BAB SHOLAT
Bab Ke-1:
Bagaimana Shalat Diwajibkan di Malam Isra' Ibnu Abbas berkata, "Ketika Abu Sufyan menceritakan tentang Heraklius kepadaku, ia berkata, 'Nabi Muhammad saw menyuruh kami mendirikan shalat, berlaku jujur, dan menjaga diri dari segala sesuatu yang terlarang.'"[1] 192. Anas bin Malik r.a. berkata, "Abu Dzarr r.a. menceritakan bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda, 'Dibukalah atap rumahku dan aku berada di Mekah. Turunlah Jibril a.s. dan mengoperasi dadaku, kemudian dicucinya dengan air zamzam. Ia lalu membawa mangkok besar dari emas, penuh dengan hikmah dan keimanan, lalu ditumpahkan ke dalam dadaku, kemudian dikatupkannya. Ia memegang tanganku dan membawaku ke langit dunia. Ketika aku tiba di langit dunia, berkatalah Jibril kepada penjaga langit, 'Bukalah.' Penjaga langit itu bertanya, 'Siapakah ini?' Ia (jibril) menjawab, '[Ini, 4/106] Jibril.' Penjaga langit itu bertanya, 'Apakah Anda bersama seseorang?' Ia menjawab, 'Ya, aku bersama Muhammad saw.' Penjaga langit itu bertanya, 'Apakah dia diutus?' Ia menjawab, 'Ya.' Ketika penjaga langit itu membuka, kami menaiki langit dunia. Tiba tiba ada seorang laki-laki duduk di sebelah kanannya ada hitam-hitam (banyak orang) dan disebelah kirinya ada hitam-hitam (banyak orang). Apabila ia memandang ke kanan, ia tertawa, dan apabila ia berpaling ke kiri, ia menangis, lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan anak laki-laki yang saleh.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah orang ini?' Ia menjawab, 'Ini adalah Adam dan hitam-hitam yang di kanan dan kirinya adalah adalah jiwa anak cucunya. Yang di sebelah kanan dari mereka itu adalah penghuni surga dan hitam-hitam yang di sebelah kainya adalah penghuni neraka.' Apabila ia berpaling ke sebelah kanannya, ia tertawa, dan apabila ia melihat ke sebelah kirinya, ia menangis, sampai Jibril menaikkan aku ke langit yang ke dua, lalu dia berkata kepada penjaganya, 'Bukalah.' Berkatalah penjaga itu kepadanya seperti apa yang dikatakan oleh penjaga pertama, lalu penjaga itu membukakannya." Anas berkata, "Beliau menyebutkan bahwasanya di beberapa langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim shalawatullahi alaihim, namun beliau tidak menetapkan bagaimana kedudukan (posisi) mereka, hanya saja beliau tidak menyebutkan bahwasanya beliau bertemu dengan Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam." Anas berkata, "Ketika Jibril a.s. bersama Nabi Muhammad saw melewati Idris, Idris berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara laki-laki yang saleh.' Aku (Rasulullah) bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Idris.' Aku melewati Musa lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Musa.' Aku lalu melewati Isa dan ia berkata, 'Selamat datang saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Isa.' Aku lalu melewati Ibrahim, lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan anak yang saleh.' Aku bertanya,'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Ibrahim as..'" 193 dan 194. Ibnu Syihab berkata, "Ibnu Hazm memberitahukan kepadaku bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah al-Anshari berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, 'Jibril lalu membawaku naik sampai jelas bagiku Mustawa. Di sana, aku mendengar goresan pena-pena.' Ibnu Hazm dan Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, 'Allah Azza wa Jalla lalu mewajibkan atas umatku lima puluh shalat (dalam sehari semalam). Aku lalu kembali dengan membawa kewajiban itu hingga kulewati Musa, kemudian ia (Musa) berkata kepadaku, 'Apa yang diwajibkan Allah atas umatmu?' Aku menjawab, 'Dia mewajibkan lima puluh kali shalat (dalam sehari semalam).' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Allah lalu memberi dispensasi (keringanan) kepadaku (dalam satu riwayat: Maka aku kembali dan mengajukan usulan kepada Tuhanku), lalu Tuhan membebaskan separonya. 'Aku lalu kembali kepada Musa dan aku katakan, 'Tuhan telah membebaskan separonya.' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena sesungguhnya umatmu tidak kuat atas yang demikian itu. 'Aku kembali kepada Tuhanku lagi, lalu Dia membebaskan separonya lagi. Aku lalu kembali kepada Musa, kemudian ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Aku kembali kepada Tuhan, kemudian Dia berfirman, 'Shalat itu lima (waktu) dan lima itu (nilainya) sama dengan lima puluh (kali), tidak ada firman yang diganti di hadapan Ku.' Aku lalu kembali kepada Musa, lalu ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu.' Aku jawab, '(Sungguh) aku malu kepada Tuhanku.' Jibril lalu pergi bersamaku sampai ke Sidratul Muntaha dan Sidratul Muntaha itu tertutup oleh warna-warna yang aku tidak mengetahui apakah itu sebenarnya? Aku lalu dimasukkan ke surga. Tiba-tiba di sana ada kail dari mutiara dan debunya adalah kasturi.'" 195. Aisyah r.a. berkata, "Allah Ta'ala memfardhukan shalat ketika difardhukan-Nya dua rakaat-dua rakaat, baik di rumah maupun dalam perjalanan. Selanjutnya, dua rakaat itu ditetapkan shalat dalam perjalanan dan shalat di rumah ditambah lagi (rakaatnya)." (Dalam satu riwayat: Kemudian Nabi Muhammad saw. hijrah, lalu difardhukan shalat itu menjadi empat rakaat dan dibiarkan shalat dalam bepergian sebagaimana semula, 4/267).
Bab Ke-2:
Wajibnya Shalat dengan Mengenakan Pakaian dan Firman Allah Ta'ala, "Pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid." (al-A'raaf: 31), dan Orang yang Mendirikan Shalat dengan Memakai Satu Helai Pakaian Salamah bin Akwa' meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Hendaknya ia mengancingnya meskipun dengan duri." Akan tetapi, isnad-nya perlu mendapatkan perhatian.[2] Diterangkan pula mengenai orang yang shalat dengan pakaian yang dipergunakan untuk melakukan hubungan seksual (adalah diperbolehkan) asalkan dia melihat tidak ada kotoran di situ.[3] Nabi Muhammad saw memerintahkan agar seseorang tidak melakukan thawaf (mengelilingi Ka'bah) dengan telanjang.[4]
Bab Ke-3:
Mengikatkan Kain pada Leher pada Waktu Shalat Abu Hazim berkata mengenai hadits yang diterima dari Sahl sebagai berikut: "Para sahabat melakukan shalat bersama Nabi Muhammad saw. sambil mengikatkan sarung ke leher mereka."[5] 196. Muhammad al-Munkadir berkata, "Jabir shalat dengan mengenakan kain yang ia ikatkan di tengkuknya (dalam satu riwayat: kain yang ia selimutkan, 1/97), sedangkan pakaiannya ia letakkan di atas gantungan. [Setelah selesai], ada orang yang bertanya, 'Mengapa Anda melakukan shalat dengan mengenakan selembar kain saja [sedang pakaianAnda dilepas]?' Jabir menjawab, 'Aku melakukannya untuk memperlihatkannya kepada orang tolol seperti kamu, [aku melihat Nabi Muhammad saw melakukan shalat seperti ini]. Mana ada di antara kita yang mempunyai dua helai pakaian di masa Nabi Muhammad saw.?'"
Bab Ke-4:
Shalat dalam Selembar Pakaian dengan Cara Menyelimutkannya Az-Zuhri berkata mengenai haditsnya, "Orang yang menyelimutkan itu maksudnya ialah menyilangkan antara kedua ujung pakaiannya pada lehernya dan ini meliputi kedua pundaknya."[6] Ummu Hani' berkata, "Nabi Muhammad saw menutupi tubuhnya dengan sehelai pakaian dan menyilangkan kedua ujungnya pada kedua pundaknya.'"[7] 197. Umar bin Abu Salamah berkata bahwa dia pernah melihat Nabi Muhammad saw. shalat dengan mengenakan sehelai pakaian di rumah Ummu Salamah dan beliau menyilangkan kedua ujungnya pada kedua pundaknya. 198. Ummu Hani' binti Abi Thalib r.a. berkata, "Aku pergi ke tempat Rasulullah saw. pada tahun dibebaskannya Mekah, lalu aku menemui beliau sedang mandi [di rumahnya, 2/38] dan Fatimah menutupinya, lalu aku memberi salam kepada beliau. Beliau bertanya, 'Siapa itu?' Aku menjawab, 'Aku, Ummu Hani' binti Abu Thalib.' Beliau berkata, 'Selamat datang, Ummu Hani'.' Setelah selesai mandi (dan dari jalan Ibnu Abi Laila: Tidak ada seorang pun yang menginformasikan kepada kami bahwa dia melihat Rasulullah saw melakukan shalat dhuha selain Ummu Hani' karena ia menyebutkan bahwa beliau, 5/93) berdiri lalu shalat delapan rakaat dengan berselimut satu kain. Ketika beliau berpaling (salam/selesai), aku berkata, 'Wahai Rasulullah, putra ibuku [Ali bin Abi Thalib] menduga bahwa dia membunuh seseorang yang telah aku beri upah, yaitu Fulan bin Huraibah.' Rasulullah saw bersabda, 'Kami telah memberi upah orang yang telah kamu beri upah, wahai Ummu Hani'.' Ummu Hani' berkata, 'Itulah pengorbanan.'" 199. Abu Hurairah berkata bahwa ada orang yang bertanya kepada Rasulullah saw tentang shalat dalam satu kain. Rasulullah saw bersabda, "Apakah masing-masing dari kamu mempunyai dua kain?"
Bab Ke-5:
Apabila Seseorang Shalat dengan Mengenakan Selembar Pakaian, Hendaknya Mengikatkan Pada Lehernya 200. Abu Hurairah berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Salah seorang di antaramu janganlah shalat di dalam satu kain yang di bahunya tidak ada apa-apanya.'" 201. Abu Hurairah berkata, "Aku bersaksi bahwasanya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Barangsiapa shalat dengan selembar kain, hendaklah ia mengikatkan antara kedua ujungnya.'"
Bab Ke-6:
Apabila Pakaian Sempit 202. Sa'id bin Harits berkata, "Kami bertanya kepada Jabir bin Abdullah perihal shalat dengan mengenakan selembar pakaian, lalu Jabir berkata, 'Aku keluar bersama Nabi Muhammad saw dalam sebagian perjalanan beliau. Pada suatu malam, aku datang karena suatu urusanku, maka aku mendapatkan beliau sedang shalat dan aku hanya memakai selembar kain, maka aku melipatnya dan aku shalat di samping beliau. Setelah beliau selesai, beliau bersabda, 'Ada apakah engkau pergi malam-malam, hai Jabir?' Aku lalu memberitahukan tentang keperluanku. Ketika aku selesai, beliau bertanya, 'Lipatan apakah yang aku lihat ini?' Aku menjawab, 'Kain, yakni sempit.' Beliau bersabda, 'Jika luas, selimutkanlah, dan jika sempit, bersarunglah dengannya!'" 203. Sahl bin Sa'ad berkata, "Orang-orang yang shalat bersama Nabi Muhammad saw mengikatkan kain mereka [karena sempit, 2/63] pada tengkuk-tengkuk mereka seperti keadaan anak-anak. Beliau bersabda kepada para wanita, 'Janganlah kamu mengangkat kepalamu sehingga orang-orang laki-laki benar-benar duduk.'"
Bab Ke-7:
Shalat dengan Mengenakan Jubah Buatan Syam Al-Hasan berkata bahwa tidak apa apa shalat dengan mengenakan pakaian-pakaian yang ditenun oleh kaum Majusi (yakni para penyembah api).[8] Ma'mar berkata, "Aku melihat az-Zuhri memakai pakaian Yaman yang dicelup dengan air kencing."[9] Ali shalat dengan pakaian baru yang belum dicuci.[10] 204. Mughirah bin Syu'bah berkata, "Aku bersama Nabi Muhammad saw. [pada suatu malam, 7/37] dalam suatu perjalanan (dalam satu riwayat: dan aku tidak mengetahui melainkan dia berkata, 'dalam Perang Tabuk', 5/136), [lalu beliau bertanya, 'Apakah engkau membawa air?' Aku jawab, 'Ya.' Beliau lalu turun dari kendaraannya], kemudian bersabda, 'Wahai Mughirah, ambillah bejana kecil (terbuat dari kulit)!' Aku lalu mengambilnya. Rasulullah saw pergi sehingga beliau tertutup dariku [pada malam yang gelap gulita], kemudian beliau menunaikan hajatnya [Beliau lalu datang dan aku temui beliau dengan aku bawakan air, 3/231], dan beliau mengenakan jubah buatan negeri Syam [dari kulit/wol]. Beliau lalu mengeluarkan tangan dari lengannya, namun sempit, [maka beliau tidak dapat mengeluarkan kedua lengan beliau darinya]. Beliau lalu mengeluarkan tangan dari bawahnya dan aku menuangkan atasnya [bejana itu] [ketika beliau telah selesai menunaikan hajatnya, 1/85]. Beliau lalu berwudhu seperti berwudhu untuk shalat, [maka beliau berkumur-kumur, memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya kembali, membasuh mukanya] [dan kedua tangannya] (dalam satu riwayat: kedua lengannya), [kemudian beliau mengusap kepalanya], [lalu aku menunduk untuk melepaskan khuf beliau, kemudian beliau bersabda, 'Biarkanlah, karena aku memasukkannya dalam keadaan suci,'] dan beliau mengusap khuf (semacam sepatu) beliau kemudian shalat"
Bab Ke-8:
Tidak Disukai Telanjang Sewaktu Shalat dan Lainnya 205. Jabir bin Abdullah r.a. menceritakan bahwasanya Rasulullah saw. memindahkan batu Ka'bah bersama mereka dan beliau mengenakan kain (sarung). Abbas, paman beliau, berkata kepada beliau, "Wahai anak saudaraku, bagaimana kalau engkau lepaskan kain engkau dan engkau kenakan atas kedua bahu karena ada batu." Jabir berkata, "Beliau lalu melepaskannya dan mengenakannya di atas kedua bahu beliau. Beliau lalu jatuh pingsan. Sesudah itu, beliau tidak pernah telanjang. Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepada beliau dan memberikan keselamatan."*1*)
Bab Ke-9:
Shalat dengan Baju, Celana, Celana Tak Berkaki (Selongsongan), dan Pakaian Luar (Mantel dan Sebagainya) 206. Abu Hurairah berkata, "Seorang laki-laki pergi ke tempat Nabi Muhammad saw., lalu bertanya kepada beliau mengenai shalat dengan mengenakan selembar pakaian saja. Beliau bersabda, 'Apakah masing-masing kamu mempunyai dua helai pakaian?'" Bertanya pula seorang laki-laki kepada Umar ibnul Khaththab mengenai shalat dengan sehelai pakaian juga. Umar berkata, "Kalau Allah memberi kamu kelapangan (kekayaan), manfaatkanlah kelapangan itu dengan memakai pakaian secukupnya. Shalatlah dengan memakai sarung dan baju, memakai sarung dan kemeja, celana dan mantel, celana agak pendek dan kemeja." Aku kira beliau juga mengatakan, "Boleh mengenakan kain di bawah lutut dan selendang."
Bab Ke-10:
Apa yang Menutupi Aurat (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tersebut pada nomor 89 di muka.")
Bab Ke-11:
Shalat Tanpa Mengenakan Selendang (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang tersebut pada nomor 196 di muka.")
Bab Ke-12:
Mengenai Apa yang Disebutkan Perihal Paha Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jarhad, dan Muhammad bin Jahsy bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Paha itu adalah aurat."[11] Anas bin Malik berkata, "Nabi Muhammad saw menyingkapkan (sarungnya) sehingga tampaklah pahanya." [12] Hadits Anas itu lebih kokoh sanadnya, namun hadits Jarhad (yang menyebutkan bahwa paha itu aurat) adalah lebih hati-hati, dapat mengeluarkan kita (kaum muslimin) dari perselisihan pendapat. Abu Musa berkata, "Nabi Muhammad saw. menutup pahanya sewaktu Utsman bin Affan masuk."[13] Zaid bin Tsabit berkata, "Allah menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya pada waktu pahanya di atas pahaku, lalu ia terasa begitu beratnya padaku sampai aku khawatir (paha beliau) akan meremukkan pahaku."[14] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian besar hadits Anas yang tersebut pada Kitab ke-55 "al-Washaayaa", Bab ke-26.')
Bab Ke-13:
Berapa Ukuran Pakaian Seorang Perempuan dalam Shalat? Ikrimah berkata, "Apabila perempuan dapat menutup seluruh tubuhnya dengan selembar pakaian, itu sudah cukup."[15] 207. Aisyah berkata, "Rasulullah saw biasa melakukan shalat subuh [ketika hari masih gelap, 1/211] dan orang-orang mukmin perempuan hadir bersama beliau, kepala mereka terselubung dalam kerudung, kemudian mereka pulang ke rumah mereka masing-masing [ketika telah usai melakukan shalat], dan tidak seorang pun yang mengenal mereka karena masih gelap], [atau sebagian mereka tidak mengenal sebagian yang lain, 1/211]"[16]
Bab Ke-14:
Apabila Seseorang Shalat dengan Pakaian yang Bergambar dan Melihat Gambar-Gambar Itu Sewaktu Shalat 208. Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat pada kain hitam persegi empat yang mempunyai beberapa tanda (lukisan). Beliau memandangnya sekilas. Ketika beliau selesai, beliau bersabda, "Bawa pergilah kain-kainku (yang ada tanda-tandanya) ini kepada Abu Jahm [bin Hudzaifah bin Ghanim dari bani Adi bin Ka'ab][17] dan bawalah kepadaku kain tebal tanpa lukisan milik Abu Jahm karena kain yang berlukisan itu menjadikanku lengah dari shalatku tadi." (Dalam satu riwayat, "Aku disibukkan oleh lukisan-lukisan ini." 1/183) (Dalam riwayat yang mu'allaq, "Aku melihat lukisannya ketika aku dalam shalat, dan aku takut terganggu olehnya.")[18]
Bab Ke-15:
Apabila Seseorang Shalat dengan Pakaian yang Bergambar Salib atau Foto-Foto, Apakah Shalatnya Batal? Dan Apa yang Dilarang Darinya? 209. Anas bin Malik berkata, "Aisyah mempunyai tirai (korden / penutup jendela) untuk menutupi sisi-sisi rumahnya, lalu Nabi saw bersabda [kepadanya, 7/66], "Singkirkanlah dariku tiraimu ini karena gambar-gambarnya tampak [kepadaku] di dalam shalatku."
Bab Ke-16:
Barang Siapa yang Shalat dengan Mengenakan Pakaian Oblong yang Terbuat dan Sutra Lalu Mencopotnya 210. Uqbah bin Amir berkata, "Dihadiahkan baju kurung sutra kepada Nabi Muhammad saw., lalu beliau mengenakannya dan shalat dengan memakainya. Beliau lalu berpaling dan melepaskannya dengan keras seperti orang yang benci kepadanya, lalu beliau bersabda, 'Ini (sutra) tidak layak bagi orang-orang yang bertakwa.'"
Bab Ke-17:
Shalat dengan Mengenakan Pakaian Berwarna Merah 211. Abu Juhaifah berkata, "Aku melihat (dalam satu riwayat: Aku dibawa kepada, 4/167) Rasulullah saw. [sedang beliau di saluran, 4/165] dalam kubah merah dari kulit [pada waktu tengah hari], dan aku melihat Bilal mengambil (dalam satu riwayat: keluar lalu azan untuk shalat, [lalu aku mengikuti gerakan mulutnya ke sana ke mari melakukan azan, l/156], kemudian dia masuk, lalu mengeluarkan sisa) air wudhu Rasulullah saw., dan aku melihat orang-orang bersegera terhadap air wudhu Rasul itu. Orang yang mendapatkan sedikit dari air itu, ia mengusapkannya pada dirinya, dan orang yang tidak mendapatkan sesuatu dari air itu, ia mengambil dari basah-basahan tangan temannya. Aku melihat Bilal [masuk, lalu] mengambil (dalam satu riwayat: mengeluarkan) tongkat panjang dan di pancangkannya [di hadapan Rasulullah saw., dan beliau melakukan shalat]. Nabi Muhammad saw keluar dengan pakaian merah tersingsingkan, [seolah-olah aku melihat sinar betisnya, lalu beliau menancapkan tongkat itu, kemudian melakukan shalat dengan orang-orang ke arah tongkat [yaitu shalat zhuhur dua rakaat dan ashar] dua rakaat, dan aku melihat manusia dan hewan [dalam satu riwayat: himar dan orang perempuan] melewati muka tongkat panjang itu. [Dan orang-orang pun berdiri, lantas mereka pegang kedua tangan beliau dan mereka usapkan ke wajah mereka." Abu Juhaifah berkata, "Aku lalu memegang tangan beliau dan aku letakkan di wajah aku, ternyata tangan beliau itu lebih dingin daripada salju dan lebih harum baunya daripada minyak wangi."] Abu Abdillah berkata, "Al-Hasan menganggap tidak apa-apa bagi seseorang untuk shalat di atas salju dan jembatan meskipun kencing mengalir di bawahnya atau di atasnya atau di depannya, asalkan di sana terdapat sutrah (pembatas) antara orang tersebut dan kotoran itu."[19] Abu Hurairah juga pernah shalat di atas atap masjid (mengikuti) shalat imam.[20] Ibnu Umar shalat di atas salju.[21]
Bab Ke-18:
Shalat di Atas Genting (Atap), Mimbar, dan Kayu 212. Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah saw jatuh dari kudanya, lalu terlukalah kulit betisnya atau kulit bahunya (dalam satu riwayat: terluka kaki beliau, 2/229), dan beliau berjanji tidak akan pulang kepada istrinya selama sebulan. Beliau tinggal di kamar loteng yang diberi tangga dengan batang korma. Berdatanganlah para sahabat mengunjungi beliau. Beliau shalat bersama-sama mereka sambil duduk, sedangkan mereka shalat dengan berdiri. Setelah beliau memberi salam, beliau bersabda, "Imam itu dijadikan hanyalah semata-mata agar diikuti. Apabila ia sudah takbir, bertakbirlah kamu; apabila dia ruku, rukulah kamu; apabila dia sujud, sujudlah kamu. Apabila dia shalat dengan berdiri, shalatlah kamu dengan berdiri." [Umar bertanya, "Apakah engkau sudah menceraikan istri-istrimu?" Nabi menjawab, 'Tidak, tetapi aku berjanji menjauhi mereka selama sebulan." 3/106]. Setelah hari yang kedua puluh sembilan, beliau turun dari kamar loteng itu [kemudian masuk menemui istri-istri beliau, 2/229]. Lalu para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah engkau berjanji tidak akan pulang selama sebulan?" Beliau bersabda, "Sebulan itu dua puluh sembilan hari."[22]
Bab Ke-19:
Apabila Pakaian Seseorang yang Shalat Sewaktu Sujud Menyentuh Istrinya 213. Maimunah [binti al-Harits] berkata, "Rasulullah saw melakukan shalat dan aku berada sejajar dengan beliau (dalam satu riwayat: aku sedang tidur di samping beliau, 1/131), padahal aku sedang haid, (dalam satu riwayat: tempat tidurku sejajar dengan tempat shalat Nabi Muhammad saw.), dan kadang-kadang pakaian beliau menyentuhku apabila beliau sujud." Maimunah menambahkan, "Beliau itu shalat di atas tikar kecil."
Bab Ke-20:
Shalat di Atas Tikar Jabir dan Abu Sa'id pernah shalat di atas kapal dengan berdiri.[23] Al-Hassan berkata, "Kalau tidak mengganggu sahabat-sahabat yang lain, Anda boleh shalat dengan berdiri dan berputar-putar dengan berputarnya (perahu). Kalau tidak bisa, bolehlah Anda shalat dengan duduk."[24]
Bab Ke-22:
Shalat di Atas Hamparan (Tempat Tidur) Anas pernah shalat di atas tempat tidurnya.[25] Anas berkata, "Kami pernah shalat dengan Nabi Muhammad saw dan salah seorang dari kami sujud di atas pakaian beliau."[26] 214. Anas bin Malik r.a. berkata bahwa neneknya, Mulaikah, mengundang Rasulullah saw untuk memakan makanan yang dibuatnya untuk beliau, lalu beliau memakannya. Beliau lalu bersabda, "Berdirilah. Aku akan shalat untukmu." Anas berkata, "Aku berdiri di tikar kami yang telah hitam karena lamanya dipakai. Aku memercikinya dengan air, lalu Rasulullah saw berdiri dan aku bersama anak yatim membuat shaf di belakang beliau, dan orang perempuan tua di belakang kami. Rasulullah saw shalat untuk kami dua rakaat, kemudian beliau pergi."
Bab Ke-21: Shalat di Atas Tikar Kecil (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian akhir hadits Maimunah yang tercantum pada nomor 213 di atas.") 215. Aisyah istri Nabi Muhammad saw. berkata, "Aku tidur di hadapan Rasulullah saw dan kedua kakiku pada arah kiblat beliau [sedangkan beliau melakukan shalat, 2/61]. Apabila beliau sujud, beliau merabaku, maka aku tarik kedua kakiku. Apabila beliau berdiri, aku julurkan kedua kakiku." Ia berkata, "Pada waktu itu, rumah-rumah tanpa lampu." (Dalam satu riwayat: Rasulullah saw melakukan shalat, sedangkan Aisyah berada di antara beliau dan kiblat, di atas tempat tidur istrinya). (Dalam riwayat lain: Aisyah telentang di atas tempat tidur yang ditempati mereka berdua tidur, seperti telentangnya jenazah).
Bab Ke-23:
Sujud di Atas Kain Pada Waktu Panas yang Teramat Terik Al-Hasan berkata, "Orang-orang sujud di atas sorban-sorban mereka dan kopiah dengan kedua tangan di dalam lengan baju mereka (karena panas yang sangat terik)."[27] 216. Anas bin Malik berkata, "Kami shalat bersama Nabi Muhammad saw. [ketika hari panas terik, 1/107 (dalam satu riwayat: sangat panas. Apabila salah seorang dari kami tidak bisa menempelkan wajahnya ke tanah, 2/161)], lalu salah seorang di antara kami meletakkan ujung pakaiannya di tempat sujud karena sangat (dalam satu riwayat: karena menjaga diri dari) panas."
Bab Ke-24:
Shalat dengan Mengenakan Sandal 217. Abu Maslamah Sa'id bin Yazid al Azdi berkata, "Aku bertanya kepada Anas bin Malik, 'Apakah Nabi Muhammad saw. shalat pada kedua sandal beliau?' Ia menjawab, 'Ya.'"
Bab Ke-25:
Shalat dengan Mengenakan Khuf (Sepatu Tinggi) 218. Hamam ibnul-Harits berkata, "Aku melihat Jarir bin Abdullah kencing, kemudian berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya (sepatu yang menutup mata kaki), kemudian ia berdiri dan shalat. Ia ditanya, lalu menjawab, 'Aku melihat Rasulullah saw berbuat seperti ini.'" Ibrahim berkata, "Hal ini menjadikan mereka keheranan karena Jarir termasuk orang yang paling akhir (dari kalangan sahabat) yang masuk Islam."
Bab Ke-26:
Apabila Seseorang tidak Sujud dengan Sempurna 219. Hudzaifah pernah melihat seseorang melakukan shalat tanpa menyempurnakan ruku dan sujudnya. Setelah orang itu selesai shalat, Hudzaifah menegurnya, "Kamu tadi belum dapat dianggap telah melakukan shalat." Perawi hadits ini menambahkan, "Aku kira, Hudzaifah berkata, 'Seandainya kamu meninggal, tentulah kamu meninggal tidak di atas sunnah Muhammad saw.'"
Bab Ke-27:
Menampakkan Ketiak dan Memisahkan Lengan dan Tubuh Pada Waktu Sujud 220. Abdullah bin Malik ibnu Buhainah r.a. berkata bahwa apabila Nabi Muhammad saw. shalat, beliau merenggangkan kedua tangan beliau sehingga tampak putihnya kedua ketiak beliau.
Bab Ke-28:
Keutamaan Shalat Menghadap Kiblat Hendaklah seseorang menghadapkan pula jari-jari kakinya ke kiblat. Demikian dikatakan oleh Abu Humaid dari Nabi Muhammad saw.[28] 211. Anas bin Malik r.a. berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka menyatakan, 'Tidak ada tuhan kecuali Allah.' Apabila mereka sudah menyatakan demikian dan melakukan shalat seperti shalat kita, menghadap kiblat kita, dan menyembelih sembelihan seperti cara kita menyembelih, diharamkan atas kita darah dan harta mereka, kecuali dengan haknya, dan hisabnya terserah kepada Allah.'" (Dalam satu riwayat: "Maka ia adalah orang muslim yang mempunyai jaminan dari Allah dan Rasul Nya.") (Dalam suatu riwayat mu'allaq dari Humaid: Maimun bin Siyah bertanya kepada Anas bin Malik, "Wahai ayah Hamzah, apakah yang menjadikan haramnya darah dan harta seseorang (untuk diambil)?" Anas menjawab, "Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, menghadap kiblat seperti kiblat kita, mengerjakan shalat seperti shalat kita, dan memakan sembelihan kita, dia adalah muslim, dia mempunyai hak sebagaimana orang muslim, dan mempunyai kewajiban sebagaimana orang muslim.")
Bab Ke-29:
Kiblatnya Penduduk Madinah dan Penduduk Syam serta Tidak Ada Kiblat di Sebelah Timur dan Barat, Mengingat Sabda Nabi Muhammad saw., 'Janganlah kamu menghadap kiblat pada waktu buang air besar atau kencing, tetapi menghadaplah ke Timur atau ke Barat.[29] (Aku katakan, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Ayyub yang telah disebutkan pada nomor 97 di muka.")
Bab Ke-30:
Firman Allah Ta'ala, "Dan, jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat." (al-Baqarah: 125) 222. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Ketika Nabi Muhammad saw masuk di Baitullah, beliau berdoa dalam seluruh arah-arahnya dan beliau tidak shalat sampai beliau keluar darinya. Setelah beliau keluar, beliau melakukan shalat dua rakaat di arah Ka'bah dan bersabda, 'Inilah kiblat itu.'"
Bab Ke-31:
Menghadap ke Arah Kiblat (Ka'bah) di Mana Pun Berada Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi Muhammad saw bersabda, "Menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah (yakni bertakbiratul ihram untuk memulai shalat)."[30] 223. Jabir berkata, "Nabi Muhammad saw. shalat di kendaraan beliau ke mana saja kendaraan itu menghadap. Akan tetapi, apabila beliau akan shalat fardhu, beliau turun dan menghadap kiblat" 224. Abdullah berkata, "Nabi saw. shalat [zhuhur dengan mereka, 7/227] [lima rakaat 2/65]. Setelah beliau salam, dikatakan kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, telah terjadi sesuatu dalam shalat?' (Dalam satu riwayat: 'Apakah shalat telah ditambah? Dalam riwayat lain: 'Apakah shalat telah diringkas atau terlupakan?) Beliau bersabda, 'Apakah itu?' Mereka menjawab, 'Engkau melakukan shalat lima rakaat.' Beliau lalu melipatkan kedua kaki dan menghadap kiblat, lalu sujud dua kali [sesudah salam], kemudian beliau salam lagi. Ketika beliau menghadapkan muka kepada kami, beliau bersabda, 'Sesungguhnya, kalau terjadi sesuatu dalam shalat niscaya aku beritahukan kepadamu. Akan tetapi, aku adalah manusia seperti kamu; aku bisa lupa sebagaimana kamu lupa. Apabila aku lupa, ingatkanlah. Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, condonglah kepada yang benar, lantas hendaklah ia menyempurnakannya, kemudian mengucapkan salam, kemudian sujud dua kali.'"
Bab Ke-32:
Tentang (Menghadap) Kiblat dan Orang yang Menganggap Tidak Perlu Mengulang Shalat Apabila Seseorang Lupa dan Shalat dengan Menghadap ke Arah Selain Kiblat Nabi Muhammad saw pernah mengucapkan salam setelah melakukan dua rakaat shalat zhuhur dan menghadapkan wajahnya ke arah orang banyak, kemudian menyempurnakan rakaat yang masih tertinggal.[31] 225. Anas berkata bahwa Umar berkata, "Aku mendapatkan persetujuan Tuhanku dalam tiga hal. Aku (Umar) berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kita jadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat?' Turunlah ayat, 'Dan, jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.' Dan, ayat hijab (bertirai) di mana aku berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau engkau perintahkan istri-istrimu berhijab karena mereka diajak bercakap-cakap oleh (dalam satu riwayat: engkau biasa didatangi oleh, 5/ 149) orang yang baik dan orang yang jahat? Turunlah ayat hijab. Dan, istri-istri Nabi Muhammad saw. bersepakat untuk cemburu kepada beliau, lalu aku berkata kepada mereka, 'Jika beliau menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan menggantinya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian.' (Dalam satu riwayat: 'Dan telah sampai berita kepadaku bahwa Nabi Muhammad saw mencela sebagian istrinya. Aku lalu menemui mereka dan berkata, 'Berhentilah kalian dari perbuatan itu atau Allah akan mengganti bagi Rasul-Nya istri-istri yang lebih baik daripada kalian,' hingga aku datang kepada salah seorang dari mereka. Salah satu istri ini berkata, 'Hai Umar, apakah pada Rasulullah itu tidak terdapat sesuatu yang dapat memberi pelajaran atau menyadarkan istri-istrinya sehingga engkau menasihati mereka?'). Maka, turunlah ayat ini." 226. Abdullah bin Umar berkata, "Pada waktu orang-orang sedang melakukan shalat subuh di Quba', tiba-tiba mereka didatangi seseorang (untuk menyampaikan berita). Orang itu berkata, 'Sesungguhnya, malam tadi telah diturunkan kepada Rasulullah saw. Al-Qur'an (yakni wahyu). Beliau diperintahkan shalat menghadap ke Kabah. [Maka ingatlah, menghadaplah kalian ke Kabah! 5/152].' Mereka lalu menghadap ke Ka'bah, padahal waktu itu wajah mereka sedang menghadap ke Syam. Mereka lalu menghadapkan wajahnya ke Ka'bah."
Bab Ke-33:
Menggaruk Ludah dari Masjid dengan Tangan 227. Anas r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw melihat dahak di arah kiblat. Beliau merasa keberatan terhadap hal itu sehingga tampak di wajah beliau (ketidaksenangan itu), lalu beliau berdiri, lantas menggaruknya dengan tangan beliau seraya bersabda, "Sesungguhnya, apabila salah seorang di antaramu berdiri dalam shalat, sesungguhnya ia sedang bermunajat (bercakap-cakap) dengan Tuhannya atau Tuhannya itu di antara dia dan kiblatnya. Karena itu, janganlah salah seorang diantaramu meludah ke arah kiblatnya [dan jangan pula ke arah kanannya, 1/107], tetapi kesebelah kiri atau di bawah telapak kakinya [yang kiri, 1/135]." Beliau lalu mengambil ujung selendang beliau dan meludah di situ. Beliau lalu menggeserkan sebagiannya atas sebagian yang lain, lalu beliau bersabda, 'Atau, berbuat seperti ini.'" 228. Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw melihat ludah (dalam satu riwayat: dahak, 1/183) di dinding masjid pada arah kiblat [ketika beliau akan mengerjakan shalat di depan orang banyak], lalu beliau menggosoknya [dengan tangannya, 7/98], lalu menghadap kepada orang banyak (dalam satu riwayat: maka beliau marah kepada ahli masjid, 2/62), lalu bersabda [setelah selesai], "Apabila salah seorang di antara kalian sedang shalat, janganlah ia meludah di depannya karena sesungguhnya Allah itu berada di arah mukanya jika ia sedang shalat." [Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata, "Apabila salah seorang dari kamu meludah, hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya."] 229. Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw melihat ada ingus, ludah, atau dahak di dinding masjid, lalu beliau menggosoknya.
Bab Ke-34:
Menggosok Dahak dari Masjid dengan Batu Ibnu Abbas berkata, "Apabila kamu menginjak kotoran yang basah, cucilah ia, dan jika kering, tidak perlu kamu cuci."[32] 230. Abu Hurairah dan Abu Said berkata bahwa Rasulullah saw melihat dahak pada dinding (dalam satu riwayat: ke arah kiblat, 1/107) masjid, lalu beliau mengambil sebutir kerikil kemudian menggosok-gosoknya, lalu beliau bersabda, "Apabila seseorang di antara kalian ingin meludah, janganlah ia meludah ke arah depannya dan kanannya, tetapi hendaklah meludah ke sebelah kirinya atau ke bawah kakinya yang kiri."[33]
Bab Ke-35:
Jangan Meludah ke Sebelah Kanan Ketika Shalat
Bab Ke-36: Hendaknya Meludah ke Sebelah Kirinya atau di Bawah Kaki Kirinya
Bab Ke-37:
Denda Meludah di Masjid 231. Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Meludah di masjid adalah suatu kesalahan dan kaffarahnya (tebusannya) adalah menanamnya (menghilangkannya).'"
Bab Ke-38:
Memendam Ludah di Masjid 232. Abu Hurairah berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Jika seseorang di antara kalian berdiri mengerjakan shalat, janganlah meludah ke depannya karena sebenarnya ia di saat itu sedang bermunajat kepada Allah selama ia masih di tempat shalatnya dan janganlah ia meludah ke sebelah kanannya karena di sebelah kanannya ada seorang malaikat, tetapi hendaklah dia meludah ke sebelah kirinya atau ke bawah telapak kakinya, lalu memendamnya (menanamnya)."
Bab Ke-39:
Apabila Terpaksa untuk Segera Meludah, Baiknya Mengambil Ujung Pakaiannya (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tersebut pada nomor 227 di muka.")
Bab Ke-40:
Nasihat Imam Kepada Orang Banyak Mengenai Pelaksanaan Shalat yang Sempurna dan Keterangan Tentang Kiblat 233. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Apakah kamu melihat kiblatku di sini? Demi Allah, tidaklah tersembunyi atasku kekhusyuanmu dan rukumu, [dan, l/181] sesungguhnya aku melihatmu dari belakang punggungku." 234. Anas bin Malik berkata, "Nabi Muhammad saw shalat bersama dengan kami sebagai imam dalam suatu shalat yang dikerjakan. Kemudian, beliau naik mimbar, lalu bersabda mengenai shalat dan ruku, 'Sesungguhnya, aku melihat kalian dari belakangku sebagaimana aku melihat kalian (sewaktu berhadap-hadapan).'"
Bab Ke-41:
Bolehkah Dikatakan Masjid Bani Fulan? 235. Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw memperlombakan antar kuda yang diberi makan penuh dari Hafya' ke Tsaniyatil Wada' dan memperlombakan antar kuda yang tidak diberi makan penuh dari Tsaniyah ke masjid bani Zuraiq. Abdullah bin Umar termasuk orang yang ikut berlomba itu.
Bab Ke-42:
Membagi dan Menggantungkan Tempat Penyimpanan Harta di Dalam Masjid Anas berkata, "Nabi Muhammad saw diberi harta dari Bahrain. Beliau lalu bersabda, 'Sebarkanlah di masjid!' Itulah sebanyak-banyak harta yang disampaikan kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw lalu keluar untuk shalat dan tidak menoleh kepadanya. Ketika beliau telah selesai menunaikan shalat, beliau datang dan duduk di sana. Bila beliau melihat seseorang, orang itu beliau beri harta itu. Tiba-tiba Abbas r.a. datang kepada beliau, lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, berilah aku karena aku menebus diriku dan aku menebus Aqil.' Rasulullah lalu bersabda kepadanya, 'Ambillah.' Abbas lalu mengambilnya dan memasukkannya di dalam kainnya, dan dia menganggap pemberian itu hanya sedikit, tetapi ia tidak mampu untuk membawanya. Ia berkata, 'Wahai Rasulullah, suruhlah seseorang mengangkatkannya kepadaku.' Beliau bersabda, 'Tidak.' Ia berkata, 'Engkau sajalah yang mengangkatkannya kepadaku.' Beliau menjawab, 'Tidak.' Ia lalu pergi. Rasulullah saw. mengikutinya terus dengan pandangannya hingga Abbas tidak terlihat oleh kami. Rasulullah saw berbuat begitu karena merasa heran terhadap keinginannya. Ketika Rasulullah saw. berdiri, di sana sudah tidak ada satu dirham pun."
Bab Ke-43:
Orang yang Mengundang Makan di Masjid dan Orang yang Mengabulkan Undangan Itu 236. Anas berkata, "Aku mendapati Nabi Muhammad saw dalam masjid bersama dengan sejumlah orang. Aku langsung mendekati beliau, lalu beliau bertanya kepadaku, 'Apakah engkau suruhan Abu Thalhah?' Aku menjawab, 'Ya.' Beliau bertanya, 'Untuk makan-makan?' Aku menjawab, 'Ya.' Beliau lalu bersabda kepada orang-orang yang bersama beliau, 'Berdirilah!' Mereka lalu keluar dan aku berangkat di depan mereka."
Bab Ke-44:
Memberikan Keputusan dan Saling Mengucapkan Li'an di Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Sahl bin Sa'ad yang tercantum pada Kitab ke-68 'ath-Thalaq', Bab ke-20.")
Bab Ke-45:
Apabila Seseorang Memasuki Sebuah Rumah, Haruskah Dia Shalat di Mana Saja yang Dia Kehendaki Ataukah Seperti yang Diperintahkan? Dan tidak Boleh Mengadakan Penyelidikan (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Itban yang panjang yang akan disebutkan di bawah ini [nomor 237].")
Bab Ke-46:
Mendirikan Masjid di Rumah-Rumah Al-Barra' bin Azib shalat di masjidnya yang terletak di rumahnya dengan berjamah.[34] 237. Dari Mahmud bin ar-Rabi' al-Anshari [dan dia mengaku menahan Rasulullah saw dan menahan muntahan yang dimuntahkannya (dalam satu riwayat: dia berkata, "Aku menahan dari Nabi Muhammad saw muntahan yang beliau muntahkan di wajahku dan ketika itu aku berumur lima tahun, 1/27) dari timba yang berharga beberapa dirham, l/204] [Mahmud mengaku, 2/55] bahwasanya [dia mendengar] Itban bin Malik [seorang tunanetra dan, 1/163] termasuk sahabat Rasulullah saw. dari golongan yang menyaksikan (turut serta dalam) Perang Badar dari kalangan Anshar [bersama Rasulullah saw., katanya, "Aku melakukan shalat untuk mengimami kaumku, bani Salim, dan antara aku dan mereka terdapat lembah yang apabila turun hujan aku kesulitan melewatinya menuju ke masjid. Aku datang kepada Rasulullah saw. dan berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, pandanganku sudah buruk, padahal aku menjadi imam shalat bagi kaumku. Apabila turun hujan, mengalirlah air di lembah yang ada di antara aku dan mereka sehingga aku tidak mampu mendatangi masjid mereka untuk mengimami mereka. Wahai Rasulullah, aku ingin engkau datang kepada ku, lalu engkau shalat di rumahku [di tempat] yang aku jadikan mushalla.' Rasulullah saw bersabda kepadaku, 'Akan aku lakukan insya Allah.' Keesokan harinya, Rasulullah saw dan Abu Bakar datang kepadaku saat matahari sudah tinggi (dalam satu riwayat: sangat terik). Rasulullah saw minta izin dan aku mengizinkannya, namun beliau tidak duduk ketika (dalam satu riwayat: sehingga, 6/202) masuk rumah. Beliau lalu bertanya, 'Dimanakah kamu inginkan agar aku shalat di rumahmu?' Aku menunjukkan beliau suatu arah dari rumahku, lalu Rasulullah berdiri dan bertakbir. Kami lalu berdiri dan berbaris [di belakang beliau), kemudian beliau shalat dua rakaat dan salam [dan kami mengucapkan salam setelah beliau salam]. Kami menahan beliau (untuk menyantap) bubur gandum yang kami campur dengan daging untuk beliau. [Maka orang-orang sekitar mendengar Rasulullah saw. ada di rumah saya]. Datanglah beberapa orang laki-laki dari desa itu dan mereka berkumpul. Salah seorang dari mereka berkata, 'Dimanakah Malik bin Dukhaisyin atau Ibnu Dukhsyun?' Sebagian mereka menjawab, 'Dia itu orang munafik, tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya.' Rasulullah saw lalu bersabda, Janganlah kamu berkata demikian. Bukankah kamu telah melihatnya telah mengucapkan, 'Tiada Tuhan melainkan Allah' yang dengan ucapan itu ia mengharapkan ridha Allah?' Ia berkata, 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.' [Adapun kami], sesungguhnya kami melihat wajah dan nasihatnya kepada orang-orang munafik. Rasulullah saw lalu bersabda, 'Sesungguhnya, Allah mengharamkan neraka terhadap orang yang mengucapkan, 'Tiada tuhan melainkan Allah, karena mengharapkan keridhaan Allah.'" [Mahmud berkata, "Aku lalu menceritakan hal ini kepada suatu kaum yang di antaranya terdapat Abu Ayyub, yang menemani Rasulullah saw dalam peperangan yang mengantarkannya gugur di sana. Yazid bin Muawiyah sedang berkuasa atas mereka di negeri Rum. Abu Ayyub mengingkari hal itu atas aku. Ia berkata, 'Demi Allah, aku tidak mengira Rasulullah akan bersabda seperti yang engkau ceritakan itu.' Aku merasakan hal itu sebagai sesuatu yang besar. Aku menetapkan diriku karena Allah supaya menerimaku, sehingga aku selesai perang, untuk menanyakan hal itu kepada Itban bin Malik r.a-jika aku dapat menjumpainya ketika masih hidup-di masjid kaumnya. Aku menutup (selesai perang). Aku lalu ber-talbiyah untuk haji atau umrah, kemudian aku pergi hingga sampai di Madinah, kemudian aku datang ke perkampungan bani Salim, ternyata dia adalah seorang tua yang tunanetra, yang sedang shalat mengimami kaumnya. Setelah dia usai salam dari shalatnya, aku mengucapkan salam kepadanya dan aku beritahukan jati diriku, kemudian aku tanyakan kepadanya tentang hadits itu. Dia lalu menceritakannya kepadaku sebagaimana dahulu ia menceritakannya kepadaku kali pertama." 2/56] Ibnu Syihab berkata, "Aku bertanya kepada al-Hushain bin Muhammad al Anshari-salah seorang dari bani Salim dan termasuk salah seorang anggota pasukan infanteri-tentang hadits Mahmud bin ar-Rabi' (diatas), lalu ia membenarkan hal itu."
Bab Ke-47:
Mendahulukan Yang Kanan dalam Memasuki Masjid dan Lain-Lain Abdullah bin Umar memulai dengan kakinya yang kanan, sedangkan bila keluar, ia memulainya dengan kakinya yang kiri.[35] 238. Aisyah berkata, "Nabi Muhammad saw suka sekali mendahulukan yang kanan sebisa mungkin dalam semua urusannya, seperti dalam bersuci, menyisir rambut, dan memakai terompah."
Bab Ke-48:
Apakah Boleh Menggali Kubur Kaum Musyrikin di Zaman Jahiliah dan Mempergunakan Tempat Itu Sebagai Masjid? Nabi Muhammad saw bersabda, "Allah melaknat orang Yahudi karena mereka membangun tempat-tempat ibadah di kuburan-kuburan para nabi mereka." Juga dibencinya shalat di kuburan. Umar melihat Anas bin Malik shalat di sisi kuburan dan berseru, "Kuburan! Kuburan!" Beliau tidak menyuruh mengulangi shalatnya.[36] 239. Anas r.a. berkata, "Nabi Muhammad saw datang ke Madinah. Beliau turun di Madinah kawasan atas, di suatu perkampungan yang disebut bani Amr bin Auf. Nabi Muhammad saw tinggal di tempat mereka selama empat belas malam. Beliau lalu mengirimkan (utusan) kepada orang-orang bani Najjar. Mereka datang dengan menyandang pedang. Seolah-olah aku melihat Nabi Muhammad saw di atas kendaraan beliau, Abu Bakar mengiringi beliau, dan orang-orang bani Najjar di sekeliling beliau, sehingga beliau meletakkan kendaraan beliau di halaman rumah Abu Ayyub. Beliau suka menunaikan shalat di mana saja sewaktu tiba waktu shalat dan beliau shalat di tempat menderumnya kambing. [Kemudian sesudah itu, aku mendengar dia berkata, 'Beliau shalat di tempat menderumnya kambing, sebelum dibangunnya masjid.'] (Dalam satu riwayat: Kemudian) beliau menyuruh membangun masjid dan beliau minta dipanggilkan orang-orang bani Najjar, lalu beliau bersabda, 'Berapakah harga kebunmu ini?' Mereka menjawab, 'Tidak. Demi Allah, kami tidak meminta harganya kecuali kepada Allah ta'ala.' Anas berkata, 'Di kebun itu terdapat apa yang aku katakan kepadamu, yaitu kuburan orang-orang musyrik, juga terdapat reruntuhan dan terdapat pohon kurma. Nabi Muhammad saw. lalu memerintahkan supaya kuburan orang-orang musyrik itu digali, kemudian reruntuhan itu diratakan, dan pohon-pohon kurma ditebang. Mereka menjajarkan batang-batang pohon kurma di arah kiblat masjid. Kedua ambang pintu dibuat dari batu. Mereka memindahkan batu-batu seraya bersyair rajaz dan Nabi bersama mereka sambil berkata (dalam satu riwayat: bersama mereka mengucapkan), ("Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat, maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.')"
Bab Ke-49:
Shalat di Kandang Kambing (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Anas di muka.")
Bab Ke-50:
Shalat di Tempat Pembaringan (Ladang-Ladang) Unta 240. Nafi' berkata, "Aku melihat Ibnu Umar shalat menghadap untanya dan ia berkata, 'Aku melihat Nabi Muhammad saw melakukannya.'"
Bab Ke-51:
Orang yang Shalat di Depan Tungku Pemanasan atau Api atau Hal-Hal Lain Yang Disembah Orang, Tetapi Dia Memaksudkan Shalatnya Semata-mata untuk Allah Anas berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Neraka ditampakkan kepadaku ketika aku sedang shalat"[37] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan pada Kitab ke-16 'al-Kusuf', Bab ke-9.")
Bab Ke-52:
Dibencinya Shalat di Kuburan 241. Ibnu Umar berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Lakukanlah sebagian shalatmu (selain shalat fardhu, yakni shalat sunnah) di rumahmu dan janganlah kamu jadikan rumahmu itu sebagai kuburan (bukan tempat shalat)."
Bab Ke-53:
Shalat di Tempat Tempat Reruntuhan Gempa dan Bekas Azab Diriwayatkan bahwa Ali tidak menyukai shalat di tempat bekas reruntuhan gempa di Babil.[38] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang akan disebut kan pada Mtab ke-60 'al-Anbiya', Bab ke17.")
Bab Ke-54:
Shalat di Gereja atau Candi (Tempat Ibadah Agama Selain Islam) Umar berkata, "Kami tidak memasuki gereja-gerejamu karena patung-patung dan gambarnya itu."[39] Ibnu Abbas shalat di dalam biara (tempat ibadah agama lain) kecuali biara yang ada patung di dalamnya.[40] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits Aisyah yang akan disebutkan pada Kitab ke-23 'al-Janaiz',Bab ke-62.")
