saja yang kau senangi itu buruk buat kamu ... RENUNGKANLAH
Saat saat ini Tanbih sering di perbincangkan oleh sekalian ikwan TQN Suryalaya, banyak pengalian-pengalian makna tanbih atau diskusi diskusi yang memakan waktu panjang. Banyak sekali kata atau kalimat dalam tanbih yang membutuhkan menafisiran atau bahkan takwil menginggat bahasa awal tanbih adalah bahasa sunda yang dikenal degan sastra pujangganya.
Dalam kesempatan kali ini penulis sedikitnya hendak mengajak pembaca untuk merenungkan bersama beberapa bahasa kata dan kalimat yang tertera dalam tanbih. Tanbih bukanlah sebuah teks komik yang hanya mempunyai makna tunggal, kalimat yang di tertuang dalam tanbih indah selayaknya sastra, selain itu tanbih juga berbicara tentang hukum berupa peringatan dan konsekwensi pengambilan atas tindakan baik dalam lingkuan TQN mauapun umat islam pada umumnya.
Tanbih kini telah berumur 58 tahun, namun meskipun demikian seiring bergantinya waktu tanbih tak pernah dilupakan oleh sekalian warga TQN Suryalaya. Pada setiap peringatan manaqib TQN Suryalaya dimanapun berada mereka akan selalu membacakanya. Karena itu harus di butuhkan penafsiran ulang terhadap text-text tanbih, menginggat fungsi tanbih yang salah satunya sebagai penginggat dia akan terus di ingat dan di lakukan oleh sekalian ikhwan dan akwat TQN Suryalaya. Sebab Tanbih ini adalah sebagai perekat sekaligus Tali untuk menyatukan visi dan misi Tqn Suryalaya kedepannya.
Sebagaimana kata “KAMI” atau “SIMKURING” dalam kalimat “PUN KAMI TEMPAT BERTANYA TENTANG TQN “ yang tertera dalam isi tanbih dan kata KAMI telah di teruskan oleh Syaikh Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra pada buku "Saeifullah Maslul Menjawab 165 Masalah "
Tuan Syaikh Abdul Gaos Saefulloh Maslul Ra bersabda: “ Tentang KAMI di alinea ke-4 itu adalah untuk silsilah yang sudah, yang sedang dan yang akan datang ”.
Secara bahasa KAMI adalah bentuk jamak dari orang pertama, secara historis orang pertama dalam tanbih merujuk kepada Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs sebagai penerima tanbih yang merupakan penerus kemursyidan ke -36 dari Syekh Abdullah Mubarok bin nor Muhammad.
Jika pemahaman kita hanya merujuk pada sisi historisnya saja, maka fungsi Tanbih akan terputus pada pemahaman tekstual, yang berarti bahwa kata “KAMI” hanya menunjukan ke pada Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin saja. Ini artinya pusat dari orang bertanya atau ahli penjawan (Mursyid) tentang TQN berhenti pada wasilah ke 37 saja. Sedangkan dalam kitab Anwarul Qudsiyyah, hal 71 mengatakan hal yang beberbeda tentang bagaimana kewajiban murid ketika Mursyidnya yang Meninggal dunia.
“ diantara kewajiban murid ketika guru/mursyid nya wafat adalah mencari guru (penganti) yang mengasuhnya lebih dari asuhan guru yang pertama ” (Anwarul Qudsiyyah, hal 71)
JIka ada orang-orang yang hanya mengedapankan pemahaman tekstual historis saja maka tanpa sadar mereka mengatakan bahwa tidak ada penganti setelah Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs itu bertentangan dengan isi Tanbih sendiri. Ini artinya bendera kemursyidan Tuan Syaikh Ahmad Sohibul wafa Tajul Arifin Qs akan berhenti dan amaliyah beliau sendiri di hanguskan oleh pera penganut faham ini.
Pendapat semacam ini merupakan sebuah kejumudan yang berjamaah mengingat banyak sekali yang mengatakan dan mempercayai bahwa kata “KAMI” hanya merujuk kepda Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs. Warga TQN Suryalaya haruslah cermat didalam melihat dan menyingkapi isi kandungan Tanbih.
Sebab pada hakikatnya sampai detik ini pun Tanbih tetap digunakan dan dibaca didalam setiap peringatan Manaqib. Hal itu mengisayaratkan bahwa fungsi Tanbih selalu mengikuti zaman baik pemahaman atau penafsirannya, untuk itulah diperlukan seorang Guru Mursyid secara dzohir untuk menyegarkan kembali isi kandungan Tanbih. Sebagaimana kisah kisah dalam alquran yang menjelskan tentang kisah fira'un atau lukman yang bukan hanya terjadi pada saat itu melainkan juga berbicara pada kondisi saaat ini dengan seting, latar dan actor yang berbeda namun dalam kisah yang sama.
Secara kontekstual kata “KAMI” berbicara tentang siapa penerus ( Ahli mejawab ) seteleh wafatya Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs. Hanya saja pertanyaanya adalah, siapa penerus kemuryidan ke 38? Bagaiaman syarat seorang mursyid? Apakah mursyid di pilih dengan jalan musayawarah atau di tunjuk? Atau di wariskan? Siapa orang-orang yang berhak memilih seorang mursyid? Bagaiaman syarat sang pemilih? Apakah yang memilih lebih tinggi keududkanya dari seorang mursyid?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu haruslah bersama kita renungkan, didiskusikan dan dijawab oleh sekalian jamaah TQN Suryalaya. Tindakan penulis bukanlah mengurusi apa yang bukan urusanya namun penulis hanya ingin mengajak bersama para ikwan dan akwat untuk mencermati berbagai hal terkait masalah penganti Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul’arifin Qs.
Tanbih merupakan Sebuah Wasiat yang multitafsir jika di tafsirkan dia hidup, tanbih tidak lekang oleh zaman itulah keunikan dan kehebatan tanbih. Tanbih dapat di kaji melalui banyak bentuk dan bisa di fahami secara tekstual, karena memang berbentuk teks. Selain itu karena tanbih itu tidak akan lengkang oleh zaman maka bisa juga di fahami secara kontekstual. Teks Tanbih itu layaknya gunung es yang menyimpan berjuta-juta makna terdalam yang tersembunyi, tanbih juga bisa di kaji secara sosio historis apalagi secara bahasa.
Jika dirujuk pada alam intuisif maka tidak akan konek dengan ilmu bumi, karena ilmu bumi itu ibarat dianggap ilmu tua dan penuh dengan gemerlap keduniawian, sedang intuisi adalah datang dari dan sebelum adanya kata kata sebelum, dia muda tapi tetap mempesona dan indah jika diketahui..
Kenapa pengetahuan intuisi selalu di permasalahkan didalam dunia logis? karena logis tidak dapat mencapai pengetahuan yang di dapat oleh intuisi tersebut, dia menolak dengan logika, namun tolakanya tersebut di ukur dengan timbangan logika, knapa? padahal yang di ukur itu intuisi.
Bisa jadi apa yang kamu benci itu baik buat kamu dan bisa saja yang kau senangi itu buruk buat kamu ... RENUNGKANLAH