Bab Ke-55:
242. Aisyah dan Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) berkata, "Ketika Rasulullah saw menghadapi kematian, beliau melemparkan selendang pada muka beliau. Ketika selendang itu menutupi muka beliau, beliau membukanya seraya bersabda dalam keadaan demikian, 'Laknat (kutukan) Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah).'" Beliau mempertakutkan akan apa yang mereka perbuat.[41] 243. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi karena mereka membangun tempat-tempat ibadah di atas kuburan nabi-nabi mereka."
Bab Ke-56:
Sabda Nabi Muhammad saw., "Bumi Itu Dijadikan untukku Sebagai Tempat Shalat dan Alat Bersuci (Tayamum)."[42] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang tersebut pada nomor 186 di muka.")
Bab Ke-57:
Tidurnya Seorang Wanita di Masjid 244. Aisyah berkata bahwa seorang budak perempuan hitam milik suatu perkampungan Arab yang sudah mereka merdekakan, tetapi masih suka bersama mereka, berkata, "Seorang anak perempuan kecil yang mengenakan selendang merah dari kulit keluar kepada mereka. Diletakkannya atau jatuh darinya dan lewatlah seekor burung rajawali dan burung itu mengira selendang yang jatuh itu sebagai daging, lantas dipungut nya. Mereka mencari selendang itu, namun tidak ditemukan, lalu mereka menuduhku. Mereka mencarinya sehingga mereka mencari di kemaluanku. (Dalam satu riwayat: Mereka lalu menyiksaku sampai mereka mencari di kemaluanku, 4/235). Demi Allah, sungguh aku berdiri bersama mereka [sedang aku masih dalam kesedihan], tiba-tiba burung rajawali itu lewat [hingga sejajar dengan kepala kami] lantas menjatuhkan selendang itu. Selendang itu jatuh di antara mereka [lalu mereka mengambilnya]. Aku berkata, 'Itulah selendang yang kamu tuduh aku mengambilnya, padahal aku sama sekali tidak mengambilnya. Inilah dia!' Perempuan itu mengatakan bahwa ia datang kepada Rasulullah saw dan masuk Islam. Aisyah berkata, 'Perempuan itu mempunyai kemah atau bilik dari tumbuh-tumbuhan di masjid. Perempuan itu datang dan bercerita kepadaku. Tidaklah dia duduk di tempatku melainkan ia mengatakan, 'Hari selendang adalah sebagian dari keajaiban Tuhan kita. Ketahuilah, bahwasanya Tuhan menyelamatkan aku dari negara kafir.' Aku bertanya kepada perempuan itu, 'Mengapakah ketika kamu duduk bersamaku mesti kamu ucapkan kalimat ini?' Perempuan itu lalu menceritakan cerita-cerita ini.'"
Bab Ke-58:
Tidurnya Orang Laki-Laki di Masjid Anas berkata, "Beberapa orang dari suku Ukal datang kepada Nabi Muhammad saw., kemudian mereka bertempat di teras masjid."[43] Abdur Rahman bin Abu Bakar berkata, "Orang-orang Ahlush Shuffah (orang-orang yang berdiam di teras masjid) itu adalah orang-orang fakir."[44] 245. Abu Hurairah berkata, "Aku melihat ada tujuh puluh orang dari Ahlush Shuffah, tiada seorang pun di antara mereka itu yang mempunyai selendang. Mereka hanya memiliki izar (kain panjang) atau lembaran-lembaran kain yang diikat seputar leher mereka. Di antara lembaran kain itu ada yang hanya sampai pada separo betis dan ada yang sampai pada kedua mata kaki, dan mereka menyatukannya dengan tangan mereka, karena khawatir aurat mereka terlihat"
Bab Ke-59:
Shalat Ketika Datang dari Bepergian Ka'ab bin Malik berkata, "Apabila Nabi Muhammad saw. pulang dari bepergian, beliau terlebih masuk ke masjid, lalu shalat di sana.'"[45] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya potongan dari hadits Jabir yang akan disebutkan pada Kitab ke-34 'al-Buyu", Bab ke-34.")
Bab Ke-60:
Apabila Masuk Masjid Hendaklah Shalat Dua Rakaat 246. Abu Qatadah as-Salami berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Apabila salah seorang di antaramu masuk masjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum duduk." (Dalam satu riwayat: "Janganlah ia duduk sehingga shalat dua rakaat." 2/51)
Bab Ke-61:
Hadats di Dalam Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Abu Hurairah yang tersebut pada Kitab ke-10 'al-Adzan',Bab ke-30.")
Bab Ke-62:
Membangun Masjid Abu Said berkata, "Atap masjid terbuat dari pelepah-pelepah pohon kurma."[46] Umar menyuruh membangun masjid dan berkata, "Lindungilah manusia (yang berjamaah di dalamnya) dari hujan. Jangan sekali-kali diwarnai merah atau kuning karena hal itu dapat menyebabkan orang-orang tergoda (tidak khusuk)."[47] Anas mengatakan, "Banyak orang yang akan bermegah-megahan dalam mendirikan masjid, tetapi mereka tidak memakmurkannya (meramaikannya) melainkan sedikit"[48] Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya, kalian akan bersungguh-sungguh menghiasi masjid-masjid kalian seperti orang-orang Yahudi dan Kristen menghiasi (gereja dan rumah ibadah mereka)."[49] 247. Abdullah (bin Umar) berkata bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dibangun dengan batu bata, atapnya dengan pelepah korma, dan tiangnya dengan batang pohon korma. Abu Bakar r.a. tidak menambahnya sedikit pun. Umar r.a. menambahnya dan membangun masjid seperti bangunan di masa Rasulullah saw dengan batu bata dan pelepah korma, dan mengganti tiangnya dengan kayu. Selanjutnya, Utsman r.a. mengubahnya dan melakukan penambahan yang banyak. Ia membangun dindingnya dengan batu yang diukir dan dibuat pola tertentu. Ia menjadikan tiang nya dari batu yang diukir dan atapnya dari kayu jati.
Bab Ke-63:
Tolong-menolong dalam Membangun (Memakmurkan) Masjid. Firman Allah, "Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada (siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (at-Taubah: 17-18) 248. Ikrimah berkata, "Ibnu Abbas berkata kepadaku dan kepada anakku, yaitu Ali, 'Berangkatlah kamu berdua ke rumah Abu Sa'id, lalu dengarlah apa yang diceritakannya.' Kami berdua pergi kepadanya dan kami dapati dia [dan saudaranya, 3/207] sedang dalam kebun membersihkan kebun itu. [Setelah melihat kami, dia datang] lalu diambilnya selendangnya dan ia duduk dengan berpegang lutut. Dia mulai bercerita kepada kami hingga sampai menyebutkan pembangunan masjid. Ia berkata, 'Kami dahulu membawa [batu bata masjid] satu demi satu dan Ammar membawa dua-dua batu bata, lalu Nabi Muhammad saw melihatnya dan beliau menghilangkan debu darinya (dalam satu riwayat: beliau mengusap debu dari kepalanya) seraya bersabda, 'Kasihan Ammar, ia akan dibunuh oleh golongan yang zalim, padahal ia mengajak mereka ke surga, sedangkan mereka mengajaknya ke neraka.' Ammar menjawab, 'Aku berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah itu.'"
Bab Ke-64:
Meminta Pertolongan Kepada Tukang Kayu dan Ahli Bangunan untuk Mendirikan Tiang-Tiang Mimbar dan Masjid 249. Jabir berkata bahwa seorang wanita berkata, "Wahai Rasulullah, dapatkah aku membuatkan sesuatu untukmu yang dapat engkau duduk di atasnya karena aku mempunyai seorang budak yang merupakan seorang tukang kayu?" Beliau bersabda, "Jika kamu mau, bolehlah." Perempuan itu lalu membuatkan tempat duduk yang berupa mimbar.
Bab Ke-65:
Orang yang Mendirikan Masjid 250. Ubaidillah al-Khaulani mendengar ucapan Utsman bin Affan r.a. ketika ia mendengar perkataan orang-orang di kala membangun masjid Rasulullah saw., "Sesungguhnya, kamu telah berbuat banyak dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Barang siapa yang membangun masjid-Bukair berkata, 'Aku kira beliau bersabda'-karena mengharapkan keridhaan Allah, Allah akan membangunkan untuknya yang seperti itu di surga.'"
Bab Ke-66:
Memegang Mata Panah dengan Tangan Sewaktu Lewat di Masjid 251. Jabir bin Abdullah berkata, "Seorang laki-laki lewat di masjid sambil membawa panah [dengan menampakkan mata panah/bagian tajamnya 8/190] lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya, 'Peganglah mata panahnya [jangan sampai menggores orang muslim].' [Dia menjawab, 'Ya, aku laksanakan.']"
Bab Ke-67:
Lewat di Masjid 252. Abu Musa berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Barangsiapa yang lewat pada sesuatu dari masjid-masjid kami atau pasar kami dengan anak panah, hendaklah ia pegang mata panahnya; janganlah ia melukai muslim dengan telapaknya." (Dalam satu riwayat: "Jangan sampai ada sesuatu darinya yang menimpa salah seorang muslim." 8/90)
Bab Ke-68
: Bersyair di Dalam Masjid 253. Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf mendengar Hassan bin Tsabit al Anshari meminta kesaksian kepada Abu Hurairah r.a. (dan dari jalan Said ibnul Musayyab, berkata, "Umar lewat di masjid dan Hasan sedang bersenandung. Hassan berkata (kepada Umar yang memelototinya), 'Aku pernah bersenandung (bersyair) di dalamnya, sedangkan di sana ada orang yang lebih baik daripada engkau.' Hassan lalu menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata, 4/79), ['Hai Abu Hurairah, 7/109], aku meminta kepadamu dengan nama Allah, apakah kamu mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Wahai Hassan, jawablah dari Rasulullah saw (dalam satu riwayat: jawablah dariku). 'Wahai Allah, kuatkanlah ia dengan ruh suci (Jibril).' Abu Hurairah menjawab, 'Ya.'"
Bab Ke-69:
Orang-Orang yang Bermain Tombak (Anggar) di Dalam Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tercantum pada Kitab ke-12 'al-Idaini', Bab ke-2.")
Bab Ke-70:
Menyebutkan Jual Beli di Atas Mimbar di Dalam Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad nya hadits Aisyah dalam masalah pemerdekaan Barirah yang tercantum pada Kitab ke-24 'al-Buyu",Bab ke-73.")
Bab Ke-71:
Menagih Utang dan Memberi Ketetapan di Masjid 254. Ka'ab bin Malik berkata bahwa ia beperkara utang dengan [Abdullah, 3/ 92] Ibnu Abi Hadrad [al-Aslami] [pada masa Rasulullah saw., 1/121] di masjid, [lalu ia mendesaknya, kemudian keduanya bersitegang]; suara keduanya keras hingga terdengar oleh Rasulullah saw. yang sedang berada di rumah beliau. Beliau keluar menemui keduanya sehingga terbukalah tirai kamar beliau. Beliau memanggil [Ka'ab bin Malik, 3/ 172], "Hai, Ka'ab." Ia menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Lunasilah sebagian dari utangmu ini." Beliau memberi isyarat kepadanya [dengan tangan beliau], yakni separonya. Ia menjawab, 'Telah aku lakukan, wahai Rasulullah". Beliau bersabda, "Berdirilah, lalu tunaikanlah." [Lalu ia mengambil separo utangnya dan membiarkan yang separonya].
Bab Ke-72:
Menyapu Masjid, Memunguti Sobekan Kain, Kotoran, dan Kayu-kayuan Harum-haruman 255. Abu Hurairah berkata bahwa seorang laki-laki hitam atau wanita hitam penyapu masjid [aku tidak mengetahuinya kecuali seorang wanita],[50] lalu ia meninggal [sedang Nabi Muhammad saw. tidak mengetahui kematiannya, 2/ 92], lalu beliau menanyakannya [seraya bersabda, "Apa yang dilakukan orang-orang itu?"] Mereka manjawab, "Meninggal." Nabi Muhammad saw menimpali, "Mengapa kamu tidak memberitahukan kepadaku? Tunjukkanlah kuburannya (dengan dhamir/kata ganti "hi" (untuk laki-laki)) kepadaku!" Atau, beliau bersabda, "Atau kuburannya (dengan kata ganti untuk wanita)." Beliau lalu datang ke kuburnya dan menshalatinya.
Bab Ke-73:
Diharamkannya Jual Beli Khamr di Masjid 256. Aisyah r.a. berkata, "Ketika diturunkan ayat-ayat [terakhir, 3/11] dari surah al-Baqarah tentang riba, Nabi Muhammad saw keluar ke masjid. Beliau lalu membacakannya kepada orang-orang dan beliau mengharamkan berdagang khamr"
Bab Ke-74:
Pelayan-Pelayan untuk Kepentingan Masjid Ibnu Abbas berkata mengenai ayat (tentang perkataan istri Imran), "Aku nazarkan untuk Mu (ya Allah) anak yang ada dalam kandunganku," ialah untuk melayani kepentingan masjid.[51] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan dua bab sebelumnya."
) Bab Ke-75:
Orang yang Menjadi Tawanan atau Bermasalah Diikat di Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah pada Kitab ke 21 'al-Amal fish Shalah', Bab ke-10.")
Bab Ke-76:
Mandi Ketika Masuk Islam dan Mengikat Seorang Tawanan di Masjid Syuraih memerintahkan agar orang yang bermasalah ditahan (diikat) di tiang masjid.[52] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang tercantum pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab Ke-77:
Membuat Kemah di Masjid untuk Orang-Orang Sakit dan Lainnya (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab Ke-78:
Memasukkan Unta ke dalam Masjid Karena Sakit Ibnu Abbas berkata, "Nabi Muhammad saw melakukan thawaf dengan menaiki unta."[53] 257. Ummu Salamah berkata, "Aku mengadu kepada Rasulullah saw bahwa aku sakit. Beliau bersabda, 'Thawaflah di belakang orang-orang dan kamu naik kendaraan.' (Dalam satu riwayat darinya: Rasulullah saw bersabda kepadanya-ketika itu beliau berada di Mekah dan hendak keluar-, 'Apabila telah diiqamati shalat subuh, berthawaflah di atas unta mu ketika orang-orang sedang shalat, 2/65-1661). Aku lalu thawaf dan Rasulullah saw sedang shalat di samping Baitullah seraya membaca ath-Thuur wa Kitaabim Masthuur." [Ummu Salamah tidak melakukan shalat sehingga dia keluar.]
Bab Ke-79:
Pintu Kecil dan Jalan Berlalu dalam Masjid 258. Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Nabi Muhammad saw berkhotbah [kepada orang banyak, 4/253] dan beliau bersabda, 'Sesungguhnya, Allah menyuruh hamba Nya untuk memilih antara [diberi kemewahan] dunia dan apa yang ada di sisi-Nya, lalu hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah.' Abu Bakar r.a. menangis [dan berkata, 'Kami tebus dirimu dengan bapak dan ibu kami.'] Aku berkata dalam hati, 'Apakah yang menjadikan Tuan ini menangis? Jika Allah menyuruh seorang hamba untuk memilih antara [diberi kemewahan] dunia dan apa yang ada di sisi-Nya, lalu hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah [dan dia berkata, 'Kami tebus dirimu dengan bapak dan ibu kami,'] sedang Rasulullah saw itu adalah seorang hamba, padahal Abu Bakar itu adalah orang yang terpandai di antara kami.' Beliau bersabda, 'Wahai Abu Bakar, janganlah kamu menangis. Sesungguhnya, orang yang paling dermawan atasku dalam berteman dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengambil khalil (kekasih dalam arti khusus) [selain Tuhanku] dari umatku, niscaya aku mengambil Abu Bakar. Akan tetapi, persaudaraan (dalam satu riwayat: kekhalilan) Islam dan kasih sayangnya tidak membiarkan pintu (dalam satu riwayat: pintu kecil) di masjid melainkan ditutup kecuali pintu (dalam riwayat lain: pintu kecil) Abu Bakar.'" 259. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw di kala sakit, yang beliau wafat dalam sakit itu, keluar dengan mengikat kepala beliau dengan potongan kain. Beliau duduk di mimbar lalu beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian beliau bersabda, 'Tidak ada seorang pun yang lebih dermawan terhadapku dalam jiwa dan hartanya daripada Abu Bakar bin Abu Quhafah. Seandainya aku mengambil kekasih dari manusia niscaya aku mengambil Abu Bakar sebagai kekasih. Akan tetapi, persahabatan Islam lebih utama.' (Dalam satu riwayat: 'Akan tetapi, dia adalah saudaraku dan sahabatku.' 4/19]." Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas, "Adapun ucapan Rasulullah saw., 'Seandainya aku mengambil kekasih dari umat ini niscaya aku ambil Abu Bakar, tetapi persaudaraan Islam itu lebih utama atau lebih baik,' maka beliau mengucapkan yang demikian ini karena beliau menempatkan atau menetapkan Abu Bakar sebagai ayah (mertua).' 8/7) 'Tutuplah dariku setiap pintu di masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.'
Bab Ke-80:
Pintu-Pintu dan Kunci-Kunci Ka'bah serta Masjid 260. Ibnu Juraij berkata, "Ibnu Abi Mulaikah berkata kepadaku, 'Wahai Abdul Malik, aku ingin kamu telah melihat masjid Ibnu Abbas dan pintu-pintunya.'" (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tercantum pada Kitab ke-56 'al-Jihad', Bab ke-127.")
Bab Ke-81:
Masuknya Orang Musyrik ke Dalam Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits Abu Hurairah yang tercantum pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab Ke-82:
Mengeraskan Suara di Dalam Masjid 261. Saib bin Yazid berkata, "Aku sedang berdiri di masjid, lalu ada seorang laki-laki melempariku dengan beberapa batu kecil. Aku melihat ke arahnya, ternyata orang itu adalah Umar ibnul Khaththab. Ia berkata, 'Pergilah, kemudian bawalah kedua orang itu ke sini!' Aku membawa kedua orang itu kepadanya. Umar berkata, 'Siapakah Anda berdua ini?' Atau, ia berkata, 'Dari manakah Anda berdua ini?' Mereka menjawab, 'Kami penduduk Thaif.' Umar berkata, 'Seandainya Anda berdua penduduk negeri ini niscaya aku pukul Anda. Pantaskah Anda berdua mengeraskan suara di masjid Rasulullah saw.?'"
Bab Ke-83:
Pertemuan-Pertemuan Keagamaan Berbentuk Lingkaran dan Duduk di Dalam Masjid 262. Ibnu Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Muhammad saw ketika beliau [sedang di masjid] di atas mimbar [berkhotbah kepada orang banyak], 'Bagaimanakah shalat malam itu?' Beliau bersabda, 'Dua (rakaat) dua (rakaat). Jika takut kedahuluan subuh, shalat satu rakaat sebagai witir shalat yang sudah dikerjakan.' Dia berkata, 'Jadikanlah akhir shalatmu di malam hari itu witir karena Nabi Muhammad saw memerintahkan demikian.'" (Dalam satu riwayat: "Apabila engkau takut didahului masuknya waktu subuh, shalatlah satu rakaat sebagai witir bagi shalat yang sudah engkau kerjakan.")
Bab Ke-84:
Berbaring di Masjid dan Menjulurkan Kaki 263. Paman Abbad bin Tamim pernah melihat Rasulullah saw. telentang di masjid sambil meletakkan salah satu kaki beliau di atas yang lain 264. Sa'id ibnul Musayyab berkata "Umar dan Utsman juga pernah melakukan hal yang seperti itu."
Bab Ke-85:
Masjid yang Ada di Jalan dengan Tidak Mengganggu Orang Banyak Al Hasan, Ayyub, dan Malik mengatakan begitu (yakni masjid di pinggir jalan hendaknya tidak mengganggu orang banyak).[54]
Bab Ke-86:
Shalat di Masjid Pasar Ibnu Aun shalat di masjid yang ada di rumahnya dan pintunya ditutup sehingga tidak dapat dimasuki oleh orang banyak.[55] 265. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda, "Shalat jamaah melebihi atas shalat seseorang di rumahnya dan di pasarnya dengan dua puluh lima derajat. Sesungguhnya, salah seorang di antaramu apabila berwudhu dengan baik lalu datang ke masjid hanya karena mau shalat, tidaklah ia melangkahkan satu langkah melainkan Allah menaikkan derajatnya satu derajat dan menghapuskan satu kesalahan darinya sampai ia masuk masjid. Apabila ia masuk masjid, ia (dinilai dan diberi pahala seperti) berada dalam shalat selama ia bertahan karenanya dan malaikat memohonkan rahmat selama ia di dalam majelisnya yang mana ia shalat di dalamnya dan malaikat itu mengucapkan, 'Ya Allah, ampunilah ia, ya Allah sayangilah ia,' selama ia belum berhadats.'"
Bab Ke-87:
Menyilangkan Jari-Jari Tangan (Memasukkan Sela-Sela Jari Tangan Satu ke Dalam Sela-Sela Jari Tangan yang Lain) di Dalam Masjid dan di Luar Masjid 266. Ibnu Umar atau Ibnu Amr berkata, "Nabi Muhammad saw menjalinkan jari-jari beliau."[56] Abdullah (Ibnu Umar)[57] berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Wahai Abdullah bin Amr, bagaimana keadaanmu kalau kamu berada di antara endapan (ampas) orang-orang seperti ini...?"[58] 267. Abu Musa r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Sesungguhnya, orang mukmin bagi orang mukmin lain seperti sebuah bangunan di mana sebagiannya menguatkan sebagian yang lain," dan beliau menjalinkan (menyilangkan) jari-jarinya. 268. Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah saw shalat bersama kami dalam salah satu dari dua shalat petang hari [zhuhur atau ashar, 2/66]." Ibnu Sirin berkata, "Abu Hurairah menyebutkan jenis shalat itu, tetapi aku lupa." Muhammad (bin Sirin) berkata, "[Dugaan berat aku adalah shalat ashar, 2/66, dan dalam satu riwayat: zhuhur, 7/85]."[59] Abu Hurairah berkata, "Beliau shalat bersama kami dua rakaat, kemudian beliau salam, lalu beliau berdiri pada kayu yang melintang di [bagian depan] masjid, kemudian beliau bersandar padanya seolah-olah beliau marah. Beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, menjalin antara jari-jari, dan meletakkan pipi kanan di atas bagian luar dari telapak tangan kiri beliau, dan keluarlah orang-orang yang bersegera dari pintu masjid. Mereka berkata, '[Apakah] shalat sudah diringkas?' Adapun di kalangan kaum itu [pada waktu itu] ada Abu Bakar dan Umar, tetapi mereka takut untuk menyatakannya. Di antara kaum itu ada seorang laki-laki yang kedua tangannya panjang yang disebut (dalam satu riwayat: Nabi Muhammad saw biasa memanggilnya) Dzulyadain, dia berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau lupa ataukah memang shalat sudah diqashar (diringkas)?' Beliau bersabda, 'Aku tidak lupa dan tidak pula shalat itu diqashar.' [Dzulyadain berkata, 'Bahkan, engkau lupa, wahai Rasulullah.'] Beliau bertanya (kepada orang banyak), 'Apakah (benar) sebagaimana yang dikatakan oleh Dzulyadain?' Mereka menjawab, 'Ya.' [Beliau bersabda, 'Benar Dzulyadain.' Beliau lalu berdiri], kemudian beliau maju dan shalat akan apa yang tertinggal [dalam satu riwayat: dua rakaat lagi, 8/133], kemudian beliau salam, kemudian beliau bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama. Beliau lalu mengangkat kepala dan bertakbir, kemudian bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama. Beliau lalu mengangkat kepala dan bertakbir.'" Bisa jadi, mereka bertanya, "Kemudian beliau salam?"[60] Ibnu Sirin berkata, "Kami mendapat informasi bahwa Imran bin Hushain berkata, 'Beliau lalu salam.'"
Bab Ke-88:
Masjid-Masjid yang Terdapat di Jalan-Jalan Madinah dan Tempat-Tempat yang Ditempati Nabi Muhammad saw. Shalat 269. Musa bin Uqbah berkata, "Aku pernah melihat Salim bin Abdullah mencari-cari beberapa tempat di jalan tertentu, lalu ia shalat di tempat-tempat itu dan memberitahukan bahwa ayahnya pernah shalat di tempat-tempat itu dan ayahnya pernah melihat Nabi Muhammad saw. shalat di tempat itu." Nafi' memberitahukan kepadaku dari Ibnu Umar bahwasanya ia mengerjakan shalat di tempat-tempat itu. Aku bertanya pula kepada Salim, maka aku tidak mengetahuinya melainkan cocok dengan apa yang diterangkan Nafi' mengenai letak tempat tempat itu seluruhnya, hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai masjid yang terletak di Syaraf ar-Rauha'." 270. Nafi' berkata bahwa Abdullah memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah saw. singgah di bani Dzul Khulaifah ketika beliau umrah dan ketika beliau haji, di bawah pohon yang berduri di kawasan masjid yang ada di Dzul Khulaifah. Apabila beliau pulang dari suatu peperangan atau ketika pulang dari haji atau umrah, beliau turun dari perut suatu lembah (yakni Wadil Atiq) di jalan itu. Apabila beliau muncul dari suatu lembah, beliau menderumkan (unta) di tempat mengalirnya air di tebing lembah timur. Beliau tiba di sana di malam hari sampai masuk waktu subuh, tidak di masjid yang ada batunya dan tidak pula di bukit yang ada masjidnya. Di sana, ada celah di mana Abdullah shalat; di lembahnya ada tumpukan pasir, di sana Rasulullah saw shalat, lalu tumpukan pasir itu hanyut oleh banjir di tempat mengalirnya air, sehingga menimbuni tempat yang dipakai shalat oleh Abdullah. 271. Abdullah berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat di masjid kecil yang lebih kecil daripada masjid di dataran tinggi Rauha'. Abdullah mengetahui tempat yang dipergunakan shalat oleh Nabi Muhammad saw. Ia berkata, "Di sana, di sebelah kananmu ketika kamu berdiri shalat di masjid itu. Masjid itu di pinggir sebelah kanan, manakala kamu pergi ke Mekah. Jaraknya dengan masjid besar adalah satu lemparan batu atau yang semisal itu." 272. Abdullah bin Umar shalat di lembah Irquzh-Zhibyah yang ada di ujung Rauha'. Lembah itu penghabisan ujungnya di pinggir jalan di bawah masjid yang terletak di antaranya dengan ujung Rauha' di kala kamu pergi ke Mekah dan di sana telah dibangun masjid. Abdullah tidak shalat di masjid itu. Ia meninggalkannya dari sebelah kiri dan sebelah belakangnya, dan ia shalat di mukanya sampai ke lembah itu sendiri. Abdullah pulang dari Rauha' dan ia tidak shalat zhuhur sehingga tiba di tempat itu, lalu dia shalat zhuhur di sana. Apabila ia datang dari Mekah, jika ia melewatinya sesaat sebelum subuh atau di akhir waktu sahur, ia singgah sehingga ia shalat subuh di sana. 273. Abdullah berkata bahwa Nabi Muhammad saw. singgah di bawah pohon besar dekat Ruwaitsah di sebelah kanan jalan, yakni jalan tembus di tempat yang rendah dan datar sehingga ia keluar dari bukit kecil di bawah dua mil dari Ruwaitsah. Bagian atasnya telah runtuh dan gugur ke jurangnya dan bagian itu ada di belakang, dan di belakang itu pula terdapat banyak puing. 274. Nafi' berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat di ujung saluran air di belakang Araj.[61] Ketika Anda pergi ke dataran tinggi, di sebelah masjid itu terdapat dua atau tiga kuburan. Di atas kuburan itu ada batu nisan, di sebelah kanan jalan, di sebelah bebatuan jalan, di antara bebatuan itu Abdullah pulang dari Araj setelah matahari tergelincir di siang hari, lalu ia shalat zhuhur di masjid itu. 275. Abdullah bin Umar bercerita kepadanya (Nafi') bahwa Rasulullah saw singgah di pohon-pohon di kiri jalan di tempat saluran dekat Harsya.[62] Saluran itu lekat dengan (terletak di) ujung Harsya, antara dia dengan jalan dekat dari sasaran panah (jaraknya sekitar dua per tiga mil). Abdullah shalat di bawah pohon yang terdekat dari jalan dan itulah pohon yang paling tinggi. 276. Dulu, Nabi Muhammad saw singgah di saluran yang terdekat dengan Zhahran[63] ke arah Madinah ketika beliau singgah di Shafrawat.[64] Beliau singgah di saluran itu di sebelah kiri jalan di kala kamu pergi ke Mekah. Antara tempat tinggal Rasulullah saw dan jalan itu hanya satu lemparan batu. 277. Abdullah bin Umar bercerita kepada Nafi' bahwasanya Nabi Muhammad saw singgah di Dzi Thuwa[65] dan bermalam sampai pagi. Beliau lalu shalat subuh ketika tiba di Mekah. Mushalla Rasulullah saw di bukit yang besar. Di sana, tidak ada masjid yang dibangun, tetapi mushalla nya di bawah bukit yang besar. 278. Abdullah bin Umar bercerita kepada Nafi' bahwa Nabi Muhammad saw. menghadap dua tempat masuk gunung yang terletak di antara gunung itu dan gunung tinggi yang menuju Ka'bah. Beliau memposisikan masjid yang dibangun di sana berada di sebelah kiri masjid yang berada di ujung bukit Mushalla (tempat shalat) Nabi Muhammad saw lebih bawah darinya di atas bukit hitam, yang jaraknya dari bukit itu sekitar sepuluh hasta. Beliau lalu shalat dengan menghadap dua tempat rnasuk yang ada antara kamu dan Ka'bah.[66] --------------------------------------------------------------------------------
Bab-Bab Sutrah Orang yang Shalat
Bab Ke-89: Sutrah (Sasaran/Pembatas) Imam adalah Juga Sutrah Orang yang di Belakangnya 279. Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Rasulullah ketika keluar pada hari raya (dalam satu riwayat: pada hari Idul Fitri dan Idul Adha [2/7] ke mushalla/ lapangan tempat shalat Id 2/8), beliau memerintahkan kepada kami untuk meletakkan tombak di hadapan beliau. (Dalam satu riwayat: beliau biasa pergi ke mushalla dan dibawakan tombak. Lalu, ditancapkan di hadapan beliau. Dalam riwayat lain: ditegakkan di hadapan beliau 1/127). Lalu, beliau shalat dengan menghadap kepadanya, sedang orang-orang di belakang beliau. Beliau berbuat demikian itu dalam perjalanan. Karena itulah, para amir mengambilnya (melakukannya).
Bab Ke-90:
Berapakah Seyogianya Jarak Antara Orang yang Shalat dan Sutrahnya 280. Sahl r.a. berkata, "Antara tempat shalat Rasulullah[67] dan dinding (dan dalam satu riwayat: jarak antara dinding masjid ke arah kiblat dengan mimbar 8/154)[68] adalah kira-kira jalan tempat lewatnya kambing." 281. Salamah r.a. berkata, "Dinding masjid di sisi mimbar itu hampir-hampir seekor biri-biri saja tidak dapat melaluinya."[69]
Bab Ke-91:
Shalat Menghadapi Tombak Pendek sebagai Sutrah (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang disebutkan pada nomor 279 tadi.")
Bab Ke-92:
Shalat Menghadapi Tongkat
Bab Ke-93:
Sutrah di Mekah dan Lain-Lainnya (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Juhaifah yang disebutkan pada nomor 211 di muka.")
Bab Ke-94:
Shalat dengan Menghadapi Pilar-Pilar Umar berkata, "Orang-orang yang shalat lebih berhak untuk shalat di belakang pilar-pilar masjid daripada orang-orang yang berbicara."[70] Umar juga pernah melihat seseorang shalat di antara dua pilar. Lalu, dia memindahkannya ke dekat sebuah pilar dan menyuruhnya supaya shalat di belakangnya.[71] 282. Yazid bin Ubaid berkata, "Saya bersama-sama dengan Salamah bin Akwa' dan dia shalat pada tiang yang ada di sebelah mushaf. Lalu saya berkata kepadanya, 'Wahai Abu Muslim, saya melihatmu selalu shalat pada tiang ini.' Ia menjawab, 'Sesungguhnya saya melihat Rasulullah selalu shalat padanya.'"
Bab Ke-95:
Mendirikan Shalat yang Bukan Jamaah di Antara Pilar-Pilar (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang akan disebutkan pada '56 - Al-Jihad / 127 - BAB'").
Bab Ke-96:
283. Nafi' mengatakan bahwa Abdullah apabila memasuki Ka'bah, dia terus berjalan ke muka dan meninggalkan pintu Ka'bah di belakangnya. Dia berjalan terus sehingga dinding yang ada di hadapannya hanya berada lebih kurang tiga hasta darinya. Dia shalat di mana Nabi saw pernah shalat, sebagaimana diceritakan Bilal kepadanya. Ibnu Umar berkata, "Tidak ada persoalan bagi seseorang di antara kita untuk shalat di sembarang tempat di Ka'bah."
Bab Ke-97:
Shalat Menghadap Kendaraan, Unta, Pohon, dan Pelana 284. Dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi saw bahwa beliau menjadikan kendaraan beliau sebagai sasaran (sutrah) shalat. Lalu, beliau shalat menghadap kepadanya. Saya bertanya, "Apakah kamu melihat apabila kendaraan itu bergerak?" Ia menjawab, "Beliau mengambil kendaraan kecil, ditegakkannya. Lalu, beliau shalat di bagian belakangnya." Umar melakukannya seperti itu.
Bab Ke-98:
Shalat Menghadapi Ranjang (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang akan disebutkan pada nomor 288.")
Bab Ke-99:
Orang yang Shalat Menolak Orang yang Lewat di Depannya Ibnu Umar menolak orang yang lewat di depannya ketika sedang bertasyahud dan sewaktu di dalam Ka'bah. Dia pernah berkata, "Jika ia tidak mau kecuali engkau perangi, maka perangilah ia!" 285. Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa ia shalat di hari Jumat pada sesuatu yang menutupinya dari manusia. Seorang pemuda dari bani Abu Muaith akan lewat di depannya. Abu Said menolak dadanya. Maka, pemuda itu melihat. Namun, ia tidak mendapat jalan selain di depannya. Lalu, ia kembali untuk melewatinya. Namun, Abu Said menolak lebih keras daripada yang pertama. Maka, ia mendapat (sesuatu yang tidak menyenangkan-penj.) dari Abu Sa'id. Kemudian ia datang kepada Marwan, mengadukan apa yang ia jumpai dari Abu Sa'id. Abu Sa'id datang pula kepada Marwan di belakangnya, lalu Marwan bertanya, "Ada apakah kamu dan anak saudaramu, hai Abu Said?" Abu Sa'id menjawab, "Saya mendengar Nabi bersabda, 'Apabila salah seorang di antaramu sedang shalat dengan ada sesuatu yang menutupinya dari orang banyak, lalu ada seseorang yang akan lewat di depannya, maka tolaklah ia.' (Dan dalam satu riwayat: 'Apabila ada sesuatu yang hendak lewat di depan seseorang di antara kamu ketika ia sedang shalat, maka hendaklah ia mencegahnya. Jika tidak mau, maka hendaklah ia mecegahnya lagi.' 4192). Jika ia enggan, maka perangilah ia, karena sesungguhnya ia adalah setan.'"
Bab Ke-100:
Dosa Orang yang Berjalan di Depan Orang Shalat 286. Busr bin Abi Sa'id mengatakan bahwa Zaid bin Khalid menyuruhnya menemui Abu Juhaim. Ia perlu menanyakan kepadanya, apa yang pernah ia dengar dari Rasulullah mengenai orang yang berjalan di depan orang yang sedang mengerjakan shalat. Kemudian Abu Juhaim berkata, "Rasulullah bersabda, 'Seandainya orang yang lewat di muka orang yang sedang shalat itu mengetahui dosa yang dibebankan kepadanya, niscaya ia berdiri empat puluh lebih baik daripada ia lewat di depannya."' Abu Nadhar (perawi) berkata, "Saya tidak mengetahui, apakah beliau bersabda empat puluh hari, atau empat puluh bulan, atau empat puluh tahun."
Bab Ke-101:
Seseorang Menghadap Seseorang yang Shalat Utsman benci bila seseorang menghadap seseorang yang sedang shalat, kalau hal itu akan memecah perhatiannya. Apabila tidak menimbulkan efek tersebut, maka Zaid bin Tsabit berkata, "Aku tidak peduli, karena orang laki-laki tidaklah membatalkan shalat laki-laki lain."[72] 287. Dari Masruq dari Aisyah bahwa hal-hal yang membatalkan shalat disebutkan di sisinya. Mereka mengatakan, "Shalat menjadi batal jika seekor anjing, keledai, atau seorang wanita (lewat di depan orang yang shalat itu)." Aisyah berkata, "Anda sekalian telah menjadikan kami (kaum wanita) sama dengan anjing. (dalam satu riwayat: Anda samakan kami [dalam satu jalan: sungguh jelek Anda samakan kami] dengan himar dan anjing. Demi Allah), sesungguhnya saya melihat Nabi saw. shalat sedang saya berada di antara beliau dan kiblat. (Dalam satu riwayat: sedang kedua kakiku di arah kiblat beliau), dan saya berbaring (dalam satu riwayat: tidur) di tempat tidur. (Dalam satu riwayat: Lalu Nabi datang. Kemudian berada di tengah-tengah tempat tidur, lalu shalat 1/29). Maka, saya membutuhkan sesuatu. Tetapi, saya tidak suka menghadap beliau karena dapat mengganggu beliau (dan dalam satu riwayat: mengacaukan pikiran beliau). Maka, saya menyelinap turun dari arah kaki ranjang, sehingga saya menyelinap dari selimut saya.'"
Bab Ke-102:
Shalat di Belakang Orang yang Tidur (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari dengan isnadnya hadits Aisyah dalam bab berikut ini.")
Bab Ke-103:
Shalat Tathawwu' (Sunnah) di Belakang Seorang Wanita 288. Aisyah istri Nabi saw. berkata, "Saya tidur di depan Rasulullah dengan kedua kakiku berada di arah kiblatnya. Apabila beliau sujud, beliau mendorongku. Lalu, aku menarik kedua kakiku. Apabia beliau berdiri, aku memanjangkan kembali kedua kakiku." Aisyah menambahkan, "Pada waktu itu tidak ada lampu di rumah."
Bab Ke-104
: Orang yang Mengatakan, "Tidak Ada Sesuatu yang Dianggap Dapat Membatalkan Shalat." 289. Anak lelaki saudara Ibnu Syihab bertanya kepada pamannya tentang shalat, "Apakah dapat dibatalkan oleh sesuatu?" Dia menjawab, "Tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu pun." Urwah bin Zubeir telah memberitahukan kepadaku bahwa Aisyah, istri Nabi saw. berkata, "Rasulullah bangun pada malam hari lalu mengerjakan shalat dan aku benar-benar dalam keadaan (tidur) melintang antara beliau dan arah kiblat pada kamar tidur keluarganya. Maka, ketika hendak witir, beliau membangunkan aku, lalu aku shalat witir (1/130)."
Bab Ke- 105:
Jika Seseorang Membawa Seorang Anak Wanita Kecil Di Atas Lehernya Ketika Shalat 290. Abu Qatadah al-Anshari r.a. mengatakan bahwa Rasulullah sering shalat dengan membawa Umamah anak wanita Zainab putri Rasulullah yang menjadi istri Abul 'Ash bin Rabi'ah bin Abdi Syams (di pundak beliau 7/74). Apabila beliau sujud, beliau meletakkannya. Apabila beliau berdiri, beliau membawanya (menggendongnya)." (Dalam satu riwayat: "Apabila beliau ruku, maka beliau meletakkannya. Apabila beliau berdiri, beliau bawa berdiri.")
Bab Ke-106:
Shalat dengan Menghadap Tempat Tidur yang Ditempati Seorang Wanita Haid (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Maimunah yang telah disebutkan pada nomor 212.")
Bab Ke-107:
Apakah Diperbolehkan Suami Menyentuh Istrinya di Waktu Sujud, Supaya Bisa Sujud dengan Sebaik-baiknya? (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 288.")
Bab Ke-108:
Wanita Dapat Memindahkan Hal-Hal yang Mengganggu / Membahayakan dari Orang yang Sedang Shalat (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud yang disebutkan pada nomor 144 di muka.") -------------------------------------------------------------------------------- Catatan Kaki: [1] Ini adalah bagian dari hadits Ibnu Abbas yang panjang dan akan disebutkan secara maushul dengan lengkap pada Kitab ke-56 "al-Jihad", Bab ke-102. [2] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari dalam "at-Tarikh" dan Abu Dawud dalam Sunan-nya dan lain-lainnya, dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dan itulah yang lebih akurat. Hal ini dijelaskan di dalam Fathul Bari dan Shahih Abi Dawud (643). [3] Menunjuk kepada hadits Muawiyah bahwa dia bertanya kepada saudara perempuannya, Ummu Habibah, "Apakah Rasulullah saw. pernah melakukan shalat dengan mengenakan pakaian yang dipergunakannya ketika melakukan hubungan seksual?" Ummu habibah menjawab, "Pernah, apabila beliau tidak melihat adanya kotoran padanya." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Hadits ini aku takhrij di dalam Shahih Abi Dawud (390). [4] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan secara maushul pada Kitab ke-65 "at-Tafsir", Bab ke-9 "Bara'ah", Bab ke-2 dari hadits Abu Hurairah. [5] Di-maushul-kan oleh penyusun pada hadits nomor 203. [6] Yakni hadits yang diriwayatkannya mengenai menyelimutkan pakaian (dalam shalat), dan yang dimaksudkan boleh jadi haditsnya dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan lain-lainnya, atau dari Sa'id dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan lain-lainnya. Tampaknya perkataan "Menyilangkan...." itu adalah perkataan penyusun (Imam Bukhari) sendiri. [7] Di-maushul-kan penyusun sendiri dalam bab ini tanpa perkataan "Dan menyilangkan ...", dan hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (2/158) dan Ahmad (6/342) dari Ummu Hani'. [8] Di-maushul-kan oleh Nu'aim bin Hammad di dalam manuskrip (tulisan tangan) nya yang terkenal dari jalan Hisyam dari al-Hasan dengan lafal yang hampir sama dengannya, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalan lain darinya, dan sanadnya sahih. [9] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad sahih darinya. Al-Hafizh berkata, "Perkataannya 'dengan kencing' itu, apabila alif-lam ('al-' pada lafal 'a-baul') berfungsi lil-jinsi (menunjukkan jenis kencing secara umum), dapat diartikan bahwa dia telah mencucinya sebelum mengenakannya, dan jika 'al-' itu berfungsi 'lil-'ahdi' (mengikat), yang dimaksud ialah kencing binatang yang boleh dimakan dagingnya karena az-Zuhri berpendapat bahwa kencing binatang ini suci (tidak najis)." [10] Di-maushul-kan oleh Ibnu Sa'ad darinya. *1*) Saya [Sofyan Efendi] berkata, "Silakan lihat catatan kaki hadits no.782." [11] Hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan oleh Tirmidzi dan lainnya. Hadits Jarhad di-maushul-kan oleh Malik dan Tirmidzi serta dihasankannya dan disahkan oleh Ibnu Hibban. Adapun hadits Muhammad bin Jahsy di-maushul-kan oleh Ahmad dan lain-lainnya. Pada semua isnad-nya terdapat pembicaraan, tetapi sebagiannya menguatkan sebagian yang lain, dan aku telah men-takhrij-nya di dalam "al-Misykat" (3112-3114) dan "al-Irwa'" (269). [12] Di-maushul-kan oleh penyusun di sini dan akan disebutkan pada Kitab ke-55 "al-Washaayaa", Bab ke-26. [13] Ini adalah bagian dari suatu kisah yang di-maushul-kan oleh penyusun pada Kitab ke-62 "al-Fadhaail", Bab ke-6. [14] Ini adalah bagian dari suatu hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun dalam beberapa tempat, di antaranya Kitab ke-56 "al-Jihad" dan disebutkan di sana pada Bab ke-12. [15] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (5033) darinya dan aku katakan bahwa sanadnya sahih. [16] Di dalam riwayat Abu Ya'la, redaksinya tertulis, "Dan, sebagian kami tidak mengetahui keberadaan sebagian yang lain." Silakan periksa bukuku Hijabul mar'atil Muslimah, hlm. 30, cetakan ketiga, terbitan al-Maktab al-Islami. [17] Tambahan ini merupakan sisipan dari perkataan Ibnu Syihab, sebagaimana penjelasan al-Hafizh. [18] Di-maushul-kan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan lain-lainnya. Hadits ini aku takhrij dalam Shahih Abi Dawud (848) dan Irwa'ul Ghalil (375). [19] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya. [20] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Sa'id bin Manshur dari dua jalan dari Abu Hurairah, yang keduanya saling menguatkan. [21] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya. [22] Pada hadits nomor 923 kitab ini disebutkan bahwa sebulan itu adakalanya tiga puluh hari dan adakalanya dua puluh sembilan hari. (Penj.) [23] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari keduanya. [24] Di-maushul-kan oleh Ibnu Qutaibah di dalam naskah tangannya dengan riwayat Nasa'i dan Ibnu Abi Syaibah. [25] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Said bin Manshur dengan sanad sahih darinya. [26] Di-maushul-kan oleh penyusun pada bab sesudahnya dengan teks yang semakna dengannya dan diriwayatkan oleh Muslim dengan redaksi mu'allaq ini. [27] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih darinya dengan lafal, "Sesungguhnya, sahabat-sahabat Rasulullah saw. sujud sedang tangan mereka berada di dalam pakaian mereka, sedangkan seseorang dari mereka sujud di atas kopiah dan sorbannya." [28] Ini adalah sebagian dari hadits Abu Humaid yang akan disebutkan secara lengkap dan maushul pada Kitab ke-10 "al-Adzan", Bab ke-144. [29] Diriwayatkan secara maushul dari hadits Abu Ayyub (nomor 97), tanpa perkataan "buang air besar atau kencing" dan di-maushul-kan oleh Muslim (1/154) dengan tambahan ini. [30] Ini adalah sebagian dari hadits tentang orang yang rusak shalatnya dari hadits Abu Hurairah dan penyusun me-maushul-kannya pada Kitab ke-79 "al-Isti'dzan", Bab ke-18. [31] Imam Bukhari me-maushul-kannya pada Kitab ke-22 "as-Sahwu", Bab ke-88, tetapi tanpa perkataan "menghadapkan wajahnya ke arah orang banyak" karena perkataan ini terdapat dalam riwayat Imam Malik dalam al-Muwaththa' dari jalan Abu Sufyan, mantan budak Ibnu Abu Ahmad, dari Abu Hurairah. Akan tetapi, di situ disebutkan bahwa shalat tersebut adalah shalat ashar, dan isnad-nya sahih. Itu adalah riwayat penyusun (Imam Bukhari) dari riwayat Ibnu Sirin dari Abu Hurairah. Akan tetapi, aku terpaksa menjelaskan macam shalatnya ini sebagaimana akan Anda lihat nanti di sana, sehingga memungkinkan berpegang pada riwayat Abu Sufyan ini di dalam menguatkan riwayat Ibnu Sirin yang sesuai dengan ini. Wallahu a'lam. [32] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya dengan sanad sahih. [33] Kemungkinan, ini adalah lafal hadits Abu Said al-Khudri karena pada lafal Abu Hurairah terdapat sedikit perubahan redaksi kalimat dan akan disebutkan sebentar lagi. Karena itu, aku tidak memberinya nomor urut di sini. [34] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah yang semakna dengannya dalam suatu kisah. [35] Al-Hafizh berkata, "Aku tidak melihatnya maushul." [36] Di-maushul-kan oleh penyusun dari hadits Aisyah pada Kitab ke-23 "al Janaiz", Bab ke-61. [37] Ini adalah bagian dari hadits yang panjang yang akan disebutkan secara maushul pada Kitab ke-96 "al-I'tisham", Bab ke-4. [38] Di-mauhsul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari dua jalan dari Ali. [39] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq. [40] Di-maushul-kan oleh al-Baghawi dalam al Ja'diyyat. [41] Boleh jadi, ini adalah lafal hadits Ibnu Abbas karena lafal hadits Aisyah sedikit berbeda dengan ini dan akan disebutkan pada Kitab ke-23 "al-Janaiz", Bab ke-62. Karena itu, aku tidak memberinya nomor tersendiri di sini. [42] Di-maushul-kan oleh penyusun pada nomor 186. [43] Riwayat mu'allaq ini di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) pada Kitab ke-4 "al-Wudhu" yang telah disebutkan di muka pada nomor 139. [44] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada Kitab ke-61 "al-Manaqib" Bab ke25 "Alamaun Nubuwwah fil-Islam". [45] Ini adalah bagian dari hadits Ka'ab bin Malik yang panjang dalam kisah ketertinggalannya (keengganannya) ikut perang dan tobatnya, dan akan disebutkan secara maushul pada bagian-bagian akhir Kitab ke-64 "al-Maghazi", Bab ke-81. [46] Ini adalah bagian dari haditsnya yang panjang tentang Lailatu1-Qadar dan akan disebutkan secara maushul pada Bab ke-134. [47] AI-Hafizh tidak men-takkrij-nya. [48] Di-maushul-kan oleh Abu Ya'la di dalam Musnad-nya dan Ibnu Khuzaimah di dalam Shahih-nya. [49] Di-maushul-kan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban dengan sanad yang kuat dan telah aku takhrij dalam Shahih Abi Dawud (474). [50] Al-Hafizh berkata, "Yang benar, dia adalah seorang perempuan, yaitu Ummu Mihjan." Kisah lain yang mirip dengan ini terjadi pada seorang laki-laki yang bernama Thalhah ibnul-Barra, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Silakan periksa pada Kitab ke-23 'al-Janaiz' , Bab ke-5. [51] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Hatim. [52] Di-maushul-kan oleh Ma'mar dengan sanad sahih darinya. [53] Akan disebutkan secara maushul pada Kitab ke-25 'al-Hajj', Bab ke-58. [54] Al-Hafizh menisbatkan atsar ini di dalam kitab al-Libas kepada al-Ismaili dengan catatan sebagai tambahan terhadap riwayatnya pada akhir hadits yang sebelumnya, seakan-akan kehadirannya memang tidak di sini di sisi penyusun (Imam Bukhari). [55] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya. [56] Ini adalah bagian dari hadits mu'allaq yang akan disebutkan sesudahnya pada sebagian jalannya dan ia mempunyai saksi (penguat) dan hadits Abu Hurairah yang aku takkrij di dalam al-Ahaditsush Shahihah (206). [57] Hadits ini mu'allaq dan di-maushul-kan oleh Ibrahim al-Harbi di dalam Gharibul Hadits dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya dan lainnya dengan sanad yang kuat, dan telah aku takhrij dalam kitab di atas (al-Ahaditsush Shahihah). [58] Tampaknya yang dimaksud dengan perkataan "seperti ini" adalah menjalin jari-jari. Kelengkapan hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh orang yang kami sebutkan di atas adalah, "Mereka mudah mengobral janji dan amanat serta bersilang sengketa, maka jadinya mereka seperti ini," dan beliau menjalin jari-jari beliau.... [59] Riwayat tentang shalat ashar ini didukung oleh riwayat Malik dari jalan Abu Sufyan dari Abu Hurairah dan sudah disebutkan pada hadits mu'allaq pada nomor 86. [60] Maksudnya boleh jadi, mereka bertanya kepada Ibnu Sirin yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah, "Apakah dalam hadits itu diceritakan: Kemudian beliau salam?" Ibnu Sirin lalu menjawab, "Kami mendapat informasi...." Silakan periksa al-Fath. [61] Sebuah perkampungan yang jaraknya dari Ruwaitsah sejauh 10 atau 14 mil. [62] Bukit yang terletak di pertemuan jalan Madinah dan Syam, dekat Juhfah. [63] Suatu lembah yang oleh masyarakat umum disebut dengan Bathn Muruw, yang jaraknya dengan Mekah sejauh 16 mil. [64] Jamak dari Shafia', sebuah tempat yang terletak sesudah Zhahran. [65] Suatu tempat di sebelah pintu Ka'bah yang disukai orang yang hendak masuk Mekah agar mandi di situ. Masalah mandi ini akan disebutkan dalam hadits Ibnu Umar pada Kitab ke-25 "al-Hajj", Bab ke-38. [66] Al-Hafizh berkata, "Masjid-masjid ini sekarang sudah tidak diketahui lagi selain Masjid Dzil Hulaifah. Masjid-masjid yang ada di Rauha' dikenal oleh penduduk sekitar." Aku (al-Albani) berkata, "Menapaktilasi shalat di sana yang dilarang Umar itu bertentangan dengan perbuatan putranya (Ibnu Umar) dan sudah tentu Ibnu Umar lebih tahu karena terdapat riwayat yang menceritakan bahwa dia melihat orang-orang di dalam suatu bepergian lantas mereka bersegera menuju ke suatu tempat, lalu dia bertanya tentang hal itu. Mereka menjawab, 'Nabi Muhammad saw. pernah shalat di situ.' Dia berkata, 'Barangsiapa yang ingin shalat, silakan; dan barangsiapa yang tidak berminat, silakan jalan terus. Sesungguhnya, Ahli Kitab telah rusak karena mereka mengikuti tapak tilas nabi-nabi mereka, lantas menjadikannya gereja-gereja dan biara-biara.'" Aku katakan bahwa ini menunjukkan ilmu dan pengetahuannya radhiyallahu anhu dan Anda dapat menjumpai takkrij atsar ini beserta penjelasan tentang hukum menapaktilasi para nabi dan shalihin di dalam fatwa-fatwaku pada akhir kitab Jaziiratu Failika wa Khuraftu Atsaril Khidhri fiihaa" karya Ustadz Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain, terbitan ad-Darus Salafiyyah, Kuwait, halaman 43-57. Silakan periksa karena masalah ini sangat penting. [67] Yakni tempat sujud beliau, dan perkataan al-Asqalani, "Yakni tempat beliau dalam shalat", adalah jauh dari kebenaran. Karena, tidak mungkin beliau biasa bersujud dalam jarak seperti ini. Kecuali, kalau dikatakan bahwa beliau mundur ketika sujud. Sebagian golongan Malikiah berpendapat seperti ini. Tetapi, pendapat ini ditentang oleh Abul Hasan as-Sindi rahimahullah. Di antara yang mendukung pendapat ini ialah kalau Rasulullah berdiri dalam jarak yang demikian dekat dengan dinding itu, sudah tentu jarak shaf yang ada di belakang beliau sekitar tiga bahu. Ini bertentangan dengan Sunnah dalam merapatkan barisan, dan bertentangan dengan sabda beliau, 'Berdekat-dekatanlah kamu di antara shaf-shaf." Hadits ini adalah sahih dan kami takhrij dalam Shahih Abi Dawud (673). Pendapat itu juga bertentangan dengan hadits Ibnu Umar yang tercantum pada nomor 283 akan datang. [68] Saya katakan, "Riwayat ini menurut pendapat saya lebih sah sanadnya daripada yang pertama. Di dalam riwayat ini tidak terdapat kemusykilan seperti pada riwayat yang pertama. Riwayat ini didukung oleh hadits Salamah yang disebutkan sesudahnya. Bahkan, riwayat yang pertama itu syadz 'ganjil' sebagaimana saya jelaskan dalam Shahih Abi Dawud (693)." [69] Al-Mihlab berkata, "Di antara dinding dengan mimbar masjid terdapat kesunnahan yang perlu diikuti mengenai tempat mimbar, agar dapat dimasuki dari tempat itu." [70] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Humaidi dari jalan Hamdan dari Umar. Demikian penjelasan dalam Asy-Syarh. [71] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah juga dari jalan Muawiyah bin Qurrah bin Iyas al-Muzani, dari ayahnya, seorang sahabat, katanya, "Umar pernah melihat aku ketika aku sedang shalat..." Lalu ia menyebutkan seperti riwayat di atas. [72] Al-Hafizh tidak melihatnya dari Utsman, melainkan dari Umar. Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq (2396), dan Ibnu Abi Syaibah dan lain-lainnya dari jalan Hilal bin Yasaf dari Umar yang melarang hal itu. Perawi-perawinya tepercaya, tetapi isnadnya munqathi' 'terputus', Hilal tidak mendapati zaman Umar. Saya (Al-Albani) berkata, "Adapun hadits yang sering diucapkan oleh sebagian imam masjid di Damsyiq dengan lafal, "Maa aflaha wajhun shallaa ilaihi", maka saya tidak mengetahui asal-usulnya."
Bab Ke-1:
Bagaimana Shalat Diwajibkan di Malam Isra' Ibnu Abbas berkata, "Ketika Abu Sufyan menceritakan tentang Heraklius kepadaku, ia berkata, 'Nabi Muhammad saw menyuruh kami mendirikan shalat, berlaku jujur, dan menjaga diri dari segala sesuatu yang terlarang.'"[1] 192. Anas bin Malik r.a. berkata, "Abu Dzarr r.a. menceritakan bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda, 'Dibukalah atap rumahku dan aku berada di Mekah. Turunlah Jibril a.s. dan mengoperasi dadaku, kemudian dicucinya dengan air zamzam. Ia lalu membawa mangkok besar dari emas, penuh dengan hikmah dan keimanan, lalu ditumpahkan ke dalam dadaku, kemudian dikatupkannya. Ia memegang tanganku dan membawaku ke langit dunia. Ketika aku tiba di langit dunia, berkatalah Jibril kepada penjaga langit, 'Bukalah.' Penjaga langit itu bertanya, 'Siapakah ini?' Ia (jibril) menjawab, '[Ini, 4/106] Jibril.' Penjaga langit itu bertanya, 'Apakah Anda bersama seseorang?' Ia menjawab, 'Ya, aku bersama Muhammad saw.' Penjaga langit itu bertanya, 'Apakah dia diutus?' Ia menjawab, 'Ya.' Ketika penjaga langit itu membuka, kami menaiki langit dunia. Tiba tiba ada seorang laki-laki duduk di sebelah kanannya ada hitam-hitam (banyak orang) dan disebelah kirinya ada hitam-hitam (banyak orang). Apabila ia memandang ke kanan, ia tertawa, dan apabila ia berpaling ke kiri, ia menangis, lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan anak laki-laki yang saleh.' Aku bertanya kepada Jibril, 'Siapakah orang ini?' Ia menjawab, 'Ini adalah Adam dan hitam-hitam yang di kanan dan kirinya adalah adalah jiwa anak cucunya. Yang di sebelah kanan dari mereka itu adalah penghuni surga dan hitam-hitam yang di sebelah kainya adalah penghuni neraka.' Apabila ia berpaling ke sebelah kanannya, ia tertawa, dan apabila ia melihat ke sebelah kirinya, ia menangis, sampai Jibril menaikkan aku ke langit yang ke dua, lalu dia berkata kepada penjaganya, 'Bukalah.' Berkatalah penjaga itu kepadanya seperti apa yang dikatakan oleh penjaga pertama, lalu penjaga itu membukakannya." Anas berkata, "Beliau menyebutkan bahwasanya di beberapa langit itu beliau bertemu dengan Adam, Idris, Musa, Isa, dan Ibrahim shalawatullahi alaihim, namun beliau tidak menetapkan bagaimana kedudukan (posisi) mereka, hanya saja beliau tidak menyebutkan bahwasanya beliau bertemu dengan Adam di langit dunia dan Ibrahim di langit keenam." Anas berkata, "Ketika Jibril a.s. bersama Nabi Muhammad saw melewati Idris, Idris berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara laki-laki yang saleh.' Aku (Rasulullah) bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Idris.' Aku melewati Musa lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan saudara yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Musa.' Aku lalu melewati Isa dan ia berkata, 'Selamat datang saudara yang saleh dan Nabi yang saleh.' Aku bertanya, 'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Isa.' Aku lalu melewati Ibrahim, lalu ia berkata, 'Selamat datang Nabi yang saleh dan anak yang saleh.' Aku bertanya,'Siapakah ini?' Jibril menjawab, 'Ini adalah Ibrahim as..'" 193 dan 194. Ibnu Syihab berkata, "Ibnu Hazm memberitahukan kepadaku bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah al-Anshari berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, 'Jibril lalu membawaku naik sampai jelas bagiku Mustawa. Di sana, aku mendengar goresan pena-pena.' Ibnu Hazm dan Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, 'Allah Azza wa Jalla lalu mewajibkan atas umatku lima puluh shalat (dalam sehari semalam). Aku lalu kembali dengan membawa kewajiban itu hingga kulewati Musa, kemudian ia (Musa) berkata kepadaku, 'Apa yang diwajibkan Allah atas umatmu?' Aku menjawab, 'Dia mewajibkan lima puluh kali shalat (dalam sehari semalam).' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Allah lalu memberi dispensasi (keringanan) kepadaku (dalam satu riwayat: Maka aku kembali dan mengajukan usulan kepada Tuhanku), lalu Tuhan membebaskan separonya. 'Aku lalu kembali kepada Musa dan aku katakan, 'Tuhan telah membebaskan separonya.' Musa berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena sesungguhnya umatmu tidak kuat atas yang demikian itu. 'Aku kembali kepada Tuhanku lagi, lalu Dia membebaskan separonya lagi. Aku lalu kembali kepada Musa, kemudian ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu karena umatmu tidak kuat atas yang demikian itu.' Aku kembali kepada Tuhan, kemudian Dia berfirman, 'Shalat itu lima (waktu) dan lima itu (nilainya) sama dengan lima puluh (kali), tidak ada firman yang diganti di hadapan Ku.' Aku lalu kembali kepada Musa, lalu ia berkata, 'Kembalilah kepada Tuhanmu.' Aku jawab, '(Sungguh) aku malu kepada Tuhanku.' Jibril lalu pergi bersamaku sampai ke Sidratul Muntaha dan Sidratul Muntaha itu tertutup oleh warna-warna yang aku tidak mengetahui apakah itu sebenarnya? Aku lalu dimasukkan ke surga. Tiba-tiba di sana ada kail dari mutiara dan debunya adalah kasturi.'" 195. Aisyah r.a. berkata, "Allah Ta'ala memfardhukan shalat ketika difardhukan-Nya dua rakaat-dua rakaat, baik di rumah maupun dalam perjalanan. Selanjutnya, dua rakaat itu ditetapkan shalat dalam perjalanan dan shalat di rumah ditambah lagi (rakaatnya)." (Dalam satu riwayat: Kemudian Nabi Muhammad saw. hijrah, lalu difardhukan shalat itu menjadi empat rakaat dan dibiarkan shalat dalam bepergian sebagaimana semula, 4/267).
Bab Ke-2:
Wajibnya Shalat dengan Mengenakan Pakaian dan Firman Allah Ta'ala, "Pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid." (al-A'raaf: 31), dan Orang yang Mendirikan Shalat dengan Memakai Satu Helai Pakaian Salamah bin Akwa' meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Hendaknya ia mengancingnya meskipun dengan duri." Akan tetapi, isnad-nya perlu mendapatkan perhatian.[2] Diterangkan pula mengenai orang yang shalat dengan pakaian yang dipergunakan untuk melakukan hubungan seksual (adalah diperbolehkan) asalkan dia melihat tidak ada kotoran di situ.[3] Nabi Muhammad saw memerintahkan agar seseorang tidak melakukan thawaf (mengelilingi Ka'bah) dengan telanjang.[4]
Bab Ke-3:
Mengikatkan Kain pada Leher pada Waktu Shalat Abu Hazim berkata mengenai hadits yang diterima dari Sahl sebagai berikut: "Para sahabat melakukan shalat bersama Nabi Muhammad saw. sambil mengikatkan sarung ke leher mereka."[5] 196. Muhammad al-Munkadir berkata, "Jabir shalat dengan mengenakan kain yang ia ikatkan di tengkuknya (dalam satu riwayat: kain yang ia selimutkan, 1/97), sedangkan pakaiannya ia letakkan di atas gantungan. [Setelah selesai], ada orang yang bertanya, 'Mengapa Anda melakukan shalat dengan mengenakan selembar kain saja [sedang pakaianAnda dilepas]?' Jabir menjawab, 'Aku melakukannya untuk memperlihatkannya kepada orang tolol seperti kamu, [aku melihat Nabi Muhammad saw melakukan shalat seperti ini]. Mana ada di antara kita yang mempunyai dua helai pakaian di masa Nabi Muhammad saw.?'"
Bab Ke-4:
Shalat dalam Selembar Pakaian dengan Cara Menyelimutkannya Az-Zuhri berkata mengenai haditsnya, "Orang yang menyelimutkan itu maksudnya ialah menyilangkan antara kedua ujung pakaiannya pada lehernya dan ini meliputi kedua pundaknya."[6] Ummu Hani' berkata, "Nabi Muhammad saw menutupi tubuhnya dengan sehelai pakaian dan menyilangkan kedua ujungnya pada kedua pundaknya.'"[7] 197. Umar bin Abu Salamah berkata bahwa dia pernah melihat Nabi Muhammad saw. shalat dengan mengenakan sehelai pakaian di rumah Ummu Salamah dan beliau menyilangkan kedua ujungnya pada kedua pundaknya. 198. Ummu Hani' binti Abi Thalib r.a. berkata, "Aku pergi ke tempat Rasulullah saw. pada tahun dibebaskannya Mekah, lalu aku menemui beliau sedang mandi [di rumahnya, 2/38] dan Fatimah menutupinya, lalu aku memberi salam kepada beliau. Beliau bertanya, 'Siapa itu?' Aku menjawab, 'Aku, Ummu Hani' binti Abu Thalib.' Beliau berkata, 'Selamat datang, Ummu Hani'.' Setelah selesai mandi (dan dari jalan Ibnu Abi Laila: Tidak ada seorang pun yang menginformasikan kepada kami bahwa dia melihat Rasulullah saw melakukan shalat dhuha selain Ummu Hani' karena ia menyebutkan bahwa beliau, 5/93) berdiri lalu shalat delapan rakaat dengan berselimut satu kain. Ketika beliau berpaling (salam/selesai), aku berkata, 'Wahai Rasulullah, putra ibuku [Ali bin Abi Thalib] menduga bahwa dia membunuh seseorang yang telah aku beri upah, yaitu Fulan bin Huraibah.' Rasulullah saw bersabda, 'Kami telah memberi upah orang yang telah kamu beri upah, wahai Ummu Hani'.' Ummu Hani' berkata, 'Itulah pengorbanan.'" 199. Abu Hurairah berkata bahwa ada orang yang bertanya kepada Rasulullah saw tentang shalat dalam satu kain. Rasulullah saw bersabda, "Apakah masing-masing dari kamu mempunyai dua kain?"
Bab Ke-5:
Apabila Seseorang Shalat dengan Mengenakan Selembar Pakaian, Hendaknya Mengikatkan Pada Lehernya 200. Abu Hurairah berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Salah seorang di antaramu janganlah shalat di dalam satu kain yang di bahunya tidak ada apa-apanya.'" 201. Abu Hurairah berkata, "Aku bersaksi bahwasanya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Barangsiapa shalat dengan selembar kain, hendaklah ia mengikatkan antara kedua ujungnya.'"
Bab Ke-6:
Apabila Pakaian Sempit 202. Sa'id bin Harits berkata, "Kami bertanya kepada Jabir bin Abdullah perihal shalat dengan mengenakan selembar pakaian, lalu Jabir berkata, 'Aku keluar bersama Nabi Muhammad saw dalam sebagian perjalanan beliau. Pada suatu malam, aku datang karena suatu urusanku, maka aku mendapatkan beliau sedang shalat dan aku hanya memakai selembar kain, maka aku melipatnya dan aku shalat di samping beliau. Setelah beliau selesai, beliau bersabda, 'Ada apakah engkau pergi malam-malam, hai Jabir?' Aku lalu memberitahukan tentang keperluanku. Ketika aku selesai, beliau bertanya, 'Lipatan apakah yang aku lihat ini?' Aku menjawab, 'Kain, yakni sempit.' Beliau bersabda, 'Jika luas, selimutkanlah, dan jika sempit, bersarunglah dengannya!'" 203. Sahl bin Sa'ad berkata, "Orang-orang yang shalat bersama Nabi Muhammad saw mengikatkan kain mereka [karena sempit, 2/63] pada tengkuk-tengkuk mereka seperti keadaan anak-anak. Beliau bersabda kepada para wanita, 'Janganlah kamu mengangkat kepalamu sehingga orang-orang laki-laki benar-benar duduk.'"
Bab Ke-7:
Shalat dengan Mengenakan Jubah Buatan Syam Al-Hasan berkata bahwa tidak apa apa shalat dengan mengenakan pakaian-pakaian yang ditenun oleh kaum Majusi (yakni para penyembah api).[8] Ma'mar berkata, "Aku melihat az-Zuhri memakai pakaian Yaman yang dicelup dengan air kencing."[9] Ali shalat dengan pakaian baru yang belum dicuci.[10] 204. Mughirah bin Syu'bah berkata, "Aku bersama Nabi Muhammad saw. [pada suatu malam, 7/37] dalam suatu perjalanan (dalam satu riwayat: dan aku tidak mengetahui melainkan dia berkata, 'dalam Perang Tabuk', 5/136), [lalu beliau bertanya, 'Apakah engkau membawa air?' Aku jawab, 'Ya.' Beliau lalu turun dari kendaraannya], kemudian bersabda, 'Wahai Mughirah, ambillah bejana kecil (terbuat dari kulit)!' Aku lalu mengambilnya. Rasulullah saw pergi sehingga beliau tertutup dariku [pada malam yang gelap gulita], kemudian beliau menunaikan hajatnya [Beliau lalu datang dan aku temui beliau dengan aku bawakan air, 3/231], dan beliau mengenakan jubah buatan negeri Syam [dari kulit/wol]. Beliau lalu mengeluarkan tangan dari lengannya, namun sempit, [maka beliau tidak dapat mengeluarkan kedua lengan beliau darinya]. Beliau lalu mengeluarkan tangan dari bawahnya dan aku menuangkan atasnya [bejana itu] [ketika beliau telah selesai menunaikan hajatnya, 1/85]. Beliau lalu berwudhu seperti berwudhu untuk shalat, [maka beliau berkumur-kumur, memasukkan air ke hidung dan mengeluarkannya kembali, membasuh mukanya] [dan kedua tangannya] (dalam satu riwayat: kedua lengannya), [kemudian beliau mengusap kepalanya], [lalu aku menunduk untuk melepaskan khuf beliau, kemudian beliau bersabda, 'Biarkanlah, karena aku memasukkannya dalam keadaan suci,'] dan beliau mengusap khuf (semacam sepatu) beliau kemudian shalat"
Bab Ke-8:
Tidak Disukai Telanjang Sewaktu Shalat dan Lainnya 205. Jabir bin Abdullah r.a. menceritakan bahwasanya Rasulullah saw. memindahkan batu Ka'bah bersama mereka dan beliau mengenakan kain (sarung). Abbas, paman beliau, berkata kepada beliau, "Wahai anak saudaraku, bagaimana kalau engkau lepaskan kain engkau dan engkau kenakan atas kedua bahu karena ada batu." Jabir berkata, "Beliau lalu melepaskannya dan mengenakannya di atas kedua bahu beliau. Beliau lalu jatuh pingsan. Sesudah itu, beliau tidak pernah telanjang. Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepada beliau dan memberikan keselamatan."*1*)
Bab Ke-9:
Shalat dengan Baju, Celana, Celana Tak Berkaki (Selongsongan), dan Pakaian Luar (Mantel dan Sebagainya) 206. Abu Hurairah berkata, "Seorang laki-laki pergi ke tempat Nabi Muhammad saw., lalu bertanya kepada beliau mengenai shalat dengan mengenakan selembar pakaian saja. Beliau bersabda, 'Apakah masing-masing kamu mempunyai dua helai pakaian?'" Bertanya pula seorang laki-laki kepada Umar ibnul Khaththab mengenai shalat dengan sehelai pakaian juga. Umar berkata, "Kalau Allah memberi kamu kelapangan (kekayaan), manfaatkanlah kelapangan itu dengan memakai pakaian secukupnya. Shalatlah dengan memakai sarung dan baju, memakai sarung dan kemeja, celana dan mantel, celana agak pendek dan kemeja." Aku kira beliau juga mengatakan, "Boleh mengenakan kain di bawah lutut dan selendang."
Bab Ke-10:
Apa yang Menutupi Aurat (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tersebut pada nomor 89 di muka.")
Bab Ke-11:
Shalat Tanpa Mengenakan Selendang (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang tersebut pada nomor 196 di muka.")
Bab Ke-12:
Mengenai Apa yang Disebutkan Perihal Paha Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Jarhad, dan Muhammad bin Jahsy bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Paha itu adalah aurat."[11] Anas bin Malik berkata, "Nabi Muhammad saw menyingkapkan (sarungnya) sehingga tampaklah pahanya." [12] Hadits Anas itu lebih kokoh sanadnya, namun hadits Jarhad (yang menyebutkan bahwa paha itu aurat) adalah lebih hati-hati, dapat mengeluarkan kita (kaum muslimin) dari perselisihan pendapat. Abu Musa berkata, "Nabi Muhammad saw. menutup pahanya sewaktu Utsman bin Affan masuk."[13] Zaid bin Tsabit berkata, "Allah menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya pada waktu pahanya di atas pahaku, lalu ia terasa begitu beratnya padaku sampai aku khawatir (paha beliau) akan meremukkan pahaku."[14] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian besar hadits Anas yang tersebut pada Kitab ke-55 "al-Washaayaa", Bab ke-26.')
Bab Ke-13:
Berapa Ukuran Pakaian Seorang Perempuan dalam Shalat? Ikrimah berkata, "Apabila perempuan dapat menutup seluruh tubuhnya dengan selembar pakaian, itu sudah cukup."[15] 207. Aisyah berkata, "Rasulullah saw biasa melakukan shalat subuh [ketika hari masih gelap, 1/211] dan orang-orang mukmin perempuan hadir bersama beliau, kepala mereka terselubung dalam kerudung, kemudian mereka pulang ke rumah mereka masing-masing [ketika telah usai melakukan shalat], dan tidak seorang pun yang mengenal mereka karena masih gelap], [atau sebagian mereka tidak mengenal sebagian yang lain, 1/211]"[16]
Bab Ke-14:
Apabila Seseorang Shalat dengan Pakaian yang Bergambar dan Melihat Gambar-Gambar Itu Sewaktu Shalat 208. Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat pada kain hitam persegi empat yang mempunyai beberapa tanda (lukisan). Beliau memandangnya sekilas. Ketika beliau selesai, beliau bersabda, "Bawa pergilah kain-kainku (yang ada tanda-tandanya) ini kepada Abu Jahm [bin Hudzaifah bin Ghanim dari bani Adi bin Ka'ab][17] dan bawalah kepadaku kain tebal tanpa lukisan milik Abu Jahm karena kain yang berlukisan itu menjadikanku lengah dari shalatku tadi." (Dalam satu riwayat, "Aku disibukkan oleh lukisan-lukisan ini." 1/183) (Dalam riwayat yang mu'allaq, "Aku melihat lukisannya ketika aku dalam shalat, dan aku takut terganggu olehnya.")[18]
Bab Ke-15:
Apabila Seseorang Shalat dengan Pakaian yang Bergambar Salib atau Foto-Foto, Apakah Shalatnya Batal? Dan Apa yang Dilarang Darinya? 209. Anas bin Malik berkata, "Aisyah mempunyai tirai (korden / penutup jendela) untuk menutupi sisi-sisi rumahnya, lalu Nabi saw bersabda [kepadanya, 7/66], "Singkirkanlah dariku tiraimu ini karena gambar-gambarnya tampak [kepadaku] di dalam shalatku."
Bab Ke-16:
Barang Siapa yang Shalat dengan Mengenakan Pakaian Oblong yang Terbuat dan Sutra Lalu Mencopotnya 210. Uqbah bin Amir berkata, "Dihadiahkan baju kurung sutra kepada Nabi Muhammad saw., lalu beliau mengenakannya dan shalat dengan memakainya. Beliau lalu berpaling dan melepaskannya dengan keras seperti orang yang benci kepadanya, lalu beliau bersabda, 'Ini (sutra) tidak layak bagi orang-orang yang bertakwa.'"
Bab Ke-17:
Shalat dengan Mengenakan Pakaian Berwarna Merah 211. Abu Juhaifah berkata, "Aku melihat (dalam satu riwayat: Aku dibawa kepada, 4/167) Rasulullah saw. [sedang beliau di saluran, 4/165] dalam kubah merah dari kulit [pada waktu tengah hari], dan aku melihat Bilal mengambil (dalam satu riwayat: keluar lalu azan untuk shalat, [lalu aku mengikuti gerakan mulutnya ke sana ke mari melakukan azan, l/156], kemudian dia masuk, lalu mengeluarkan sisa) air wudhu Rasulullah saw., dan aku melihat orang-orang bersegera terhadap air wudhu Rasul itu. Orang yang mendapatkan sedikit dari air itu, ia mengusapkannya pada dirinya, dan orang yang tidak mendapatkan sesuatu dari air itu, ia mengambil dari basah-basahan tangan temannya. Aku melihat Bilal [masuk, lalu] mengambil (dalam satu riwayat: mengeluarkan) tongkat panjang dan di pancangkannya [di hadapan Rasulullah saw., dan beliau melakukan shalat]. Nabi Muhammad saw keluar dengan pakaian merah tersingsingkan, [seolah-olah aku melihat sinar betisnya, lalu beliau menancapkan tongkat itu, kemudian melakukan shalat dengan orang-orang ke arah tongkat [yaitu shalat zhuhur dua rakaat dan ashar] dua rakaat, dan aku melihat manusia dan hewan [dalam satu riwayat: himar dan orang perempuan] melewati muka tongkat panjang itu. [Dan orang-orang pun berdiri, lantas mereka pegang kedua tangan beliau dan mereka usapkan ke wajah mereka." Abu Juhaifah berkata, "Aku lalu memegang tangan beliau dan aku letakkan di wajah aku, ternyata tangan beliau itu lebih dingin daripada salju dan lebih harum baunya daripada minyak wangi."] Abu Abdillah berkata, "Al-Hasan menganggap tidak apa-apa bagi seseorang untuk shalat di atas salju dan jembatan meskipun kencing mengalir di bawahnya atau di atasnya atau di depannya, asalkan di sana terdapat sutrah (pembatas) antara orang tersebut dan kotoran itu."[19] Abu Hurairah juga pernah shalat di atas atap masjid (mengikuti) shalat imam.[20] Ibnu Umar shalat di atas salju.[21]
Bab Ke-18:
Shalat di Atas Genting (Atap), Mimbar, dan Kayu 212. Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah saw jatuh dari kudanya, lalu terlukalah kulit betisnya atau kulit bahunya (dalam satu riwayat: terluka kaki beliau, 2/229), dan beliau berjanji tidak akan pulang kepada istrinya selama sebulan. Beliau tinggal di kamar loteng yang diberi tangga dengan batang korma. Berdatanganlah para sahabat mengunjungi beliau. Beliau shalat bersama-sama mereka sambil duduk, sedangkan mereka shalat dengan berdiri. Setelah beliau memberi salam, beliau bersabda, "Imam itu dijadikan hanyalah semata-mata agar diikuti. Apabila ia sudah takbir, bertakbirlah kamu; apabila dia ruku, rukulah kamu; apabila dia sujud, sujudlah kamu. Apabila dia shalat dengan berdiri, shalatlah kamu dengan berdiri." [Umar bertanya, "Apakah engkau sudah menceraikan istri-istrimu?" Nabi menjawab, 'Tidak, tetapi aku berjanji menjauhi mereka selama sebulan." 3/106]. Setelah hari yang kedua puluh sembilan, beliau turun dari kamar loteng itu [kemudian masuk menemui istri-istri beliau, 2/229]. Lalu para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah engkau berjanji tidak akan pulang selama sebulan?" Beliau bersabda, "Sebulan itu dua puluh sembilan hari."[22]
Bab Ke-19:
Apabila Pakaian Seseorang yang Shalat Sewaktu Sujud Menyentuh Istrinya 213. Maimunah [binti al-Harits] berkata, "Rasulullah saw melakukan shalat dan aku berada sejajar dengan beliau (dalam satu riwayat: aku sedang tidur di samping beliau, 1/131), padahal aku sedang haid, (dalam satu riwayat: tempat tidurku sejajar dengan tempat shalat Nabi Muhammad saw.), dan kadang-kadang pakaian beliau menyentuhku apabila beliau sujud." Maimunah menambahkan, "Beliau itu shalat di atas tikar kecil."
Bab Ke-20:
Shalat di Atas Tikar Jabir dan Abu Sa'id pernah shalat di atas kapal dengan berdiri.[23] Al-Hassan berkata, "Kalau tidak mengganggu sahabat-sahabat yang lain, Anda boleh shalat dengan berdiri dan berputar-putar dengan berputarnya (perahu). Kalau tidak bisa, bolehlah Anda shalat dengan duduk."[24]
Bab Ke-22:
Shalat di Atas Hamparan (Tempat Tidur) Anas pernah shalat di atas tempat tidurnya.[25] Anas berkata, "Kami pernah shalat dengan Nabi Muhammad saw dan salah seorang dari kami sujud di atas pakaian beliau."[26] 214. Anas bin Malik r.a. berkata bahwa neneknya, Mulaikah, mengundang Rasulullah saw untuk memakan makanan yang dibuatnya untuk beliau, lalu beliau memakannya. Beliau lalu bersabda, "Berdirilah. Aku akan shalat untukmu." Anas berkata, "Aku berdiri di tikar kami yang telah hitam karena lamanya dipakai. Aku memercikinya dengan air, lalu Rasulullah saw berdiri dan aku bersama anak yatim membuat shaf di belakang beliau, dan orang perempuan tua di belakang kami. Rasulullah saw shalat untuk kami dua rakaat, kemudian beliau pergi."
Bab Ke-21: Shalat di Atas Tikar Kecil (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian akhir hadits Maimunah yang tercantum pada nomor 213 di atas.") 215. Aisyah istri Nabi Muhammad saw. berkata, "Aku tidur di hadapan Rasulullah saw dan kedua kakiku pada arah kiblat beliau [sedangkan beliau melakukan shalat, 2/61]. Apabila beliau sujud, beliau merabaku, maka aku tarik kedua kakiku. Apabila beliau berdiri, aku julurkan kedua kakiku." Ia berkata, "Pada waktu itu, rumah-rumah tanpa lampu." (Dalam satu riwayat: Rasulullah saw melakukan shalat, sedangkan Aisyah berada di antara beliau dan kiblat, di atas tempat tidur istrinya). (Dalam riwayat lain: Aisyah telentang di atas tempat tidur yang ditempati mereka berdua tidur, seperti telentangnya jenazah).
Bab Ke-23:
Sujud di Atas Kain Pada Waktu Panas yang Teramat Terik Al-Hasan berkata, "Orang-orang sujud di atas sorban-sorban mereka dan kopiah dengan kedua tangan di dalam lengan baju mereka (karena panas yang sangat terik)."[27] 216. Anas bin Malik berkata, "Kami shalat bersama Nabi Muhammad saw. [ketika hari panas terik, 1/107 (dalam satu riwayat: sangat panas. Apabila salah seorang dari kami tidak bisa menempelkan wajahnya ke tanah, 2/161)], lalu salah seorang di antara kami meletakkan ujung pakaiannya di tempat sujud karena sangat (dalam satu riwayat: karena menjaga diri dari) panas."
Bab Ke-24:
Shalat dengan Mengenakan Sandal 217. Abu Maslamah Sa'id bin Yazid al Azdi berkata, "Aku bertanya kepada Anas bin Malik, 'Apakah Nabi Muhammad saw. shalat pada kedua sandal beliau?' Ia menjawab, 'Ya.'"
Bab Ke-25:
Shalat dengan Mengenakan Khuf (Sepatu Tinggi) 218. Hamam ibnul-Harits berkata, "Aku melihat Jarir bin Abdullah kencing, kemudian berwudhu dan mengusap kedua khuf-nya (sepatu yang menutup mata kaki), kemudian ia berdiri dan shalat. Ia ditanya, lalu menjawab, 'Aku melihat Rasulullah saw berbuat seperti ini.'" Ibrahim berkata, "Hal ini menjadikan mereka keheranan karena Jarir termasuk orang yang paling akhir (dari kalangan sahabat) yang masuk Islam."
Bab Ke-26:
Apabila Seseorang tidak Sujud dengan Sempurna 219. Hudzaifah pernah melihat seseorang melakukan shalat tanpa menyempurnakan ruku dan sujudnya. Setelah orang itu selesai shalat, Hudzaifah menegurnya, "Kamu tadi belum dapat dianggap telah melakukan shalat." Perawi hadits ini menambahkan, "Aku kira, Hudzaifah berkata, 'Seandainya kamu meninggal, tentulah kamu meninggal tidak di atas sunnah Muhammad saw.'"
Bab Ke-27:
Menampakkan Ketiak dan Memisahkan Lengan dan Tubuh Pada Waktu Sujud 220. Abdullah bin Malik ibnu Buhainah r.a. berkata bahwa apabila Nabi Muhammad saw. shalat, beliau merenggangkan kedua tangan beliau sehingga tampak putihnya kedua ketiak beliau.
Bab Ke-28:
Keutamaan Shalat Menghadap Kiblat Hendaklah seseorang menghadapkan pula jari-jari kakinya ke kiblat. Demikian dikatakan oleh Abu Humaid dari Nabi Muhammad saw.[28] 211. Anas bin Malik r.a. berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka menyatakan, 'Tidak ada tuhan kecuali Allah.' Apabila mereka sudah menyatakan demikian dan melakukan shalat seperti shalat kita, menghadap kiblat kita, dan menyembelih sembelihan seperti cara kita menyembelih, diharamkan atas kita darah dan harta mereka, kecuali dengan haknya, dan hisabnya terserah kepada Allah.'" (Dalam satu riwayat: "Maka ia adalah orang muslim yang mempunyai jaminan dari Allah dan Rasul Nya.") (Dalam suatu riwayat mu'allaq dari Humaid: Maimun bin Siyah bertanya kepada Anas bin Malik, "Wahai ayah Hamzah, apakah yang menjadikan haramnya darah dan harta seseorang (untuk diambil)?" Anas menjawab, "Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, menghadap kiblat seperti kiblat kita, mengerjakan shalat seperti shalat kita, dan memakan sembelihan kita, dia adalah muslim, dia mempunyai hak sebagaimana orang muslim, dan mempunyai kewajiban sebagaimana orang muslim.")
Bab Ke-29:
Kiblatnya Penduduk Madinah dan Penduduk Syam serta Tidak Ada Kiblat di Sebelah Timur dan Barat, Mengingat Sabda Nabi Muhammad saw., 'Janganlah kamu menghadap kiblat pada waktu buang air besar atau kencing, tetapi menghadaplah ke Timur atau ke Barat.[29] (Aku katakan, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Ayyub yang telah disebutkan pada nomor 97 di muka.")
Bab Ke-30:
Firman Allah Ta'ala, "Dan, jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat." (al-Baqarah: 125) 222. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Ketika Nabi Muhammad saw masuk di Baitullah, beliau berdoa dalam seluruh arah-arahnya dan beliau tidak shalat sampai beliau keluar darinya. Setelah beliau keluar, beliau melakukan shalat dua rakaat di arah Ka'bah dan bersabda, 'Inilah kiblat itu.'"
Bab Ke-31:
Menghadap ke Arah Kiblat (Ka'bah) di Mana Pun Berada Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi Muhammad saw bersabda, "Menghadaplah ke kiblat dan bertakbirlah (yakni bertakbiratul ihram untuk memulai shalat)."[30] 223. Jabir berkata, "Nabi Muhammad saw. shalat di kendaraan beliau ke mana saja kendaraan itu menghadap. Akan tetapi, apabila beliau akan shalat fardhu, beliau turun dan menghadap kiblat" 224. Abdullah berkata, "Nabi saw. shalat [zhuhur dengan mereka, 7/227] [lima rakaat 2/65]. Setelah beliau salam, dikatakan kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, telah terjadi sesuatu dalam shalat?' (Dalam satu riwayat: 'Apakah shalat telah ditambah? Dalam riwayat lain: 'Apakah shalat telah diringkas atau terlupakan?) Beliau bersabda, 'Apakah itu?' Mereka menjawab, 'Engkau melakukan shalat lima rakaat.' Beliau lalu melipatkan kedua kaki dan menghadap kiblat, lalu sujud dua kali [sesudah salam], kemudian beliau salam lagi. Ketika beliau menghadapkan muka kepada kami, beliau bersabda, 'Sesungguhnya, kalau terjadi sesuatu dalam shalat niscaya aku beritahukan kepadamu. Akan tetapi, aku adalah manusia seperti kamu; aku bisa lupa sebagaimana kamu lupa. Apabila aku lupa, ingatkanlah. Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, condonglah kepada yang benar, lantas hendaklah ia menyempurnakannya, kemudian mengucapkan salam, kemudian sujud dua kali.'"
Bab Ke-32:
Tentang (Menghadap) Kiblat dan Orang yang Menganggap Tidak Perlu Mengulang Shalat Apabila Seseorang Lupa dan Shalat dengan Menghadap ke Arah Selain Kiblat Nabi Muhammad saw pernah mengucapkan salam setelah melakukan dua rakaat shalat zhuhur dan menghadapkan wajahnya ke arah orang banyak, kemudian menyempurnakan rakaat yang masih tertinggal.[31] 225. Anas berkata bahwa Umar berkata, "Aku mendapatkan persetujuan Tuhanku dalam tiga hal. Aku (Umar) berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kita jadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat?' Turunlah ayat, 'Dan, jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.' Dan, ayat hijab (bertirai) di mana aku berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana kalau engkau perintahkan istri-istrimu berhijab karena mereka diajak bercakap-cakap oleh (dalam satu riwayat: engkau biasa didatangi oleh, 5/ 149) orang yang baik dan orang yang jahat? Turunlah ayat hijab. Dan, istri-istri Nabi Muhammad saw. bersepakat untuk cemburu kepada beliau, lalu aku berkata kepada mereka, 'Jika beliau menceraikan kalian, boleh jadi Tuhannya akan menggantinya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian.' (Dalam satu riwayat: 'Dan telah sampai berita kepadaku bahwa Nabi Muhammad saw mencela sebagian istrinya. Aku lalu menemui mereka dan berkata, 'Berhentilah kalian dari perbuatan itu atau Allah akan mengganti bagi Rasul-Nya istri-istri yang lebih baik daripada kalian,' hingga aku datang kepada salah seorang dari mereka. Salah satu istri ini berkata, 'Hai Umar, apakah pada Rasulullah itu tidak terdapat sesuatu yang dapat memberi pelajaran atau menyadarkan istri-istrinya sehingga engkau menasihati mereka?'). Maka, turunlah ayat ini." 226. Abdullah bin Umar berkata, "Pada waktu orang-orang sedang melakukan shalat subuh di Quba', tiba-tiba mereka didatangi seseorang (untuk menyampaikan berita). Orang itu berkata, 'Sesungguhnya, malam tadi telah diturunkan kepada Rasulullah saw. Al-Qur'an (yakni wahyu). Beliau diperintahkan shalat menghadap ke Kabah. [Maka ingatlah, menghadaplah kalian ke Kabah! 5/152].' Mereka lalu menghadap ke Ka'bah, padahal waktu itu wajah mereka sedang menghadap ke Syam. Mereka lalu menghadapkan wajahnya ke Ka'bah."
Bab Ke-33:
Menggaruk Ludah dari Masjid dengan Tangan 227. Anas r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw melihat dahak di arah kiblat. Beliau merasa keberatan terhadap hal itu sehingga tampak di wajah beliau (ketidaksenangan itu), lalu beliau berdiri, lantas menggaruknya dengan tangan beliau seraya bersabda, "Sesungguhnya, apabila salah seorang di antaramu berdiri dalam shalat, sesungguhnya ia sedang bermunajat (bercakap-cakap) dengan Tuhannya atau Tuhannya itu di antara dia dan kiblatnya. Karena itu, janganlah salah seorang diantaramu meludah ke arah kiblatnya [dan jangan pula ke arah kanannya, 1/107], tetapi kesebelah kiri atau di bawah telapak kakinya [yang kiri, 1/135]." Beliau lalu mengambil ujung selendang beliau dan meludah di situ. Beliau lalu menggeserkan sebagiannya atas sebagian yang lain, lalu beliau bersabda, 'Atau, berbuat seperti ini.'" 228. Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw melihat ludah (dalam satu riwayat: dahak, 1/183) di dinding masjid pada arah kiblat [ketika beliau akan mengerjakan shalat di depan orang banyak], lalu beliau menggosoknya [dengan tangannya, 7/98], lalu menghadap kepada orang banyak (dalam satu riwayat: maka beliau marah kepada ahli masjid, 2/62), lalu bersabda [setelah selesai], "Apabila salah seorang di antara kalian sedang shalat, janganlah ia meludah di depannya karena sesungguhnya Allah itu berada di arah mukanya jika ia sedang shalat." [Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata, "Apabila salah seorang dari kamu meludah, hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya."] 229. Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw melihat ada ingus, ludah, atau dahak di dinding masjid, lalu beliau menggosoknya.
Bab Ke-34:
Menggosok Dahak dari Masjid dengan Batu Ibnu Abbas berkata, "Apabila kamu menginjak kotoran yang basah, cucilah ia, dan jika kering, tidak perlu kamu cuci."[32] 230. Abu Hurairah dan Abu Said berkata bahwa Rasulullah saw melihat dahak pada dinding (dalam satu riwayat: ke arah kiblat, 1/107) masjid, lalu beliau mengambil sebutir kerikil kemudian menggosok-gosoknya, lalu beliau bersabda, "Apabila seseorang di antara kalian ingin meludah, janganlah ia meludah ke arah depannya dan kanannya, tetapi hendaklah meludah ke sebelah kirinya atau ke bawah kakinya yang kiri."[33]
Bab Ke-35:
Jangan Meludah ke Sebelah Kanan Ketika Shalat
Bab Ke-36: Hendaknya Meludah ke Sebelah Kirinya atau di Bawah Kaki Kirinya
Bab Ke-37:
Denda Meludah di Masjid 231. Anas bin Malik berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Meludah di masjid adalah suatu kesalahan dan kaffarahnya (tebusannya) adalah menanamnya (menghilangkannya).'"
Bab Ke-38:
Memendam Ludah di Masjid 232. Abu Hurairah berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Jika seseorang di antara kalian berdiri mengerjakan shalat, janganlah meludah ke depannya karena sebenarnya ia di saat itu sedang bermunajat kepada Allah selama ia masih di tempat shalatnya dan janganlah ia meludah ke sebelah kanannya karena di sebelah kanannya ada seorang malaikat, tetapi hendaklah dia meludah ke sebelah kirinya atau ke bawah telapak kakinya, lalu memendamnya (menanamnya)."
Bab Ke-39:
Apabila Terpaksa untuk Segera Meludah, Baiknya Mengambil Ujung Pakaiannya (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tersebut pada nomor 227 di muka.")
Bab Ke-40:
Nasihat Imam Kepada Orang Banyak Mengenai Pelaksanaan Shalat yang Sempurna dan Keterangan Tentang Kiblat 233. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Apakah kamu melihat kiblatku di sini? Demi Allah, tidaklah tersembunyi atasku kekhusyuanmu dan rukumu, [dan, l/181] sesungguhnya aku melihatmu dari belakang punggungku." 234. Anas bin Malik berkata, "Nabi Muhammad saw shalat bersama dengan kami sebagai imam dalam suatu shalat yang dikerjakan. Kemudian, beliau naik mimbar, lalu bersabda mengenai shalat dan ruku, 'Sesungguhnya, aku melihat kalian dari belakangku sebagaimana aku melihat kalian (sewaktu berhadap-hadapan).'"
Bab Ke-41:
Bolehkah Dikatakan Masjid Bani Fulan? 235. Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah saw memperlombakan antar kuda yang diberi makan penuh dari Hafya' ke Tsaniyatil Wada' dan memperlombakan antar kuda yang tidak diberi makan penuh dari Tsaniyah ke masjid bani Zuraiq. Abdullah bin Umar termasuk orang yang ikut berlomba itu.
Bab Ke-42:
Membagi dan Menggantungkan Tempat Penyimpanan Harta di Dalam Masjid Anas berkata, "Nabi Muhammad saw diberi harta dari Bahrain. Beliau lalu bersabda, 'Sebarkanlah di masjid!' Itulah sebanyak-banyak harta yang disampaikan kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw lalu keluar untuk shalat dan tidak menoleh kepadanya. Ketika beliau telah selesai menunaikan shalat, beliau datang dan duduk di sana. Bila beliau melihat seseorang, orang itu beliau beri harta itu. Tiba-tiba Abbas r.a. datang kepada beliau, lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, berilah aku karena aku menebus diriku dan aku menebus Aqil.' Rasulullah lalu bersabda kepadanya, 'Ambillah.' Abbas lalu mengambilnya dan memasukkannya di dalam kainnya, dan dia menganggap pemberian itu hanya sedikit, tetapi ia tidak mampu untuk membawanya. Ia berkata, 'Wahai Rasulullah, suruhlah seseorang mengangkatkannya kepadaku.' Beliau bersabda, 'Tidak.' Ia berkata, 'Engkau sajalah yang mengangkatkannya kepadaku.' Beliau menjawab, 'Tidak.' Ia lalu pergi. Rasulullah saw. mengikutinya terus dengan pandangannya hingga Abbas tidak terlihat oleh kami. Rasulullah saw berbuat begitu karena merasa heran terhadap keinginannya. Ketika Rasulullah saw. berdiri, di sana sudah tidak ada satu dirham pun."
Bab Ke-43:
Orang yang Mengundang Makan di Masjid dan Orang yang Mengabulkan Undangan Itu 236. Anas berkata, "Aku mendapati Nabi Muhammad saw dalam masjid bersama dengan sejumlah orang. Aku langsung mendekati beliau, lalu beliau bertanya kepadaku, 'Apakah engkau suruhan Abu Thalhah?' Aku menjawab, 'Ya.' Beliau bertanya, 'Untuk makan-makan?' Aku menjawab, 'Ya.' Beliau lalu bersabda kepada orang-orang yang bersama beliau, 'Berdirilah!' Mereka lalu keluar dan aku berangkat di depan mereka."
Bab Ke-44:
Memberikan Keputusan dan Saling Mengucapkan Li'an di Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Sahl bin Sa'ad yang tercantum pada Kitab ke-68 'ath-Thalaq', Bab ke-20.")
Bab Ke-45:
Apabila Seseorang Memasuki Sebuah Rumah, Haruskah Dia Shalat di Mana Saja yang Dia Kehendaki Ataukah Seperti yang Diperintahkan? Dan tidak Boleh Mengadakan Penyelidikan (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Itban yang panjang yang akan disebutkan di bawah ini [nomor 237].")
Bab Ke-46:
Mendirikan Masjid di Rumah-Rumah Al-Barra' bin Azib shalat di masjidnya yang terletak di rumahnya dengan berjamah.[34] 237. Dari Mahmud bin ar-Rabi' al-Anshari [dan dia mengaku menahan Rasulullah saw dan menahan muntahan yang dimuntahkannya (dalam satu riwayat: dia berkata, "Aku menahan dari Nabi Muhammad saw muntahan yang beliau muntahkan di wajahku dan ketika itu aku berumur lima tahun, 1/27) dari timba yang berharga beberapa dirham, l/204] [Mahmud mengaku, 2/55] bahwasanya [dia mendengar] Itban bin Malik [seorang tunanetra dan, 1/163] termasuk sahabat Rasulullah saw. dari golongan yang menyaksikan (turut serta dalam) Perang Badar dari kalangan Anshar [bersama Rasulullah saw., katanya, "Aku melakukan shalat untuk mengimami kaumku, bani Salim, dan antara aku dan mereka terdapat lembah yang apabila turun hujan aku kesulitan melewatinya menuju ke masjid. Aku datang kepada Rasulullah saw. dan berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, pandanganku sudah buruk, padahal aku menjadi imam shalat bagi kaumku. Apabila turun hujan, mengalirlah air di lembah yang ada di antara aku dan mereka sehingga aku tidak mampu mendatangi masjid mereka untuk mengimami mereka. Wahai Rasulullah, aku ingin engkau datang kepada ku, lalu engkau shalat di rumahku [di tempat] yang aku jadikan mushalla.' Rasulullah saw bersabda kepadaku, 'Akan aku lakukan insya Allah.' Keesokan harinya, Rasulullah saw dan Abu Bakar datang kepadaku saat matahari sudah tinggi (dalam satu riwayat: sangat terik). Rasulullah saw minta izin dan aku mengizinkannya, namun beliau tidak duduk ketika (dalam satu riwayat: sehingga, 6/202) masuk rumah. Beliau lalu bertanya, 'Dimanakah kamu inginkan agar aku shalat di rumahmu?' Aku menunjukkan beliau suatu arah dari rumahku, lalu Rasulullah berdiri dan bertakbir. Kami lalu berdiri dan berbaris [di belakang beliau), kemudian beliau shalat dua rakaat dan salam [dan kami mengucapkan salam setelah beliau salam]. Kami menahan beliau (untuk menyantap) bubur gandum yang kami campur dengan daging untuk beliau. [Maka orang-orang sekitar mendengar Rasulullah saw. ada di rumah saya]. Datanglah beberapa orang laki-laki dari desa itu dan mereka berkumpul. Salah seorang dari mereka berkata, 'Dimanakah Malik bin Dukhaisyin atau Ibnu Dukhsyun?' Sebagian mereka menjawab, 'Dia itu orang munafik, tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya.' Rasulullah saw lalu bersabda, Janganlah kamu berkata demikian. Bukankah kamu telah melihatnya telah mengucapkan, 'Tiada Tuhan melainkan Allah' yang dengan ucapan itu ia mengharapkan ridha Allah?' Ia berkata, 'Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.' [Adapun kami], sesungguhnya kami melihat wajah dan nasihatnya kepada orang-orang munafik. Rasulullah saw lalu bersabda, 'Sesungguhnya, Allah mengharamkan neraka terhadap orang yang mengucapkan, 'Tiada tuhan melainkan Allah, karena mengharapkan keridhaan Allah.'" [Mahmud berkata, "Aku lalu menceritakan hal ini kepada suatu kaum yang di antaranya terdapat Abu Ayyub, yang menemani Rasulullah saw dalam peperangan yang mengantarkannya gugur di sana. Yazid bin Muawiyah sedang berkuasa atas mereka di negeri Rum. Abu Ayyub mengingkari hal itu atas aku. Ia berkata, 'Demi Allah, aku tidak mengira Rasulullah akan bersabda seperti yang engkau ceritakan itu.' Aku merasakan hal itu sebagai sesuatu yang besar. Aku menetapkan diriku karena Allah supaya menerimaku, sehingga aku selesai perang, untuk menanyakan hal itu kepada Itban bin Malik r.a-jika aku dapat menjumpainya ketika masih hidup-di masjid kaumnya. Aku menutup (selesai perang). Aku lalu ber-talbiyah untuk haji atau umrah, kemudian aku pergi hingga sampai di Madinah, kemudian aku datang ke perkampungan bani Salim, ternyata dia adalah seorang tua yang tunanetra, yang sedang shalat mengimami kaumnya. Setelah dia usai salam dari shalatnya, aku mengucapkan salam kepadanya dan aku beritahukan jati diriku, kemudian aku tanyakan kepadanya tentang hadits itu. Dia lalu menceritakannya kepadaku sebagaimana dahulu ia menceritakannya kepadaku kali pertama." 2/56] Ibnu Syihab berkata, "Aku bertanya kepada al-Hushain bin Muhammad al Anshari-salah seorang dari bani Salim dan termasuk salah seorang anggota pasukan infanteri-tentang hadits Mahmud bin ar-Rabi' (diatas), lalu ia membenarkan hal itu."
Bab Ke-47:
Mendahulukan Yang Kanan dalam Memasuki Masjid dan Lain-Lain Abdullah bin Umar memulai dengan kakinya yang kanan, sedangkan bila keluar, ia memulainya dengan kakinya yang kiri.[35] 238. Aisyah berkata, "Nabi Muhammad saw suka sekali mendahulukan yang kanan sebisa mungkin dalam semua urusannya, seperti dalam bersuci, menyisir rambut, dan memakai terompah."
Bab Ke-48:
Apakah Boleh Menggali Kubur Kaum Musyrikin di Zaman Jahiliah dan Mempergunakan Tempat Itu Sebagai Masjid? Nabi Muhammad saw bersabda, "Allah melaknat orang Yahudi karena mereka membangun tempat-tempat ibadah di kuburan-kuburan para nabi mereka." Juga dibencinya shalat di kuburan. Umar melihat Anas bin Malik shalat di sisi kuburan dan berseru, "Kuburan! Kuburan!" Beliau tidak menyuruh mengulangi shalatnya.[36] 239. Anas r.a. berkata, "Nabi Muhammad saw datang ke Madinah. Beliau turun di Madinah kawasan atas, di suatu perkampungan yang disebut bani Amr bin Auf. Nabi Muhammad saw tinggal di tempat mereka selama empat belas malam. Beliau lalu mengirimkan (utusan) kepada orang-orang bani Najjar. Mereka datang dengan menyandang pedang. Seolah-olah aku melihat Nabi Muhammad saw di atas kendaraan beliau, Abu Bakar mengiringi beliau, dan orang-orang bani Najjar di sekeliling beliau, sehingga beliau meletakkan kendaraan beliau di halaman rumah Abu Ayyub. Beliau suka menunaikan shalat di mana saja sewaktu tiba waktu shalat dan beliau shalat di tempat menderumnya kambing. [Kemudian sesudah itu, aku mendengar dia berkata, 'Beliau shalat di tempat menderumnya kambing, sebelum dibangunnya masjid.'] (Dalam satu riwayat: Kemudian) beliau menyuruh membangun masjid dan beliau minta dipanggilkan orang-orang bani Najjar, lalu beliau bersabda, 'Berapakah harga kebunmu ini?' Mereka menjawab, 'Tidak. Demi Allah, kami tidak meminta harganya kecuali kepada Allah ta'ala.' Anas berkata, 'Di kebun itu terdapat apa yang aku katakan kepadamu, yaitu kuburan orang-orang musyrik, juga terdapat reruntuhan dan terdapat pohon kurma. Nabi Muhammad saw. lalu memerintahkan supaya kuburan orang-orang musyrik itu digali, kemudian reruntuhan itu diratakan, dan pohon-pohon kurma ditebang. Mereka menjajarkan batang-batang pohon kurma di arah kiblat masjid. Kedua ambang pintu dibuat dari batu. Mereka memindahkan batu-batu seraya bersyair rajaz dan Nabi bersama mereka sambil berkata (dalam satu riwayat: bersama mereka mengucapkan), ("Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat, maka ampunilah orang-orang Anshar dan Muhajirin.')"
Bab Ke-49:
Shalat di Kandang Kambing (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Anas di muka.")
Bab Ke-50:
Shalat di Tempat Pembaringan (Ladang-Ladang) Unta 240. Nafi' berkata, "Aku melihat Ibnu Umar shalat menghadap untanya dan ia berkata, 'Aku melihat Nabi Muhammad saw melakukannya.'"
Bab Ke-51:
Orang yang Shalat di Depan Tungku Pemanasan atau Api atau Hal-Hal Lain Yang Disembah Orang, Tetapi Dia Memaksudkan Shalatnya Semata-mata untuk Allah Anas berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Neraka ditampakkan kepadaku ketika aku sedang shalat"[37] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang akan disebutkan pada Kitab ke-16 'al-Kusuf', Bab ke-9.")
Bab Ke-52:
Dibencinya Shalat di Kuburan 241. Ibnu Umar berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Lakukanlah sebagian shalatmu (selain shalat fardhu, yakni shalat sunnah) di rumahmu dan janganlah kamu jadikan rumahmu itu sebagai kuburan (bukan tempat shalat)."
Bab Ke-53:
Shalat di Tempat Tempat Reruntuhan Gempa dan Bekas Azab Diriwayatkan bahwa Ali tidak menyukai shalat di tempat bekas reruntuhan gempa di Babil.[38] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang akan disebut kan pada Mtab ke-60 'al-Anbiya', Bab ke17.")
Bab Ke-54:
Shalat di Gereja atau Candi (Tempat Ibadah Agama Selain Islam) Umar berkata, "Kami tidak memasuki gereja-gerejamu karena patung-patung dan gambarnya itu."[39] Ibnu Abbas shalat di dalam biara (tempat ibadah agama lain) kecuali biara yang ada patung di dalamnya.[40] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits Aisyah yang akan disebutkan pada Kitab ke-23 'al-Janaiz',Bab ke-62.")
Bab Ke-55:
242. Aisyah dan Abdullah bin Abbas (Ibnu Abbas) berkata, "Ketika Rasulullah saw menghadapi kematian, beliau melemparkan selendang pada muka beliau. Ketika selendang itu menutupi muka beliau, beliau membukanya seraya bersabda dalam keadaan demikian, 'Laknat (kutukan) Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah).'" Beliau mempertakutkan akan apa yang mereka perbuat.[41] 243. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi karena mereka membangun tempat-tempat ibadah di atas kuburan nabi-nabi mereka."
Bab Ke-56:
Sabda Nabi Muhammad saw., "Bumi Itu Dijadikan untukku Sebagai Tempat Shalat dan Alat Bersuci (Tayamum)."[42] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang tersebut pada nomor 186 di muka.")
Bab Ke-57:
Tidurnya Seorang Wanita di Masjid 244. Aisyah berkata bahwa seorang budak perempuan hitam milik suatu perkampungan Arab yang sudah mereka merdekakan, tetapi masih suka bersama mereka, berkata, "Seorang anak perempuan kecil yang mengenakan selendang merah dari kulit keluar kepada mereka. Diletakkannya atau jatuh darinya dan lewatlah seekor burung rajawali dan burung itu mengira selendang yang jatuh itu sebagai daging, lantas dipungut nya. Mereka mencari selendang itu, namun tidak ditemukan, lalu mereka menuduhku. Mereka mencarinya sehingga mereka mencari di kemaluanku. (Dalam satu riwayat: Mereka lalu menyiksaku sampai mereka mencari di kemaluanku, 4/235). Demi Allah, sungguh aku berdiri bersama mereka [sedang aku masih dalam kesedihan], tiba-tiba burung rajawali itu lewat [hingga sejajar dengan kepala kami] lantas menjatuhkan selendang itu. Selendang itu jatuh di antara mereka [lalu mereka mengambilnya]. Aku berkata, 'Itulah selendang yang kamu tuduh aku mengambilnya, padahal aku sama sekali tidak mengambilnya. Inilah dia!' Perempuan itu mengatakan bahwa ia datang kepada Rasulullah saw dan masuk Islam. Aisyah berkata, 'Perempuan itu mempunyai kemah atau bilik dari tumbuh-tumbuhan di masjid. Perempuan itu datang dan bercerita kepadaku. Tidaklah dia duduk di tempatku melainkan ia mengatakan, 'Hari selendang adalah sebagian dari keajaiban Tuhan kita. Ketahuilah, bahwasanya Tuhan menyelamatkan aku dari negara kafir.' Aku bertanya kepada perempuan itu, 'Mengapakah ketika kamu duduk bersamaku mesti kamu ucapkan kalimat ini?' Perempuan itu lalu menceritakan cerita-cerita ini.'"
Bab Ke-58:
Tidurnya Orang Laki-Laki di Masjid Anas berkata, "Beberapa orang dari suku Ukal datang kepada Nabi Muhammad saw., kemudian mereka bertempat di teras masjid."[43] Abdur Rahman bin Abu Bakar berkata, "Orang-orang Ahlush Shuffah (orang-orang yang berdiam di teras masjid) itu adalah orang-orang fakir."[44] 245. Abu Hurairah berkata, "Aku melihat ada tujuh puluh orang dari Ahlush Shuffah, tiada seorang pun di antara mereka itu yang mempunyai selendang. Mereka hanya memiliki izar (kain panjang) atau lembaran-lembaran kain yang diikat seputar leher mereka. Di antara lembaran kain itu ada yang hanya sampai pada separo betis dan ada yang sampai pada kedua mata kaki, dan mereka menyatukannya dengan tangan mereka, karena khawatir aurat mereka terlihat"
Bab Ke-59:
Shalat Ketika Datang dari Bepergian Ka'ab bin Malik berkata, "Apabila Nabi Muhammad saw. pulang dari bepergian, beliau terlebih masuk ke masjid, lalu shalat di sana.'"[45] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya potongan dari hadits Jabir yang akan disebutkan pada Kitab ke-34 'al-Buyu", Bab ke-34.")
Bab Ke-60:
Apabila Masuk Masjid Hendaklah Shalat Dua Rakaat 246. Abu Qatadah as-Salami berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Apabila salah seorang di antaramu masuk masjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum duduk." (Dalam satu riwayat: "Janganlah ia duduk sehingga shalat dua rakaat." 2/51)
Bab Ke-61:
Hadats di Dalam Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Abu Hurairah yang tersebut pada Kitab ke-10 'al-Adzan',Bab ke-30.")
Bab Ke-62:
Membangun Masjid Abu Said berkata, "Atap masjid terbuat dari pelepah-pelepah pohon kurma."[46] Umar menyuruh membangun masjid dan berkata, "Lindungilah manusia (yang berjamaah di dalamnya) dari hujan. Jangan sekali-kali diwarnai merah atau kuning karena hal itu dapat menyebabkan orang-orang tergoda (tidak khusuk)."[47] Anas mengatakan, "Banyak orang yang akan bermegah-megahan dalam mendirikan masjid, tetapi mereka tidak memakmurkannya (meramaikannya) melainkan sedikit"[48] Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya, kalian akan bersungguh-sungguh menghiasi masjid-masjid kalian seperti orang-orang Yahudi dan Kristen menghiasi (gereja dan rumah ibadah mereka)."[49] 247. Abdullah (bin Umar) berkata bahwa masjid pada zaman Rasulullah saw dibangun dengan batu bata, atapnya dengan pelepah korma, dan tiangnya dengan batang pohon korma. Abu Bakar r.a. tidak menambahnya sedikit pun. Umar r.a. menambahnya dan membangun masjid seperti bangunan di masa Rasulullah saw dengan batu bata dan pelepah korma, dan mengganti tiangnya dengan kayu. Selanjutnya, Utsman r.a. mengubahnya dan melakukan penambahan yang banyak. Ia membangun dindingnya dengan batu yang diukir dan dibuat pola tertentu. Ia menjadikan tiang nya dari batu yang diukir dan atapnya dari kayu jati.
Bab Ke-63:
Tolong-menolong dalam Membangun (Memakmurkan) Masjid. Firman Allah, "Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada (siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (at-Taubah: 17-18) 248. Ikrimah berkata, "Ibnu Abbas berkata kepadaku dan kepada anakku, yaitu Ali, 'Berangkatlah kamu berdua ke rumah Abu Sa'id, lalu dengarlah apa yang diceritakannya.' Kami berdua pergi kepadanya dan kami dapati dia [dan saudaranya, 3/207] sedang dalam kebun membersihkan kebun itu. [Setelah melihat kami, dia datang] lalu diambilnya selendangnya dan ia duduk dengan berpegang lutut. Dia mulai bercerita kepada kami hingga sampai menyebutkan pembangunan masjid. Ia berkata, 'Kami dahulu membawa [batu bata masjid] satu demi satu dan Ammar membawa dua-dua batu bata, lalu Nabi Muhammad saw melihatnya dan beliau menghilangkan debu darinya (dalam satu riwayat: beliau mengusap debu dari kepalanya) seraya bersabda, 'Kasihan Ammar, ia akan dibunuh oleh golongan yang zalim, padahal ia mengajak mereka ke surga, sedangkan mereka mengajaknya ke neraka.' Ammar menjawab, 'Aku berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah itu.'"
Bab Ke-64:
Meminta Pertolongan Kepada Tukang Kayu dan Ahli Bangunan untuk Mendirikan Tiang-Tiang Mimbar dan Masjid 249. Jabir berkata bahwa seorang wanita berkata, "Wahai Rasulullah, dapatkah aku membuatkan sesuatu untukmu yang dapat engkau duduk di atasnya karena aku mempunyai seorang budak yang merupakan seorang tukang kayu?" Beliau bersabda, "Jika kamu mau, bolehlah." Perempuan itu lalu membuatkan tempat duduk yang berupa mimbar.
Bab Ke-65:
Orang yang Mendirikan Masjid 250. Ubaidillah al-Khaulani mendengar ucapan Utsman bin Affan r.a. ketika ia mendengar perkataan orang-orang di kala membangun masjid Rasulullah saw., "Sesungguhnya, kamu telah berbuat banyak dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Barang siapa yang membangun masjid-Bukair berkata, 'Aku kira beliau bersabda'-karena mengharapkan keridhaan Allah, Allah akan membangunkan untuknya yang seperti itu di surga.'"
Bab Ke-66:
Memegang Mata Panah dengan Tangan Sewaktu Lewat di Masjid 251. Jabir bin Abdullah berkata, "Seorang laki-laki lewat di masjid sambil membawa panah [dengan menampakkan mata panah/bagian tajamnya 8/190] lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya, 'Peganglah mata panahnya [jangan sampai menggores orang muslim].' [Dia menjawab, 'Ya, aku laksanakan.']"
Bab Ke-67:
Lewat di Masjid 252. Abu Musa berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Barangsiapa yang lewat pada sesuatu dari masjid-masjid kami atau pasar kami dengan anak panah, hendaklah ia pegang mata panahnya; janganlah ia melukai muslim dengan telapaknya." (Dalam satu riwayat: "Jangan sampai ada sesuatu darinya yang menimpa salah seorang muslim." 8/90)
Bab Ke-68
: Bersyair di Dalam Masjid 253. Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf mendengar Hassan bin Tsabit al Anshari meminta kesaksian kepada Abu Hurairah r.a. (dan dari jalan Said ibnul Musayyab, berkata, "Umar lewat di masjid dan Hasan sedang bersenandung. Hassan berkata (kepada Umar yang memelototinya), 'Aku pernah bersenandung (bersyair) di dalamnya, sedangkan di sana ada orang yang lebih baik daripada engkau.' Hassan lalu menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata, 4/79), ['Hai Abu Hurairah, 7/109], aku meminta kepadamu dengan nama Allah, apakah kamu mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Wahai Hassan, jawablah dari Rasulullah saw (dalam satu riwayat: jawablah dariku). 'Wahai Allah, kuatkanlah ia dengan ruh suci (Jibril).' Abu Hurairah menjawab, 'Ya.'"
Bab Ke-69:
Orang-Orang yang Bermain Tombak (Anggar) di Dalam Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tercantum pada Kitab ke-12 'al-Idaini', Bab ke-2.")
Bab Ke-70:
Menyebutkan Jual Beli di Atas Mimbar di Dalam Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad nya hadits Aisyah dalam masalah pemerdekaan Barirah yang tercantum pada Kitab ke-24 'al-Buyu",Bab ke-73.")
Bab Ke-71:
Menagih Utang dan Memberi Ketetapan di Masjid 254. Ka'ab bin Malik berkata bahwa ia beperkara utang dengan [Abdullah, 3/ 92] Ibnu Abi Hadrad [al-Aslami] [pada masa Rasulullah saw., 1/121] di masjid, [lalu ia mendesaknya, kemudian keduanya bersitegang]; suara keduanya keras hingga terdengar oleh Rasulullah saw. yang sedang berada di rumah beliau. Beliau keluar menemui keduanya sehingga terbukalah tirai kamar beliau. Beliau memanggil [Ka'ab bin Malik, 3/ 172], "Hai, Ka'ab." Ia menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Lunasilah sebagian dari utangmu ini." Beliau memberi isyarat kepadanya [dengan tangan beliau], yakni separonya. Ia menjawab, 'Telah aku lakukan, wahai Rasulullah". Beliau bersabda, "Berdirilah, lalu tunaikanlah." [Lalu ia mengambil separo utangnya dan membiarkan yang separonya].
Bab Ke-72:
Menyapu Masjid, Memunguti Sobekan Kain, Kotoran, dan Kayu-kayuan Harum-haruman 255. Abu Hurairah berkata bahwa seorang laki-laki hitam atau wanita hitam penyapu masjid [aku tidak mengetahuinya kecuali seorang wanita],[50] lalu ia meninggal [sedang Nabi Muhammad saw. tidak mengetahui kematiannya, 2/ 92], lalu beliau menanyakannya [seraya bersabda, "Apa yang dilakukan orang-orang itu?"] Mereka manjawab, "Meninggal." Nabi Muhammad saw menimpali, "Mengapa kamu tidak memberitahukan kepadaku? Tunjukkanlah kuburannya (dengan dhamir/kata ganti "hi" (untuk laki-laki)) kepadaku!" Atau, beliau bersabda, "Atau kuburannya (dengan kata ganti untuk wanita)." Beliau lalu datang ke kuburnya dan menshalatinya.
Bab Ke-73:
Diharamkannya Jual Beli Khamr di Masjid 256. Aisyah r.a. berkata, "Ketika diturunkan ayat-ayat [terakhir, 3/11] dari surah al-Baqarah tentang riba, Nabi Muhammad saw keluar ke masjid. Beliau lalu membacakannya kepada orang-orang dan beliau mengharamkan berdagang khamr"
Bab Ke-74:
Pelayan-Pelayan untuk Kepentingan Masjid Ibnu Abbas berkata mengenai ayat (tentang perkataan istri Imran), "Aku nazarkan untuk Mu (ya Allah) anak yang ada dalam kandunganku," ialah untuk melayani kepentingan masjid.[51] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan dua bab sebelumnya."
) Bab Ke-75:
Orang yang Menjadi Tawanan atau Bermasalah Diikat di Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah pada Kitab ke 21 'al-Amal fish Shalah', Bab ke-10.")
Bab Ke-76:
Mandi Ketika Masuk Islam dan Mengikat Seorang Tawanan di Masjid Syuraih memerintahkan agar orang yang bermasalah ditahan (diikat) di tiang masjid.[52] (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang tercantum pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab Ke-77:
Membuat Kemah di Masjid untuk Orang-Orang Sakit dan Lainnya (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab Ke-78:
Memasukkan Unta ke dalam Masjid Karena Sakit Ibnu Abbas berkata, "Nabi Muhammad saw melakukan thawaf dengan menaiki unta."[53] 257. Ummu Salamah berkata, "Aku mengadu kepada Rasulullah saw bahwa aku sakit. Beliau bersabda, 'Thawaflah di belakang orang-orang dan kamu naik kendaraan.' (Dalam satu riwayat darinya: Rasulullah saw bersabda kepadanya-ketika itu beliau berada di Mekah dan hendak keluar-, 'Apabila telah diiqamati shalat subuh, berthawaflah di atas unta mu ketika orang-orang sedang shalat, 2/65-1661). Aku lalu thawaf dan Rasulullah saw sedang shalat di samping Baitullah seraya membaca ath-Thuur wa Kitaabim Masthuur." [Ummu Salamah tidak melakukan shalat sehingga dia keluar.]
Bab Ke-79:
Pintu Kecil dan Jalan Berlalu dalam Masjid 258. Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Nabi Muhammad saw berkhotbah [kepada orang banyak, 4/253] dan beliau bersabda, 'Sesungguhnya, Allah menyuruh hamba Nya untuk memilih antara [diberi kemewahan] dunia dan apa yang ada di sisi-Nya, lalu hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah.' Abu Bakar r.a. menangis [dan berkata, 'Kami tebus dirimu dengan bapak dan ibu kami.'] Aku berkata dalam hati, 'Apakah yang menjadikan Tuan ini menangis? Jika Allah menyuruh seorang hamba untuk memilih antara [diberi kemewahan] dunia dan apa yang ada di sisi-Nya, lalu hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah [dan dia berkata, 'Kami tebus dirimu dengan bapak dan ibu kami,'] sedang Rasulullah saw itu adalah seorang hamba, padahal Abu Bakar itu adalah orang yang terpandai di antara kami.' Beliau bersabda, 'Wahai Abu Bakar, janganlah kamu menangis. Sesungguhnya, orang yang paling dermawan atasku dalam berteman dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku boleh mengambil khalil (kekasih dalam arti khusus) [selain Tuhanku] dari umatku, niscaya aku mengambil Abu Bakar. Akan tetapi, persaudaraan (dalam satu riwayat: kekhalilan) Islam dan kasih sayangnya tidak membiarkan pintu (dalam satu riwayat: pintu kecil) di masjid melainkan ditutup kecuali pintu (dalam riwayat lain: pintu kecil) Abu Bakar.'" 259. Ibnu Abbas r.a. berkata, "Rasulullah saw di kala sakit, yang beliau wafat dalam sakit itu, keluar dengan mengikat kepala beliau dengan potongan kain. Beliau duduk di mimbar lalu beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian beliau bersabda, 'Tidak ada seorang pun yang lebih dermawan terhadapku dalam jiwa dan hartanya daripada Abu Bakar bin Abu Quhafah. Seandainya aku mengambil kekasih dari manusia niscaya aku mengambil Abu Bakar sebagai kekasih. Akan tetapi, persahabatan Islam lebih utama.' (Dalam satu riwayat: 'Akan tetapi, dia adalah saudaraku dan sahabatku.' 4/19]." Dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas, "Adapun ucapan Rasulullah saw., 'Seandainya aku mengambil kekasih dari umat ini niscaya aku ambil Abu Bakar, tetapi persaudaraan Islam itu lebih utama atau lebih baik,' maka beliau mengucapkan yang demikian ini karena beliau menempatkan atau menetapkan Abu Bakar sebagai ayah (mertua).' 8/7) 'Tutuplah dariku setiap pintu di masjid ini kecuali pintu Abu Bakar.'
Bab Ke-80:
Pintu-Pintu dan Kunci-Kunci Ka'bah serta Masjid 260. Ibnu Juraij berkata, "Ibnu Abi Mulaikah berkata kepadaku, 'Wahai Abdul Malik, aku ingin kamu telah melihat masjid Ibnu Abbas dan pintu-pintunya.'" (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang tercantum pada Kitab ke-56 'al-Jihad', Bab ke-127.")
Bab Ke-81:
Masuknya Orang Musyrik ke Dalam Masjid (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnad-nya hadits Abu Hurairah yang tercantum pada Kitab ke-64 'al-Maghazi', Bab ke-72.")
Bab Ke-82:
Mengeraskan Suara di Dalam Masjid 261. Saib bin Yazid berkata, "Aku sedang berdiri di masjid, lalu ada seorang laki-laki melempariku dengan beberapa batu kecil. Aku melihat ke arahnya, ternyata orang itu adalah Umar ibnul Khaththab. Ia berkata, 'Pergilah, kemudian bawalah kedua orang itu ke sini!' Aku membawa kedua orang itu kepadanya. Umar berkata, 'Siapakah Anda berdua ini?' Atau, ia berkata, 'Dari manakah Anda berdua ini?' Mereka menjawab, 'Kami penduduk Thaif.' Umar berkata, 'Seandainya Anda berdua penduduk negeri ini niscaya aku pukul Anda. Pantaskah Anda berdua mengeraskan suara di masjid Rasulullah saw.?'"
Bab Ke-83:
Pertemuan-Pertemuan Keagamaan Berbentuk Lingkaran dan Duduk di Dalam Masjid 262. Ibnu Umar berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Muhammad saw ketika beliau [sedang di masjid] di atas mimbar [berkhotbah kepada orang banyak], 'Bagaimanakah shalat malam itu?' Beliau bersabda, 'Dua (rakaat) dua (rakaat). Jika takut kedahuluan subuh, shalat satu rakaat sebagai witir shalat yang sudah dikerjakan.' Dia berkata, 'Jadikanlah akhir shalatmu di malam hari itu witir karena Nabi Muhammad saw memerintahkan demikian.'" (Dalam satu riwayat: "Apabila engkau takut didahului masuknya waktu subuh, shalatlah satu rakaat sebagai witir bagi shalat yang sudah engkau kerjakan.")
Bab Ke-84:
Berbaring di Masjid dan Menjulurkan Kaki 263. Paman Abbad bin Tamim pernah melihat Rasulullah saw. telentang di masjid sambil meletakkan salah satu kaki beliau di atas yang lain 264. Sa'id ibnul Musayyab berkata "Umar dan Utsman juga pernah melakukan hal yang seperti itu."
Bab Ke-85:
Masjid yang Ada di Jalan dengan Tidak Mengganggu Orang Banyak Al Hasan, Ayyub, dan Malik mengatakan begitu (yakni masjid di pinggir jalan hendaknya tidak mengganggu orang banyak).[54]
Bab Ke-86:
Shalat di Masjid Pasar Ibnu Aun shalat di masjid yang ada di rumahnya dan pintunya ditutup sehingga tidak dapat dimasuki oleh orang banyak.[55] 265. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw., bersabda, "Shalat jamaah melebihi atas shalat seseorang di rumahnya dan di pasarnya dengan dua puluh lima derajat. Sesungguhnya, salah seorang di antaramu apabila berwudhu dengan baik lalu datang ke masjid hanya karena mau shalat, tidaklah ia melangkahkan satu langkah melainkan Allah menaikkan derajatnya satu derajat dan menghapuskan satu kesalahan darinya sampai ia masuk masjid. Apabila ia masuk masjid, ia (dinilai dan diberi pahala seperti) berada dalam shalat selama ia bertahan karenanya dan malaikat memohonkan rahmat selama ia di dalam majelisnya yang mana ia shalat di dalamnya dan malaikat itu mengucapkan, 'Ya Allah, ampunilah ia, ya Allah sayangilah ia,' selama ia belum berhadats.'"
Bab Ke-87:
Menyilangkan Jari-Jari Tangan (Memasukkan Sela-Sela Jari Tangan Satu ke Dalam Sela-Sela Jari Tangan yang Lain) di Dalam Masjid dan di Luar Masjid 266. Ibnu Umar atau Ibnu Amr berkata, "Nabi Muhammad saw menjalinkan jari-jari beliau."[56] Abdullah (Ibnu Umar)[57] berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Wahai Abdullah bin Amr, bagaimana keadaanmu kalau kamu berada di antara endapan (ampas) orang-orang seperti ini...?"[58] 267. Abu Musa r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, "Sesungguhnya, orang mukmin bagi orang mukmin lain seperti sebuah bangunan di mana sebagiannya menguatkan sebagian yang lain," dan beliau menjalinkan (menyilangkan) jari-jarinya. 268. Abu Hurairah r.a. berkata, "Rasulullah saw shalat bersama kami dalam salah satu dari dua shalat petang hari [zhuhur atau ashar, 2/66]." Ibnu Sirin berkata, "Abu Hurairah menyebutkan jenis shalat itu, tetapi aku lupa." Muhammad (bin Sirin) berkata, "[Dugaan berat aku adalah shalat ashar, 2/66, dan dalam satu riwayat: zhuhur, 7/85]."[59] Abu Hurairah berkata, "Beliau shalat bersama kami dua rakaat, kemudian beliau salam, lalu beliau berdiri pada kayu yang melintang di [bagian depan] masjid, kemudian beliau bersandar padanya seolah-olah beliau marah. Beliau meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, menjalin antara jari-jari, dan meletakkan pipi kanan di atas bagian luar dari telapak tangan kiri beliau, dan keluarlah orang-orang yang bersegera dari pintu masjid. Mereka berkata, '[Apakah] shalat sudah diringkas?' Adapun di kalangan kaum itu [pada waktu itu] ada Abu Bakar dan Umar, tetapi mereka takut untuk menyatakannya. Di antara kaum itu ada seorang laki-laki yang kedua tangannya panjang yang disebut (dalam satu riwayat: Nabi Muhammad saw biasa memanggilnya) Dzulyadain, dia berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau lupa ataukah memang shalat sudah diqashar (diringkas)?' Beliau bersabda, 'Aku tidak lupa dan tidak pula shalat itu diqashar.' [Dzulyadain berkata, 'Bahkan, engkau lupa, wahai Rasulullah.'] Beliau bertanya (kepada orang banyak), 'Apakah (benar) sebagaimana yang dikatakan oleh Dzulyadain?' Mereka menjawab, 'Ya.' [Beliau bersabda, 'Benar Dzulyadain.' Beliau lalu berdiri], kemudian beliau maju dan shalat akan apa yang tertinggal [dalam satu riwayat: dua rakaat lagi, 8/133], kemudian beliau salam, kemudian beliau bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama. Beliau lalu mengangkat kepala dan bertakbir, kemudian bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama. Beliau lalu mengangkat kepala dan bertakbir.'" Bisa jadi, mereka bertanya, "Kemudian beliau salam?"[60] Ibnu Sirin berkata, "Kami mendapat informasi bahwa Imran bin Hushain berkata, 'Beliau lalu salam.'"
Bab Ke-88:
Masjid-Masjid yang Terdapat di Jalan-Jalan Madinah dan Tempat-Tempat yang Ditempati Nabi Muhammad saw. Shalat 269. Musa bin Uqbah berkata, "Aku pernah melihat Salim bin Abdullah mencari-cari beberapa tempat di jalan tertentu, lalu ia shalat di tempat-tempat itu dan memberitahukan bahwa ayahnya pernah shalat di tempat-tempat itu dan ayahnya pernah melihat Nabi Muhammad saw. shalat di tempat itu." Nafi' memberitahukan kepadaku dari Ibnu Umar bahwasanya ia mengerjakan shalat di tempat-tempat itu. Aku bertanya pula kepada Salim, maka aku tidak mengetahuinya melainkan cocok dengan apa yang diterangkan Nafi' mengenai letak tempat tempat itu seluruhnya, hanya saja mereka berbeda pendapat mengenai masjid yang terletak di Syaraf ar-Rauha'." 270. Nafi' berkata bahwa Abdullah memberitahukan kepadanya bahwa Rasulullah saw. singgah di bani Dzul Khulaifah ketika beliau umrah dan ketika beliau haji, di bawah pohon yang berduri di kawasan masjid yang ada di Dzul Khulaifah. Apabila beliau pulang dari suatu peperangan atau ketika pulang dari haji atau umrah, beliau turun dari perut suatu lembah (yakni Wadil Atiq) di jalan itu. Apabila beliau muncul dari suatu lembah, beliau menderumkan (unta) di tempat mengalirnya air di tebing lembah timur. Beliau tiba di sana di malam hari sampai masuk waktu subuh, tidak di masjid yang ada batunya dan tidak pula di bukit yang ada masjidnya. Di sana, ada celah di mana Abdullah shalat; di lembahnya ada tumpukan pasir, di sana Rasulullah saw shalat, lalu tumpukan pasir itu hanyut oleh banjir di tempat mengalirnya air, sehingga menimbuni tempat yang dipakai shalat oleh Abdullah. 271. Abdullah berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat di masjid kecil yang lebih kecil daripada masjid di dataran tinggi Rauha'. Abdullah mengetahui tempat yang dipergunakan shalat oleh Nabi Muhammad saw. Ia berkata, "Di sana, di sebelah kananmu ketika kamu berdiri shalat di masjid itu. Masjid itu di pinggir sebelah kanan, manakala kamu pergi ke Mekah. Jaraknya dengan masjid besar adalah satu lemparan batu atau yang semisal itu." 272. Abdullah bin Umar shalat di lembah Irquzh-Zhibyah yang ada di ujung Rauha'. Lembah itu penghabisan ujungnya di pinggir jalan di bawah masjid yang terletak di antaranya dengan ujung Rauha' di kala kamu pergi ke Mekah dan di sana telah dibangun masjid. Abdullah tidak shalat di masjid itu. Ia meninggalkannya dari sebelah kiri dan sebelah belakangnya, dan ia shalat di mukanya sampai ke lembah itu sendiri. Abdullah pulang dari Rauha' dan ia tidak shalat zhuhur sehingga tiba di tempat itu, lalu dia shalat zhuhur di sana. Apabila ia datang dari Mekah, jika ia melewatinya sesaat sebelum subuh atau di akhir waktu sahur, ia singgah sehingga ia shalat subuh di sana. 273. Abdullah berkata bahwa Nabi Muhammad saw. singgah di bawah pohon besar dekat Ruwaitsah di sebelah kanan jalan, yakni jalan tembus di tempat yang rendah dan datar sehingga ia keluar dari bukit kecil di bawah dua mil dari Ruwaitsah. Bagian atasnya telah runtuh dan gugur ke jurangnya dan bagian itu ada di belakang, dan di belakang itu pula terdapat banyak puing. 274. Nafi' berkata bahwa Nabi Muhammad saw shalat di ujung saluran air di belakang Araj.[61] Ketika Anda pergi ke dataran tinggi, di sebelah masjid itu terdapat dua atau tiga kuburan. Di atas kuburan itu ada batu nisan, di sebelah kanan jalan, di sebelah bebatuan jalan, di antara bebatuan itu Abdullah pulang dari Araj setelah matahari tergelincir di siang hari, lalu ia shalat zhuhur di masjid itu. 275. Abdullah bin Umar bercerita kepadanya (Nafi') bahwa Rasulullah saw singgah di pohon-pohon di kiri jalan di tempat saluran dekat Harsya.[62] Saluran itu lekat dengan (terletak di) ujung Harsya, antara dia dengan jalan dekat dari sasaran panah (jaraknya sekitar dua per tiga mil). Abdullah shalat di bawah pohon yang terdekat dari jalan dan itulah pohon yang paling tinggi. 276. Dulu, Nabi Muhammad saw singgah di saluran yang terdekat dengan Zhahran[63] ke arah Madinah ketika beliau singgah di Shafrawat.[64] Beliau singgah di saluran itu di sebelah kiri jalan di kala kamu pergi ke Mekah. Antara tempat tinggal Rasulullah saw dan jalan itu hanya satu lemparan batu. 277. Abdullah bin Umar bercerita kepada Nafi' bahwasanya Nabi Muhammad saw singgah di Dzi Thuwa[65] dan bermalam sampai pagi. Beliau lalu shalat subuh ketika tiba di Mekah. Mushalla Rasulullah saw di bukit yang besar. Di sana, tidak ada masjid yang dibangun, tetapi mushalla nya di bawah bukit yang besar. 278. Abdullah bin Umar bercerita kepada Nafi' bahwa Nabi Muhammad saw. menghadap dua tempat masuk gunung yang terletak di antara gunung itu dan gunung tinggi yang menuju Ka'bah. Beliau memposisikan masjid yang dibangun di sana berada di sebelah kiri masjid yang berada di ujung bukit Mushalla (tempat shalat) Nabi Muhammad saw lebih bawah darinya di atas bukit hitam, yang jaraknya dari bukit itu sekitar sepuluh hasta. Beliau lalu shalat dengan menghadap dua tempat rnasuk yang ada antara kamu dan Ka'bah.[66] --------------------------------------------------------------------------------
Bab-Bab Sutrah Orang yang Shalat
Bab Ke-89: Sutrah (Sasaran/Pembatas) Imam adalah Juga Sutrah Orang yang di Belakangnya 279. Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Rasulullah ketika keluar pada hari raya (dalam satu riwayat: pada hari Idul Fitri dan Idul Adha [2/7] ke mushalla/ lapangan tempat shalat Id 2/8), beliau memerintahkan kepada kami untuk meletakkan tombak di hadapan beliau. (Dalam satu riwayat: beliau biasa pergi ke mushalla dan dibawakan tombak. Lalu, ditancapkan di hadapan beliau. Dalam riwayat lain: ditegakkan di hadapan beliau 1/127). Lalu, beliau shalat dengan menghadap kepadanya, sedang orang-orang di belakang beliau. Beliau berbuat demikian itu dalam perjalanan. Karena itulah, para amir mengambilnya (melakukannya).
Bab Ke-90:
Berapakah Seyogianya Jarak Antara Orang yang Shalat dan Sutrahnya 280. Sahl r.a. berkata, "Antara tempat shalat Rasulullah[67] dan dinding (dan dalam satu riwayat: jarak antara dinding masjid ke arah kiblat dengan mimbar 8/154)[68] adalah kira-kira jalan tempat lewatnya kambing." 281. Salamah r.a. berkata, "Dinding masjid di sisi mimbar itu hampir-hampir seekor biri-biri saja tidak dapat melaluinya."[69]
Bab Ke-91:
Shalat Menghadapi Tombak Pendek sebagai Sutrah (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang disebutkan pada nomor 279 tadi.")
Bab Ke-92:
Shalat Menghadapi Tongkat
Bab Ke-93:
Sutrah di Mekah dan Lain-Lainnya (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Juhaifah yang disebutkan pada nomor 211 di muka.")
Bab Ke-94:
Shalat dengan Menghadapi Pilar-Pilar Umar berkata, "Orang-orang yang shalat lebih berhak untuk shalat di belakang pilar-pilar masjid daripada orang-orang yang berbicara."[70] Umar juga pernah melihat seseorang shalat di antara dua pilar. Lalu, dia memindahkannya ke dekat sebuah pilar dan menyuruhnya supaya shalat di belakangnya.[71] 282. Yazid bin Ubaid berkata, "Saya bersama-sama dengan Salamah bin Akwa' dan dia shalat pada tiang yang ada di sebelah mushaf. Lalu saya berkata kepadanya, 'Wahai Abu Muslim, saya melihatmu selalu shalat pada tiang ini.' Ia menjawab, 'Sesungguhnya saya melihat Rasulullah selalu shalat padanya.'"
Bab Ke-95:
Mendirikan Shalat yang Bukan Jamaah di Antara Pilar-Pilar (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar yang akan disebutkan pada '56 - Al-Jihad / 127 - BAB'").
Bab Ke-96:
283. Nafi' mengatakan bahwa Abdullah apabila memasuki Ka'bah, dia terus berjalan ke muka dan meninggalkan pintu Ka'bah di belakangnya. Dia berjalan terus sehingga dinding yang ada di hadapannya hanya berada lebih kurang tiga hasta darinya. Dia shalat di mana Nabi saw pernah shalat, sebagaimana diceritakan Bilal kepadanya. Ibnu Umar berkata, "Tidak ada persoalan bagi seseorang di antara kita untuk shalat di sembarang tempat di Ka'bah."
Bab Ke-97:
Shalat Menghadap Kendaraan, Unta, Pohon, dan Pelana 284. Dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi saw bahwa beliau menjadikan kendaraan beliau sebagai sasaran (sutrah) shalat. Lalu, beliau shalat menghadap kepadanya. Saya bertanya, "Apakah kamu melihat apabila kendaraan itu bergerak?" Ia menjawab, "Beliau mengambil kendaraan kecil, ditegakkannya. Lalu, beliau shalat di bagian belakangnya." Umar melakukannya seperti itu.
Bab Ke-98:
Shalat Menghadapi Ranjang (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang akan disebutkan pada nomor 288.")
Bab Ke-99:
Orang yang Shalat Menolak Orang yang Lewat di Depannya Ibnu Umar menolak orang yang lewat di depannya ketika sedang bertasyahud dan sewaktu di dalam Ka'bah. Dia pernah berkata, "Jika ia tidak mau kecuali engkau perangi, maka perangilah ia!" 285. Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa ia shalat di hari Jumat pada sesuatu yang menutupinya dari manusia. Seorang pemuda dari bani Abu Muaith akan lewat di depannya. Abu Said menolak dadanya. Maka, pemuda itu melihat. Namun, ia tidak mendapat jalan selain di depannya. Lalu, ia kembali untuk melewatinya. Namun, Abu Said menolak lebih keras daripada yang pertama. Maka, ia mendapat (sesuatu yang tidak menyenangkan-penj.) dari Abu Sa'id. Kemudian ia datang kepada Marwan, mengadukan apa yang ia jumpai dari Abu Sa'id. Abu Sa'id datang pula kepada Marwan di belakangnya, lalu Marwan bertanya, "Ada apakah kamu dan anak saudaramu, hai Abu Said?" Abu Sa'id menjawab, "Saya mendengar Nabi bersabda, 'Apabila salah seorang di antaramu sedang shalat dengan ada sesuatu yang menutupinya dari orang banyak, lalu ada seseorang yang akan lewat di depannya, maka tolaklah ia.' (Dan dalam satu riwayat: 'Apabila ada sesuatu yang hendak lewat di depan seseorang di antara kamu ketika ia sedang shalat, maka hendaklah ia mencegahnya. Jika tidak mau, maka hendaklah ia mecegahnya lagi.' 4192). Jika ia enggan, maka perangilah ia, karena sesungguhnya ia adalah setan.'"
Bab Ke-100:
Dosa Orang yang Berjalan di Depan Orang Shalat 286. Busr bin Abi Sa'id mengatakan bahwa Zaid bin Khalid menyuruhnya menemui Abu Juhaim. Ia perlu menanyakan kepadanya, apa yang pernah ia dengar dari Rasulullah mengenai orang yang berjalan di depan orang yang sedang mengerjakan shalat. Kemudian Abu Juhaim berkata, "Rasulullah bersabda, 'Seandainya orang yang lewat di muka orang yang sedang shalat itu mengetahui dosa yang dibebankan kepadanya, niscaya ia berdiri empat puluh lebih baik daripada ia lewat di depannya."' Abu Nadhar (perawi) berkata, "Saya tidak mengetahui, apakah beliau bersabda empat puluh hari, atau empat puluh bulan, atau empat puluh tahun."
Bab Ke-101:
Seseorang Menghadap Seseorang yang Shalat Utsman benci bila seseorang menghadap seseorang yang sedang shalat, kalau hal itu akan memecah perhatiannya. Apabila tidak menimbulkan efek tersebut, maka Zaid bin Tsabit berkata, "Aku tidak peduli, karena orang laki-laki tidaklah membatalkan shalat laki-laki lain."[72] 287. Dari Masruq dari Aisyah bahwa hal-hal yang membatalkan shalat disebutkan di sisinya. Mereka mengatakan, "Shalat menjadi batal jika seekor anjing, keledai, atau seorang wanita (lewat di depan orang yang shalat itu)." Aisyah berkata, "Anda sekalian telah menjadikan kami (kaum wanita) sama dengan anjing. (dalam satu riwayat: Anda samakan kami [dalam satu jalan: sungguh jelek Anda samakan kami] dengan himar dan anjing. Demi Allah), sesungguhnya saya melihat Nabi saw. shalat sedang saya berada di antara beliau dan kiblat. (Dalam satu riwayat: sedang kedua kakiku di arah kiblat beliau), dan saya berbaring (dalam satu riwayat: tidur) di tempat tidur. (Dalam satu riwayat: Lalu Nabi datang. Kemudian berada di tengah-tengah tempat tidur, lalu shalat 1/29). Maka, saya membutuhkan sesuatu. Tetapi, saya tidak suka menghadap beliau karena dapat mengganggu beliau (dan dalam satu riwayat: mengacaukan pikiran beliau). Maka, saya menyelinap turun dari arah kaki ranjang, sehingga saya menyelinap dari selimut saya.'"
Bab Ke-102:
Shalat di Belakang Orang yang Tidur (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari dengan isnadnya hadits Aisyah dalam bab berikut ini.")
Bab Ke-103:
Shalat Tathawwu' (Sunnah) di Belakang Seorang Wanita 288. Aisyah istri Nabi saw. berkata, "Saya tidur di depan Rasulullah dengan kedua kakiku berada di arah kiblatnya. Apabila beliau sujud, beliau mendorongku. Lalu, aku menarik kedua kakiku. Apabia beliau berdiri, aku memanjangkan kembali kedua kakiku." Aisyah menambahkan, "Pada waktu itu tidak ada lampu di rumah."
Bab Ke-104
: Orang yang Mengatakan, "Tidak Ada Sesuatu yang Dianggap Dapat Membatalkan Shalat." 289. Anak lelaki saudara Ibnu Syihab bertanya kepada pamannya tentang shalat, "Apakah dapat dibatalkan oleh sesuatu?" Dia menjawab, "Tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu pun." Urwah bin Zubeir telah memberitahukan kepadaku bahwa Aisyah, istri Nabi saw. berkata, "Rasulullah bangun pada malam hari lalu mengerjakan shalat dan aku benar-benar dalam keadaan (tidur) melintang antara beliau dan arah kiblat pada kamar tidur keluarganya. Maka, ketika hendak witir, beliau membangunkan aku, lalu aku shalat witir (1/130)."
Bab Ke- 105:
Jika Seseorang Membawa Seorang Anak Wanita Kecil Di Atas Lehernya Ketika Shalat 290. Abu Qatadah al-Anshari r.a. mengatakan bahwa Rasulullah sering shalat dengan membawa Umamah anak wanita Zainab putri Rasulullah yang menjadi istri Abul 'Ash bin Rabi'ah bin Abdi Syams (di pundak beliau 7/74). Apabila beliau sujud, beliau meletakkannya. Apabila beliau berdiri, beliau membawanya (menggendongnya)." (Dalam satu riwayat: "Apabila beliau ruku, maka beliau meletakkannya. Apabila beliau berdiri, beliau bawa berdiri.")
Bab Ke-106:
Shalat dengan Menghadap Tempat Tidur yang Ditempati Seorang Wanita Haid (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Maimunah yang telah disebutkan pada nomor 212.")
Bab Ke-107:
Apakah Diperbolehkan Suami Menyentuh Istrinya di Waktu Sujud, Supaya Bisa Sujud dengan Sebaik-baiknya? (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Aisyah yang tercantum pada nomor 288.")
Bab Ke-108:
Wanita Dapat Memindahkan Hal-Hal yang Mengganggu / Membahayakan dari Orang yang Sedang Shalat (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud yang disebutkan pada nomor 144 di muka.") -------------------------------------------------------------------------------- Catatan Kaki: [1] Ini adalah bagian dari hadits Ibnu Abbas yang panjang dan akan disebutkan secara maushul dengan lengkap pada Kitab ke-56 "al-Jihad", Bab ke-102. [2] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari dalam "at-Tarikh" dan Abu Dawud dalam Sunan-nya dan lain-lainnya, dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dan itulah yang lebih akurat. Hal ini dijelaskan di dalam Fathul Bari dan Shahih Abi Dawud (643). [3] Menunjuk kepada hadits Muawiyah bahwa dia bertanya kepada saudara perempuannya, Ummu Habibah, "Apakah Rasulullah saw. pernah melakukan shalat dengan mengenakan pakaian yang dipergunakannya ketika melakukan hubungan seksual?" Ummu habibah menjawab, "Pernah, apabila beliau tidak melihat adanya kotoran padanya." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Hadits ini aku takhrij di dalam Shahih Abi Dawud (390). [4] Ini adalah bagian dari hadits yang diriwayatkan secara maushul pada Kitab ke-65 "at-Tafsir", Bab ke-9 "Bara'ah", Bab ke-2 dari hadits Abu Hurairah. [5] Di-maushul-kan oleh penyusun pada hadits nomor 203. [6] Yakni hadits yang diriwayatkannya mengenai menyelimutkan pakaian (dalam shalat), dan yang dimaksudkan boleh jadi haditsnya dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan lain-lainnya, atau dari Sa'id dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan lain-lainnya. Tampaknya perkataan "Menyilangkan...." itu adalah perkataan penyusun (Imam Bukhari) sendiri. [7] Di-maushul-kan penyusun sendiri dalam bab ini tanpa perkataan "Dan menyilangkan ...", dan hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (2/158) dan Ahmad (6/342) dari Ummu Hani'. [8] Di-maushul-kan oleh Nu'aim bin Hammad di dalam manuskrip (tulisan tangan) nya yang terkenal dari jalan Hisyam dari al-Hasan dengan lafal yang hampir sama dengannya, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari jalan lain darinya, dan sanadnya sahih. [9] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad sahih darinya. Al-Hafizh berkata, "Perkataannya 'dengan kencing' itu, apabila alif-lam ('al-' pada lafal 'a-baul') berfungsi lil-jinsi (menunjukkan jenis kencing secara umum), dapat diartikan bahwa dia telah mencucinya sebelum mengenakannya, dan jika 'al-' itu berfungsi 'lil-'ahdi' (mengikat), yang dimaksud ialah kencing binatang yang boleh dimakan dagingnya karena az-Zuhri berpendapat bahwa kencing binatang ini suci (tidak najis)." [10] Di-maushul-kan oleh Ibnu Sa'ad darinya. *1*) Saya [Sofyan Efendi] berkata, "Silakan lihat catatan kaki hadits no.782." [11] Hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan oleh Tirmidzi dan lainnya. Hadits Jarhad di-maushul-kan oleh Malik dan Tirmidzi serta dihasankannya dan disahkan oleh Ibnu Hibban. Adapun hadits Muhammad bin Jahsy di-maushul-kan oleh Ahmad dan lain-lainnya. Pada semua isnad-nya terdapat pembicaraan, tetapi sebagiannya menguatkan sebagian yang lain, dan aku telah men-takhrij-nya di dalam "al-Misykat" (3112-3114) dan "al-Irwa'" (269). [12] Di-maushul-kan oleh penyusun di sini dan akan disebutkan pada Kitab ke-55 "al-Washaayaa", Bab ke-26. [13] Ini adalah bagian dari suatu kisah yang di-maushul-kan oleh penyusun pada Kitab ke-62 "al-Fadhaail", Bab ke-6. [14] Ini adalah bagian dari suatu hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun dalam beberapa tempat, di antaranya Kitab ke-56 "al-Jihad" dan disebutkan di sana pada Bab ke-12. [15] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (5033) darinya dan aku katakan bahwa sanadnya sahih. [16] Di dalam riwayat Abu Ya'la, redaksinya tertulis, "Dan, sebagian kami tidak mengetahui keberadaan sebagian yang lain." Silakan periksa bukuku Hijabul mar'atil Muslimah, hlm. 30, cetakan ketiga, terbitan al-Maktab al-Islami. [17] Tambahan ini merupakan sisipan dari perkataan Ibnu Syihab, sebagaimana penjelasan al-Hafizh. [18] Di-maushul-kan oleh Imam Ahmad, Muslim, dan lain-lainnya. Hadits ini aku takhrij dalam Shahih Abi Dawud (848) dan Irwa'ul Ghalil (375). [19] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya. [20] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Sa'id bin Manshur dari dua jalan dari Abu Hurairah, yang keduanya saling menguatkan. [21] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya. [22] Pada hadits nomor 923 kitab ini disebutkan bahwa sebulan itu adakalanya tiga puluh hari dan adakalanya dua puluh sembilan hari. (Penj.) [23] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari keduanya. [24] Di-maushul-kan oleh Ibnu Qutaibah di dalam naskah tangannya dengan riwayat Nasa'i dan Ibnu Abi Syaibah. [25] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Said bin Manshur dengan sanad sahih darinya. [26] Di-maushul-kan oleh penyusun pada bab sesudahnya dengan teks yang semakna dengannya dan diriwayatkan oleh Muslim dengan redaksi mu'allaq ini. [27] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad sahih darinya dengan lafal, "Sesungguhnya, sahabat-sahabat Rasulullah saw. sujud sedang tangan mereka berada di dalam pakaian mereka, sedangkan seseorang dari mereka sujud di atas kopiah dan sorbannya." [28] Ini adalah sebagian dari hadits Abu Humaid yang akan disebutkan secara lengkap dan maushul pada Kitab ke-10 "al-Adzan", Bab ke-144. [29] Diriwayatkan secara maushul dari hadits Abu Ayyub (nomor 97), tanpa perkataan "buang air besar atau kencing" dan di-maushul-kan oleh Muslim (1/154) dengan tambahan ini. [30] Ini adalah sebagian dari hadits tentang orang yang rusak shalatnya dari hadits Abu Hurairah dan penyusun me-maushul-kannya pada Kitab ke-79 "al-Isti'dzan", Bab ke-18. [31] Imam Bukhari me-maushul-kannya pada Kitab ke-22 "as-Sahwu", Bab ke-88, tetapi tanpa perkataan "menghadapkan wajahnya ke arah orang banyak" karena perkataan ini terdapat dalam riwayat Imam Malik dalam al-Muwaththa' dari jalan Abu Sufyan, mantan budak Ibnu Abu Ahmad, dari Abu Hurairah. Akan tetapi, di situ disebutkan bahwa shalat tersebut adalah shalat ashar, dan isnad-nya sahih. Itu adalah riwayat penyusun (Imam Bukhari) dari riwayat Ibnu Sirin dari Abu Hurairah. Akan tetapi, aku terpaksa menjelaskan macam shalatnya ini sebagaimana akan Anda lihat nanti di sana, sehingga memungkinkan berpegang pada riwayat Abu Sufyan ini di dalam menguatkan riwayat Ibnu Sirin yang sesuai dengan ini. Wallahu a'lam. [32] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah darinya dengan sanad sahih. [33] Kemungkinan, ini adalah lafal hadits Abu Said al-Khudri karena pada lafal Abu Hurairah terdapat sedikit perubahan redaksi kalimat dan akan disebutkan sebentar lagi. Karena itu, aku tidak memberinya nomor urut di sini. [34] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah yang semakna dengannya dalam suatu kisah. [35] Al-Hafizh berkata, "Aku tidak melihatnya maushul." [36] Di-maushul-kan oleh penyusun dari hadits Aisyah pada Kitab ke-23 "al Janaiz", Bab ke-61. [37] Ini adalah bagian dari hadits yang panjang yang akan disebutkan secara maushul pada Kitab ke-96 "al-I'tisham", Bab ke-4. [38] Di-mauhsul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dari dua jalan dari Ali. [39] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq. [40] Di-maushul-kan oleh al-Baghawi dalam al Ja'diyyat. [41] Boleh jadi, ini adalah lafal hadits Ibnu Abbas karena lafal hadits Aisyah sedikit berbeda dengan ini dan akan disebutkan pada Kitab ke-23 "al-Janaiz", Bab ke-62. Karena itu, aku tidak memberinya nomor tersendiri di sini. [42] Di-maushul-kan oleh penyusun pada nomor 186. [43] Riwayat mu'allaq ini di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) pada Kitab ke-4 "al-Wudhu" yang telah disebutkan di muka pada nomor 139. [44] Ini adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada Kitab ke-61 "al-Manaqib" Bab ke25 "Alamaun Nubuwwah fil-Islam". [45] Ini adalah bagian dari hadits Ka'ab bin Malik yang panjang dalam kisah ketertinggalannya (keengganannya) ikut perang dan tobatnya, dan akan disebutkan secara maushul pada bagian-bagian akhir Kitab ke-64 "al-Maghazi", Bab ke-81. [46] Ini adalah bagian dari haditsnya yang panjang tentang Lailatu1-Qadar dan akan disebutkan secara maushul pada Bab ke-134. [47] AI-Hafizh tidak men-takkrij-nya. [48] Di-maushul-kan oleh Abu Ya'la di dalam Musnad-nya dan Ibnu Khuzaimah di dalam Shahih-nya. [49] Di-maushul-kan oleh Abu Dawud dan Ibnu Hibban dengan sanad yang kuat dan telah aku takhrij dalam Shahih Abi Dawud (474). [50] Al-Hafizh berkata, "Yang benar, dia adalah seorang perempuan, yaitu Ummu Mihjan." Kisah lain yang mirip dengan ini terjadi pada seorang laki-laki yang bernama Thalhah ibnul-Barra, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Silakan periksa pada Kitab ke-23 'al-Janaiz' , Bab ke-5. [51] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Hatim. [52] Di-maushul-kan oleh Ma'mar dengan sanad sahih darinya. [53] Akan disebutkan secara maushul pada Kitab ke-25 'al-Hajj', Bab ke-58. [54] Al-Hafizh menisbatkan atsar ini di dalam kitab al-Libas kepada al-Ismaili dengan catatan sebagai tambahan terhadap riwayatnya pada akhir hadits yang sebelumnya, seakan-akan kehadirannya memang tidak di sini di sisi penyusun (Imam Bukhari). [55] Al-Hafizh tidak men-takhrij-nya. [56] Ini adalah bagian dari hadits mu'allaq yang akan disebutkan sesudahnya pada sebagian jalannya dan ia mempunyai saksi (penguat) dan hadits Abu Hurairah yang aku takkrij di dalam al-Ahaditsush Shahihah (206). [57] Hadits ini mu'allaq dan di-maushul-kan oleh Ibrahim al-Harbi di dalam Gharibul Hadits dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya dan lainnya dengan sanad yang kuat, dan telah aku takhrij dalam kitab di atas (al-Ahaditsush Shahihah). [58] Tampaknya yang dimaksud dengan perkataan "seperti ini" adalah menjalin jari-jari. Kelengkapan hadits sebagaimana yang diriwayatkan oleh orang yang kami sebutkan di atas adalah, "Mereka mudah mengobral janji dan amanat serta bersilang sengketa, maka jadinya mereka seperti ini," dan beliau menjalin jari-jari beliau.... [59] Riwayat tentang shalat ashar ini didukung oleh riwayat Malik dari jalan Abu Sufyan dari Abu Hurairah dan sudah disebutkan pada hadits mu'allaq pada nomor 86. [60] Maksudnya boleh jadi, mereka bertanya kepada Ibnu Sirin yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah, "Apakah dalam hadits itu diceritakan: Kemudian beliau salam?" Ibnu Sirin lalu menjawab, "Kami mendapat informasi...." Silakan periksa al-Fath. [61] Sebuah perkampungan yang jaraknya dari Ruwaitsah sejauh 10 atau 14 mil. [62] Bukit yang terletak di pertemuan jalan Madinah dan Syam, dekat Juhfah. [63] Suatu lembah yang oleh masyarakat umum disebut dengan Bathn Muruw, yang jaraknya dengan Mekah sejauh 16 mil. [64] Jamak dari Shafia', sebuah tempat yang terletak sesudah Zhahran. [65] Suatu tempat di sebelah pintu Ka'bah yang disukai orang yang hendak masuk Mekah agar mandi di situ. Masalah mandi ini akan disebutkan dalam hadits Ibnu Umar pada Kitab ke-25 "al-Hajj", Bab ke-38. [66] Al-Hafizh berkata, "Masjid-masjid ini sekarang sudah tidak diketahui lagi selain Masjid Dzil Hulaifah. Masjid-masjid yang ada di Rauha' dikenal oleh penduduk sekitar." Aku (al-Albani) berkata, "Menapaktilasi shalat di sana yang dilarang Umar itu bertentangan dengan perbuatan putranya (Ibnu Umar) dan sudah tentu Ibnu Umar lebih tahu karena terdapat riwayat yang menceritakan bahwa dia melihat orang-orang di dalam suatu bepergian lantas mereka bersegera menuju ke suatu tempat, lalu dia bertanya tentang hal itu. Mereka menjawab, 'Nabi Muhammad saw. pernah shalat di situ.' Dia berkata, 'Barangsiapa yang ingin shalat, silakan; dan barangsiapa yang tidak berminat, silakan jalan terus. Sesungguhnya, Ahli Kitab telah rusak karena mereka mengikuti tapak tilas nabi-nabi mereka, lantas menjadikannya gereja-gereja dan biara-biara.'" Aku katakan bahwa ini menunjukkan ilmu dan pengetahuannya radhiyallahu anhu dan Anda dapat menjumpai takkrij atsar ini beserta penjelasan tentang hukum menapaktilasi para nabi dan shalihin di dalam fatwa-fatwaku pada akhir kitab Jaziiratu Failika wa Khuraftu Atsaril Khidhri fiihaa" karya Ustadz Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain, terbitan ad-Darus Salafiyyah, Kuwait, halaman 43-57. Silakan periksa karena masalah ini sangat penting. [67] Yakni tempat sujud beliau, dan perkataan al-Asqalani, "Yakni tempat beliau dalam shalat", adalah jauh dari kebenaran. Karena, tidak mungkin beliau biasa bersujud dalam jarak seperti ini. Kecuali, kalau dikatakan bahwa beliau mundur ketika sujud. Sebagian golongan Malikiah berpendapat seperti ini. Tetapi, pendapat ini ditentang oleh Abul Hasan as-Sindi rahimahullah. Di antara yang mendukung pendapat ini ialah kalau Rasulullah berdiri dalam jarak yang demikian dekat dengan dinding itu, sudah tentu jarak shaf yang ada di belakang beliau sekitar tiga bahu. Ini bertentangan dengan Sunnah dalam merapatkan barisan, dan bertentangan dengan sabda beliau, 'Berdekat-dekatanlah kamu di antara shaf-shaf." Hadits ini adalah sahih dan kami takhrij dalam Shahih Abi Dawud (673). Pendapat itu juga bertentangan dengan hadits Ibnu Umar yang tercantum pada nomor 283 akan datang. [68] Saya katakan, "Riwayat ini menurut pendapat saya lebih sah sanadnya daripada yang pertama. Di dalam riwayat ini tidak terdapat kemusykilan seperti pada riwayat yang pertama. Riwayat ini didukung oleh hadits Salamah yang disebutkan sesudahnya. Bahkan, riwayat yang pertama itu syadz 'ganjil' sebagaimana saya jelaskan dalam Shahih Abi Dawud (693)." [69] Al-Mihlab berkata, "Di antara dinding dengan mimbar masjid terdapat kesunnahan yang perlu diikuti mengenai tempat mimbar, agar dapat dimasuki dari tempat itu." [70] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah dan al-Humaidi dari jalan Hamdan dari Umar. Demikian penjelasan dalam Asy-Syarh. [71] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah juga dari jalan Muawiyah bin Qurrah bin Iyas al-Muzani, dari ayahnya, seorang sahabat, katanya, "Umar pernah melihat aku ketika aku sedang shalat..." Lalu ia menyebutkan seperti riwayat di atas. [72] Al-Hafizh tidak melihatnya dari Utsman, melainkan dari Umar. Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq (2396), dan Ibnu Abi Syaibah dan lain-lainnya dari jalan Hilal bin Yasaf dari Umar yang melarang hal itu. Perawi-perawinya tepercaya, tetapi isnadnya munqathi' 'terputus', Hilal tidak mendapati zaman Umar. Saya (Al-Albani) berkata, "Adapun hadits yang sering diucapkan oleh sebagian imam masjid di Damsyiq dengan lafal, "Maa aflaha wajhun shallaa ilaihi", maka saya tidak mengetahui asal-usulnya."
Kitab Waktu Shalat
Bab Ke-1: Waktu-waktu Shalat Dan Keutamaannya Serta Firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (an-Nisaa': 103)
291. Ibnu Syihab mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz pada suatu hari mengakhirkan shalat (dalam satu riwayat: suatu shalat Ashar 4/18) pada masa pemerintahannya (5/17). Lalu, masuklah ke tempatnya itu Urwah bin Zubair. Kemudian Urwah memberitahukan kepadanya bahwa al-Mughirah bin Syu'bah juga pernah pada suatu hari mengakhirkan shalatnya ketika ia sedang berada di Irak (dalam suatu riwayat: ketika ia menjadi Gubernur Kufah). Pada waktu itu masuklah ke tempatnya Abu Mas'ud (Uqbah bin Amr) al-Anshari (kakek Zaid bin Hasan yang turut perang Badar). Lalu, Abu Mas'ud berkata, "Apa-apaan ini wahai Mughirah? Bukankah telah Anda ketahui bahwa pada suatu hari Jibril a.s. datang kemudian shalat dan Rasulullah juga shalat. Lalu, ia datang lagi dan melakukan shalat lantas Rasulullah melakukannya pula. Kemudian ia shalat lagi dan Rasulullah melakukannya pula. Lalu, ia shalat lagi dan Rasulullah melakukannya pula. (Abu Mas'ud menghitung dengan jarinya lima kali shalat). Sesudah itu beliau saw. bersabda, 'Dengan lima kali shalat inilah aku diperintahkan.'"
Umar bin Abdul Aziz berkata kepada Urwah, "Ketahuilah apa yang Anda percakapkan itu (wahai Urwah). Adakah Anda meyakini bahwa Jibril itulah yang membacakan iqamah untuk Rasulullah pada saat telah tiba waktu shalat?" Urwah berkata, "Demikian itulah yang saya yakini, Basyir bin Abi Mas'ud memberitahukan hal itu dari ayahnya."
292. Urwah berkata, "Aku benar-benar telah diberitahu oleh Aisyah bahwa Rasulullah shalat Ashar pada waktu sinar matahari masih berada di dalam kamarnya sebelum ia muncul." (dalam satu riwayat: sebelum ia keluar dari dalam kamarnya.[1] Dalam riwayat lain: belum tampak kembalinya sesudah itu dari tempatnya [1/137]).
Bab Ke-2: Firman Allah Ta'ala, "Dengan kembali bertobat kepada Nya, dan bertakwalah kepada Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah." (ar-Ruum: 31)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada nomor 40 di muka.")
Bab Ke-3: Melakukan Bai'at untuk Melakukan Shalat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Jarir bin Abdullah yang tersebut pada nomor 41 di muka.")
Bab Ke-4: Shalat Adalah Kafarat (Penebus Dosa)
293. Hudzaifah r.a. berkata, "Kami duduk di sisi Umar r.a., lalu ia bertanya, 'Siapakah di antaramu yang hafal sabda Rasulullah tentang fitnah?' Saya menjawab, 'Saya (hafal 2/119) sebagaimana yang beliau sabdakan.' Ia berkata, 'Sesungguhnya kamu atas beliau atau atasnya (fitnah) sungguh berani, bagaimana? Saya berkata, 'Yaitu, fitnah seorang laki-laki pada istrinya, hartanya, anaknya, dan tetangganya. Fitnah itu dapat ditebus dengan shalat, puasa, sedekah, menyuruh berbuat kebaikan dan melarang dari keburukan.' Ia berkata, 'Bukan ini yang saya kehendaki. Tetapi, yang saya kehendaki ialah fitnah yang bergelombang sebagaimana bergelombangnya lautan.' Saya berkata, Tidak mengapa atasmu wahai Amirul Mu'minin, karena antara engkau dengannya ada pintu yang tertutup.' Umar berkata, 'Apakah perlu dipecahkan pintu itu atau dapat dibuka?' Saya berkata, 'Bahkan dipecahkan.' Ia berkata, 'Jika demikian, selamanya ia tidak tertutup.' Saya berkata, 'Ya.' Maka, para sahabat berkata kepada Masruq, Tanyakanlah kepada Hudzaifah (2/226), 'Apakah Umar mengetahui siapakah pintu itu? Ia berkata, 'Ya, sebagaimana saya ketahui malam ini bukan besok. Yaitu, bahwa saya menceritakan kepadanya hadits dengan tidak ada kesalahan-kesalahan. Maka, biarkanlah kami bertanya kepada Hudzaifah, 'Siapakah pintu itu?' Lalu kami perintahkan Masruq bertanya kepada Hudzaifah, 'Siapakah pintu itu?' (4/174). Saya menjawab, 'Umar.'"
294. Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa seorang laki-laki mencium seorang wanita. Kemudian ia datang kepada Nabi saw. lalu ia memberitakannya. Kemudian Allah azza wa jalla menurunkan ayat, 'Aqimish Shalaata Tharafayin nahaari wazulafan minallaili innalhasanaati yudzhibnas sayyiaati, (dzaalika dzikraa lidzdzaakiriin 5/255) 'Dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian pada permulaan dari malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. (Yang demikian itu adalah peringatan bagi orang-orang yang mau ingat [5/2551)." Laki-laki itu berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah ini untuk saya?" Beliau bersabda, "Untuk seluruh umatku." (Dan dalam satu riwayat, "Untuk orang yang mengamalkannya dari umatku.")
Bab Ke-5: Keutamaan Shalat pada Waktunya
295. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata, "Saya bertanya kepada Nabi, 'Apakah amal yang paling dicintai oleh Allah?' (Dalam satu riwayat: yang lebih utama 3/200) Beliau bersabda, 'Shalat pada waktunya' Saya bertanya, 'Kemudian apa lagi?' Beliau bersabda, 'Berbakti kepada kedua orang tua.' Saya bertanya, 'Kemudian apa lagi'? Beliau bersabda, 'Jihad (berjuang) di jalan Allah."' Ia berkata, "Beliau menceritakan kepadaku. (dalam satu riwayat: "Saya berdiam diri dari Rasulullah.") Seandainya saya meminta tambah, niscaya beliau menambahkannya."
Bab Ke-1: Waktu-waktu Shalat Dan Keutamaannya Serta Firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (an-Nisaa': 103)
291. Ibnu Syihab mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz pada suatu hari mengakhirkan shalat (dalam satu riwayat: suatu shalat Ashar 4/18) pada masa pemerintahannya (5/17). Lalu, masuklah ke tempatnya itu Urwah bin Zubair. Kemudian Urwah memberitahukan kepadanya bahwa al-Mughirah bin Syu'bah juga pernah pada suatu hari mengakhirkan shalatnya ketika ia sedang berada di Irak (dalam suatu riwayat: ketika ia menjadi Gubernur Kufah). Pada waktu itu masuklah ke tempatnya Abu Mas'ud (Uqbah bin Amr) al-Anshari (kakek Zaid bin Hasan yang turut perang Badar). Lalu, Abu Mas'ud berkata, "Apa-apaan ini wahai Mughirah? Bukankah telah Anda ketahui bahwa pada suatu hari Jibril a.s. datang kemudian shalat dan Rasulullah juga shalat. Lalu, ia datang lagi dan melakukan shalat lantas Rasulullah melakukannya pula. Kemudian ia shalat lagi dan Rasulullah melakukannya pula. Lalu, ia shalat lagi dan Rasulullah melakukannya pula. (Abu Mas'ud menghitung dengan jarinya lima kali shalat). Sesudah itu beliau saw. bersabda, 'Dengan lima kali shalat inilah aku diperintahkan.'"
Umar bin Abdul Aziz berkata kepada Urwah, "Ketahuilah apa yang Anda percakapkan itu (wahai Urwah). Adakah Anda meyakini bahwa Jibril itulah yang membacakan iqamah untuk Rasulullah pada saat telah tiba waktu shalat?" Urwah berkata, "Demikian itulah yang saya yakini, Basyir bin Abi Mas'ud memberitahukan hal itu dari ayahnya."
292. Urwah berkata, "Aku benar-benar telah diberitahu oleh Aisyah bahwa Rasulullah shalat Ashar pada waktu sinar matahari masih berada di dalam kamarnya sebelum ia muncul." (dalam satu riwayat: sebelum ia keluar dari dalam kamarnya.[1] Dalam riwayat lain: belum tampak kembalinya sesudah itu dari tempatnya [1/137]).
Bab Ke-2: Firman Allah Ta'ala, "Dengan kembali bertobat kepada Nya, dan bertakwalah kepada Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah." (ar-Ruum: 31)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian hadits Ibnu Abbas yang tercantum pada nomor 40 di muka.")
Bab Ke-3: Melakukan Bai'at untuk Melakukan Shalat
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Jarir bin Abdullah yang tersebut pada nomor 41 di muka.")
Bab Ke-4: Shalat Adalah Kafarat (Penebus Dosa)
293. Hudzaifah r.a. berkata, "Kami duduk di sisi Umar r.a., lalu ia bertanya, 'Siapakah di antaramu yang hafal sabda Rasulullah tentang fitnah?' Saya menjawab, 'Saya (hafal 2/119) sebagaimana yang beliau sabdakan.' Ia berkata, 'Sesungguhnya kamu atas beliau atau atasnya (fitnah) sungguh berani, bagaimana? Saya berkata, 'Yaitu, fitnah seorang laki-laki pada istrinya, hartanya, anaknya, dan tetangganya. Fitnah itu dapat ditebus dengan shalat, puasa, sedekah, menyuruh berbuat kebaikan dan melarang dari keburukan.' Ia berkata, 'Bukan ini yang saya kehendaki. Tetapi, yang saya kehendaki ialah fitnah yang bergelombang sebagaimana bergelombangnya lautan.' Saya berkata, Tidak mengapa atasmu wahai Amirul Mu'minin, karena antara engkau dengannya ada pintu yang tertutup.' Umar berkata, 'Apakah perlu dipecahkan pintu itu atau dapat dibuka?' Saya berkata, 'Bahkan dipecahkan.' Ia berkata, 'Jika demikian, selamanya ia tidak tertutup.' Saya berkata, 'Ya.' Maka, para sahabat berkata kepada Masruq, Tanyakanlah kepada Hudzaifah (2/226), 'Apakah Umar mengetahui siapakah pintu itu? Ia berkata, 'Ya, sebagaimana saya ketahui malam ini bukan besok. Yaitu, bahwa saya menceritakan kepadanya hadits dengan tidak ada kesalahan-kesalahan. Maka, biarkanlah kami bertanya kepada Hudzaifah, 'Siapakah pintu itu?' Lalu kami perintahkan Masruq bertanya kepada Hudzaifah, 'Siapakah pintu itu?' (4/174). Saya menjawab, 'Umar.'"
294. Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa seorang laki-laki mencium seorang wanita. Kemudian ia datang kepada Nabi saw. lalu ia memberitakannya. Kemudian Allah azza wa jalla menurunkan ayat, 'Aqimish Shalaata Tharafayin nahaari wazulafan minallaili innalhasanaati yudzhibnas sayyiaati, (dzaalika dzikraa lidzdzaakiriin 5/255) 'Dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian pada permulaan dari malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. (Yang demikian itu adalah peringatan bagi orang-orang yang mau ingat [5/2551)." Laki-laki itu berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah ini untuk saya?" Beliau bersabda, "Untuk seluruh umatku." (Dan dalam satu riwayat, "Untuk orang yang mengamalkannya dari umatku.")
Bab Ke-5: Keutamaan Shalat pada Waktunya
295. Abdullah (bin Mas'ud) r.a. berkata, "Saya bertanya kepada Nabi, 'Apakah amal yang paling dicintai oleh Allah?' (Dalam satu riwayat: yang lebih utama 3/200) Beliau bersabda, 'Shalat pada waktunya' Saya bertanya, 'Kemudian apa lagi?' Beliau bersabda, 'Berbakti kepada kedua orang tua.' Saya bertanya, 'Kemudian apa lagi'? Beliau bersabda, 'Jihad (berjuang) di jalan Allah."' Ia berkata, "Beliau menceritakan kepadaku. (dalam satu riwayat: "Saya berdiam diri dari Rasulullah.") Seandainya saya meminta tambah, niscaya beliau menambahkannya."
Bab Ke-6: Shalat Lima Waktu Adalah Penebus Dosa
296. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa ia mendengar Nabi saw. bersabda, "Bagaimana pendapatmu seandainya di depan pintu salah seorang di antara kamu ada sungai yang ia mandi lima kali tiap hari di dalamnya, apakah kamu katakan, 'Kotorannya masih tinggal?'" Mereka menjawab, "Kotorannya sedikit pun tidak bersisa." Beliau bersabda, "Itulah perumpamaan shalat yang lima waktu. Allah menghapus kesalahan-kesalahan dengannya."
Bab Ke-7: Menyia-nyiakan Shalat dari Waktunya
297. Az-Zuhri berkata, "Saya datang kepada Anas bin Malik di Damaskus, kebetulan ia sedang menangis. Lalu saya bertanya, 'Mengapa engkau menangis?' Ia menjawab, 'Saya tidak tahu lagi amal yang kudapati di masa Nabi yang masih diindahkan (dipedulikan) orang sekarang, selain shalat itu pun sudah disia-siakan orang.' (Di dalam riwayat lain: 'Kamu telah menyia nyiakan apa yang kamu sia siakan.)"
Bab Ke-8: Orang yang Shalat Itu Adalah Bermunajat (Berbicara Secara Langsung) kepada Tuhannya
Bab Ke-9: Menantikan Dingin untuk Shalat Zhuhur pada Waktu Hari Sangat Panas
298&299. Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar menceritakan hadits yang diterima dari Rasulullah. Beliau saw. bersabda, "Apabila hari sangat terik, maka dirikanlah shalat zhuhur sewaktu (matahari) agak dingin sedikit. Karena, teriknya panas adalah berasal dari uap api neraka."
300. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Neraka mengadu kepada Tuhannya seraya berkata, 'Wahai Tuhanku, sebagianku memakan sebagian yang lain.' Lalu Tuhan mengizinkannya dua napas, napas pada musim dingin dan napas pada musim panas. Yaitu, suhu yang kamu dapati sangat panas dan suhu yang kamu dapati sangat dingin."
301. Abu Sa'id berkata, "Rasulullah bersabda, 'Shalat zhuhurlah pada waktu panas sudah reda. Karena, sesungguhnya panas yang sangat terik itu dari uap neraka Jahannam.'"
Bab Ke-10: Menantikan Dingin untuk Shalat Zhuhur pada Waktu Bepergian
302. Abu Dzar al-Ghifari berkata, "Kami bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan, lalu muadzin mau azan untuk shalat zhuhur. Kemudian Nabi bersabda, '(Tunggulah hingga) dingin.' ('Tunggulah hingga dingin.' Atau, beliau bersabda, 'Tunggulah, tunggulah!' 1/135). Kemudian muadzin itu mau azan lalu beliau bersabda, '(Tunggulah hingga) dingin.' (Kemudian muadzin hendak azan lagi, lalu beliau bersabda, 'Tunggulah hingga dingin.' 1/155), sehingga kami melihat bayang-bayang tumpukan tanah atau pasir. Nabi bersabda, 'Sesungguhnya panas yang amat sangat terik itu dari pengapnya Jahannam. Apabila udara sangat panas, maka shalatlah pada waktu panas itu reda.'"
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Tatafayya-u sama dengan tatamayyalu."[2]
Bab Ke- 11: Waktu Shalat Zhuhur Adalah Ketika Matahari Condong ke Barat (Persis Setelah Tengah Hari)
Jabir berkata, "Nabi shalat zhuhur persis setelah tengah hari (begitu matahari condong di siang hari)."[3]
Bab Ke-12: Mengakhirkan Zhuhur Hingga Ashar
303. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw shalat di Madinah tujuh rakaat [jama',1/140] dan delapan rakaat jama', yaitu zhuhur dan ashar, maghrib dan isya'. Ibnu Abbas berkata, 'Wahai Abu Sya'tsa'! Saya kira beliau memundurkan shalat zhuhur dan memajukan shalat ashar, dan memajukan shalat isya' dan memundurkan shalat maghrib." Abu Sya'tsa' menjawab, "Saya juga mengira begitu." (2/53). Ayub berkata, "Barangkali pada malam ketika turun hujan?" Jawabnya, "Mungkin saja."[4]
Bab Ke-13: Waktu Shalat Ashar
304. Sayyar bin Salamah berkata, "Saya datang bersama ayahku kepada Abu Barzah al-Islami. Lalu, ayahku berkata kepadanya, 'Ceritakanlah kepada kami (1/148) bagaimana cara Rasulullah melakukan shalat fardhu?' Abu Barzah berkata, 'Nabi melakukan shalat zhuhur yang Anda namakan dengan al-Uula 'shalat pertama' ialah ketika matahari tergelincir ke barat. Beliau shalat ashar, ketika salah seorang dari kami kembali dari perjalanannya ke ujung kota, sedangkan matahari masih terasa panasnya. (Sayyar lupa ucapannya tentang shalat maghrib). Nabi suka mengundurkan shalat isya' yang kamu namakan Atamah hingga sepertiga malam. Kemudian ia berkata, 'Hingga separuh malam.' Beliau tidak suka tidur sebelum shalat isya dan bercakap-cakap sesudahnya. Selesai shalat shubuh ketika seseorang telah mengenal orang yang duduk di sampingnya. Sedangkan, Nabi membaca dalam shalat itu sebanyak 60 ayat dalam dua rakaat atau salah satunya (dan dalam satu riwayat: antara 60 ayat sampai 100 ayat).'"
305. Abu Umamah berkata, "Kami shalat zhuhur bersama Umar bin Abdul Aziz. Kemudian kami pergi kepada Anas bin Malik. Tiba-tiba kami mendapatinya sedang mengerjakan shalat ashar. Aku bertanya kepadanya, 'Wahai Paman, shalat apa yang engkau lakukan?' Dia menjawab, 'Ashar, dan ini adalah (waktu) shalat Rasulullah yang kami biasa shalat dengannya.'"[5]
Bab Ke-14: Waktu Ashar
306. Anas bin Malik r.a. berkata, "Rasulullah shalat ashar ketika matahari masih tinggi dan belum berubah warna dan panasnya. Maka, pergilah orang-orang yang pergi (di antara kami) ke tempat-tempat tinggi. Ia datang kepada mereka dan matahari masih tinggi (dari suatu riwayat: ke Quba. Dari jalan periwayatan lain: ke perkampungan bani Amr bin Auf). Lalu, ia sampai kepada mereka, sedangkan matahari masih tinggi. Sebagian (riwayat mu'allaq[6] disebutkan jarak 8/153) tempat yang tinggi dari Madinah adalah empat mil atau sekitar itu."
Bab Ke-15: Dosa Orang yang (Sengaja) Mengabaikan Shalat Ashar
307. Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Orang yang tertinggal oleh shalat ashar seolah-olah ia dirampas (kehilangan) keluarganya dan hartanya."
Abu Abdillah berkata, "Makna kata Yatirakum a'maalakum', 'Watarturrajula', apabila engkau membunuh buruannya atau merampas hartanya."
Bab Ke-16: Orang Yang Sengaja Meninggalkan Shalat Ashar
308. Abu Malih berkata, "Kami bersama-sama dengan Buraidah di dalam suatu peperangan pada hari yang berawan, lalu ia berkata, 'Segerakanlah shalat ashar, karena sesungguhnya Nabi bersabda, 'Barangsiapa yang meninggalkan shalat ashar, maka gugurlah amalnya.'"
Bab Ke-17: Keutaman Shalat Ashar
309. Jarir berkata, "Kami duduk-duduk pada suatu malam (6/48) bersama Nabi. Lalu, beliau pada suatu malam melihat bulan yakni bulan purnama (dalam satu riwayat: pada tanggal empat belas). Lalu beliau bersabda, '[Ingatlah 1/143], sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu [dengan jelas 8/179[7]] sebagaimana kamu melihat bulan ini. Kamu tidak teraniaya (tidak lelah) dalam melihat-Nya. Jika kamu mampu untuk tidak kamu dikalahkan atas shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka kerjakanlah!' Kemudian Jarir membaca ayat, "Wasabbih bihamdi rabbika qabla thuluu'isy-syamsi waqablal ghuruubi 'Sucikanlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya'."
310. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Silih bergantilah malaikat malam dan malaikat siang padamu. Mereka berkumpul pada shalat shubuh dan shalat ashar. Kemudian naiklah [kepadaNya 4/81] malaikat yang telah berjaga malam padamu. Lalu Dia menanyakan kepada mereka, dan Dia lebih tahu tentang mereka, 'Bagaimana kamu tinggalkan hamba-hamba-Ku?' Mereka menjawab, 'Kami tinggalkan mereka dan mereka sedang shalat, dan kami datang kepada mereka dan mereka sedang shalat'."
296. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa ia mendengar Nabi saw. bersabda, "Bagaimana pendapatmu seandainya di depan pintu salah seorang di antara kamu ada sungai yang ia mandi lima kali tiap hari di dalamnya, apakah kamu katakan, 'Kotorannya masih tinggal?'" Mereka menjawab, "Kotorannya sedikit pun tidak bersisa." Beliau bersabda, "Itulah perumpamaan shalat yang lima waktu. Allah menghapus kesalahan-kesalahan dengannya."
Bab Ke-7: Menyia-nyiakan Shalat dari Waktunya
297. Az-Zuhri berkata, "Saya datang kepada Anas bin Malik di Damaskus, kebetulan ia sedang menangis. Lalu saya bertanya, 'Mengapa engkau menangis?' Ia menjawab, 'Saya tidak tahu lagi amal yang kudapati di masa Nabi yang masih diindahkan (dipedulikan) orang sekarang, selain shalat itu pun sudah disia-siakan orang.' (Di dalam riwayat lain: 'Kamu telah menyia nyiakan apa yang kamu sia siakan.)"
Bab Ke-8: Orang yang Shalat Itu Adalah Bermunajat (Berbicara Secara Langsung) kepada Tuhannya
Bab Ke-9: Menantikan Dingin untuk Shalat Zhuhur pada Waktu Hari Sangat Panas
298&299. Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar menceritakan hadits yang diterima dari Rasulullah. Beliau saw. bersabda, "Apabila hari sangat terik, maka dirikanlah shalat zhuhur sewaktu (matahari) agak dingin sedikit. Karena, teriknya panas adalah berasal dari uap api neraka."
300. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Neraka mengadu kepada Tuhannya seraya berkata, 'Wahai Tuhanku, sebagianku memakan sebagian yang lain.' Lalu Tuhan mengizinkannya dua napas, napas pada musim dingin dan napas pada musim panas. Yaitu, suhu yang kamu dapati sangat panas dan suhu yang kamu dapati sangat dingin."
301. Abu Sa'id berkata, "Rasulullah bersabda, 'Shalat zhuhurlah pada waktu panas sudah reda. Karena, sesungguhnya panas yang sangat terik itu dari uap neraka Jahannam.'"
Bab Ke-10: Menantikan Dingin untuk Shalat Zhuhur pada Waktu Bepergian
302. Abu Dzar al-Ghifari berkata, "Kami bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan, lalu muadzin mau azan untuk shalat zhuhur. Kemudian Nabi bersabda, '(Tunggulah hingga) dingin.' ('Tunggulah hingga dingin.' Atau, beliau bersabda, 'Tunggulah, tunggulah!' 1/135). Kemudian muadzin itu mau azan lalu beliau bersabda, '(Tunggulah hingga) dingin.' (Kemudian muadzin hendak azan lagi, lalu beliau bersabda, 'Tunggulah hingga dingin.' 1/155), sehingga kami melihat bayang-bayang tumpukan tanah atau pasir. Nabi bersabda, 'Sesungguhnya panas yang amat sangat terik itu dari pengapnya Jahannam. Apabila udara sangat panas, maka shalatlah pada waktu panas itu reda.'"
Ibnu Abbas r.a. berkata, "Tatafayya-u sama dengan tatamayyalu."[2]
Bab Ke- 11: Waktu Shalat Zhuhur Adalah Ketika Matahari Condong ke Barat (Persis Setelah Tengah Hari)
Jabir berkata, "Nabi shalat zhuhur persis setelah tengah hari (begitu matahari condong di siang hari)."[3]
Bab Ke-12: Mengakhirkan Zhuhur Hingga Ashar
303. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Nabi saw shalat di Madinah tujuh rakaat [jama',1/140] dan delapan rakaat jama', yaitu zhuhur dan ashar, maghrib dan isya'. Ibnu Abbas berkata, 'Wahai Abu Sya'tsa'! Saya kira beliau memundurkan shalat zhuhur dan memajukan shalat ashar, dan memajukan shalat isya' dan memundurkan shalat maghrib." Abu Sya'tsa' menjawab, "Saya juga mengira begitu." (2/53). Ayub berkata, "Barangkali pada malam ketika turun hujan?" Jawabnya, "Mungkin saja."[4]
Bab Ke-13: Waktu Shalat Ashar
304. Sayyar bin Salamah berkata, "Saya datang bersama ayahku kepada Abu Barzah al-Islami. Lalu, ayahku berkata kepadanya, 'Ceritakanlah kepada kami (1/148) bagaimana cara Rasulullah melakukan shalat fardhu?' Abu Barzah berkata, 'Nabi melakukan shalat zhuhur yang Anda namakan dengan al-Uula 'shalat pertama' ialah ketika matahari tergelincir ke barat. Beliau shalat ashar, ketika salah seorang dari kami kembali dari perjalanannya ke ujung kota, sedangkan matahari masih terasa panasnya. (Sayyar lupa ucapannya tentang shalat maghrib). Nabi suka mengundurkan shalat isya' yang kamu namakan Atamah hingga sepertiga malam. Kemudian ia berkata, 'Hingga separuh malam.' Beliau tidak suka tidur sebelum shalat isya dan bercakap-cakap sesudahnya. Selesai shalat shubuh ketika seseorang telah mengenal orang yang duduk di sampingnya. Sedangkan, Nabi membaca dalam shalat itu sebanyak 60 ayat dalam dua rakaat atau salah satunya (dan dalam satu riwayat: antara 60 ayat sampai 100 ayat).'"
305. Abu Umamah berkata, "Kami shalat zhuhur bersama Umar bin Abdul Aziz. Kemudian kami pergi kepada Anas bin Malik. Tiba-tiba kami mendapatinya sedang mengerjakan shalat ashar. Aku bertanya kepadanya, 'Wahai Paman, shalat apa yang engkau lakukan?' Dia menjawab, 'Ashar, dan ini adalah (waktu) shalat Rasulullah yang kami biasa shalat dengannya.'"[5]
Bab Ke-14: Waktu Ashar
306. Anas bin Malik r.a. berkata, "Rasulullah shalat ashar ketika matahari masih tinggi dan belum berubah warna dan panasnya. Maka, pergilah orang-orang yang pergi (di antara kami) ke tempat-tempat tinggi. Ia datang kepada mereka dan matahari masih tinggi (dari suatu riwayat: ke Quba. Dari jalan periwayatan lain: ke perkampungan bani Amr bin Auf). Lalu, ia sampai kepada mereka, sedangkan matahari masih tinggi. Sebagian (riwayat mu'allaq[6] disebutkan jarak 8/153) tempat yang tinggi dari Madinah adalah empat mil atau sekitar itu."
Bab Ke-15: Dosa Orang yang (Sengaja) Mengabaikan Shalat Ashar
307. Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Orang yang tertinggal oleh shalat ashar seolah-olah ia dirampas (kehilangan) keluarganya dan hartanya."
Abu Abdillah berkata, "Makna kata Yatirakum a'maalakum', 'Watarturrajula', apabila engkau membunuh buruannya atau merampas hartanya."
Bab Ke-16: Orang Yang Sengaja Meninggalkan Shalat Ashar
308. Abu Malih berkata, "Kami bersama-sama dengan Buraidah di dalam suatu peperangan pada hari yang berawan, lalu ia berkata, 'Segerakanlah shalat ashar, karena sesungguhnya Nabi bersabda, 'Barangsiapa yang meninggalkan shalat ashar, maka gugurlah amalnya.'"
Bab Ke-17: Keutaman Shalat Ashar
309. Jarir berkata, "Kami duduk-duduk pada suatu malam (6/48) bersama Nabi. Lalu, beliau pada suatu malam melihat bulan yakni bulan purnama (dalam satu riwayat: pada tanggal empat belas). Lalu beliau bersabda, '[Ingatlah 1/143], sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu [dengan jelas 8/179[7]] sebagaimana kamu melihat bulan ini. Kamu tidak teraniaya (tidak lelah) dalam melihat-Nya. Jika kamu mampu untuk tidak kamu dikalahkan atas shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka kerjakanlah!' Kemudian Jarir membaca ayat, "Wasabbih bihamdi rabbika qabla thuluu'isy-syamsi waqablal ghuruubi 'Sucikanlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya'."
310. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Silih bergantilah malaikat malam dan malaikat siang padamu. Mereka berkumpul pada shalat shubuh dan shalat ashar. Kemudian naiklah [kepadaNya 4/81] malaikat yang telah berjaga malam padamu. Lalu Dia menanyakan kepada mereka, dan Dia lebih tahu tentang mereka, 'Bagaimana kamu tinggalkan hamba-hamba-Ku?' Mereka menjawab, 'Kami tinggalkan mereka dan mereka sedang shalat, dan kami datang kepada mereka dan mereka sedang shalat'."
Bab Ke-18: Orang Yang Mendapatkan Satu Rakaat Shalat Ashar Sebelum Matahari Terbenam
311. Abu Hurairah berkata, "Rasulullah bersabda, 'Apabila salah seorang di antara kamu mendapatkan satu sujud (satu rakaat) dari shalat ashar sebelum matahari terbenam, maka hendaklah ia menyempurnakan shalatnya. Dan apabila ia mendapatkan satu sujud (satu rakaat) dari shalat shubuh sebelum matahari terbit, maka hendaklah ia menyempurnakan shalatnya.'"
312. Dari Abdullah (bin Umar) bahwa ia mendengar Rasulullah (sambil berdiri di atas mimbar 8/191) bersabda, 'Tetapmu (masamu/waktumu) dibandingkan dengan umat-umat yang telah lalu sebelummu adalah seperti masa antara shalat ashar sampai matahari terbenam. Taurat diberikan kepada ahli Taurat, lalu mereka mengamalkannya. Sehingga, ketika sampai tengah hari, mereka lemah, lalu mereka diberi satu qirath-satu qirath (satu bagian-satu bagian dari pahala). Kemudian Injil diberikan kepada ahli Injil. Lalu, mereka mengamalkannya sampai shalat ashar, kemudian mereka lemah, lalu mereka diberi satu qirath-satu qirath. Kemudian kita diberi Al-Qur'an, lalu kita mengamalkan sampai terbenamnya matahari, maka kita diberi dua qirath-dua qirath. Kedua Ahli Kitab (Taurat dan Injil) berkata, 'Wahai Tuhan kami, Engkau berikan kepada mereka (ahli Al-Qur'an) dua qirath-dua qirath dan Engkau berikan kepada kami satu qirath-satu qirath, padahal kami lebih banyak amalnya'."
Dalam satu riwayat Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya ajalmu dibandingkan dengan ajal umat-umat sebelum kamu adalah seperti waktu antara shalat ashar dan terbenamnya matahari. Perumpamaan kamu dengan kaum Yahudi dan Nasrani adalah bagaikan seseorang yang mempekerjakan beberapa orang karyawan. Lalu, ia berkata kepada para karyawan itu, 'Siapakah yang mau bekerja untukku [dari pagi 3/94] hingga tengah hari dengan mendapat upah satu qirath-satu qirath?' Lalu kaum Yahudi bekerja hingga tengah hari dengan mendapat upah masing-masing orang satu qirath. Kemudian orang itu berkata lagi, 'Siapakah yang mau bekerja untukku dari tengah hari hingga waktu shalat Ashar dengan mendapat upah masing-masing orang satu qirath?' Lalu kaum Nasrani bekerja sejak tengah hari hingga waktu ashar dengan mendapat upah masing-masing satu qirath. Kemudian orang itu berkata lagi, 'Siapakah yang mau bekerja untukku sejak waktu ashar hingga terbenamnya matahari dengan mendapat upah masing-masing dua qirath?' Maka, kamulah orang-orang yang bekerja dari waktu shalat ashar hingga terbenamnya matahari dengan mendapat pahala dua qirath-dua qirath.'"
Allah berfirman, 'Ketahuilah! Kamu mendapatkan pahala dua kali lipat.' Maka, orang-orang Yahudi dan Nasrani marah seraya berkata, 'Bagaimana bisa terjadi, kita lebih banyak amalnya tetapi lebih sedikit pahalanya?' Allah berfirman, 'Apakah Aku menganiaya terhadap pahalamu barang sedikit?' Mereka menjawab, 'Tidak.' Allah berfirman, 'Itu adalah karunia Ku, Aku berikan kepada siapa yang Aku kehendaki.'"
Bab Ke-19: Waktu Shalat Maghrib
Atha' berkata, "Orang yang sakit boleh menjama' shalat maghrib dan isya'."[8]
313. Rafi' bin Khadij berkata, "Kami shalat maghrib bersama Nabi, lalu seorang di antara kami pergi, dan sesungguhnya dia masih dapat melihat jatuhnya anak panahnya."
314. Muhammad bin Amr bin Hasan bin Ali berkata, "Hajjaj datang, lalu kami bertanya kepada Jabir bin Abdullah (tentang shalat Nabi 1/141). Kemudian dia berkata, 'Nabi shalat zhuhur pada tengah hari setelah tergelincirnya matahari, shalat ashar di kala matahari bersih (terang sinarnya), shalat maghrib ketika matahari terbenam, lalu shalat isya. Kadang-kadang bila beliau melihat mereka telah berkumpul, maka beliau menyegerakan shalat. Apabila mereka lambat-lambat, maka beliau akhirkan. Mereka atau Nabi shalat shubuh di remang-remang akhir malam."
315. Salamah berkata, "Kami shalat maghrib bersama Nabi apabila matahari telah tertutup oleh tabir (yakni sewaktu matahari telah hilang dari horison)."
Bab Ke-20: Orang yang Tidak Senang Jika Maghrib Diberi Nama Isya
316. Abdullah al-Muzani mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Janganlah orang-orang Arab dusun mengalahkan kamu atas penamaan shalat maghribmu." Beliau berkata, "Orang-orang Arab dusun itu menyebut shalat maghrib dengan Isya."
Bab Ke-21: Menyebut Isya dan Atamah Serta Orang yang Berpendapat bahwa Isya Itu Luas Waktunya
Abu Hurairah berkata dari Nabi saw., "Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah (shalat) isya' dan fajar." Beliau bersabda pula, "Andaikata mereka mengetahui betapa besar pahala (shalat-shalat) Atamah (isya) dan fajar, (maka mereka akan mendatanginya meskipun harus merangkak)."[9]
Abu Abdullah berkata, "Yang terpilih (yakni yang terbaik) hendaklah disebut shalat isya, karena Allah Ta'ala berfirman, 'Dan sesudah shalat isya'.'"
Disebutkan dari Abu Musa, "Kita semua bergiliran untuk shalat isya dengan Nabi, maka beliau sering melambatkan waktu mengerjakan shalat itu (yakni mengakhirkan dari awal waktunya)."[10]
Ibnu Abbas dan Aisyah berkata, "Nabi mengakhirkan waktunya untuk mengerjakan shalat isya." Sebagian sahabat berkata dari Aisyah, "Nabi mengkhirkan waktu dalam mengerjakan shalat Atamah."[11]
Jabir berkata, "Nabi mengerjakan shalat isya."[12]
Abu Barzah berkata, "Nabi sering mengakhirkan shalat isya."[13]
Anas berkata, "Nabi mengakhirkan shalat isya pada bagian waktu yang akhir."[14]
Ibnu Umar, Abu Ayyub, dan Ibnu Abbas berkata, "Nabi mengerjakan shalat maghrib dan isya."[15]
(Saya [al-Albani] berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Umar yang disebutkan pada nomor 79 di muka.")
Bab Ke-22: Waktu Shalat Isya' Apabila Orang Banyak Sudah Berkumpul atau Mereka Terlambat Berkumpulnya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang sudah disebutkan pada nomor 214.")
311. Abu Hurairah berkata, "Rasulullah bersabda, 'Apabila salah seorang di antara kamu mendapatkan satu sujud (satu rakaat) dari shalat ashar sebelum matahari terbenam, maka hendaklah ia menyempurnakan shalatnya. Dan apabila ia mendapatkan satu sujud (satu rakaat) dari shalat shubuh sebelum matahari terbit, maka hendaklah ia menyempurnakan shalatnya.'"
312. Dari Abdullah (bin Umar) bahwa ia mendengar Rasulullah (sambil berdiri di atas mimbar 8/191) bersabda, 'Tetapmu (masamu/waktumu) dibandingkan dengan umat-umat yang telah lalu sebelummu adalah seperti masa antara shalat ashar sampai matahari terbenam. Taurat diberikan kepada ahli Taurat, lalu mereka mengamalkannya. Sehingga, ketika sampai tengah hari, mereka lemah, lalu mereka diberi satu qirath-satu qirath (satu bagian-satu bagian dari pahala). Kemudian Injil diberikan kepada ahli Injil. Lalu, mereka mengamalkannya sampai shalat ashar, kemudian mereka lemah, lalu mereka diberi satu qirath-satu qirath. Kemudian kita diberi Al-Qur'an, lalu kita mengamalkan sampai terbenamnya matahari, maka kita diberi dua qirath-dua qirath. Kedua Ahli Kitab (Taurat dan Injil) berkata, 'Wahai Tuhan kami, Engkau berikan kepada mereka (ahli Al-Qur'an) dua qirath-dua qirath dan Engkau berikan kepada kami satu qirath-satu qirath, padahal kami lebih banyak amalnya'."
Dalam satu riwayat Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya ajalmu dibandingkan dengan ajal umat-umat sebelum kamu adalah seperti waktu antara shalat ashar dan terbenamnya matahari. Perumpamaan kamu dengan kaum Yahudi dan Nasrani adalah bagaikan seseorang yang mempekerjakan beberapa orang karyawan. Lalu, ia berkata kepada para karyawan itu, 'Siapakah yang mau bekerja untukku [dari pagi 3/94] hingga tengah hari dengan mendapat upah satu qirath-satu qirath?' Lalu kaum Yahudi bekerja hingga tengah hari dengan mendapat upah masing-masing orang satu qirath. Kemudian orang itu berkata lagi, 'Siapakah yang mau bekerja untukku dari tengah hari hingga waktu shalat Ashar dengan mendapat upah masing-masing orang satu qirath?' Lalu kaum Nasrani bekerja sejak tengah hari hingga waktu ashar dengan mendapat upah masing-masing satu qirath. Kemudian orang itu berkata lagi, 'Siapakah yang mau bekerja untukku sejak waktu ashar hingga terbenamnya matahari dengan mendapat upah masing-masing dua qirath?' Maka, kamulah orang-orang yang bekerja dari waktu shalat ashar hingga terbenamnya matahari dengan mendapat pahala dua qirath-dua qirath.'"
Allah berfirman, 'Ketahuilah! Kamu mendapatkan pahala dua kali lipat.' Maka, orang-orang Yahudi dan Nasrani marah seraya berkata, 'Bagaimana bisa terjadi, kita lebih banyak amalnya tetapi lebih sedikit pahalanya?' Allah berfirman, 'Apakah Aku menganiaya terhadap pahalamu barang sedikit?' Mereka menjawab, 'Tidak.' Allah berfirman, 'Itu adalah karunia Ku, Aku berikan kepada siapa yang Aku kehendaki.'"
Bab Ke-19: Waktu Shalat Maghrib
Atha' berkata, "Orang yang sakit boleh menjama' shalat maghrib dan isya'."[8]
313. Rafi' bin Khadij berkata, "Kami shalat maghrib bersama Nabi, lalu seorang di antara kami pergi, dan sesungguhnya dia masih dapat melihat jatuhnya anak panahnya."
314. Muhammad bin Amr bin Hasan bin Ali berkata, "Hajjaj datang, lalu kami bertanya kepada Jabir bin Abdullah (tentang shalat Nabi 1/141). Kemudian dia berkata, 'Nabi shalat zhuhur pada tengah hari setelah tergelincirnya matahari, shalat ashar di kala matahari bersih (terang sinarnya), shalat maghrib ketika matahari terbenam, lalu shalat isya. Kadang-kadang bila beliau melihat mereka telah berkumpul, maka beliau menyegerakan shalat. Apabila mereka lambat-lambat, maka beliau akhirkan. Mereka atau Nabi shalat shubuh di remang-remang akhir malam."
315. Salamah berkata, "Kami shalat maghrib bersama Nabi apabila matahari telah tertutup oleh tabir (yakni sewaktu matahari telah hilang dari horison)."
Bab Ke-20: Orang yang Tidak Senang Jika Maghrib Diberi Nama Isya
316. Abdullah al-Muzani mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Janganlah orang-orang Arab dusun mengalahkan kamu atas penamaan shalat maghribmu." Beliau berkata, "Orang-orang Arab dusun itu menyebut shalat maghrib dengan Isya."
Bab Ke-21: Menyebut Isya dan Atamah Serta Orang yang Berpendapat bahwa Isya Itu Luas Waktunya
Abu Hurairah berkata dari Nabi saw., "Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah (shalat) isya' dan fajar." Beliau bersabda pula, "Andaikata mereka mengetahui betapa besar pahala (shalat-shalat) Atamah (isya) dan fajar, (maka mereka akan mendatanginya meskipun harus merangkak)."[9]
Abu Abdullah berkata, "Yang terpilih (yakni yang terbaik) hendaklah disebut shalat isya, karena Allah Ta'ala berfirman, 'Dan sesudah shalat isya'.'"
Disebutkan dari Abu Musa, "Kita semua bergiliran untuk shalat isya dengan Nabi, maka beliau sering melambatkan waktu mengerjakan shalat itu (yakni mengakhirkan dari awal waktunya)."[10]
Ibnu Abbas dan Aisyah berkata, "Nabi mengakhirkan waktunya untuk mengerjakan shalat isya." Sebagian sahabat berkata dari Aisyah, "Nabi mengkhirkan waktu dalam mengerjakan shalat Atamah."[11]
Jabir berkata, "Nabi mengerjakan shalat isya."[12]
Abu Barzah berkata, "Nabi sering mengakhirkan shalat isya."[13]
Anas berkata, "Nabi mengakhirkan shalat isya pada bagian waktu yang akhir."[14]
Ibnu Umar, Abu Ayyub, dan Ibnu Abbas berkata, "Nabi mengerjakan shalat maghrib dan isya."[15]
(Saya [al-Albani] berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Umar yang disebutkan pada nomor 79 di muka.")
Bab Ke-22: Waktu Shalat Isya' Apabila Orang Banyak Sudah Berkumpul atau Mereka Terlambat Berkumpulnya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang sudah disebutkan pada nomor 214.")
Bab Ke-23: Keutamaan Shalat Isya
317. Urwah mengatakan bahwa Aisyah memberitahukan kepadanya. Ia berkata, "Pada suatu malam Rasulullah melambatkan shalat isya, hal itu terjadi sebelum Islam tersiar. Beliau tidak keluar sehingga Umar mengatakan, 'Shalat ...! (Sesungguhnya 1/209) orang-orang wanita dan anak-anak telah tidur!' Lalu beliau keluar dan bersabda kepada ahli masjid, 'Tidak ada seseorang pun dari penduduk bumi yang menantikan shalat Isya selain kamu.'" [Kata Urwah, "Pada waktu itu tidak dilakukan shalat kecuali di Madinah. Mereka mengerjakan shalat isya antara terbenamnya mega merah hingga sepertiga malam yang pertama."]
318. Abu Musa berkata, "Saya dan teman-teman yang datang bersamaku dalam perahu singgah di daerah Buthhan, sedang Nabi di Madinah. Sekelompok dari mereka silih berganti datang kepada Nabi ketika shalat Isya. Kami bersepakat dengan Nabi, yakni saya dan teman-teman saya. Namun, beliau mempunyai kesibukan, maka beliau melambatkan shalat, sehingga tengah malam. Kemudian Nabi keluar, lalu beliau shalat dengan mereka. Ketika beliau telah selesai menunaikan shalat, beliau bersabda kepada orang-orang yang datang kepada beliau, 'Perlahan-lahanlah, berilah kabar gembira, sesungguhnya sebagian dari nikmat Allah atasmu adalah tidak seorang pun dari manusia yang shalat pada saat itu selain kamu.'" Atau beliau bersabda, "Tidak shalat di saat ini selain kamu." Ia tidak tahu manakah di antara dua kalimat itu yang beliau sabdakan. Abu Musa berkata, "Maka, kami kembali dengan riang gembira karena apa yang telah kami dengar dari Rasulullah itu."
Bab Ke-24: Tidak Disukai Tidur Sebelum Shalat Isya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abi Barzah yang tercantum pada nomor 304 di muka.")
Bab Ke-25: Tidur Sebelum Mengerjakan Shalat Isya bagi Orang yang Terlelap
319. Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Rasulullah disibukkan oleh suatu urusan dan terlambat shalat isya. Sehingga, kami tidur di masjid kemudian bangun, kemudian tertidur kemudian bangun lagi.[16] Sesudah itu Rasulullah datang kepada kami, kemudian beliau bersabda, 'Tidak seorang pun penduduk bumi yang menantikan shalat selain kamu semua." Ibnu Umar tidak peduli, apakah melakukan shalat pada saat permulaannya atau pada akhir waktunya, kecuali dia khawatir tidur lelap sehingga dia melalaikan shalat, dan dia sering tidur sebelum isya.
320. Ibnu Abbas berkata, "Pada suatu malam Rasulullah terlambat melakukan shalat isya sehingga jamaah (yang menunggu beliau) tertidur, kemudian mereka bangun, tertidur dan bangun kembali. Maka, berdirilah Umar ibnul Khaththab, kemudian dia berkata, 'Shalat! [Wahai Rasulullah, orang-orang wanita dan anak-anak sudah tidur!' 8/131]." Ibnu Abbas berkata, "Maka, datanglah Nabi seperti masih kelihatan olehku sekarang sedang kepala beliau meneteskan air, dan beliau meletakkan tangannya di atas kepalanya [mengusap kepala dari samping] dan bersabda, 'Kalau tidak akan memberatkan bagi umatku, akan kuperintahkan mereka melakukan shalat isya pada waktu begini.'"
Saya bertanya kepada Atha', "Bagaimana cara Nabi meletakkan tangan di atas kepala sebagaimana yang diberitahukan oleh Ibnu Abbas?" Kemudian Atha' merenggangkan jari-jarinya kepadaku (perawi), lalu meletakkan ujung jari-jarinya di atas tanduk kepala lalu merapatkannya. Kemudian menjalankannya di atas kepala, sehingga ibu jarinya menyentuh ujung telinga pada pelipis dan janggut. Dia tidak pelan-pelan dan tidak juga tergopoh-gopoh dalam melakukannya, melainkan seperti itu. Nabi bersabda, "Seandainya tidak karena memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka melakukan shalat (isya) pada waktu demikian ini." (Dan dalam riwayat lain: "Sesungguhnya inilah waktunya (yang terbaik) seandainya tidak memberatkan umatku.")
Bab Ke-26: Waktu Isya Sampai Pertengahan Malam
Abu Barzah berkata, "Nabi senang mengakhirkannya."[17]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang akan datang pada "10 - AZAN / 36 - BAB".)
Bab Ke-27: Keutamaan Shalat Fajar (Subuh)
321. Abu Musa mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang shalat pada dua waktu dingin (Subuh dan ashar), maka ia masuk surga."
Bab Ke-28: Waktu Shalat Fajar (Yakni Subuh)
322. Dari Anas bin Malik (dan dalam satu riwayat darinya bahwa Zaid bin Tsabit bercerita kepadanya) bahwa Nabiyullah dan Zaid bin Tsabit[18] makan sahur bersama. Tatkala keduanya telah selesai sahur, Nabi berdiri pergi shalat, maka shalatlah beliau. Aku bertanya kepada Anas, "Berapa lama antara keduanya selesai makan sahur dan mulai shalat?" Anas berkata, "Sekitar (membaca) lima puluh ayat"
323. Sahl bin Sa'ad berkata, "Saya pernah makan sahur dengan keluarga ku, kemudian saya bergegas agar mendapatkan shalat fajar (dalam satu riwayat: Kemudian saya bergegas untuk mendapatkan sujud) bersama Rasulullah."
Bab Ke-29: Orang yang Mendapatkan Satu Rakaat Shalat Fajar (Subuh)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang tersebut pada nomor 311 di muka.")
Bab Ke-30: Orang yang Mendapatkan Satu Rakaat dari Suatu Shalat
324. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari suatu shalat (pada waktunya), maka dia telah mendapatkan shalat itu."
317. Urwah mengatakan bahwa Aisyah memberitahukan kepadanya. Ia berkata, "Pada suatu malam Rasulullah melambatkan shalat isya, hal itu terjadi sebelum Islam tersiar. Beliau tidak keluar sehingga Umar mengatakan, 'Shalat ...! (Sesungguhnya 1/209) orang-orang wanita dan anak-anak telah tidur!' Lalu beliau keluar dan bersabda kepada ahli masjid, 'Tidak ada seseorang pun dari penduduk bumi yang menantikan shalat Isya selain kamu.'" [Kata Urwah, "Pada waktu itu tidak dilakukan shalat kecuali di Madinah. Mereka mengerjakan shalat isya antara terbenamnya mega merah hingga sepertiga malam yang pertama."]
318. Abu Musa berkata, "Saya dan teman-teman yang datang bersamaku dalam perahu singgah di daerah Buthhan, sedang Nabi di Madinah. Sekelompok dari mereka silih berganti datang kepada Nabi ketika shalat Isya. Kami bersepakat dengan Nabi, yakni saya dan teman-teman saya. Namun, beliau mempunyai kesibukan, maka beliau melambatkan shalat, sehingga tengah malam. Kemudian Nabi keluar, lalu beliau shalat dengan mereka. Ketika beliau telah selesai menunaikan shalat, beliau bersabda kepada orang-orang yang datang kepada beliau, 'Perlahan-lahanlah, berilah kabar gembira, sesungguhnya sebagian dari nikmat Allah atasmu adalah tidak seorang pun dari manusia yang shalat pada saat itu selain kamu.'" Atau beliau bersabda, "Tidak shalat di saat ini selain kamu." Ia tidak tahu manakah di antara dua kalimat itu yang beliau sabdakan. Abu Musa berkata, "Maka, kami kembali dengan riang gembira karena apa yang telah kami dengar dari Rasulullah itu."
Bab Ke-24: Tidak Disukai Tidur Sebelum Shalat Isya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abi Barzah yang tercantum pada nomor 304 di muka.")
Bab Ke-25: Tidur Sebelum Mengerjakan Shalat Isya bagi Orang yang Terlelap
319. Abdullah bin Umar mengatakan bahwa Rasulullah disibukkan oleh suatu urusan dan terlambat shalat isya. Sehingga, kami tidur di masjid kemudian bangun, kemudian tertidur kemudian bangun lagi.[16] Sesudah itu Rasulullah datang kepada kami, kemudian beliau bersabda, 'Tidak seorang pun penduduk bumi yang menantikan shalat selain kamu semua." Ibnu Umar tidak peduli, apakah melakukan shalat pada saat permulaannya atau pada akhir waktunya, kecuali dia khawatir tidur lelap sehingga dia melalaikan shalat, dan dia sering tidur sebelum isya.
320. Ibnu Abbas berkata, "Pada suatu malam Rasulullah terlambat melakukan shalat isya sehingga jamaah (yang menunggu beliau) tertidur, kemudian mereka bangun, tertidur dan bangun kembali. Maka, berdirilah Umar ibnul Khaththab, kemudian dia berkata, 'Shalat! [Wahai Rasulullah, orang-orang wanita dan anak-anak sudah tidur!' 8/131]." Ibnu Abbas berkata, "Maka, datanglah Nabi seperti masih kelihatan olehku sekarang sedang kepala beliau meneteskan air, dan beliau meletakkan tangannya di atas kepalanya [mengusap kepala dari samping] dan bersabda, 'Kalau tidak akan memberatkan bagi umatku, akan kuperintahkan mereka melakukan shalat isya pada waktu begini.'"
Saya bertanya kepada Atha', "Bagaimana cara Nabi meletakkan tangan di atas kepala sebagaimana yang diberitahukan oleh Ibnu Abbas?" Kemudian Atha' merenggangkan jari-jarinya kepadaku (perawi), lalu meletakkan ujung jari-jarinya di atas tanduk kepala lalu merapatkannya. Kemudian menjalankannya di atas kepala, sehingga ibu jarinya menyentuh ujung telinga pada pelipis dan janggut. Dia tidak pelan-pelan dan tidak juga tergopoh-gopoh dalam melakukannya, melainkan seperti itu. Nabi bersabda, "Seandainya tidak karena memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka melakukan shalat (isya) pada waktu demikian ini." (Dan dalam riwayat lain: "Sesungguhnya inilah waktunya (yang terbaik) seandainya tidak memberatkan umatku.")
Bab Ke-26: Waktu Isya Sampai Pertengahan Malam
Abu Barzah berkata, "Nabi senang mengakhirkannya."[17]
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang akan datang pada "10 - AZAN / 36 - BAB".)
Bab Ke-27: Keutamaan Shalat Fajar (Subuh)
321. Abu Musa mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang shalat pada dua waktu dingin (Subuh dan ashar), maka ia masuk surga."
Bab Ke-28: Waktu Shalat Fajar (Yakni Subuh)
322. Dari Anas bin Malik (dan dalam satu riwayat darinya bahwa Zaid bin Tsabit bercerita kepadanya) bahwa Nabiyullah dan Zaid bin Tsabit[18] makan sahur bersama. Tatkala keduanya telah selesai sahur, Nabi berdiri pergi shalat, maka shalatlah beliau. Aku bertanya kepada Anas, "Berapa lama antara keduanya selesai makan sahur dan mulai shalat?" Anas berkata, "Sekitar (membaca) lima puluh ayat"
323. Sahl bin Sa'ad berkata, "Saya pernah makan sahur dengan keluarga ku, kemudian saya bergegas agar mendapatkan shalat fajar (dalam satu riwayat: Kemudian saya bergegas untuk mendapatkan sujud) bersama Rasulullah."
Bab Ke-29: Orang yang Mendapatkan Satu Rakaat Shalat Fajar (Subuh)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Hurairah yang tersebut pada nomor 311 di muka.")
Bab Ke-30: Orang yang Mendapatkan Satu Rakaat dari Suatu Shalat
324. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari suatu shalat (pada waktunya), maka dia telah mendapatkan shalat itu."
Bab Ke-31: Shalat Sesudah Mengerjakan Shalat Fajar Sehingga Matahari Tampak Agak Tinggi
325. Ibnu Abbas berkata, "Datanglah orang-orang yang diridhai-dan yang paling saya sukai adalah Umar-bahwa Nabi melarang shalat sesudah subuh sehingga matahari bersinar, dan sesudah ashar sehingga matahari tenggelam."[19]
326. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda, 'Janganlah kamu sengaja untuk shalat pada waktu tepat terbitnya matahari dan juga terbenamnya. [Karena ia terbit dari kedua tanduk setan, atau asy-syaithan. Saya tidak tahu yang mana yang dikatakan oleh Hisyam 4/92]. (Dari jalan lain dari Ibnu Umar: Saya mendengar Nabi melarang shalat tepat pada waktu terbitnya matahari dan pada waktu terbenamnya 2/166).
327. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda, 'Apabila sinar matahari terbit, maka akhirkanlah shalat sehingga matahari naik (dalam satu riwayat: hingga muncul 4/92). Dan, apabila sinar matahan tenggelam, maka akhirkanlah shalat sehingga matahari terbenam."
328. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah melarang dari dua cara jual-beli, dua cara berpakaian, shalat sesudah shalat subuh sampai matahari terbit, dan sesudah shalat ashar sampai matahari tenggelam. Beliau juga melarang melingkupkan selembar pakaian [dengan tidak ada kain di salah satu lambungnya 7/42][20] dan ber-ihtiba' (yakni duduk dengan mengenakan pakaian sempit sambil melingkarkan jari-jari dari kedua tangan kanan dan kirinya) dalam secarik kain sehingga kemaluannya ditampak-tampakkan ke (dalam satu riwayat: yang tidak ada pakaian yang menutup antara kemaluannya dengan 7/41) langit. Beliau juga melarang jual-beli perasan anggur yang akan dibuat minuman keras, dan melarang jual-beli dengan cara mulamasah. Yakni, menjual sesuatu dalam keadaan dilipat atau di tempat gelap. Sehingga, tidak dapat diketahui cacat tidaknya benda yang diperjualbelikan dan dengan syarat tidak boleh dikembalikan olek pembeli, sekalipun jelas ada cacatnya."
Bab Ke-32: Tidak Boleh Menyengaja Shalat Sebelum Terbenamnya Matahari
329. Muawiyah berkata, "Sesungguhnya kamu melakukan suatu shalat. Kami telah menemani Rasulullah, maka kami tidak pernah melihat beliau melakukan shalat yang beliau telah melarang melakukannya,[21] yakni dua rakaat sesudah shalat ashar."
Bab Ke-33: Orang yang Tidak Memakruhkan Shalat Kecuali Sesudah Ashar dan Subuh (Diriwayatkan oleh Umar, Ibnu Umar, Abu Sa'id, dan Abu Hurairah)[22]
330. Ibnu Umar r.a. berkata, "Saya shalat sebagaimana saya melihat sahabat-sahabatku shalat. Saya tidak melarang seorang pun untuk mengerjakan shalat, baik pada waktu malam maupun siang, menurut apa yang dikehendaki olehnya. Kecuali, pada waktu terbitnya matahari dan terbenamnya."
Bab Ke-34: Mendirikan Shalat-Shalat yang Terlalaikan dan Semacamnya Setelah Shalat Ashar
Kuraib berkata dari Ummu Salamah, "Nabi shalat dua rakaat sesudah shalat ashar, kemudian beliau bersabda, 'Orang-orang dari suku Abdul Qais telah membuatku sibuk yang menyebabkanku terhalang melakukan shalat dua rakaat sesudah zhuhur.'"[23]
331. Aiman mendengar Aisyah berkata, "Demi Zat yang telah mewafatkan Nabi, beliau tidak meninggalkan kedua rakaat itu sehingga beliau bertemu dengan Allah ta'ala, dan beliau tidak bertemu Allah (wafat) sehingga beliau repot terhadap shalat. Beliau banyak melakukan shalat dengan duduk, yakni shalat dua rakaat sesudah ashar. Nabi biasa melakukan shalat itu. Hanya saja beliau tidak melakukannya di masjid karena takut memberatkan umat beliau. Karena beliau menyukai keringanan bagi mereka.'"[24]
Pada jalan kedua dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah tidak pernah meninggalkan shalat dua rakaat secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, yaitu dua rakaat sebelum shalat subuh dan dua rakaat sesudah ashar."
Dari dua jalan lain dari Aisyah, ia berkata, "Nabi tidak pernah datang kepadaku pada suatu hari sesudah Ashar, melainkan beliau shalat dua rakaat."
Bab Ke-35: Mengawalkan Waktu untuk Mengerjakan Shalat pada Hari yang Berawan (Mendung)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abul Malih yang tersebut pada nomor 308 di muka.")
Bab Ke-36: Berazan Setelah Habis Waktu Shalat
332. Abu Qatadah r.a. berkata, "Pada suatu malam kami berjalan bersama Nabi, lalu sebagian kaum berkata, 'Alangkah senangnya seandainya engkau singgah di malam hari di tempat kami wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Saya khawatir kamu tertidur dari shalat' Bilal berkata, 'Saya akan membangunkan kalian.' Lalu mereka berbaring, dan Bilal menyandarkan punggungnya ke kendaraannya. Lalu, kedua matanya mengantuk, kemudian ia tertidur. Kemudian Nabi saw bangun padahal matahari telah terbit, lalu beliau bersabda, 'Wahai Bilal, mana yang kamu katakan?' Ia menjawab, 'Saya tak pernah tidur seperti itu.' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya Allah menahan ruh kamu ketika Dia menghendaki, dan mengembalikannya ketika Dia menghendaki. Hai Bilal, berdirilah dan berazanlah untuk memanggil manusia buat mengerjakan shalat.' Lalu beliau berwudhu. (Dan dalam satu riwayat: Lalu mereka menunaikan hajat dan berwudhu hingga matahari terbit 8/ 192). Ketika matahari naik dan putih, beliau berdiri lalu melakukan shalat.'"
Bab Ke-37: Orang yang Shalat Berjamaah dengan Orang Banyak Sesudah Habis Waktu Shalat
333. Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa Umar ibnul Khaththab datang pada hari (Perang) Khandaq setelah matahari terbenam. Lalu, ia mencaci maki orang-orang kafir Quraisy [dan 5/48] berkata, "Wahai Rasulullah, saya hampir tidak shalat ashar sampai matahari terbenam." Nabi saw bersabda, "Demi Allah, saya juga belum shalat ashar." Lalu kami ke Buth-han. Kemudian beliau berwudhu untuk shalat, dan kami juga berwudhu untuk shalat. Kemudian beliau melakukan shalat ashar setelah matahari terbenam. Lalu, beliau mengerjakan shalat maghrib sesudah itu."
Bab Ke-38: Orang yang Lupa Terhadap Suatu Shalat, Maka Hendaklah Ia Melakukan Shalat Itu Sesudah Ia Ingat, dan Tidak Perlu Mengulangi Kecuali Shalat yang Dilupakan Itu
Ibrahim berkata, "Barangsiapa yang meninggalkan satu kali shalat selama dua puluh tahun, maka ia tidak perlu mengulangi kecuali satu shalat itu saja."[25]
334. Dari Anas dari Nabi saw., beliau bersabda, "Barangsiapa yang lupa shalat, maka hendaklah ia shalat ketika ia ingat, tidak ada tebusannya kecuali itu." ("Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Ku."). (Dan dalam satu riwayat: Lidz-dzikraa 'untuk mengingat').[26]
325. Ibnu Abbas berkata, "Datanglah orang-orang yang diridhai-dan yang paling saya sukai adalah Umar-bahwa Nabi melarang shalat sesudah subuh sehingga matahari bersinar, dan sesudah ashar sehingga matahari tenggelam."[19]
326. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda, 'Janganlah kamu sengaja untuk shalat pada waktu tepat terbitnya matahari dan juga terbenamnya. [Karena ia terbit dari kedua tanduk setan, atau asy-syaithan. Saya tidak tahu yang mana yang dikatakan oleh Hisyam 4/92]. (Dari jalan lain dari Ibnu Umar: Saya mendengar Nabi melarang shalat tepat pada waktu terbitnya matahari dan pada waktu terbenamnya 2/166).
327. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah bersabda, 'Apabila sinar matahari terbit, maka akhirkanlah shalat sehingga matahari naik (dalam satu riwayat: hingga muncul 4/92). Dan, apabila sinar matahan tenggelam, maka akhirkanlah shalat sehingga matahari terbenam."
328. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah melarang dari dua cara jual-beli, dua cara berpakaian, shalat sesudah shalat subuh sampai matahari terbit, dan sesudah shalat ashar sampai matahari tenggelam. Beliau juga melarang melingkupkan selembar pakaian [dengan tidak ada kain di salah satu lambungnya 7/42][20] dan ber-ihtiba' (yakni duduk dengan mengenakan pakaian sempit sambil melingkarkan jari-jari dari kedua tangan kanan dan kirinya) dalam secarik kain sehingga kemaluannya ditampak-tampakkan ke (dalam satu riwayat: yang tidak ada pakaian yang menutup antara kemaluannya dengan 7/41) langit. Beliau juga melarang jual-beli perasan anggur yang akan dibuat minuman keras, dan melarang jual-beli dengan cara mulamasah. Yakni, menjual sesuatu dalam keadaan dilipat atau di tempat gelap. Sehingga, tidak dapat diketahui cacat tidaknya benda yang diperjualbelikan dan dengan syarat tidak boleh dikembalikan olek pembeli, sekalipun jelas ada cacatnya."
Bab Ke-32: Tidak Boleh Menyengaja Shalat Sebelum Terbenamnya Matahari
329. Muawiyah berkata, "Sesungguhnya kamu melakukan suatu shalat. Kami telah menemani Rasulullah, maka kami tidak pernah melihat beliau melakukan shalat yang beliau telah melarang melakukannya,[21] yakni dua rakaat sesudah shalat ashar."
Bab Ke-33: Orang yang Tidak Memakruhkan Shalat Kecuali Sesudah Ashar dan Subuh (Diriwayatkan oleh Umar, Ibnu Umar, Abu Sa'id, dan Abu Hurairah)[22]
330. Ibnu Umar r.a. berkata, "Saya shalat sebagaimana saya melihat sahabat-sahabatku shalat. Saya tidak melarang seorang pun untuk mengerjakan shalat, baik pada waktu malam maupun siang, menurut apa yang dikehendaki olehnya. Kecuali, pada waktu terbitnya matahari dan terbenamnya."
Bab Ke-34: Mendirikan Shalat-Shalat yang Terlalaikan dan Semacamnya Setelah Shalat Ashar
Kuraib berkata dari Ummu Salamah, "Nabi shalat dua rakaat sesudah shalat ashar, kemudian beliau bersabda, 'Orang-orang dari suku Abdul Qais telah membuatku sibuk yang menyebabkanku terhalang melakukan shalat dua rakaat sesudah zhuhur.'"[23]
331. Aiman mendengar Aisyah berkata, "Demi Zat yang telah mewafatkan Nabi, beliau tidak meninggalkan kedua rakaat itu sehingga beliau bertemu dengan Allah ta'ala, dan beliau tidak bertemu Allah (wafat) sehingga beliau repot terhadap shalat. Beliau banyak melakukan shalat dengan duduk, yakni shalat dua rakaat sesudah ashar. Nabi biasa melakukan shalat itu. Hanya saja beliau tidak melakukannya di masjid karena takut memberatkan umat beliau. Karena beliau menyukai keringanan bagi mereka.'"[24]
Pada jalan kedua dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah tidak pernah meninggalkan shalat dua rakaat secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, yaitu dua rakaat sebelum shalat subuh dan dua rakaat sesudah ashar."
Dari dua jalan lain dari Aisyah, ia berkata, "Nabi tidak pernah datang kepadaku pada suatu hari sesudah Ashar, melainkan beliau shalat dua rakaat."
Bab Ke-35: Mengawalkan Waktu untuk Mengerjakan Shalat pada Hari yang Berawan (Mendung)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abul Malih yang tersebut pada nomor 308 di muka.")
Bab Ke-36: Berazan Setelah Habis Waktu Shalat
332. Abu Qatadah r.a. berkata, "Pada suatu malam kami berjalan bersama Nabi, lalu sebagian kaum berkata, 'Alangkah senangnya seandainya engkau singgah di malam hari di tempat kami wahai Rasulullah.' Beliau bersabda, 'Saya khawatir kamu tertidur dari shalat' Bilal berkata, 'Saya akan membangunkan kalian.' Lalu mereka berbaring, dan Bilal menyandarkan punggungnya ke kendaraannya. Lalu, kedua matanya mengantuk, kemudian ia tertidur. Kemudian Nabi saw bangun padahal matahari telah terbit, lalu beliau bersabda, 'Wahai Bilal, mana yang kamu katakan?' Ia menjawab, 'Saya tak pernah tidur seperti itu.' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya Allah menahan ruh kamu ketika Dia menghendaki, dan mengembalikannya ketika Dia menghendaki. Hai Bilal, berdirilah dan berazanlah untuk memanggil manusia buat mengerjakan shalat.' Lalu beliau berwudhu. (Dan dalam satu riwayat: Lalu mereka menunaikan hajat dan berwudhu hingga matahari terbit 8/ 192). Ketika matahari naik dan putih, beliau berdiri lalu melakukan shalat.'"
Bab Ke-37: Orang yang Shalat Berjamaah dengan Orang Banyak Sesudah Habis Waktu Shalat
333. Jabir bin Abdullah mengatakan bahwa Umar ibnul Khaththab datang pada hari (Perang) Khandaq setelah matahari terbenam. Lalu, ia mencaci maki orang-orang kafir Quraisy [dan 5/48] berkata, "Wahai Rasulullah, saya hampir tidak shalat ashar sampai matahari terbenam." Nabi saw bersabda, "Demi Allah, saya juga belum shalat ashar." Lalu kami ke Buth-han. Kemudian beliau berwudhu untuk shalat, dan kami juga berwudhu untuk shalat. Kemudian beliau melakukan shalat ashar setelah matahari terbenam. Lalu, beliau mengerjakan shalat maghrib sesudah itu."
Bab Ke-38: Orang yang Lupa Terhadap Suatu Shalat, Maka Hendaklah Ia Melakukan Shalat Itu Sesudah Ia Ingat, dan Tidak Perlu Mengulangi Kecuali Shalat yang Dilupakan Itu
Ibrahim berkata, "Barangsiapa yang meninggalkan satu kali shalat selama dua puluh tahun, maka ia tidak perlu mengulangi kecuali satu shalat itu saja."[25]
334. Dari Anas dari Nabi saw., beliau bersabda, "Barangsiapa yang lupa shalat, maka hendaklah ia shalat ketika ia ingat, tidak ada tebusannya kecuali itu." ("Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Ku."). (Dan dalam satu riwayat: Lidz-dzikraa 'untuk mengingat').[26]
Bab Ke-39: Mengqadha Beberapa Shalat, yang Terdahulu Lalu Yang Dahulu Lagi (Yakni Tertib Menurut Urutannya)
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir di muka.")
Bab Ke-40: Tidak Disukai Bercakap-cakap Sesudah Shalat Isya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Barzah yang disebutkan pada nomor 304 di muka.")
Bab Ke-41: Barcakap-cakap dalam Hal Fiqih (Ihnu Pengetahuan) dan Hal yang Berupa Kebaikan Sesudah Shalat Isya
Bab Ke-42: Bercakap-cakap di Waktu Malam dengan Tamu dan Keluarga
(Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdur Rahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq yang tercantum pada "AL-MANAKIB/ 25-BAB")
-------------------------- -------------------------- -------------------------- --
Catatan Kaki:
[1] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari) rahimahullah dengan redaksi yang memastikan, dan di-maushul-kan oleh al-Ismaili di dalam Mustakhraj-nya dengan lafal, "Wasysyamsu waaqi'atun fi hujrii 'dan sinar matahari masih ada di dalam kamarku'." Saya berkata, "Ia di-maushul-kan pula oleh Ahmad (6/204) dengan lafal ini, dan sanadnya menurut Bukhari dan Muslim. Dan yang dimaksud dengan kamar ialah rumah, dan yang dimaksud dengan asyiyams 'matahari' ialah sinarnya."
[2] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam tafsirnya.
[3] Penyusun memaushulkannya di sini setelah tujuh bab.
[4] Saya katakan bahwa Mat 'alasan' dilakukannya jama' ini adalah untuk menghilangkan kesulitan dari umat, sebagaimana komentar Said bin Jubair pada akhir hadits itu, "Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, 'Untuk apa beliau berbuat begitu?' Jawabnya, 'Agar tidak menyulitkan umatnya.'" (Diriwayatkan oleh Muslim, 2/152).
[5] Silakan periksa hadits Rafi' bin Khadij dalam Ta'jiilu Shalatil Ashri pada 47-Asy-Syirkah 11-BAB. Karena ini termasuk hadits-hadits yang tidak dibawakan oleh penyusun.
[6] Di-maushul-kan oleh Baihaqi, tetapi di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Shalih. Sedang pada dirinya terdapat kelemahan dari segi hafalannya.
[7] Tambahan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dalam al Mu'jamul Kabir (1/107/2) dari jalan periwayatan penyusun (Imam Bukhari), kemudian dia berkata, "Abu Syihab bersendirian dengan riwayat ini, dan dia adalah seorang hafizh yang teliti, termasuk orang muslim yang tepercaya."
[8] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam Mushannaf-nya dari Ibnu Juraij dari Atha'. Dengan atsar ini beliau mengisyaratkan bahwa waktu maghrib itu ialah hingga menjelang memasuki waktu isya. Sebab, kalau waktu maghrib itu sempit, niscaya akan terpisah dari waktu isya. (al-Fath).
[9] Kedua riwayat ini adalah bagian dari hadits Abu Hurairah yang dimaushulkan oleh Imam Bukhari pada "KITAB AZAN". Adapun yang pertama dimaushulkannya pada "34 - BAB", dan yang kedua pada "9 - BAB".
[10] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam bab sesudah ini nanti secara panjang.
[11] Hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan oleh penyusun pada "24 - BAB", sedang hadits Aisyah di-maushulkannya pada bab berikut ini.
[12] Ini adalah bagian dari hadits Jabir, dan telah disebutkan secara maushul pada dua bab sebelumnya.
[13] Ini adalah bagian dari hadits Abu Barzah yang telah disebutkan dengan lengkap secara maushul pada "12 - BAB".
[14] Ini adalah bagian dari hadits yang disebutkan pada "10 - AZAN 120 - BAB"
[15] Hadits Ibnu Umar dan Abu Ayyub dimaushulkan oleh penyusun pada "25 -AL-HAJJ 97 - BAB", sedang hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan pada "11- BAB" di muka.
[16] Saya (al-Albani) katakan bahwa ini adalah dalil bagi orang yang berpendapat bahwa tidur tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dijawab dengan jawaban yang masih perlu didiskusikan. Menurut lahirnya, peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya berwudhu karena tidur. Akan tetapi, terdapat riwayat yang sahih dari para sahabat bahwa mereka pernah tidur mendengkur, kemudian setelah itu melakukan shalat dengan tidak berwudhu lagi. Pendapat ini tidak dapat diberi jawaban lagi kecuali dengan apa yang kami sebutkan tadi.
[17] Ini adalah bagian dari hadits Abu Barzah yang disebutkan pada nomor 300.
[18] Perbedaan antara kedua riwayat itu ialah bahwa hadits yang pertama itu dari Musnad Anas, sedang yang kedua dari Musnad Zaid. Al-Hafizh mengkompromikan antara kedua riwayat itu bahwa Anas menghadiri peristiwa itu, akan tetapi ia tidak makan sahur bersama mereka (Nabi dan Anas). Kemudian al-Hafizh menyebutkan hadits yang menyebutkan peristiwa itu dengan jelas. Silakan periksa jika Anda mau.
[19] Ketahuilah bahwa hadits ini dan yang semacarnnya tidaklah bersifat umum, melainkan dengan qayid 'ketentuan' apabila matahari tidak jernih lagi, yakni kuning, mengingat hadits Ali yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya yang sudah saya takhrij dalam Ash-Shahihah (200). Oleh karena itu, tidak benar pendapat yang memakruhkan dua rakaat sesudah shalat Ashar, khususnya yang dilakukan Rasulullah.
[20] Yakni, tanpa ada pakaian lain sehingga auratnya kelihatan.
[21] Sesungguhnya Aisyah r.a. pernah melihat beliau melakukannya sebagaimana akan disebutkan pada bab berikutnya, dan orang yang menjadikannya hujjah atas orang yang tidak mengerjakannya, yaitu orang-orang yang dilihat Muawiyah melakukan shalat. Perkataan Muawiyah, "Sedangkan beliau telah melarangnya", barangkali yang dimaksud adalah larangan secara umum sebagaimana disebutkan dalam hadits Umar dan lain-lainnya di muka, sedang Anda pun telah mengetahui jawabannya.
[22] Menunjuk kepada hadits Umar yang telah disebutkan pada nomor 325, hadits Ibnu Umar pada nomor 326-327, dan hadits Abu Hurairah nomor 328. Sedangkan, hadits Abu Sa'id akan disebutkan pada "30- ASH-SHAUM/67-BAB".
[23] Di-maushul-kan oleh penyusun pada (22 - AS-SAHWI / 9 - BAB), dan tersebut dalam al Musnad (6/300, 302, 309, dan 315) dari beberapa jalan lain dari Ummu Salamah, dan dalam sebagian riwayatnya ia berkata, "Maka saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah boleh kami meng-qadha-nya apabila kami terluput melakukannya?' Beliau menjawab, 'Tidak'." Akan tetapi isnadnya dhaif dilihat dari semua segi sebagaimana sudah saya jelaskan dalam catatan saya terhadap kitab "Subulus-Salam" 1/181.
[24] Akan disebutkan pada "25-AL-HAJJ/73-BAB" dari dua jalan lain dari Aisyah.
[25] Di-maushul-kan oleh an-Nawawi di dalam "Jami'ah" dari Manshur dan lainnya dari Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam "al-Fath". Riwayat ini sahih isnadnya.
[26] Pada asalnya adalah "li dzikri", maka yang "lidz-dzikraa" itu adalah keliru.
KITAB I'TIKAF
Bab 1:
I'tikaf pada Sepuluh Hari Terakhir (Bulan Ramadhan) dan I'tikaf dalam Semua Masjid, Firman Allah, "Janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikian Allah menerangkan aya-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa." (al-Bagarah: 187) 992. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Rasulullah biasa melakukan i'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan." 993. Aisyah r.a. istri Nabi mengatakan bahwa Nabi saw. selalu beri'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sehingga Allah mewafatkan beliau. Setelah itu para istri beliau beri'tikaf sepeninggal beliau.
Bab 2:
Wanita yang Sedang Haid Menyisir Rambut Orang yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 167 di muka.")
Bab 3:
Orang yang Beri'tikaf Tidak Boleh Masuk Rumah Kecuali karena Ada Keperluan 994. Aisyah r.a. berkata, "Sungguh Rasulullah memasukkan kepala beliau kepadaku ketika beliau sedang beri'tikaf di masjid, lalu saya menyisirnya. Apabila beliau beri'tikaf, maka beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena ada keperluan."
Bab 4:
Membasuh atau Mencuci Orang yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang diisyaratkan di muka.")
Bab 5:
Mengerjakan I'tikaf pada Waktu Malam 995. Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Umar bertanya kepada Nabi saw. (dalam satu riwayat: dari Ibnu Umar dari Umar ibnul Khaththab bahwa dia 2/259) berkata, "(Wahai Rasulullah! Pada zaman jahiliah dulu, saya bernazar untuk beri'tikaf semalam di Masjidil Haram." Beliau bersabda, "Penuhilah nazarmu." (Lalu Umar beri'tikaf semalam 2/260).
Bab 6:
I'tikafnya Kaum Wanita 996. Aisyah r.a. berkata, "Nabi beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari (dalam satu riwayat: setiap 2/259) bulan Ramadhan. Maka, saya buatkan untuk beliau sebuah tenda. Setelah shalat subuh, beliau masuk ke dalam tenda itu. (Apakah Aisyah meminta izin kepada beliau untuk beri'tikaf? Lalu Nabi memberinya izin, lantas dia membuat kubah di dalamnya. Maka, Hafshah mendengarnya). Kemudian Hafshah meminta izin kepada Aisyah untuk membuat sebuah tenda pula, maka Aisyah mengizinkannya. Kemudian Hafshah membuat tenda (dalam satu riwayat: kubah). Ketika Zainab binti Jahsy melihat tenda itu, maka ia membuat tenda untuk dirinya. Ketika hari telah subuh, Nabi melihat tenda-tenda itu (dalam satu riwayat: melihat empat buah kubah). Lalu, Nabi bertanya, 'Tenda-tenda apa ini?' Maka, diberitahukan orang kepada beliau (mengenai informasi tentang mereka). Lalu, Nabi bersabda, 'Apakah yang mendorong mereka berbuat begini? Bagaimanakah sebaiknya menurut pikiran kamu mengenai mereka? (Aku tidak melakukan i'tikaf sekarang 2/260).' Lalu, beliau menghentikan i'tikafnya dalam bulan itu. Kemudian beliau beri'tikaf pada sepuluh hari (terakhir) bulan Syawwal."
Bab 7:
Beberapa Tenda di dalam Masjid (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Aisyah di atas.")
Bab 8:
Apakah Dibolehkan Orang yang Beri'tikaf Itu Keluar ke Pintu Masjid Sebab Ada Keperluan 997. Shafiyyah istri Nabi mengatakan bahwa ia datang mengunjungi Rasulullah pada saat beliau i'tikaf di masjid pada sepuluh (malam) yang akhir pada bulan Ramadhan. (Pada waktu itu di sisi beliau ada istri-istri beliau, lalu mereka bubar 2/285). Lalu, ia bercakap-cakap kepada beliau sesaat, kemudian ia berdiri hendak pulang. (Beliau berkata kepada Shafiyyah binti Huyai, "Janganlah tergesa-gesa sehingga aku pulang bersamamu." Dan rumah Shafiyyah berada di kampung Usamah bin Zaid 4/203). Kemudian Nabi berdiri bersama untuk mengantarkannya pulang. Sehingga, ketika sampai di (sekat 4/45) pintu masjid yang ada di pintu (dalam satu riwayat: tempat tinggal) Ummu Salamah (istri Nabi), lewatlah dua orang laki-laki kalangan Anshar. Lalu, mereka memberi salam kepada Rasulullah (Dalam satu riwayat: lalu mereka memandang kepada Rasulullah, kemudian keduanya berlalu. Dalam riwayat lain: bergegas). Maka, Nabi bersabda kepada keduanya, "Tunggu! (Kemarilah), dia adalah Shafiyyah binti Huyyai." Kemudian mereka berkata, "Subhanallah, wahai Rasulullah." Hal itu berat dirasa oleh kedua orang itu, maka Nabi bersabda, "Sesungguhnya setan itu dapat mencapai pada manusia pada apa yang dicapai oleh (dalam satu riwayat: mengalir di dalam tubuh anak Adam pada tempat mengalirnya) darah. Aku khawatir setan itu melemparkan (suatu keburukan, atau beliau bersabda:) sesuatu ke dalam hatimu berdua." (Aku bertanya kepada Sufyan, "Apakah Shafiyyah datang kepada Nabi pada waktu malam?" Dia menjawab, "Bukankah ia tidak lain kecuali malam hari?" 2/259).
Bab 9:
Nabi Keluar Mengerjakan I'tikaf pada Pagi Hari Tanggal Dua Puluh (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Abu Sa'id yang tertera pada nomor 442 di muka.")
Bab 10:
I'tikafnya Wanita Istihadhah (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada nomor 174 di muka.")
Bab 11:
Kunjungan Seorang Wanita Kepada Suaminya yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits Shafiyyah di muka.")
Bab 12:
Apakah Orang yang Beri'tikaf Itu Boleh Membela Dirinya (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Shafiyyah di atas.")
Bab 13:
Orang Yang Keluar dari I'tikaf ketika Subuh (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Abu Sa'id yang diisyaratkan di atas.")
Bab 14:
Mengerjakan I'tikaf dalam Bulan Syawwal (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah (nomor 996 -penj.) di muka.")
Bab 15:
Orang yang Tidak Memandang Harus Berpuasa Jika Hendak Mengerjakan I'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar pada dua hadits sebelumnya [yakni nomor 995 penj.].")
Bab 16:
Apabila Seseorang Bernazar pada Zaman Jahiliah untuk Beri'tikaf, Kemudian Ia Masuk Islam (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar tadi.")
Bab 17:
Beri'tikaf dalam Sepuluh Hari Pertengahan Bulan Ramadhan 998. Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi biasa beri'tikaf dalam setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Kemudian setelah datang tahun yang pada tahun itu beliau dicabut ruhnya (yakni wafat), beliau itikaf selama dua puluh hari."
Bab 18:
Orang Yang Hendak Beritikaf, Kemudian Terlintas dalam Hatinya untuk Keluar (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang disebutkan pada dua hadits sebelum ini.")
Bab 19:
Orang yang Itikaf Memasukkan Kepalanya ke Rumah untuk Dibasuh atau Dicuci (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 167 di muka.")
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir di muka.")
Bab Ke-40: Tidak Disukai Bercakap-cakap Sesudah Shalat Isya
(Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Barzah yang disebutkan pada nomor 304 di muka.")
Bab Ke-41: Barcakap-cakap dalam Hal Fiqih (Ihnu Pengetahuan) dan Hal yang Berupa Kebaikan Sesudah Shalat Isya
Bab Ke-42: Bercakap-cakap di Waktu Malam dengan Tamu dan Keluarga
(Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abdur Rahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq yang tercantum pada "AL-MANAKIB/ 25-BAB")
--------------------------
Catatan Kaki:
[1] Tambahan ini diriwayatkan secara mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari) rahimahullah dengan redaksi yang memastikan, dan di-maushul-kan oleh al-Ismaili di dalam Mustakhraj-nya dengan lafal, "Wasysyamsu waaqi'atun fi hujrii 'dan sinar matahari masih ada di dalam kamarku'." Saya berkata, "Ia di-maushul-kan pula oleh Ahmad (6/204) dengan lafal ini, dan sanadnya menurut Bukhari dan Muslim. Dan yang dimaksud dengan kamar ialah rumah, dan yang dimaksud dengan asyiyams 'matahari' ialah sinarnya."
[2] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam tafsirnya.
[3] Penyusun memaushulkannya di sini setelah tujuh bab.
[4] Saya katakan bahwa Mat 'alasan' dilakukannya jama' ini adalah untuk menghilangkan kesulitan dari umat, sebagaimana komentar Said bin Jubair pada akhir hadits itu, "Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, 'Untuk apa beliau berbuat begitu?' Jawabnya, 'Agar tidak menyulitkan umatnya.'" (Diriwayatkan oleh Muslim, 2/152).
[5] Silakan periksa hadits Rafi' bin Khadij dalam Ta'jiilu Shalatil Ashri pada 47-Asy-Syirkah 11-BAB. Karena ini termasuk hadits-hadits yang tidak dibawakan oleh penyusun.
[6] Di-maushul-kan oleh Baihaqi, tetapi di dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Shalih. Sedang pada dirinya terdapat kelemahan dari segi hafalannya.
[7] Tambahan ini juga diriwayatkan oleh Thabrani dalam al Mu'jamul Kabir (1/107/2) dari jalan periwayatan penyusun (Imam Bukhari), kemudian dia berkata, "Abu Syihab bersendirian dengan riwayat ini, dan dia adalah seorang hafizh yang teliti, termasuk orang muslim yang tepercaya."
[8] Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq di dalam Mushannaf-nya dari Ibnu Juraij dari Atha'. Dengan atsar ini beliau mengisyaratkan bahwa waktu maghrib itu ialah hingga menjelang memasuki waktu isya. Sebab, kalau waktu maghrib itu sempit, niscaya akan terpisah dari waktu isya. (al-Fath).
[9] Kedua riwayat ini adalah bagian dari hadits Abu Hurairah yang dimaushulkan oleh Imam Bukhari pada "KITAB AZAN". Adapun yang pertama dimaushulkannya pada "34 - BAB", dan yang kedua pada "9 - BAB".
[10] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam bab sesudah ini nanti secara panjang.
[11] Hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan oleh penyusun pada "24 - BAB", sedang hadits Aisyah di-maushulkannya pada bab berikut ini.
[12] Ini adalah bagian dari hadits Jabir, dan telah disebutkan secara maushul pada dua bab sebelumnya.
[13] Ini adalah bagian dari hadits Abu Barzah yang telah disebutkan dengan lengkap secara maushul pada "12 - BAB".
[14] Ini adalah bagian dari hadits yang disebutkan pada "10 - AZAN 120 - BAB"
[15] Hadits Ibnu Umar dan Abu Ayyub dimaushulkan oleh penyusun pada "25 -AL-HAJJ 97 - BAB", sedang hadits Ibnu Abbas di-maushul-kan pada "11- BAB" di muka.
[16] Saya (al-Albani) katakan bahwa ini adalah dalil bagi orang yang berpendapat bahwa tidur tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dijawab dengan jawaban yang masih perlu didiskusikan. Menurut lahirnya, peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya berwudhu karena tidur. Akan tetapi, terdapat riwayat yang sahih dari para sahabat bahwa mereka pernah tidur mendengkur, kemudian setelah itu melakukan shalat dengan tidak berwudhu lagi. Pendapat ini tidak dapat diberi jawaban lagi kecuali dengan apa yang kami sebutkan tadi.
[17] Ini adalah bagian dari hadits Abu Barzah yang disebutkan pada nomor 300.
[18] Perbedaan antara kedua riwayat itu ialah bahwa hadits yang pertama itu dari Musnad Anas, sedang yang kedua dari Musnad Zaid. Al-Hafizh mengkompromikan antara kedua riwayat itu bahwa Anas menghadiri peristiwa itu, akan tetapi ia tidak makan sahur bersama mereka (Nabi dan Anas). Kemudian al-Hafizh menyebutkan hadits yang menyebutkan peristiwa itu dengan jelas. Silakan periksa jika Anda mau.
[19] Ketahuilah bahwa hadits ini dan yang semacarnnya tidaklah bersifat umum, melainkan dengan qayid 'ketentuan' apabila matahari tidak jernih lagi, yakni kuning, mengingat hadits Ali yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya yang sudah saya takhrij dalam Ash-Shahihah (200). Oleh karena itu, tidak benar pendapat yang memakruhkan dua rakaat sesudah shalat Ashar, khususnya yang dilakukan Rasulullah.
[20] Yakni, tanpa ada pakaian lain sehingga auratnya kelihatan.
[21] Sesungguhnya Aisyah r.a. pernah melihat beliau melakukannya sebagaimana akan disebutkan pada bab berikutnya, dan orang yang menjadikannya hujjah atas orang yang tidak mengerjakannya, yaitu orang-orang yang dilihat Muawiyah melakukan shalat. Perkataan Muawiyah, "Sedangkan beliau telah melarangnya", barangkali yang dimaksud adalah larangan secara umum sebagaimana disebutkan dalam hadits Umar dan lain-lainnya di muka, sedang Anda pun telah mengetahui jawabannya.
[22] Menunjuk kepada hadits Umar yang telah disebutkan pada nomor 325, hadits Ibnu Umar pada nomor 326-327, dan hadits Abu Hurairah nomor 328. Sedangkan, hadits Abu Sa'id akan disebutkan pada "30- ASH-SHAUM/67-BAB".
[23] Di-maushul-kan oleh penyusun pada (22 - AS-SAHWI / 9 - BAB), dan tersebut dalam al Musnad (6/300, 302, 309, dan 315) dari beberapa jalan lain dari Ummu Salamah, dan dalam sebagian riwayatnya ia berkata, "Maka saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah boleh kami meng-qadha-nya apabila kami terluput melakukannya?' Beliau menjawab, 'Tidak'." Akan tetapi isnadnya dhaif dilihat dari semua segi sebagaimana sudah saya jelaskan dalam catatan saya terhadap kitab "Subulus-Salam" 1/181.
[24] Akan disebutkan pada "25-AL-HAJJ/73-BAB" dari dua jalan lain dari Aisyah.
[25] Di-maushul-kan oleh an-Nawawi di dalam "Jami'ah" dari Manshur dan lainnya dari Ibrahim sebagaimana disebutkan dalam "al-Fath". Riwayat ini sahih isnadnya.
[26] Pada asalnya adalah "li dzikri", maka yang "lidz-dzikraa" itu adalah keliru.
KITAB I'TIKAF
Bab 1:
I'tikaf pada Sepuluh Hari Terakhir (Bulan Ramadhan) dan I'tikaf dalam Semua Masjid, Firman Allah, "Janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikian Allah menerangkan aya-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa." (al-Bagarah: 187) 992. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Rasulullah biasa melakukan i'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan." 993. Aisyah r.a. istri Nabi mengatakan bahwa Nabi saw. selalu beri'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sehingga Allah mewafatkan beliau. Setelah itu para istri beliau beri'tikaf sepeninggal beliau.
Bab 2:
Wanita yang Sedang Haid Menyisir Rambut Orang yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 167 di muka.")
Bab 3:
Orang yang Beri'tikaf Tidak Boleh Masuk Rumah Kecuali karena Ada Keperluan 994. Aisyah r.a. berkata, "Sungguh Rasulullah memasukkan kepala beliau kepadaku ketika beliau sedang beri'tikaf di masjid, lalu saya menyisirnya. Apabila beliau beri'tikaf, maka beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena ada keperluan."
Bab 4:
Membasuh atau Mencuci Orang yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang diisyaratkan di muka.")
Bab 5:
Mengerjakan I'tikaf pada Waktu Malam 995. Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Umar bertanya kepada Nabi saw. (dalam satu riwayat: dari Ibnu Umar dari Umar ibnul Khaththab bahwa dia 2/259) berkata, "(Wahai Rasulullah! Pada zaman jahiliah dulu, saya bernazar untuk beri'tikaf semalam di Masjidil Haram." Beliau bersabda, "Penuhilah nazarmu." (Lalu Umar beri'tikaf semalam 2/260).
Bab 6:
I'tikafnya Kaum Wanita 996. Aisyah r.a. berkata, "Nabi beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari (dalam satu riwayat: setiap 2/259) bulan Ramadhan. Maka, saya buatkan untuk beliau sebuah tenda. Setelah shalat subuh, beliau masuk ke dalam tenda itu. (Apakah Aisyah meminta izin kepada beliau untuk beri'tikaf? Lalu Nabi memberinya izin, lantas dia membuat kubah di dalamnya. Maka, Hafshah mendengarnya). Kemudian Hafshah meminta izin kepada Aisyah untuk membuat sebuah tenda pula, maka Aisyah mengizinkannya. Kemudian Hafshah membuat tenda (dalam satu riwayat: kubah). Ketika Zainab binti Jahsy melihat tenda itu, maka ia membuat tenda untuk dirinya. Ketika hari telah subuh, Nabi melihat tenda-tenda itu (dalam satu riwayat: melihat empat buah kubah). Lalu, Nabi bertanya, 'Tenda-tenda apa ini?' Maka, diberitahukan orang kepada beliau (mengenai informasi tentang mereka). Lalu, Nabi bersabda, 'Apakah yang mendorong mereka berbuat begini? Bagaimanakah sebaiknya menurut pikiran kamu mengenai mereka? (Aku tidak melakukan i'tikaf sekarang 2/260).' Lalu, beliau menghentikan i'tikafnya dalam bulan itu. Kemudian beliau beri'tikaf pada sepuluh hari (terakhir) bulan Syawwal."
Bab 7:
Beberapa Tenda di dalam Masjid (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Aisyah di atas.")
Bab 8:
Apakah Dibolehkan Orang yang Beri'tikaf Itu Keluar ke Pintu Masjid Sebab Ada Keperluan 997. Shafiyyah istri Nabi mengatakan bahwa ia datang mengunjungi Rasulullah pada saat beliau i'tikaf di masjid pada sepuluh (malam) yang akhir pada bulan Ramadhan. (Pada waktu itu di sisi beliau ada istri-istri beliau, lalu mereka bubar 2/285). Lalu, ia bercakap-cakap kepada beliau sesaat, kemudian ia berdiri hendak pulang. (Beliau berkata kepada Shafiyyah binti Huyai, "Janganlah tergesa-gesa sehingga aku pulang bersamamu." Dan rumah Shafiyyah berada di kampung Usamah bin Zaid 4/203). Kemudian Nabi berdiri bersama untuk mengantarkannya pulang. Sehingga, ketika sampai di (sekat 4/45) pintu masjid yang ada di pintu (dalam satu riwayat: tempat tinggal) Ummu Salamah (istri Nabi), lewatlah dua orang laki-laki kalangan Anshar. Lalu, mereka memberi salam kepada Rasulullah (Dalam satu riwayat: lalu mereka memandang kepada Rasulullah, kemudian keduanya berlalu. Dalam riwayat lain: bergegas). Maka, Nabi bersabda kepada keduanya, "Tunggu! (Kemarilah), dia adalah Shafiyyah binti Huyyai." Kemudian mereka berkata, "Subhanallah, wahai Rasulullah." Hal itu berat dirasa oleh kedua orang itu, maka Nabi bersabda, "Sesungguhnya setan itu dapat mencapai pada manusia pada apa yang dicapai oleh (dalam satu riwayat: mengalir di dalam tubuh anak Adam pada tempat mengalirnya) darah. Aku khawatir setan itu melemparkan (suatu keburukan, atau beliau bersabda:) sesuatu ke dalam hatimu berdua." (Aku bertanya kepada Sufyan, "Apakah Shafiyyah datang kepada Nabi pada waktu malam?" Dia menjawab, "Bukankah ia tidak lain kecuali malam hari?" 2/259).
Bab 9:
Nabi Keluar Mengerjakan I'tikaf pada Pagi Hari Tanggal Dua Puluh (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Abu Sa'id yang tertera pada nomor 442 di muka.")
Bab 10:
I'tikafnya Wanita Istihadhah (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada nomor 174 di muka.")
Bab 11:
Kunjungan Seorang Wanita Kepada Suaminya yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits Shafiyyah di muka.")
Bab 12:
Apakah Orang yang Beri'tikaf Itu Boleh Membela Dirinya (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Shafiyyah di atas.")
Bab 13:
Orang Yang Keluar dari I'tikaf ketika Subuh (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Abu Sa'id yang diisyaratkan di atas.")
Bab 14:
Mengerjakan I'tikaf dalam Bulan Syawwal (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah (nomor 996 -penj.) di muka.")
Bab 15:
Orang yang Tidak Memandang Harus Berpuasa Jika Hendak Mengerjakan I'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar pada dua hadits sebelumnya [yakni nomor 995 penj.].")
Bab 16:
Apabila Seseorang Bernazar pada Zaman Jahiliah untuk Beri'tikaf, Kemudian Ia Masuk Islam (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar tadi.")
Bab 17:
Beri'tikaf dalam Sepuluh Hari Pertengahan Bulan Ramadhan 998. Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi biasa beri'tikaf dalam setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Kemudian setelah datang tahun yang pada tahun itu beliau dicabut ruhnya (yakni wafat), beliau itikaf selama dua puluh hari."
Bab 18:
Orang Yang Hendak Beritikaf, Kemudian Terlintas dalam Hatinya untuk Keluar (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang disebutkan pada dua hadits sebelum ini.")
Bab 19:
Orang yang Itikaf Memasukkan Kepalanya ke Rumah untuk Dibasuh atau Dicuci (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 167 di muka.")
Bab 1:
I'tikaf pada Sepuluh Hari Terakhir (Bulan Ramadhan) dan I'tikaf dalam Semua Masjid, Firman Allah, "Janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikian Allah menerangkan aya-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa." (al-Bagarah: 187) 992. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Rasulullah biasa melakukan i'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan." 993. Aisyah r.a. istri Nabi mengatakan bahwa Nabi saw. selalu beri'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sehingga Allah mewafatkan beliau. Setelah itu para istri beliau beri'tikaf sepeninggal beliau.
Bab 2:
Wanita yang Sedang Haid Menyisir Rambut Orang yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 167 di muka.")
Bab 3:
Orang yang Beri'tikaf Tidak Boleh Masuk Rumah Kecuali karena Ada Keperluan 994. Aisyah r.a. berkata, "Sungguh Rasulullah memasukkan kepala beliau kepadaku ketika beliau sedang beri'tikaf di masjid, lalu saya menyisirnya. Apabila beliau beri'tikaf, maka beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena ada keperluan."
Bab 4:
Membasuh atau Mencuci Orang yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang diisyaratkan di muka.")
Bab 5:
Mengerjakan I'tikaf pada Waktu Malam 995. Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Umar bertanya kepada Nabi saw. (dalam satu riwayat: dari Ibnu Umar dari Umar ibnul Khaththab bahwa dia 2/259) berkata, "(Wahai Rasulullah! Pada zaman jahiliah dulu, saya bernazar untuk beri'tikaf semalam di Masjidil Haram." Beliau bersabda, "Penuhilah nazarmu." (Lalu Umar beri'tikaf semalam 2/260).
Bab 6:
I'tikafnya Kaum Wanita 996. Aisyah r.a. berkata, "Nabi beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari (dalam satu riwayat: setiap 2/259) bulan Ramadhan. Maka, saya buatkan untuk beliau sebuah tenda. Setelah shalat subuh, beliau masuk ke dalam tenda itu. (Apakah Aisyah meminta izin kepada beliau untuk beri'tikaf? Lalu Nabi memberinya izin, lantas dia membuat kubah di dalamnya. Maka, Hafshah mendengarnya). Kemudian Hafshah meminta izin kepada Aisyah untuk membuat sebuah tenda pula, maka Aisyah mengizinkannya. Kemudian Hafshah membuat tenda (dalam satu riwayat: kubah). Ketika Zainab binti Jahsy melihat tenda itu, maka ia membuat tenda untuk dirinya. Ketika hari telah subuh, Nabi melihat tenda-tenda itu (dalam satu riwayat: melihat empat buah kubah). Lalu, Nabi bertanya, 'Tenda-tenda apa ini?' Maka, diberitahukan orang kepada beliau (mengenai informasi tentang mereka). Lalu, Nabi bersabda, 'Apakah yang mendorong mereka berbuat begini? Bagaimanakah sebaiknya menurut pikiran kamu mengenai mereka? (Aku tidak melakukan i'tikaf sekarang 2/260).' Lalu, beliau menghentikan i'tikafnya dalam bulan itu. Kemudian beliau beri'tikaf pada sepuluh hari (terakhir) bulan Syawwal."
Bab 7:
Beberapa Tenda di dalam Masjid (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Aisyah di atas.")
Bab 8:
Apakah Dibolehkan Orang yang Beri'tikaf Itu Keluar ke Pintu Masjid Sebab Ada Keperluan 997. Shafiyyah istri Nabi mengatakan bahwa ia datang mengunjungi Rasulullah pada saat beliau i'tikaf di masjid pada sepuluh (malam) yang akhir pada bulan Ramadhan. (Pada waktu itu di sisi beliau ada istri-istri beliau, lalu mereka bubar 2/285). Lalu, ia bercakap-cakap kepada beliau sesaat, kemudian ia berdiri hendak pulang. (Beliau berkata kepada Shafiyyah binti Huyai, "Janganlah tergesa-gesa sehingga aku pulang bersamamu." Dan rumah Shafiyyah berada di kampung Usamah bin Zaid 4/203). Kemudian Nabi berdiri bersama untuk mengantarkannya pulang. Sehingga, ketika sampai di (sekat 4/45) pintu masjid yang ada di pintu (dalam satu riwayat: tempat tinggal) Ummu Salamah (istri Nabi), lewatlah dua orang laki-laki kalangan Anshar. Lalu, mereka memberi salam kepada Rasulullah (Dalam satu riwayat: lalu mereka memandang kepada Rasulullah, kemudian keduanya berlalu. Dalam riwayat lain: bergegas). Maka, Nabi bersabda kepada keduanya, "Tunggu! (Kemarilah), dia adalah Shafiyyah binti Huyyai." Kemudian mereka berkata, "Subhanallah, wahai Rasulullah." Hal itu berat dirasa oleh kedua orang itu, maka Nabi bersabda, "Sesungguhnya setan itu dapat mencapai pada manusia pada apa yang dicapai oleh (dalam satu riwayat: mengalir di dalam tubuh anak Adam pada tempat mengalirnya) darah. Aku khawatir setan itu melemparkan (suatu keburukan, atau beliau bersabda:) sesuatu ke dalam hatimu berdua." (Aku bertanya kepada Sufyan, "Apakah Shafiyyah datang kepada Nabi pada waktu malam?" Dia menjawab, "Bukankah ia tidak lain kecuali malam hari?" 2/259).
Bab 9:
Nabi Keluar Mengerjakan I'tikaf pada Pagi Hari Tanggal Dua Puluh (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Abu Sa'id yang tertera pada nomor 442 di muka.")
Bab 10:
I'tikafnya Wanita Istihadhah (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada nomor 174 di muka.")
Bab 11:
Kunjungan Seorang Wanita Kepada Suaminya yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits Shafiyyah di muka.")
Bab 12:
Apakah Orang yang Beri'tikaf Itu Boleh Membela Dirinya (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Shafiyyah di atas.")
Bab 13:
Orang Yang Keluar dari I'tikaf ketika Subuh (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Abu Sa'id yang diisyaratkan di atas.")
Bab 14:
Mengerjakan I'tikaf dalam Bulan Syawwal (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah (nomor 996 -penj.) di muka.")
Bab 15:
Orang yang Tidak Memandang Harus Berpuasa Jika Hendak Mengerjakan I'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar pada dua hadits sebelumnya [yakni nomor 995 penj.].")
Bab 16:
Apabila Seseorang Bernazar pada Zaman Jahiliah untuk Beri'tikaf, Kemudian Ia Masuk Islam (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar tadi.")
Bab 17:
Beri'tikaf dalam Sepuluh Hari Pertengahan Bulan Ramadhan 998. Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi biasa beri'tikaf dalam setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Kemudian setelah datang tahun yang pada tahun itu beliau dicabut ruhnya (yakni wafat), beliau itikaf selama dua puluh hari."
Bab 18:
Orang Yang Hendak Beritikaf, Kemudian Terlintas dalam Hatinya untuk Keluar (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang disebutkan pada dua hadits sebelum ini.")
Bab 19:
Orang yang Itikaf Memasukkan Kepalanya ke Rumah untuk Dibasuh atau Dicuci (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 167 di muka.")
KITAB JENAZAH
I'tikaf pada Sepuluh Hari Terakhir (Bulan Ramadhan) dan I'tikaf dalam Semua Masjid, Firman Allah, "Janganlah kamu campuri mereka itu, sedangkan kamu beri'tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikian Allah menerangkan aya-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa." (al-Bagarah: 187) 992. Abdullah bin Umar r.a. berkata, "Rasulullah biasa melakukan i'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan." 993. Aisyah r.a. istri Nabi mengatakan bahwa Nabi saw. selalu beri'tikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan sehingga Allah mewafatkan beliau. Setelah itu para istri beliau beri'tikaf sepeninggal beliau.
Bab 2:
Wanita yang Sedang Haid Menyisir Rambut Orang yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 167 di muka.")
Bab 3:
Orang yang Beri'tikaf Tidak Boleh Masuk Rumah Kecuali karena Ada Keperluan 994. Aisyah r.a. berkata, "Sungguh Rasulullah memasukkan kepala beliau kepadaku ketika beliau sedang beri'tikaf di masjid, lalu saya menyisirnya. Apabila beliau beri'tikaf, maka beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena ada keperluan."
Bab 4:
Membasuh atau Mencuci Orang yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang diisyaratkan di muka.")
Bab 5:
Mengerjakan I'tikaf pada Waktu Malam 995. Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Umar bertanya kepada Nabi saw. (dalam satu riwayat: dari Ibnu Umar dari Umar ibnul Khaththab bahwa dia 2/259) berkata, "(Wahai Rasulullah! Pada zaman jahiliah dulu, saya bernazar untuk beri'tikaf semalam di Masjidil Haram." Beliau bersabda, "Penuhilah nazarmu." (Lalu Umar beri'tikaf semalam 2/260).
Bab 6:
I'tikafnya Kaum Wanita 996. Aisyah r.a. berkata, "Nabi beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari (dalam satu riwayat: setiap 2/259) bulan Ramadhan. Maka, saya buatkan untuk beliau sebuah tenda. Setelah shalat subuh, beliau masuk ke dalam tenda itu. (Apakah Aisyah meminta izin kepada beliau untuk beri'tikaf? Lalu Nabi memberinya izin, lantas dia membuat kubah di dalamnya. Maka, Hafshah mendengarnya). Kemudian Hafshah meminta izin kepada Aisyah untuk membuat sebuah tenda pula, maka Aisyah mengizinkannya. Kemudian Hafshah membuat tenda (dalam satu riwayat: kubah). Ketika Zainab binti Jahsy melihat tenda itu, maka ia membuat tenda untuk dirinya. Ketika hari telah subuh, Nabi melihat tenda-tenda itu (dalam satu riwayat: melihat empat buah kubah). Lalu, Nabi bertanya, 'Tenda-tenda apa ini?' Maka, diberitahukan orang kepada beliau (mengenai informasi tentang mereka). Lalu, Nabi bersabda, 'Apakah yang mendorong mereka berbuat begini? Bagaimanakah sebaiknya menurut pikiran kamu mengenai mereka? (Aku tidak melakukan i'tikaf sekarang 2/260).' Lalu, beliau menghentikan i'tikafnya dalam bulan itu. Kemudian beliau beri'tikaf pada sepuluh hari (terakhir) bulan Syawwal."
Bab 7:
Beberapa Tenda di dalam Masjid (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Aisyah di atas.")
Bab 8:
Apakah Dibolehkan Orang yang Beri'tikaf Itu Keluar ke Pintu Masjid Sebab Ada Keperluan 997. Shafiyyah istri Nabi mengatakan bahwa ia datang mengunjungi Rasulullah pada saat beliau i'tikaf di masjid pada sepuluh (malam) yang akhir pada bulan Ramadhan. (Pada waktu itu di sisi beliau ada istri-istri beliau, lalu mereka bubar 2/285). Lalu, ia bercakap-cakap kepada beliau sesaat, kemudian ia berdiri hendak pulang. (Beliau berkata kepada Shafiyyah binti Huyai, "Janganlah tergesa-gesa sehingga aku pulang bersamamu." Dan rumah Shafiyyah berada di kampung Usamah bin Zaid 4/203). Kemudian Nabi berdiri bersama untuk mengantarkannya pulang. Sehingga, ketika sampai di (sekat 4/45) pintu masjid yang ada di pintu (dalam satu riwayat: tempat tinggal) Ummu Salamah (istri Nabi), lewatlah dua orang laki-laki kalangan Anshar. Lalu, mereka memberi salam kepada Rasulullah (Dalam satu riwayat: lalu mereka memandang kepada Rasulullah, kemudian keduanya berlalu. Dalam riwayat lain: bergegas). Maka, Nabi bersabda kepada keduanya, "Tunggu! (Kemarilah), dia adalah Shafiyyah binti Huyyai." Kemudian mereka berkata, "Subhanallah, wahai Rasulullah." Hal itu berat dirasa oleh kedua orang itu, maka Nabi bersabda, "Sesungguhnya setan itu dapat mencapai pada manusia pada apa yang dicapai oleh (dalam satu riwayat: mengalir di dalam tubuh anak Adam pada tempat mengalirnya) darah. Aku khawatir setan itu melemparkan (suatu keburukan, atau beliau bersabda:) sesuatu ke dalam hatimu berdua." (Aku bertanya kepada Sufyan, "Apakah Shafiyyah datang kepada Nabi pada waktu malam?" Dia menjawab, "Bukankah ia tidak lain kecuali malam hari?" 2/259).
Bab 9:
Nabi Keluar Mengerjakan I'tikaf pada Pagi Hari Tanggal Dua Puluh (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan sebagian dari hadits Abu Sa'id yang tertera pada nomor 442 di muka.")
Bab 10:
I'tikafnya Wanita Istihadhah (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang tertera pada nomor 174 di muka.")
Bab 11:
Kunjungan Seorang Wanita Kepada Suaminya yang Sedang Beri'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits Shafiyyah di muka.")
Bab 12:
Apakah Orang yang Beri'tikaf Itu Boleh Membela Dirinya (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Shafiyyah di atas.")
Bab 13:
Orang Yang Keluar dari I'tikaf ketika Subuh (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Abu Sa'id yang diisyaratkan di atas.")
Bab 14:
Mengerjakan I'tikaf dalam Bulan Syawwal (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah (nomor 996 -penj.) di muka.")
Bab 15:
Orang yang Tidak Memandang Harus Berpuasa Jika Hendak Mengerjakan I'tikaf (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar pada dua hadits sebelumnya [yakni nomor 995 penj.].")
Bab 16:
Apabila Seseorang Bernazar pada Zaman Jahiliah untuk Beri'tikaf, Kemudian Ia Masuk Islam (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Umar tadi.")
Bab 17:
Beri'tikaf dalam Sepuluh Hari Pertengahan Bulan Ramadhan 998. Abu Hurairah r.a. berkata, "Nabi biasa beri'tikaf dalam setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Kemudian setelah datang tahun yang pada tahun itu beliau dicabut ruhnya (yakni wafat), beliau itikaf selama dua puluh hari."
Bab 18:
Orang Yang Hendak Beritikaf, Kemudian Terlintas dalam Hatinya untuk Keluar (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang disebutkan pada dua hadits sebelum ini.")
Bab 19:
Orang yang Itikaf Memasukkan Kepalanya ke Rumah untuk Dibasuh atau Dicuci (Saya berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya sebagian dari hadits Aisyah yang tertera pada nomor 167 di muka.")
KITAB JENAZAH
Mengenai Jenazah dan Orang Yang Akhir Ucapannya. "Laa Ilaaha
Illallah" Ditanyakan kepada Wahab bin Munabbih, "Bukankah laa ilaaha
illallah itu merupakan kunci surga?" Wahab menjawab, "Benar, tetapi
tidak dinamakan kunci kalau tidak mempunyai gigi. Jadi, jika kamu datang
dengan membawa kunci bergigi tentu kamu akan dibukakan, dan jika tidak
demikian, pasti tidak dibukakan untukmu."[1] 629. Abdullah (bin
Mas'ud) berkata, "Rasulullah bersabda (dengan suatu kalimat, sedang aku
berkata lain. Nabi bersabda), 'Barangsiapa yang meninggal dunia
sedangkan dia menyekutukan Allah dengan sesuatu (dalam suatu riwayat:
Barangsiapa meninggal dunia sedangkan dia menyeru sekutu selain Allah),
maka dia masuk neraka. Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan dia
tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun (dalam riwayat lain:
Barangsiapa yang meninggal dunia sedangkan dia tidak menyeru kepada
sekutu selain Allah), maka ia masuk surga."[2]
Bab Ke-2:
Perintah Mengantarkan Jenazah 630. Al-Bara' berkata, "Nabi
menyuruh kami dengan tujuh hal dan melarang kami dari tujuh hal. Beliau
menyuruh kami mengiringkan jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi
undangan, menolong orang yang dianiaya (dalam satu riwayat: membantu
orang yang lemah dan menolong orang yang teraniaya, tanpa menyebut
memenuhi undangan 7/128), melaksanakan sumpah, menjawab (dalam satu
riwayat: menyebarkan 6/143) salam, dan mendoakan orang yang bersin.
Beliau melarang kami dari tujuh hal yaitu bejana perak, cincin emas,
sutra murni, katun campur sutra, dan sutra tebal (dan dalam satu
riwayat: sutera tipis 7/124), (dan menaiki pelana sutra di atas keledai
7/48)." 631. Abu Hurairah r.a. berkata, "Aku mendengar Rasulullah
bersabda, 'Hak seorang muslim terhadap muslim lainnya itu ada lima
perkara. Yaitu, menjawab salam, menjenguk orang yang sakit, mengantarkan
jenazah, mengabulkan undangan, dan mendoakan orang yang bersin."
Bab Ke-3:
Melihat Wajah Mayat Apabila Ia Sudah Dibungkus dalam Kafannya 632.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Abu Bakar keluar[3] (dari sisi Nabi
saw.), sedang Umar ingin menyatakan ucapannya kepada orang banyak. Lalu
Abu Bakar berkata, "Duduklah, hai Umar." Umar tidak mau duduk. Abu Bakar
berkata lagi, "Duduklah." Akan tetapi, Umar tetap tidak mau duduk.
Kemudian Abu Bakar mengucakan syahadat. Orang-orang memperhatikan apa
yang diucapkan olehnya, dan mereka tinggalkan Umar. Kemudian Abu Bakar
berkata, "Barangsiapa di antara kamu menyembah Muhammad, maka
sesungguhnya Muhammad telah wafat. Tetapi, barangsiapa menyembah Allah,
maka sesungguhnya Allah[4] itu Maha hidup dan tidak akan pernah mati.
Sesungguhnya Allah ta'ala berfirman, "Wa maa Muhammadun illa rasuulun
'sampai' syaakiriin." Ibnu Abbas berkata, "Demi Allah, aku melihat
orang-orang itu seakan-akan tidak pernah mengetahui bahwa sesungguhnya
Allah telah menurunkan ayat ini, sehingga dibaca oleh Abu Bakar r.a..
Kemudian diterimalah ayat itu oleh orang-orang dari Abu Bakar. Maka,
tiada seorang pun yang mendengar ayat itu dibaca, melainkan ia juga ikut
membacanya."[5] 633. Ummul Ala' (dan dia adalah 8/77) seorang wanita
Anshar yang berbai'at dengan Nabi saw berkata, "Ketika dilakukan
pembagian untuk penempatan kaum Muhajirin dengan cara undian, maka jatuh
undian bagi Utsman bin Mazh'un kepada kami (di perumahan, ketika
orang-orang Anshar berundi untuk penempatan kaum Muhajirin). Lalu, kami
tempatkan dia di rumah-rumah kami. Kemudian dia jatuh sakit yang membawa
kematiannya di rumah itu, (lalu kami rawat dia). Setelah dia meninggal
dunia, dimandikan, dan dikafani di dalam kainnya, maka masuklah
Rasulullah. Kemudian aku berkata, 'Rahmat Allah pasti dicurahkan atasmu
wahai Abu Saib, aku bersaksi bahwa Allah pasti memuliakanmu.' Lalu Nabi
bersabda, 'Siapakah yang memberitahukan kepadamu bahwa Allah pasti
memuliakannya?' Aku menjawab, '(Aku tidak tahu, demi Allah), kutebus
engkau dengan ayah (dan ibuku) wahai Rasulullah, siapakah gerangan orang
yang dimuliakan oleh Allah?' Beliau bersabda, 'Dia (demi Allah 4/265),
telah meninggal dunia, dan demi Allah aku berharap semoga dia
mendapatkan kebaikan. Demi Allah aku tidak tahu, padahal aku adalah
utusan Allah, apa yang akan diperbuat terhadap diriku (dalam satu
riwayat: terhadapnya[6]) dan terhadap kalian.' Maka, demi Allah, sesudah
itu aku tidak pernah lagi menganggap suci terhadap seseorang." (Dia
berkata, "Hal itu menyedihkan hatiku." Dia berkata, "Lalu aku tidur,
kemudian aku bermimpi melihat mata air mengalir kepada Utsman. Kemudian
aku datang kepada Rasulullah memberitahukan hal itu, lalu beliau
bersabda, 'Itu adalah amalnya yang mengalir untuknya.'") 634. Jabir
bin Abdullah r.a. berkata, "Ketika ayahku terbunuh, (dalam satu riwayat:
dia berkata, 'Ayahku yang terbunuh pada hari Perang Uhud dengan
diperlakukan sadis dan dibawa ke hadapan Rasulullah dalam keadaan sudah
ditutup kain, maka aku ingin) membuka kain dari wajahnya dan aku
menangis. Orang-orang melarangku. Kemudian aku hendak membukanya, tetapi
kaumku melarangku, sedang Nabi tidak melarangku. Lalu Rasulullah
memerintahkan supaya jenazah ayah diangkat. Bibiku Fathimah menangis
(dalam satu riwayat: Nabi mendengar suara tangis seorang wanita, lalu
beliau bertanya, 'Siapakah ini?' Orang-orang menjawab, 'Anak wanita atau
saudara wanita Amr.') Nabi bersabda, 'Kamu menangis ataupun tidak,
malaikat senantiasa menaunginya dengan akup-akupnya hingga kalian
mengangkatnya.'"
Bab Ke-4:
Orang yang Mengabarkan Sendiri Kematian Orang Lain kepada Keluarganya
635. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw memberitakan
kematian Najasyi (Raja Habasyah 2/90) pada hari kematiannya. (Dan 2/91)
beliau mengajak mereka keluar ke mushalla, (kemudian beliau maju ke
depan 2/88), lalu mengatur shaf mereka (di belakang beliau) dan takbir
empat kali. (Dan beliau bersabda, "Mintakanlah ampun kepada Allah untuk
saudaramu." 4/246).
Bab Ke-5:
Memberitakan Kematian Seseorang Abu Rafi' berkata dari Abu Hurairah
r.a., bahwa dia berkata, "Nabi bersabda, 'Mengapa kalian tidak
memberitahukan kematian orang itu kepadaku?'"[7] 637. Ibnu Abbas r.a.
berkata, "Ada seseorang meninggal, yang biasa dikunjungi Rasulullah
waktu dia sakit. Dia meninggal malam hari, dan dikuburkan malam itu
juga. Keesokan harinya, para sahabat mengabarkannya kepada Rasulullah.
Kemudian beliau bertanya, 'Apakah yang menghalangi kalian untuk
memberitahukanku?' Mereka menjawab, 'Hari sudah malam lagi pula gelap,
kami tidak suka menyulitkan engkau.' Lalu beliau pergi ke kuburnya.
Kemudian beliau shalat (gaib) atas orang yang meninggal itu."
Bab Ke-6:
Keutamaan Orang yang Kematian Anaknya Lalu Ia Bersabar dan Ridha.
Allah Berfirman, "Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."
638. Anas bin Malik r.a. berkata, "Nabi bersabda, 'Tidak ada seorang
muslim yang ditinggal mati oleh tiga orang anak nya yang belum balig
kecuali Allah akan memasukkannya ke surga karena anugerah rahmat Nya
kepada mereka.'" 639. Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi saw
bersabda, 'Tiada seorang pun dari orang muslim yang ditinggal mati oleh
tiga anaknya (yang belum balig)[8] lalu ia masuk ke dalam neraka,
kecuali hanya sekadar waktu yang lamanya seperti membebaskan diri dari
sumpah." Abu Abdillah mengatakan dengan mengutip firman Allah, "Tiada
seorang pun dari kamu melainkan akan mendatangi neraka itu."
Bab Ke-7
Ucapan Seorang Laki-Laki kepada Orang Wanita di Kubur, "Bersabarlah."
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya bagian dari hadits Anas yang tercantum pada
'93-AL-AHKAM/10-BAB'.")
Bab Ke-8:
Memandikan Mayit dan Mewudhuinya dengan Air Bercampur Sidr
Abdullah bin Umar r.a. memberikan wangi-wangian sewaktu memandikan anak
Said bin Zaid yang meninggal dunia. Ia membawa anak itu, menshalati, dan
Abdullah bin Umar tidak berwudhu lagi.[9] Abdullah bin Abbas
berkata, "Orang Islam itu tidak najis, baik masih hidup maupun setelah
meninggal dunia."[10] Sa'ad (bin Abi Waqqash) berkata, "Kalau mayat
itu najis, niscaya aku tidak akan menyentuhnya."[11] Nabi bersabda,
"Orang mukmin itu tidak najis."[12] (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah
yang akan disebutkan sesudah ini.")
Bab Ke-9:
Disunnahkan Memandikan dengan Hitungan Ganjil 640. Ummu Athiyah
r.a. (seorang wanita Anshar yang turut berbai'at, yang datang ke Bashrah
untuk mencari anak nya, tetapi tidak menemukannya 2/74) berkata,
"Rasulullah masuk kepada kami ketika kami sedang memandikan putri beliau
seraya bersabda, 'Mandikanlah dengan siraman yang ganjil, yaitu tiga
kali, lima kali (tujuh kali), atau lebih banyak dari itu-jika kamu
memandang perlu-dengan menggunakan air dan daun bidara. Berilah kapur
barus di akhir kalinya.' Beliau bersabda kepada kami ketika kami hendak
memandikannya, 'Mulailah dengan anggota badan bagian kanan dan
anggota-anggota wudhunya. Jika telah selesai, maka beritahukanlah aku.'
Ketika kami telah selesai, kami memberi tahu beliau. Lalu, beliau
memberikan sarung beliau kepada kami seraya bersabda, 'Pakaikanlah
(sarung ini) kepada nya.' (Dan beliau tidak menambah dari itu, dan aku
tidak mengetahui putri beliau yang mana dia itu). Kami sisir dia (dan
dalam satu riwayat: lalu kami ikat rambutnya) tiga ikatan. (Dan dalam
satu riwayat: Ummu Athiyah berkata, 'Mereka uraikan rambutnya, kemudian
mereka mandikan, lalu mereka ikat menjadi tiga.) (Sufyan berkata, 'Pada
dua ubun-ubunnya dan dua tanduknya.' 2/75). Lalu, kami letakkan
rambutnya ke belakang." (Dan Ayyub memperkirakan agar memakaikan pakaian
beliau kepadanya. Begitulah Ibnu Sirin memerintahkan agar mayat wanita
dikenakan padanya pakaian dan tidak dipakaikan sarung padanya).
Bab Ke-10:
Mendahulukan Anggota-anggota Yang Kanan (Aku berkata, "Dalam bab
ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu
Athiyah di atas.")
Bab Ke-11:
Tempat-Tempat Wudhu Mayat (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di
muka.")
Bab Ke-12:
Apakah Orang Wanita Itu Boleh Dikafani dengan Sarung Lelaki (Aku
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-13:
Memberi Kapur Barus pada Penghabisan Memandikan Mayat (Aku
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian
dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-14:
Mengurai Rambut Wanita Ibnu Sirin berkata, "Tidak terlarang
mengurai rambut mayat."[13] (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-15:
Bagaimana Cara Memberi Pakaian Mayat yang Bagian Dalam, Yakni yang
Menempel pada Tubuh Al-Hasan berkata, "Sobekan (potongan) kain yang
kelima diikatkan pada kedua paha dan pangkal paha di bawah baju luar."
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
bagian dari hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-16:
Apakah Rambut Wanita Boleh Dijadikan Tiga Ikatan (Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-17:
Meletakkan Rambut Kepala Mayat Wanita ke Belakang (Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Ummu Athiyah di muka.")
Bab Ke-18:
Kain Putih untuk Kafan (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum
pada nomor 94.")
Bab Ke-19:
Mengkafani dengan Dua Lembar Kain (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang akan
disebutkan dalam bab sesudahnya.")
Bab Ke-20:
Memberikan Harum-haruman kepada Mayat 641. Ibnu Abbas r.a.
berkata, "Ketika seorang laki-laki wukuf di Arafah bersama Rasulullah
tiba-tiba ia jatuh dari kendaraannya, lalu lehernya patah. (Dalam satu
riwayat: 'Dipatahkan lehernya oleh untanya, sedang kami bersama Nabi
yang sedang ihram, lalu orang itu meninggal dunia.) Nabi bersabda,
'Mandikanlah dengan air dan bidara, dan kafanilah dalam dua kain (atau:
kedua kainnya 2/217). Jangan kamu kenakan wewangian padanya, dan jangan
kalian tutupi kepalanya. Karena, sesungguhnya Allah akan
membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan dia membaca talbiah.'"
Bab Ke-21:
Bagaimana Orang yang Sedang Ihram Itu Dikafani (Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu
Abbas di muka.")
Bab Ke-22:
Kafan yang Berupa Gamis yang Dijahit atau Tidak Dijahit, dan Orang
yang Dikafani dengan Selainnya 642. Ibnu Umar r.a mengatakan bahwa
ketika Abdullah bin Ubay meninggal dunia, anaknya (yang bernama Abdullah
bin Abdullah 5/207) datang kepada Nabi saw. dan berkata, "Wahai
Rasulullah, berikanlah kepadaku baju kurung engkau untuk mengkafaninya,
shalatlah atasnya, dan mohonkan ampunan untuknya." Lalu Nabi memberikan
baju kurung beliau seraya bersabda (kepadanya, "Apabila sudah selesai,
maka 7/36) beritahukanlah kepadaku untuk aku shalati." Lalu ia
memberitahukan kepada beliau. Maka, ketika beliau hendak menshalatinya,
Umar ibnul-Khaththab r.a. menarik beliau seraya berkata, "Bukankah Allah
melarang engkau menshalati orang-orang munafik?" (Dalam satu riwayat:
"Engkau hendak menshalatinya padahal dia seorang munafik, sedangkan
Allah telah melarangmu untuk memintakan ampun buat mereka?" 5/207).
Beliau bersabda, "Aku di antara dua pilihan, yaitu Allah berfirman surah
at Taubah ayat 80, 'Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau kamu tidak
memohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu
memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali
tidak akan memberi ampun kepada mereka.'" Kemudian beliau bersabda, "Aku
akan menambah lebih dari tujuh puluh kali." Ibnu Umar berkata, "Lalu
beliau menshalatinya dan kami pun shalat bersama beliau." Maka, turunlah
ayat 84 surah at Taubah, 'Janganlah sekali-kali kamu menshalatkan
(jenazah) seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik),
dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka
telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan
fasik." Maka, beliau tidak lagi mendoakan/menshalati mereka. 643.
Jabir r.a. berkata, "Nabi datang kepada Abdullah bin Ubay setelah ia
dikuburkan, lalu ia dikeluarkan. Beliau meniupkan ludah beliau
kepadanya, dan beliau memakaikan baju kurung beliau kepadanya."
Bab Ke-23:
Kafan dengan Selain Gamis (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang tercantum
pada Bab 94.")
Bab Ke-24:
Kafan Tanpa Serban (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Aisyah yang diisyarat
kan di muka.")
Bab Ke-25:
Kafan dari Seluruh Harta Atha', az-Zuhri, Amr bin Dinar, dan
Qatadah berpendapat demikian.[14] Amr bin Dinar berkata,
"Wangi-wangian dengan menggunakan sebagian dari keseluruhan harta."[15]
Ibrahim berkata, "Dimulai dengan kafan, lalu pembayaran utang,
kemudian penunaian wasiat."[16] Sufyan berkata, "Upah menggali kubur
dan memandikan itu termasuk dalam kategori kafan."[17] 644. Ibrahim
bin Sa'ad berkata, "Pada suatu hari dibawakan makanan kepada Abdur
Rahman bin Auf (pada waktu itu ia berpuasa, dan hendak berbuka). Lalu,
ia berkata, 'Mush'ab bin Umair terbunuh, dan ia lebih baik daripada aku.
Ketika meninggal, tidak ada selembar kain pun yang dapat dipergunakan
sebagai kafannya, melainkan hanya selembar kain bergaris yang dikenakan
di tubuhnya. Jika ditutupkan pada kepalanya, maka kedua kakinya tampak.
Jika ditutupkan pada kedua kakinya, maka kepalanya kelihatan.' Aku lihat
Abdur Rahman bin Auf berkata, 'Hamzah juga terbunuh, (sedang dia) lebih
baik daripada aku. Tidak ada yang dapat dijadikan kafan melainkan
selembar kain bergaris yang sedang dikenakan di tubuhnya. (Kemudian
dibentangkan kekayaan dunia kepada kami sedemikian rupa.' Atau dia
berkata, 'Kemudian kami diberi kekayaan dunia sedemikian rupa.) Aku
takut kalau-kalau telah disegerakan kepada kami kesenangan-kesenangan
kami (dan dalam satu riwayat: kebaikan-kebaikan kami) di dalam kehidupan
dunia sekarang ini.' Setelah itu Abdur Rahman menangis, (hingga
dibiarkannya makanan itu)."
Bab Ke-26: Jika Tidak Didapatkan Melainkan Hanya Selembar Kain
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Abdur rahman bin Auf di atas.")
Bab Ke-27:
Jika Tidak Memperoleh Kafan Kecuali yang Dapat Menutupi Kepala atau
Kedua Kakinya Saja, Maka Ditutupi Kepalanya Saja (Aku berkata, "Dalam
bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Khabbab bin
Arat yang tersebut pada '64-AL-MAGHAZI/28-BAB'."
) Bab Ke-28:
Orang yang Menyiapkan Kafannya Sebelum Meninggal Dunia pada Zaman
Nabi, Lalu Beliau Tidak Melarangnya 645. Sahl (bin Sa'ad) r.a.
mengatakan bahwa seorang wanita berselendang tenun yang ada tepinya
datang kepada Rasulullah. (Lalu Sahl bertanya kepada orang banyak 7/82),
"Apakah kalian mengetahui selendang itu?" Mereka menjawab, "Kain
belud." Sahl menimpali, "Ya." Wanita itu berkata, "(Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku 7/40) menenun kain itu dengan tanganku, aku datang
untuk mengenakannya kepada engkau." Nabi saw mengambilnya sebagai orang
yang membutuhkannya, (lalu beliau mengenakannya). Kemudian beliau keluar
kepada kami dan selendang itu dipakainya sebagai sarung. Lalu, si Fulan
(dari kalangan sahabat) memandangnya baik-baik (tertarik kepadanya)
seraya berkata, "Wahai Rasulullah, kenakanlah kepadaku, alangkah
indahnya." (Nabi menjawab, "Ya." Lalu beliau duduk di majelis sekehendak
Allah. Kemudian beliau kembali, lantas melipatnya. Sesudahnya beliau
mengirimkan kain itu kepada orang tersebut. Maka 3/14) ketika Nabi telah
pergi, orang itu dicela oleh sahabat-sahabatnya dengan berkata
kepadanya, "Kamu tidak berbuat baik. Nabi mengenakannya karena
membutuhkan, kemudian kamu memintanya. Padahal, kamu mengetahui bahwa
beliau tidak pernah menolak permintaan." Lelaki itu berkata, "Demi
Allah, sesungguhnya aku tidak memintanya untuk aku pakai. Tetapi, aku
minta kepada beliau untuk menjadi kafanku." (Dan dalam satu riwayat:
"Aku mengharapkan berkahnya ketika dipakai oleh Nabi, mudah-mudahan aku
nanti dikafani dengan kain itu pada waktu aku meninggal dunia.") Sahl
berkata, "Maka, selimut (selendang) itu menjadi kafannya."
Bab Ke-29:
Kaum Wanita Mengikuti Jenazah (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ummu Athiyah yang tertera
pada nomor 176 di muka.")
Bab Ke-30:
Berkabungnya Wanita terhadap Orang yang Bukan Suaminya
Bab Ke-31:
Ziarah Kubur (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Anas yang tercantum pada
'93-AL-AHKAM/10-BAB'.")
Bab Ke-32:
Sabda Nabi, "Mayat Itu Disiksa Sebab Ditangisi Keluarganya," Bila
Ratap Tangis Itu Atas Anjurannya, Mengingat Firman Allah, "Peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka." Nabi saw bersabda,
"Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai
pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya."[18] Kalau ratapan itu
bukan atas anjuran si mayat (sewaktu hidup), maka hal itu menjadi
tanggung jawab si pelaku sendiri, sebagaimana dikatakan oleh Aisyah r.a.
mengutip firman Allah, "Seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain."(Fathiir: 18)[19] Dan, seperti firman-Nya, "Jika seseorang
yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosa itu,
tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun." (Fathiir: 18) Tentang
kemurahan untuk menangis kalau bukan ratapan, Nabi saw bersabda, "Tidak
ada seseorang yang dibunuh secara aniaya melainkan anak Adam yang
pertama juga turut menanggung dosanya. Pasalnya, dialah orang yang
pertama kali melakukan pembunuhan."[20] 646. Usamah bin Zaid berkata,
"Putri Nabi mengirimkan utusan kepada beliau. (Dalam satu riwayat: Aku
berada di sisi Nabi, tiba-tiba datang utusan salah seorang putri beliau
7/211 dengan membawa pesan) bahwa anaknya meninggal (dalam satu riwayat:
menghembuskan napas yang penghabisan 7/211, dan dalam riwayat lain:
sampai ajalnya 8/176), maka datanglah kepadanya. Maka, beliau
mengirimkan utusan untuk menyampaikan salam dan pesan, "Sesungguhnya
bagi Allah apa yang diambil-Nya dan bagi-Nya apa yang diberikan-Nya.
Segala sesuatu di sisi-Nya dengan waktu yang tertentu, maka (suruhlah ia
8/165) bersabar dan mengharapkan pahala." Kemudian ia mengutus kepada
beliau seraya bersumpah agar beliau mendatanginya. Lalu, Nabi saw
berdiri bersama Sa'd bin Ubadah, Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid
bin Tsabit, (Ubadah bin Shamit), dan beberapa orang lagi. Lalu dibawalah
anak itu kepada Nabi (kemudian beliau dudukkan dia dipangkuan beliau
7/223), sedang napasnya tersengal-sengal seolah-olah girbah 'tempat air'
dari kain usang yang kering, lalu kedua mata beliau berlinang. Sa'ad
berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apakah ini?" Beliau bersabda,
"Ini adalah kasih sayang yang dijadikan oleh Allah dalam hati
hamba-hamba Nya (yang dikehendaki-Nya), dan Allah hanya menyayangi
hamba-hamba-Nya yang penyayang." 647. Anas bin Malik r.a. berkata,
"Kami menyaksikan putri Rasulullah. Ia berkata, 'Rasulullah duduk di
atas kubur. Lalu aku melihat kedua mata beliau berlinang. Beliau
bersabda, 'Apakah di antara kalian ada orang yang tidak mencampuri[21]
istrinya tadi malam? Abu Thalhah berkata, 'Aku.' Beliau bersabda,
'Turunlah (ke dalam kuburnya 2/93).' Kemudian ia turun di kuburnya,
lantas menguburnya.'" Ibnul Mubarak berkata, "Fulaih berkata, 'Aku
menganggapnya, yakni dosa.' Abu Abdillah (Imam Bukhari) berkata, "Kata
liyaqtarifuu berarti hendaklah mereka berusaha." 648. Abdullah bin
Ubaidillah bin Abu Mulaikah berkata, "Putri Utsman bin Affan meninggal
dunia di Mekah dan kami datang hendak menghadirinya. Di sini datang pula
Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas. Aku sendiri duduk di antara
kedua orang itu atau aku duduk mendekati salah seorang dari keduanya.
Kemudian ada orang lain yang baru datang dan langsung duduk di dekatku.
Abdullah bin Umar berkata kepada Amr bin Utsman, 'Mengapa engkau tidak
melarang menangis? Sebab, Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya mayat itu
disiksa karena tangisan keluarganya atasnya.' Ibnu Abbas r.a. berkata,
'Umar memang pernah mengatakan sebagian dari hadits itu.' Ibnu Abbas
berkata, 'Aku pernah keluar untuk bepergian bersama Umar dari Mekah.
Setelah kami berada di Baida' tampaklah di situ sebuah kafilah dengan
beberapa ekor unta yang sedang bepergian dan jumlahnya lebih dari
sepuluh ekor. Mereka sedang beristirahat di bawah pohon berduri. Umar
berkata, 'Pergilah, perhatikanlah siapa rombongan itu.' Kemudian aku
perhatikan, ternyata Shuhaib sebagai pemimpin mereka. Lalu saya
memberitahukan kepada Umar, lalu dia berkata, 'Panggillah dia supaya
datang kepadaku.' Kemudian aku kembali kepada Shuhaib dan aku berkata
kepadanya, 'Pergilah menemui Amirul Mu'minin.' Ketika Umar terkena
musibah (tusukan pisau yang menyebabkan kematiannya), Shuhaib datang
sambil menangis dan berkata, 'Aduhai saudaraku, aduhai sahabatku!'
Mendengar tangis Shuhaib itu, Umar berkata, 'Wahai Shuhaib, apakah
engkau menangisiku, sedangkan Rasulullah telah bersabda, 'Sesungguhnya
mayat itu disiksa karena sebagian tangisan keluarganya (dan dalam satu
riwayat: tangisan orang yang hidup 2/82) atasnya (dan dalam riwayat
lain: di dalam kuburnya, karena diratapi).' Ibnu Abbas berkata, 'Pada
waktu Umar sudah wafat, aku menyebutkan hal itu kepada Aisyah r.a., lalu
ia berkata, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Umar. Demi Allah,
Rasulullah tidak mensabdakan bahwa Allah menyiksa orang-orang mukmin
karena ditangisi keluarganya. Akan tetapi, beliau bersabda,
'Sesungguhnya orang kafir itu semakin bertambah siksanya karena
ditangisi keluarganya.' Cukup bagimu Al-Qur'an (surah al-Fathiir ayat
18) yang mengatakan, 'Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain.'" Ketika terjadi hal tersebut, maka Ibnu Abbas berkata,
"Allah itulah yang membuat orang tertawa dan menangis." Ibnu Abi
Mulaikah berkata, "Demi Allah, Abdullah bin Umar tidak mengatakan
sesuatu pun." 649. Aisyah r.a., istri Nabi saw., berkata, "Nabi
melewati seorang wanita Yahudi yang ditangisi oleh keluarganya. Lalu,
beliau bersabda, 'Sesungguhnya mereka menangisinya, dan sesungguhnya ia
sedang disiksa di dalam kuburnya.'" 650. Abu Burdah dari Ayahnya,
berkata, "Ketika Umar terkena musibah, maka Shuhaib berkata, 'Aduhai
saudaraku!' Kemudian Umar berkata, 'Apakah engkau tidak mengetahui bahwa
Nabi bersabda, 'Sesungguhnya mayat itu di siksa karena ditangisi orang
yang hidup.'"
Bab Ke-33:
Tidak Disukai Meratapi Mayat Umar r.a. berkata, "Biarkanlah mereka
menangisi Abu Sulaiman,[22] asalkan tidak menaburkan tanah di atas
kepala dan tidak berteriak-teriak."[23] 651. Al-Mughirah berkata,
"Aku mendengar Nabi bersabda, 'Sesungguhnya berdusta atasku tidaklah
seperti berdusta atas seseorang yang lain. Barangsiapa yang berdusta
atasku, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka.' Aku
(Mughirah) mendengar Nabi bersabda pula, 'Barangsiapa yang diratapi,
maka ia disiksa sebab diratapi itu.'"[24]
Bab Ke-34:
Bukan Termasuk Golongan Kaum Muslimin Orang yang Merobek-robek
Pakaian (Ketika Ditinggal Mati Seseorang) 652. Abdullah (bin Mas'ud)
r.a. mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Bukan dari golongan kami orang
yang menampar-nampar (dalam satu riwayat: memukul-mukul 2/83) pipi,
merobek leher baju, dan berseru dengan seruan jahiliah."
Bab Ke-35:
Nabi Bersedih atas Kematian Sa'ad bin Khaulah 653. Sa'ad bin Abi
Khaulah r.a. berkata, "Rasulullah menjengukku pada tahun Haji Wada'
(ketika aku di Mekah 3/186) karena sakit keras yang menimpaku (apakah
aku akan sembuh darinya menghadapi kematian 4/267). (Dan dia tidak suka
meninggal dunia di negeri yang dia tinggalkan hijrah). Aku berkata,
'Sesungguhnya sakitku telah parah seperti apa yang engkau lihat, dan aku
mempunyai harta, padahal yang mewarisi aku hanyalah seorang anak
wanita. Apakah boleh aku mewasiatkan seluruh hartaku?' Nabi menjawab,
'Tidak.' Aku berkata (6/189), 'Apakah boleh aku sedekahkan dua pertiga
hartaku? (dan aku tinggalkan sepertiganya? (7/6) Beliau bersabda,
'Jangan.' Aku bertanya, 'Separo (dan aku tinggalkan separonya)?' Beliau
menjawab, 'Jangan.' Aku bertanya, 'Apakah boleh aku wasiatkan sepertiga
dan aku tinggalkan dua pertiga untuknya?' Beliau bersabda, 'Sepertiga,
dan sepertiga itu besar atau banyak. Karena engkau meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan kaya itu adalah lebih baik daripada engkau
meninggalkan mereka dalam keadaan fakir, minta-minta kepada orang-orang.
Sesungguhnya engkau tidak menafkahkan suatu nafkah dengan mengharapkan
ridha Allah melainkan engkau pasti diberi pahala, (dalam satu riwayat:
maka yang demikian itu menjadi sedekah bagimu), hingga apa yang engkau
letakkan di dalam mulut istrimu.' Kemudian beliau meletakkan tangan
beliau ke wajah beliau, lalu mengusapkan tangan beliau ke wajah dan
tanganku, seraya berkata, 'Ya Allah, sembuhkanlah Sa'ad, dan
sempurnakanlah hijrahnya.' Maka, aku senantiasa merasakan dinginnya
tangan beliau di dadaku hingga sekarang. Aku berkata, 'Wahai Rasulullah,
aku ketinggalan oleh teman-temanku?' (Dan dalam satu riwayat:
'doakanlah agar Allah tidak mengembalikanku ke belakang lagi.' 3/187).
Beliau bersabda, 'Sesungguhnya engkau tidak ketinggalan. Karena tidaklah
engkau melakukan suatu amal saleh (dengan mengharapkan ridha Allah)
kecuali engkau bertambah derajat dan ketinggianmu. Kemudian
mudah-mudahan engkau tidak akan tertinggal (meninggal di Mekah) sehingga
orang-orang itu mendapat manfaat denganmu dan orang-orang lain mendapat
mudharat. Ya Allah, lestarikanlah hijrah sahabat-sahabatku dan
janganlah Engkau kembalikan mereka ke belakang (jangan Engkau jadikan
murtad - penj.).'" Akan tetapi, orang yang merana adalah Sa'ad bin
Khaulah yang diratapi oleh Rasulullah karena meninggal di Mekah. (Sa'ad
berkata 7/160),[25] "Rasulullah bersedih atas kematiannya di Mekah."
(Sufyan berkata, "Sa'ad bin Khaulah adalah seorang lelaki dari bani Amir
bin Luai." 8/6)
. Bab Ke-36:
Larangan Mencukur Rambut Kepala Ketika Mendapat Musibah Abu Burdah
bin Abi Musa berkata, "Abu Musa sakit keras, lalu ia pingsan. Kepalanya
di pangkuan seorang wanita keluarganya, maka ia tidak dapat menolak
sesuatu pun tehadap wanita itu. Ketika telah sadar, ia berkata, 'Aku
berlepas diri dari orang yang Rasulullah berlepas diri darinya.
Sesungguhnya Rasulullah berlepas diri dari orang yang berteriak-teriak
ketika tertimpa musibah, orang yang mencukur rambutnya ketika tertimpa
musibah, dan orang yang merobek-robek pakaiannya ketika tertimpa
musibah.'"[26]
Bab Ke-37:
Tidak Termasuk Golongan Kami Orang yang Menampar-nampar Pipinya
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Ibnu Mas'ud yang tercantum pada nomor 652 di muka.")
Bab Ke-38:
Larangan Mengatakan, "Celaka!" Dan Berseru dengan Seruan Jahiliah
Ketika Mendapat Musibah (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Mas'ud di muka.")
Bab Ke-39:
Orang yang Duduk Ketika Mendapatkan Musibah dan Tampak Adanya Kesedihan di Wajahnya
Bab Ke-40:
Orang yang Tidak Menampakkan Kesedihan Ketika Mendapatkan Musibah
Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi berkata, "Keluh kesah adalah perkataan
yang buruk dan persangkaan yang buruk." Nabi Ya'qub a.s. berkata,
"Sesungguhnya aku hanya mengadukan kesusahan dan kesedihan hatiku kepada
Allah." (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya hadits Anas yang tercantum pada '71-AL-AQIQAH/1-BAB'.")
Bab Ke-41:
Kesabaran Itu Hanyalah pada Awal Kejadian Umar berkata, "Alangkah
baiknya memperoleh separo beban pada dua sisi lambung binatang
tunggangan. Alangkah baiknya apa yang ada di antara beban dua lambung
itu, yaitu, 'Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun' 'Sesungguhnya
kami kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Nya.'
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari
Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."
(al-Baqarah: 156-157). Juga firman-Nya, "Jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyu." (al-Baqarah: 45)
Bab Ke-42:
Sabda Nabi, "Sesungguhnya Kami Bersedih karena Berpisah denganmu."
Ibnu Umar mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Air mata mengalir, dan
hati pun bersedih."[27] 654. Anas bin Malik r.a. berkata, "Kami masuk
bersama Nabi pada Abu Saif al-Qain (si pandai besi), suami wanita yang
menyusui Ibrahim. Lalu, Rasulullah mengambil Ibrahim dan menciumnya.
Sesudah itu kami masuk kepadanya dan Ibrahim mengembuskan napas yang
penghabisan. Maka, air mata Rasulullah mengucur. Lalu Abdurrahman bin
Auf berkata kepada beliau, 'Engkau (menangis) wahai Rasulullah?' Beliau
bersabda, 'Wahai putra Auf, sesungguhnya air mata itu kasih sayang.'
Kemudian air mata beliau terus mengucur. Lalu beliau bersabda,
'Sesungguhnya air mata mengalir, dan hati pun bersedih. Namun, kami
hanya mengucapkan perkataan yang diridhai oleh Tuhan kami. Sungguh kami
bersedih karena berpisah denganmu wahai Ibrahim.'"
Bab Ke-43:
Menangis di Dekat Orang Sakit 655. Abdullah bin Umar r.a. berkata,
"Sa'ad bin Ubadah mengeluhkan sakitnya. Lalu Nabi datang menjenguknya
bersama Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin
Mas'ud. Ketika beliau masuk kepadanya, ia sedang dikerumuni keluarganya.
Nabi bertanya, 'Sudah meninggal?' Mereka menjawab, 'Belum wahai
Rasulullah.' Lalu Nabi menangis. Ketika orang-orang melihat beliau
menangis, mereka pun menangis pula. Beliau bersabda, 'Tidakkah kalian
mendengar bahwa Allah tidak menyiksa karena air mata dan hati yang
sedih, tetapi Allah menyiksa atau mengasihani karena ini.' Seraya
menunjuk ke lidah beliau, 'Sesungguhnya mayat itu disiksa karena tangis
keluarganya atas mayit itu.' Umar biasa memukul orang yang menangisi
mayat dengan tongkat, melemparnya dengan batu, dan menaburkan debu
padanya."
Bab Ke-44:
Larangan Berteriak-teriak, Menangis, dan Boleh Membentak Orang yang
Berbuat Begitu 656. Aisyah r.a. berkata, "Ketika berita terbunuhnya
Zaid bin Haritsah, Ja'far (bin Abu Thalib 5/87), dan Abdullah Ibnu
Rawahah sampai kepada Nabi, beliau duduk dengan tampak susah, dan aku
melihat dari balik pintu. Lalu, datanglah seorang laki-laki seraya
mengatakan, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri Ja'far meratapi
kematian suaminya. Lalu, beliau menyuruh untuk melarang mereka, maka
laki-laki itu pergi. Kemudian datanglah ia (untuk kedua kalinya) seraya
berkata, 'Aku telah melarang tetapi mereka tidak menaatinya.' Beliau
menyuruhnya lagi untuk melarangnya. Kemudian lelaki itu pergi (untuk
melarangnya). Lalu, ia datang lagi (untuk ketiga kalinya) seraya
berkata, 'Demi Allah, mereka mengalahkanku atau mengalahkan
kami-keraguan ini dari Muhammad bin Abdullah bin Hausyab-wahai
Rasulullah.' Maka, aku menduga bahwa beliau bersabda, 'Taburkanlah debu
ke dalam mulut mereka.' Aku berkata, 'Kepastian Allah atas kamu. Demi
Allah, engkau tidak mengerjakan apa yang diperintahkan Rasulullah
kepadamu, dan engkau tidak berusaha menghilangkan kesedihan
Rasulullah.'"
Bab Ke-45:
Berdiri untuk Menghormati Jenazah (Aku berkata, "Dalam bab ini
Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Amir bin Rabi'ah pada
bab berikut.")
Bab Ke-46:
Kapankah Seseorang Itu Duduk Jika Telah Berdiri untuk Menghormati
Jenazah 657. Amir bin Rabi'ah r.a mengatakan bahwa Nabi saw bersabda,
"Apabila salah seorang di antaramu melihat jenazah, jika dia tidak
berjalan bersamanya, maka berdirilah sehingga membelakanginya atau
jenazah itu mendahului dia, atau hingga jenazah itu diletakkan sebelum
mendahului dia." 658. Abu Sa'id al-Maqburi berkata, "Kami bersama-sama
mengantarkan jenazah seseorang, lalu Abu Hurairah memegang tangan
Marwan. Kemudian mereka duduk sebelum jenazah diletakkan. Lalu Abu Sa'id
datang, dan memegang tangan Marwan seraya berkata, 'Berdirilah. Demi
Allah bahwa orang ini telah mengetahui bahwa Nabi melarang hal itu.'"
(Dan dari jalan lain disebutkan: Beliau bersabda, "Apabila kamu melihat
jenazah, maka berdirilah. Barangsiapa yang mengantarkannya, maka
janganlah ia duduk sebelum jenazah itu diletakkan." 2/87). Lalu Abu
Hurairah berkata, "Dia benar."
Bab Ke-47:
Orang yang Mengantarkan Jenazah Jangan Duduk Sebelum Jenazah
Diletakkan dari Bahu Para Pemikulnya. Jika Ada Yang Duduk Supaya
Diperintahkan Berdiri (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Abu Sa'id yang tercantum sebelumnya
pada riwayat lain.")
Bab Ke-48: Orang yang Berdiri karena Jenazah Orang Yahudi 659.
Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Suatu jenazah melewati kami, lalu Nabi
berdiri karenanya, dan kami pun berdiri. Kami bertanya, 'Wahai
Rasulullah, jenazah itu adalah jenazah orang Yahudi.' Beliau bersabda,
'Jika kamu melihat jenazah, maka berdirilah!'"[28] 660. Abdur Rahman
bin Abu Laila berkata, "Ketika Sahal bin Hunaif dan Qais bin Sa'ad
sedang duduk-duduk di Qadisiyah, tiba-tiba lewat di hadapan mereka suatu
jenazah. Lalu keduanya berdiri. Setelah itu dikatakan orang kepada
mereka bahwa jenazah itu adalah jenazah dzimmi (bukan orang Islam).
Mereka menjawab, 'Sesungguhnya (dalam satu riwayat: Abdur Rahman
berkata, 'Aku bersama Qais dan Sahl r.a., lalu keduanya berkata, 'Kami
bersama Nabi[29]) pernah pula lewat sebuah jenazah di hadapan Nabi,
lantas beliau berdiri. Sesudah itu di katakan orang kepada beliau bahwa
jenazah itu adalah orang Yahudi. Maka, beliau bersabda, 'Bukankah ia
manusia juga?'" Ibnu Abi Laila berkata, "Abu Mas'ud dan Qais berdiri
untuk menghormati jenazah."[30]
Bab Ke-49:
Kaum Lelaki yang Membawa Jenazah, Bukan Kaum Wanita 661. Abu Sa'id
al-Khudri r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila jenazah
diletakkan dan orang-orang mengangkatnya di atas pundak mereka, jika
jenazah itu baik, maka ia berkata, 'Cepatkanlah aku, (cepatkanlah aku,
2/103).' Dan, jika jenazah itu tidak baik, maka ia berkata kepada
keluarganya, 'Wahai celakanya,[31] hendak ke manakah kalian pergi
membawaku?' Segala sesuatu mendengarnya kecuali manusia. Seandainya
manusia mendengarnya, niscaya ia pingsan."
Bab Ke-50:
Mempercepat dalam Membawa Jenazah Anas r.a. berkata, "Jika kalian
mengantarkan jenazah, maka berjalanlah di depannya, di belakangnya, di
sebelah kanannya, dan di sebelah kirinya."[32] Dan yang lain berkata,
"Dekat dengannya."[33] 662. Abu Hurairah r.a. mengatakan Nabi saw
bersabda, "Segerakanlah mengantarkan jenazah. Jika jenazah itu baik,
maka itu adalah kebaikan yang kamu ajukan (segerakan) kepadanya. Jika
jenazah itu tidak demikian (tidak baik), maka itu adalah keburukan yang
kalian lepaskan dari pundak-pundak kalian."
Bab Ke-51:
Ucapan Mayat Sewaktu Berada di Keranda Mayat, "Cepatkanlah Aku!"
(Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Abu Sa'id yang baru disebutkan di atas.")
Bab Ke-52:
Orang yang Membuat Shaf Dua atau Tiga Shaf dalam Shalat Jenazah di
Belakang Imam (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan
dengan isnadnya bagian dari hadits Jabir yang akan disebutkan di bawah
ini.")
Bab Ke-53:
Shaf-Shaf dalam Shalat Jenazah 663. Jabir bin Abdullah r.a.
berkata, "Nabi bersabda, 'Telah meninggal dunia hari ini seorang
laki-laki yang saleh, bangsa Habasyah. Karena itu, marilah kita
shalatkan ia.' (Dalam satu riwayat: 'Maka, lakukanlah shalat atas
saudara mu, Ashhamah.') Jabir berkata, "Lalu kami berbaris (di belakang
beliau 4/ 246), lantas Nabi menshalatinya dan kami berbaris menjadi
beberapa baris. Maka, aku berada pada baris kedua atau ketiga. Kemudian
beliau bertakbir empat kali."
Bab Ke-54:
Shaf Anak Anak Lelaki Bersama dengan Orang-orang Lelaki di Dalam
Shalat Jenazah 664. Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa Rasulullah lewat
dekat sebuah kuburan yang baru semalam dikuburkan, (dan beliau bertanya
tentang orang itu, "Siapakah ini?" Mereka menjawab, "Fulan." 2/93).
Lalu beliau bertanya lagi, "Kapan mayit ini dikuburkan?" Mereka
menjawab, "(Dikuburkan 2/90) tadi malam." Nabi bertanya, "Mengapa kalian
tidak memberitahukan kepadaku?" Mereka menjawab, "Kami kuburkan ia
tengah malam yang sangat gelap. Karena itu, kami tidak mau membangunkan
engkau." Nabi berdiri, dan kami berbaris di belakang beliau untuk
shalat." Ibnu Abbas berkata, "Aku ketika itu berada di antara mereka,
lalu beliau menshalatinya, (dan bertakbir empat kali)."
Bab Ke-55:
Sunnahnya[34] Shalat Pada Jenazah Nabi saw bersabda, "Barangsiapa
yang shalat atas jenazah."[35] Beliau bersabda, "Shalatlah atas
jenazah sahabatmu."[36] Dan, beliau bersabda pula, "Shalatlah atas
jenazah Najasyi."[37] Beliau menamakan semua ini dengan "shalat',
padahal di dalam shalat jenazah ini tidak terdapat ruku, sujud, dan
perkataan-perkataan. Di dalam shalat jenazah ini terdapat takbir dan
salam. Ibnu Umar tidak mengerjakan shalat jenazah melainkan dengan
bersuci terlebih dahulu.[38] Ia tidak mau mengerjakan shalat tepat pada
waktu matahari terbit dan terbenam.[39] Ia mengangkat kedua
tangannya.[40] Al-Hasan berkata, "Aku dapati orang-orang, dan yang
lebih berhak terhadap jenazah mereka ialah orang-orang yang merelakan
mereka terhadap kewajiban-kewajiban mereka." Apabila al-Hasan berhadats
pada waktu (hendak) shalat Id atau shalat jenazah, dia meminta air,
tidak bertayamum. Jika al-Hasan baru sampai ke tempat jenazah ketika
orang-orang sedang menshalatinya, maka dia mengikuti shalat mereka
dengan bertakbir.[41] Ibnul Musayyab berkata, "Hendaklah orang
bertakbir empat kali dalam shalat jenazah, baik pada waktu malam maupun
siang, ketika dalam bepergian maupun ketika di rumah."[42] Anas r.a.
berkata,[43] "Takbir kesatu adalah sebagai pembukaan shalat." Dia
berkata lagi, "Janganlah sekali-kali kamu shalat atas seseorang dari
mereka (orang munafik) yang meninggal dunia." Dalam shalat jenazah ini
terdapat shaf-shaf dan imam.
Bab Ke-56:
Keutamaan Mengantar Jenazah Zaid bin Tsabit r.a. berkata, "Apabila
Anda telah melaksanakan shalat (jenazah), maka Anda telah menunaikan
kewajiban Anda."[44] Humaid bin Hilal berkata, "Kami tidak melihat
adanya izin untuk tidak mengurusi jenazah. Tetapi, barangsiapa yang
telah menunaikan shalat (jenazah), kemudian ia pulang, maka ia mendapat
(pahala) satu qirath."[45] 665. Nafi' berkata, "Diceritakan kepada
Ibnu Umar bahwa Abu Hurairah berkata, 'Barangsiapa yang mengiringkan
jenazah, maka ia mendapatkan satu qirath.' Ibnu Umar berkata, 'Abu
Hurairah terlalu banyak mengatakannya kepada kami.' Lalu Aisyah
membenarkan Abu Hurairah seraya berkata, 'Aku mendengar Rasulullah
bersabda begitu.' Kemudian Ibnu Umar berkata, 'Sungguh kami telah
mengabaikan banyak qirath.'"
Bab Ke-57:
Orang yang Menantikan Jenazah Sehingga Dikebumikan 666. Abu Sa'id
al-Maqburi mengatakan bahwa dia bertanya kepada Abu Hurairah r.a., lalu
Abu Hurairah berkata, "Aku mendengar Nabi bersabda, 'Barangsiapa yang
menyaksikan (menghadiri/melayat) jenazah seseorang hingga menshalatinya,
maka baginya pahala satu qirath. Barangsiapa yang melayatnya lalu
menshalatinya sampai dikebumikan, maka ia mendapatkan dua qirath.'
Kemudian ditanyakan kepada beliau, 'Berapakah besarnya dua qirath itu?'
Beliau menjawab, 'Seperti dua gunung yang besar-besar.'"
Bab Ke-58:
Shalatnya Anak Anak Bersama Orang Banyak terhadap Jenazah (Aku
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Ibnu Abbas yang tertera pada nomor 664 di muka.")
Bab Ke-59: Mengerjakan Shalat Jenazah di Mushalla dan Masjid
Bab Ke-60:
Dimakruhkan Membuat Masjid di Atas Kuburan Ketika al-Hasan bin
al-Hasan bin Ali meninggal dunia, istrinya membuat kubah di atas
kuburnya selama satu tahun, kemudian dibongkar. Lalu, mereka mendengar
seseorang berteriak, "Apakah mereka tidak menjumpai apa yang hilang
itu?" Kemudian ada orang lain yang menjawab, "Bahkan mereka sudah putus
asa, kemudian kembali."[46] 667. Aisyah r.a. mengatakan bahwa dalam
keadaan sakit yang membawa kepada kematian, Nabi saw bersabda, "Allah
mengutuk orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan
nabi-nabi mereka sebagai masjid." Aisyah berkata, "Seandainya tidak
karena sabda itu, niscaya mereka menampakkan kuburan beliau. Hanya saja
aku khawatir (dalam satu riwayat: beliau khawatir atau dikhawatirkan
2/106) kuburan itu dijadikan masjid." Hilal berkata, "Urwah
ibnuz-Zubair pernah menyindirku, padahal ia tidak dilahirkan
untukku."[47]
Bab Ke-61:
Menshalati Jenazah Wanita yang Meninggal karena Nifas (Aku
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Samurah bin Jundub yang tercantum pada nomor 184 di muka.")
Bab Ke-62:
Di Mana Seseorang Berdiri Ketika Menshalati Jenazah Wanita dan
Jenazah Lelaki (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan
dengan isnadnya hadits Samurah bin Jundub di muka.")
Bab Ke-63: Takbir Shalat Jenazah Itu Empat Kali Humaid berkata,
"Anas shalat (jenazah) mengimami kami, lalu ia bertakbir tiga kali,
kemudian salam. Maka, ditanyakanlah hal itu kepadanya. Lalu, ia
menghadap kiblat, kemudian bertakbir yang keempat, dan salam."[48]
Bab Ke-64: Membaca al-Faatihah Ketika Shalat Jenazah Al-Hasan
berkata, "Hendaklah orang yang menshalati jenazah anak kecil membaca
al-Faatihah, dan membaca, 'Ya Allah, jadikanlah ia sebagai pendahuluan
(penjemput), tabungan, dan pahala bagi kami.'"[49] 668. Thalhah bin
Abdullah bin Auf berkata, "Aku shalat di belakang Ibnu Abbas atas suatu
jenazah, lalu dia membaca al-Faatihah.[50] Dia berkata, 'Agar mereka
mengetahui bahwa itu adalah sunnah (jalan syara).'"
Bab Ke-65: Shalat Jenazah di Kuburan Sesudah Mayat Dikebumikan
Bab Ke-66:
Mayat Dapat Mendengar Suara Sandal Para Pengantarnya 669. Anas
r.a. mengatakan Nabi saw. bersabda, "(Sesungguhnya 2/102) manusia
apabila diletakkan di dalam kuburnya, setelah teman-temannya berpaling
dan pergi darinya[51] sehingga ia mendengar ketukan bunyi sandal mereka,
lalu datanglah dua orang malaikat. Kemudian mereka mendudukkannya dan
bertanya kepadanya, 'Apakah yang kamu katakan dahulu ketika di dunia
tentang orang ini, Muhammad?' Adapun orang yang beriman menjawab, 'Aku
bersaksi bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah.' Lalu dikatakan
kepadanya, 'Lihatlah tempat dudukmu di neraka, Allah telah
menggantikannya untukmu dengan tempat duduk di surga.' Lalu ia melihat
keduanya (surga dan neraka). (Qatadah berkata, 'Dan diterangkan kepada
kami bahwa orang itu dilapangkan di dalam kuburnya.') Adapun orang kafir
atau munafik maka ditanyakan kepadanya, 'Apa yang engkau katakan
mengenai Muhammad ini?' Ia menjawab, 'Aku tidak tahu. Aku dulu
mengatakan apa yang dikatakan oleh orang-orang.' Maka, dikatakan
kepadanya, 'Kamu tidak tahu dan tidak mau membaca.' Kemudian ia dipukul
dengan palu dari besi di antara kedua telinganya. Lalu, ia berteriak
sekeras-kerasnya yang didengar oleh apa yang didekatnya selain jin dan
manusia."
Bab Ke-67:
Orang yang Ingin Dimakamkan di Bumi yang Disucikan (Mekah, Madinah,
Baitul Maqdis) atau yang Semacamnya 670. Abu Hurairah r.a. mengatakan
bahwa Nabi saw. bersabda, "Malaikat pencabut nyawa diutus kepada Musa
as.. Ketika malaikat itu sampai kepada Musa, maka Musa memukulnya dengan
keras.[52] Lalu, malaikat itu kembali menghadap Tuhan dan berkata,
'Engkau mengutusku kepada hamba yang tidak menginginkan kematian.'
Kemudian Allah mengembalikannya seraya berfirman, 'Kembalilah dan
katakan kepadanya agar ia meletakkan tangannya di punggung sapi jantan.
Maka, baginya satu tahun pada setiap bulu yang tertutup oleh tangannya.'
Musa bertanya, 'Wahai Tuhan, kemudian apa?' Allah berfirman, 'Kemudian
meninggal dunia.' Musa berkata, 'Sekarang?' Lalu dia memohon kepada
Allah ta'ala untuk mendekatkannya dari tanah suci sejauh sepelemparan
batu. Seandainya aku (Rasulullah) di sana, niscaya aku tunjukkan
kuburannya, di samping jalan pada (dan dalam satu riwayat: di bawah)
onggokan pasir merah."
Bab Ke-68:
Memakamkan Jenazah pada Malam Hari Abu Bakar r.a. dimakamkan pada malam hari.[53]
Bab Ke-69:
Mendirikan Masjid di Atas Kubur 671. Aisyah r.a. berkata, "Ketika
Nabi sakit (yakni yang menyebabkan kematian beliau), ada sebagian di
antara istri beliau menyebut-nyebut perihal gereja yang pernah mereka
lihat di negeri Habasyah yang diberi nama gereja Mariyah. Ummu Salamah
dan Ummu Habibah pernah datang ke negeri Habasyah. Kemudian mereka
menceritakan keindahannya dan beberapa lukisan (patung) yang ada di
gereja itu. Setelah mendengar uraian itu, beliau mengangkat kepalanya,
lalu bersabda, "(Sesungguhnya 4/245) mereka itu, jika ada orang yang
saleh di antara mereka meninggal dunia, mereka mendirikan masjid (tempat
ibadah) di atas kuburnya. Lalu, mereka membuat berbagai lukisan dalam
masjid itu. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah (pada
hari kiamat)."[54]
Bab Ke-70:
Orang yang Masuk ke Dalam Kubur Wanita (Aku berkata, "Dalam bab
ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Anas yang tertera
pada nomor 647.")
Bab Ke-71:
Shalat atas Orang yang Mati Syahid 672. Jabir bin Abdullah r.a.
berkata, "Rasulullah mengumpulkan antara dua orang laki-laki yang
terbunuh dalam Perang Uhud dalam satu helai kain. Kemudian beliau
bersabda, 'Siapakah yang lebih banyak mengambil (hafal) Al-Qur'an?'
Ketika ditunjukkan kepada salah satunya, maka beliau mendahulukannya ke
dalam liang kubur (sebelum yang satunya. Jabir berkata, 'Maka, ayah dan
paman dikafani dengan selembar kain bergaris' 2/94) dan beliau bersabda,
'Aku akan menjadi saksi bagi mereka pada hari kiamat nanti.' Beliau
menyuruh untuk menguburkan mereka dengan darah mereka tanpa dimandikan
(Dan dalam satu riwayat, kuburkanlah mereka dengan darah mereka.' Beliau
tidak memandikan mereka) dan tidak pula mereka dishalati." 673. Uqbah
bin Amir mengatakan bahwa Nabi saw pada suatu hari keluar. Lalu, beliau
menshalati orang-orang yang gugur pada Perang Uhud seperti shalat
beliau atas mayat biasa (setelah delapan tahun, seperti orang yang
sedang berpamitan kepada orang-orang yang hidup dan orang-orang yang
sudah meninggal 5/29). Kemudian beliau pergi (dan dalam satu riwayat:
naik) ke mimbar dan bersabda, "Sesungguhnya aku adalah orang yang
terdepan di antaramu dan aku menjadi saksi atasmu, (dan yang dijanjikan
untukmu adalah telaga). Demi Allah, sungguh aku melihat telagaku
sekarang dari tempatku ini. Sungguh aku diberi kunci perbendaharaan bumi
atau kunci-kunci bumi. Demi Allah, sesungguhnya aku tidak
mengkhawatirkan kamu akan menyekutukan Allah sesudahku nanti. Tetapi,
aku mengkhawatirkan kemewahan duniawi atas kamu di mana kamu akan
berlomba-lomba terhadapnya." Uqbah berkata, "Maka, itu adalah
pemandangan terakhir yang melihat Rasulullah."
Bab Ke-72:
Memakamkan Dua atau Tiga Orang dalam Satu Kubur (Aku berkata,
"Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari
hadits Jabir yang tercantum pada nomor 672 di muka.")
Bab Ke-73:
Orang yang Berpendapat bahwa Orang yang Mati Syahid Tidak Usah
Dimandikan (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan
dengan isnadnya bagian dari hadits Jabir di muka.")
Bab Ke-74:
Orang Yang Didahulukan Dimasukkan ke Liang Lahad Lubang itu
disebut lahd 'liang landak', karena ia berada di suatu sisi. Setiap
orang yang menyimpang disebut mulhid. Kata "multahadan" berarti ma'dilan
'hal menyimpang', dan kalau lurus disebut dharih 'kuburan'. (Aku
berkata, "Dalam bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits
Jabir tadi.")
Bab Ke-75:
Rumput Idzkhir dan Hasyisy dalam Kubur (Aku berkata, "Dalam bab ini
Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas
yang tersebut pada '28-JAZAAUL MUHSHAR / 9 - BAB'.") Abu Hurairah
r.a. mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda, "(Rumput-rumput itu) untuk
kubur-kubur kita dan rumah-rumah kita."[55] Shafiyah binti Syaibah
berkata, "Aku mendengar hal seperti itu dari Nabi."[56] Mujahid
berkata dari Atha' dari Ibnu Abbas r.a., "(Rumput itu) untuk tukang besi
dan rumah mereka."[57]
Bab Ke-76:
Apakah Boleh Mayat Dikeluarkan dari Kuburan Atau Lahadnya karena
Suatu Sebab? 674. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Rasulullah
mendatangi makam Abdullah bin Ubay sesudah dimasukkan ke dalam
lubangnya. Kemudian beliau menyuruh supaya diangkat sebentar dari
kuburnya, lalu dikeluarkanlah ia. Setelah itu beliau meletakkannya di
atas kedua lutut beliau dan meniupkan ludah beliau pada tubuh Abdullah
bin Ubay. Lalu Rasulullah mengenakan gamis beliau pada tubuh Abdullah
bin Ubay. Maka, Allahlah yang lebih mengetahui. Abdullah bin Ubay pernah
memberikan gamis kepada Abbas. Sufyan berkata, "Abu Hurairah[58]
berkata, 'Rasulullah memiliki dua buah gamis. Lalu, anak Abdullah bin
Ubay berkata, 'Wahai Rasulullah, kenakanlah gamismu yang menempel pada
kulit engkau itu kepada ayahku.'" Sufyan berkata, "Maka, orang-orang
mengetahui bahwa Nabi mengenakan gamisnya kepada Abdullah bin Ubay
sebagai balasan terhadapnya yang dahulu pernah memberikan gamis kepada
Abbas." 675. Jabir bin Abdullah r.a. berkata, "Ketika Perang Uhud
terjadi, aku dipanggil oleh ayahku pada waktu malam hari, kemudian dia
berkata, 'Aku tidak melihat diriku melainkan akan terbunuh dalam
peperangan ini, yaitu sebagai orang yang pertama-tama terbunuh di
kalangan sahabat-sahabat Nabi. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang dapat
kutinggalkan sepeninggalku nanti yang lebih mulia untukmu selain dari
Rasulullah. Karena aku mempunyai utang, maka lunasilah semua utangku dan
berwasiatlah yang baik-baik kepada saudara-saudara wanitamu.' Pada
keesokan harinya, ayahnya adalah orang yang pertama kali terbunuh.
Kemudian ia dimakamkan bersama orang lain dalam satu kubur. Setelah agak
lama berjalan, hatiku terasa tidak enak dan gelisah, karena ayahku
dimakamkan menjadi satu kubur dengan orang lain. Maka, mayat ayahku aku
keluarkan dari kuburnya sesudah dimakamkan selama enam bulan. Setelah
kukeluarkan, ternyata keadaan ayahku seperti pada hari sewaktu
kuletakkan di kubur dalam waktu sebentar saja, selain sedikit perubahan
pada telinganya (kemudian kutaruh dalam suatu kubur tersendiri)."
Bab Ke-77:
Liang Lahad dan Belahan Tanah dalam Kubur (Aku berkata, "Dalam bab
ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Jabir yang
tercantum pada nomor 672 di muka.")
Bab Ke-78:
Jika Seorang Anak Masuk Islam Lalu Meninggal Dunia, Apakah Dishalati
Jenazahnya? Apakah kepada Anak Perlu Ditawarkan untuk Masuk Islam ?
Al-Hasan, Syuraih, Ibrahim, dan Qatadah berkata, "Apabila salah satu
dari keduanya (ayah dan ibu), maka si anak mengikuti yang muslim."[59]
Ibnu Abbas r.a. bersama ibunya dari kalangan orang-orang lemah
(tertindas), dan tidak bersama ayahnya mengikuti agama kaumnya.[60] Ia
berkata, "Islam itu tinggi dan tidak dapat diungguli."[61] 676. Anas
r.a. berkata, "Ada seorang Yahudi melayani Nabi, kemudian ia jatuh
sakit. Maka, Nabi datang menjenguknya, duduk di dekat kepalanya seraya
bersabda kepadanya, 'Masuk Islamlah.' Lalu, ia melihat ayahnya yang ada
di sisinya. Ayahnya berkata kepadanya, 'Taatilah Abul Qasim saw.' Lalu
ia masuk Islam, kemudian Nabi keluar seraya mengucapkan, 'Segala puji
bagi Allah yang telah menyelamatkan ia dari neraka.'" 677. Ibnu Abbas
berkata, "Aku dan ibuku itu termasuk golongan yang lemah. Aku adalah
dari golongan anak-anak dan ibuku dari golongan kaum wanita." 678.
Ibnu Syihab berkata, "Setiap anak yang dilahirkan lalu meninggal dunia,
maka harus dishalati, sekalipun ia belum tampak berperilaku lurus.[62]
Karena anak itu sewaktu dilahirkan atas dasar fitrah Islam. Hal ini bisa
terjadi karena kedua orang tuanya beragama Islam atau ayahnya saja,
sekalipun ibunya tidak beragama Islam. Apabila si anak dilahirkan dalam
keadaan bergerak-gerak dan bersuara (lalu meninggal dunia), maka ia
harus dishalati. Jika tidak tampak gerakannya dan tidak terdengar
suaranya, maka tidak perlu dishalati, karena anak itu termasuk gugur.
Sesungguhnya Abu Hurairah menceritakan bahwa Nabi bersabda, "Tidak ada
anak yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Dua orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana
binatang itu dilahirkan dengan lengkap. Apakah kamu melihat binatang
lahir dengan terputus (hidung, telinga, dan sebagainya)?" Kemudian Abu
Hurairah membaca ayat, 'fithratallaahil-latii fatharannaasa 'alaihaa'
'Fitrah Allah yang Dia menciptakan manusia menurut fitrah itu'." 679.
Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Tidak ada anak
yang dilahirkan, kecuali dilahirkan atas kesucian. Maka, kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana
binatang itu dilahirkan dengan lengkap, apakah kamu melihat binatang
lahir dengan terputus (hidung, telinga, dan sebagainya)?" Kemudian Abu
Hurairah membaca ayat, 'fithratallaahil-latii fatharannaasa 'alaihaa laa
tabdiila likhalqillaahi dzaalikad-diinul qayyimu' 'Fitrah Allah yang
Dia menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. Itulah agama yang lurus'."
Bab Ke-79:
Jika Orang Musyrik Mengucapkan, "Laa Ilaaha Illallaah", Ketika Akan
Meninggal Dunia 680. Sa'id bin Musayyib dari ayah berkata, "Ketika
Abu Thalib hampir meninggal dunia, Rasulullah berkunjung kepadanya.
Disitu beliau berjumpa dengan Abu Jahal bin Hisyam dan Abdullah bin Abi
Umayyah bin Mughirah. Rasulullah bersabda kepada Abu Thalib, 'Wahai
pamanku, ucapkanlah, 'Laa ilaaha illallaah.' Suatu kalimat yang
dengannya aku bersaksi (dalam satu riwayat: berargumentasi 5/208)
untukmu di sisi Allah.' Abu Jahal dan Abdullah bin Umayyah berkata,
'Wahai Abu Thalib, apakah kamu benci terhadap agama Abdul Muthalib?'
Rasulullah senantiasa menawarkan kalimat itu kepada Abu Thalib, namun
kedua orang itu mengulangi kata-katanya itu. Sehingga, Abu Thalib
mengucapkan kalimat yang terakhir bahwa ia tetap mengikuti agama Abdul
Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallaah. Lalu
Rasulullah bersabda, 'Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan untukmu,
selama aku tidak dilarang.' Maka, Allah Ta'ala menurunkan ayat 112 surah
at-Taubah, 'maa kaana linnabiyyi wal-ladziina aamanuu an yastaghfiruu
lil-musyrikiina walau kaanuu ulii qurbaa min ba'di maa tabayyana lahum
annamun ashhaabul jahiim' 'Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang
yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik,
walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas
bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
Jahannam.' Allah menurunkan ayat itu mengenai Abu Thalib, seraya
berfirman kepada Rasul-Nya, 'innaka laa tahdii man ahbabta
walaakinnallaaha yahdii man yasyaa' 'Sesungguhnya engkau tidak akan
dapat memberikan petunjuk (hidayah/taufik untuk menjadikan hati mau
menerima ajaran) kepada orang yang engkau cintai. Tetapi, Allahlah yang
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki Nya'."(6/18)."
Bab Ke-80:
Meletakkan Pelepah di Atas Kubur Buraidah al Aslami berpesan agar
diletakkan dua batang pelepah kurma di dalam kuburnya.[63] Ibnu Umar
r.a. melihat tenda di atas kubur Abdur Rahman, lalu ia berkata,
"Buanglah dia wahai anak muda, karena sesungguhnya dia akan dinaungi
oleh amalnya."[64] Kharijah bin Zaid berkata, "Kami, anak-anak muda
pada zaman Utsman bin Affan memiliki rasa percaya diri yang besar. Orang
yang paling hebat di antara kami ialah yang dapat melompati kubur
Utsman bin Mazh'un sehingga dapat melintasinya."[65] Utsman bin Hakim
berkata, "Kharijah menggandeng tanganku, lalu mendudukkan aku di atas
kubur."[66] Ia memberitahukan kepadaku dari pamannya, Zaid bin Tsabit,
ia berkata, "Yang demikian itu tidak disukai bagi orang yang mengada
adakan demikian." Nafi' berkata, "Ibnu Umar pernah duduk di atas
kubur."[67]
Bab Ke-81:
Nasihat Orang yang Menyampaikan Petuah di Kubur Sedang Kawan-kawannya
Duduk di Sekelilingnya 681. Ali r.a. berkata, "Kami berada pada suatu
jenazah di tanah pekuburuan Gharqad. Kemudian Nabi datang kepada kami,
lalu beliau duduk dan kami pun duduk di sekitar beliau. Beliau membawa
tongkat panjang (dalam satu riwayat: ranting pohon 7/212) lalu
memukul-mukulkannya (ke tanah 6/85) kemudian bersabda, 'Tidak ada
seorang pun di antara kamu, tidak ada jiwa yang diciptakan, kecuali
telah ditulis tempatnya di surga atau neraka, kecuali telah ditulis
celaka atau bahagia.' Seseorang berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah tidak
sebaiknya kita berserah diri saja atas catatan kita dan meninggalkan
amal? Karena barangsiapa di antara kita yang termasuk ahli kebahagiaan,
maka ia akan mengerjakan amal ahli kebahagiaan. Sedangkan, orang yang
termasuk ahli celaka, maka akan mengerjakan perbuatan orang-orang yang
celaka?' Beliau bersabda, 'Jangan, (beramallah, karena masing-masing
akan dimudahkan kepada sesuatu yang untuk itu ia diciptakan 6/86).
Adapun yang ahli bahagia, mereka akan dimudahkan untuk melakukan amal
ahli bahagia. Orang yang ahli celaka, maka akan dimudahkan kepada amalan
orang yang celaka.' Kemudian beliau membaca ayat, 'fa ammaaa man a'thaa
wattaqaa' 'Adapun yang mendermakan dan bertakwa'."
Bab Ke-82:
Mengenai Orang yang Bunuh Dir
Bab Ke-83:
Tidak Disukai Shalat atas Orang-Orang Munafik dan Beristighfar untuk
Orang-orang Musyrik Diriwayatkan oleh Ibnu Umar dari Nabi saw.[68]
682. Umar ibnul Khaththab r.a. berkata, "Ketika Abdullah bin Ubay bin
Salul[69] meninggal, Rasulullah diminta datang untuk menshalati
jenazahnya. Ketika Rasulullah berdiri untuk shalat, aku melompat kepada
beliau dan berkata, 'Wahai Rasulullah, mengapa engkau shalat untuk anak
si Ubay itu, padahal pada hari ini dan hari ini dia mengatakan begini
dan begitu?' Lalu aku sebutkan kepada beliau semua perkara nya itu.
Rasulullah tersenyum dan bersabda, 'Hai Umar, biarkanlah aku.' Setelah
berulang-ulang aku mengatakan, maka beliau bersabda, 'Sesungguhnya aku
boleh memilih, maka aku telah memilih. Sekiranya aku tahu, kalau aku
mohonkan ampunan baginya lebih dari tujuh kali, niscaya dia akan
diampuni, tentu aku akan menambahnya.'" Umar berkata, "Kemudian
Rasulullah menshalati jenazah Abdullah bin Ubay, lalu salam. Tetapi,
tidak beberapa lama sesudah itu, turunlah ayat 84 surah at-Taubah
(Bara'ah), 'walaa tushalli 'alaa ahadin minhum maata abadan walaa taqum
'alaa qabrihi innahum kafaruu billaahi warasuulihi wamaatuu wahum
faasiquun' 'janganlah kamu sekali-kali menshalati (jenazah) orang yang
mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di
kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan
mereka mati dalam keadaan fasik.' Umar berkata, "Maka, aku merasa heran
sesudah turunnya ayat itu, mengapa aku begitu berani kepada Rasulullah
pada hari itu. Allah lebih mengetahui."
Bab Ke-84:
Pujian atau Celaan Orang terhadap Mayat 683. Anas bin Malik r.a.
berkata, "Orang-orang melewati jenazah (di hadapan Nabi 3/148), lalu
mereka memujinya dengan kebaikan.[70] Lantas Nabi bersabda, 'Pasti.'
Kemudian mereka melewati jenazah lain, tapi mereka mengucapkan keburukan
atasnya. Maka, beliau bersabda, 'Pastilah.' Kemudian Umar ibnul
Khaththab bertanya kepada beliau, 'Apakah yang pasti itu?' Beliau
menjawab, 'Ini kamu puji dengan kebaikan, maka pastilah surga baginya.
Sedangkan, ini yang kamu katakan buruk atasnya, maka pastilah neraka
baginya. Kalian adalah saksi Allah di bumi.' (Dan dalam satu riwayat:
kesaksian orang-orang yang beriman)." 684. Abul Aswad berkata, "Aku
datang di Madinah dan di situ sedang terjangkit penyakit yang mengenai
orang banyak. Aku lalu duduk di dekat Umar ibnul Khaththab. Kemudian ada
jenazah lewat, lalu jenazah itu dipuji. Umar berkata, "Pastilah."
Kemudian Abul Aswad bertanya kepada Umar ibnul Khaththab, "Wahai Amirul
Mu'minin, apa yang pasti?" Umar ibnul Khaththab berkata, "Aku mengatakan
sebagaimana yang di katakan Nabi yang bersabda, 'Muslim mana pun yang
disaksikan oleh empat orang bahwa dia baik, maka Allah memasukkannya ke
surga.' Kami bertanya, 'Tiga orang?' Beliau menjawab, 'Ya, tiga orang.'
Kami bertanya, 'Dua orang?' Beliau menjawab, 'Ya, dua orang.' Kemudian
kami tidak menanyakan tentang seorang."
Bab Ke-85:
Keterangan-keterangan yang Ada Hubungannya dengan Siksa Kubur
Firman Allah Ta'ala, "Orang-orang yang zalim (berada) dalam
tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan
tangannya, (sambil berkata), 'Keluarkanlah nyawamu!' Pada hari ini kamu
dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan." (al-An'aam: 93)
"Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan
kepada azab yang besar." (at-Taubah: 101) "Fir'aun beserta kaumnya
dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka ditampakkan neraka
pada pagi dan petang. Pada hari terjadinya kiamat, dikatakan kepada
malaikat, 'Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat
keras.'" (al-Mu'min: 45-46) 685. Bara' bin Azib r.a. mengatakan bahwa
Nabi saw bersabda, "Apabila seorang mukmin didudukkan di dalam
kuburnya, maka ia didatangi (malaikat). Ia bersaksi bahwa tidak ada
tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Maka, itulah
firman Allah, 'yutsabbitul-laahul-ladziina aamanuu bilqaulits-tsaabiti'
'Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang
teguh'." (Ayat ini turun mengenai azab kubur).
Bab Ke-86:
Mohon Perlindungan dari Siksa Kubur 686. Abu Ayyub berkata, "Nabi
keluar, sedang matahari telah terbenam. Lalu, beliau mendengar suara,
dan beliau bersabda, 'Orang-orang Yahudi sedang disiksa dalam
kuburnya.'" 687. Musa bin Uqbah berkata, "Aku diberitahu oleh (Ummu
Khalid 7/158) anak wanita Khalid bin Said bin Ash (Musa berkata, "Aku
tidak mendengar seorang pun mendengar dari Nabi selain dia) bahwa putri
Khalid itu mendengar Nabi memohon perlindungan dari siksa kubur."
688. Abu Hurairah berkata, "Nabi selalu berdoa: 'Allaahumma
innii a'uudzubika min 'adzaabil qabri wamin 'adzaabinnaari wamin
fitnatil mahyaa wal mamaati wamin fitnatil masiihid dajjaali' 'Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, siksa neraka,
dari fitnah hidup dan mati, dan dari fitnah al-Masih Dajjal'."
Bab Ke-87:
Siksa Kubur karena Menggunjing dan Kencing (Aku berkata, "Dalam
bab ini Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ibnu Abbas yang
tercantum pada nomor 131 di muka.")
Bab Ke-88:
Diperlihatkan kepada Mayat Tempat yang Akan Dimasukinya Nanti pada
Waktu Pagi dan Petang 689. Abdullah bin Umar r.a. mengatakan bahwa
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya salah seorang di antaramu apabila
sudah meninggal dunia, maka akan ditampakkan tempat duduknya (tempat
tinggalnya yang akan ditempati pada hari kiamat) pada waktu pagi dan
sore. Jika ia termasuk calon penghuni surga, maka ditampakkan tempat
duduknya dari penghuni surga. Dan, jika termasuk calon penghuni neraka,
maka ditampakkan tempat duduknya dari penghuni neraka. Lalu dikatakan,
'Inilah tempat dudukmu (tempat tinggalmu) sehingga Allah membangkitkan
kamu pada hari kiamat.'"[71]
Bab Ke-89:
Ucapan Mayat di Keranda Sebelum Dikubur (Aku berkata, "Dalam bab
ini Imam Bukhari meriwayatlm dengan isnadnya hadits Abu Sa'id al-Khudri
yang tercantum pada nomor 661.")
Bab Ke-90: Mengenai Anak-Anak Kaum Muslimin Abu Hurairah r.a.
mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang ditinggal mati
oleh tiga orang anaknya yang belum mencapai waktu balig, maka anak itu
menjadi penghalang baginya dari neraka, atau dia akan masuk surga."[72]
690. Al-Bara' r.a. berkata, "Ketika Ibrahim meninggal, Rasulullah
bersabda, 'Sesungguhnya Ibrahim mempunyai orang yang menyusuinya di
surga.'"
Bab Ke-9 1:
Mengenai Anak-Anak Kaum Musyrikin 691. Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Rasulullah ditanya tentang anak-anak musyrik, lalu beliau bersabda,
'Ketika Allah menciptakan mereka, Dia lebih mengetahui tentang apa yang
mereka kerjakan.'"
Bab Ke-92: Mati Pada Hari Senin 692. Aisyah r.a. berkata, "Aku
masuk ke rumah Abu Bakar,[73] lalu dia bertanya, 'Berapa helai engkau
mengafani Nabi?' Aku menjawab, 'Tiga helai kain (Yaman 2/75) putih halus
dari benang. Tidak termasuk baju dam sorban.' Abu Bakar bertanya,
'Kapan beliau meninggal?' Aku menjawab, 'Hari Senin.' Abu Bakar berkata,
'Aku berharap (mudah-mudahan) mulai sekarang sampai malam nanti (aku
meninggal dunia).' Dia melihat kepada kain yang telah dilumuri dengan
za'faran yang digunakan untuk merawatnya. Dia berkata, 'Cucilah kainku
ini dan tambah dua helai lagi untuk kafanku.' Aku berkata, 'Kain ini
telah usang.' Ia menjawab, 'Sesungguhnya orang yang hidup lebih berhak
terhadap pakaian yang baru daripada orang mati. Kain itu hanya untuk
sementara.' Pada malam Selasa dia wafat, dan dikebumikan sebelum subuh."
Bab Ke-93:
Meninggal Dunia Dengan Mendadak 693. Aisyah r.a. mengatakan bahwa
seorang laki-laki berkata kepada Nabi, "Sesungguhnya ibuku telah
meninggal dunia dengan mendadak. Aku menduga seandainya ia berkata,
niscaya ia bersedekah. Apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah
atas namanya?" Beliau bersabda, "Ya, (bersedekahlah untuknya 3/393)."
Bab Ke-94:
Mengenai Kubur Nabi, Abu Bakar, dan Umar 694. Sufyan an Tammar
mengatakan bahwa ia melihat kuburan Nabi saw. agak ditinggikan sedikit.
695. Urwah berkata, "Ketika dinding kamar Aisyah roboh sehingga
menutup kubur mereka (Nabi, Abu Bakar, dan Umar) pada zaman pemerintahan
al-Walid bin Abdul Malik, orang-orang mulai membangunkannya kembali.
Tiba-tiba tampaklah oleh mereka suatu jejak tapak kaki. Mereka
terperanjat ketakutan dan mereka mengira yang tampak itu adalah jejak
kaki Nabi. Mereka tidak mendapatkan seorang pun yang dapat menerangkan
kaki siapa sebenarnya yang tampak itu. Sehingga, Urwah berkata, 'Bukan,
demi Allah, yang tampak itu bukan kaki Nabi. Itu tiada lain kecuali kaki
Umar." 696. Aisyah r.a. mengatakan bahwa ia memberikan wasiat kepada
Abdullah ibnuz Zubair, "Janganlah kamu memakamkan aku bersama
beliau-beliau (yakni Nabi, Abu Bakar, dan Umar). Tetapi, makamkanlah aku
bersama sahabat-sahabat wanitaku (yakni para istri Nabi ) di Baqi'. Aku
sama sekali tidak ingin dianggap sebagai orang suci karena dimakamkan
bersama dengan beliau-beliau itu."
Bab Ke-95:
Larangan Mencaci Maki Orang-orang yang Telah Meninggal Dunia 697.
Aisyah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, "Janganlah kamu
mencaci maki orang-orang yang telah meninggal dunia. Karena,
sesungguhnya mereka telah sampai pada apa yang mereka dahulukan
(amalkan, baik atau buruk)." Bab Ke-96: Menyebut-nyebut Kejelekan
Orang yang Telah Meninggal Dunia (Aku berkata, "Dalam bab ini Imam
Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya bagian dari hadits Ibnu Abbas yang
tersebut pada '65 AT-TAFSIR/ASYSYUARA'/1-BAB'.")
--------------------------------------------------------------------------------
Catatan Kaki:
[1] Di-maushul-kan oleh penyusun dalam at-Tarikh
(1/1/95) dan Abu Nu'aim dalam al-Hilyah (4/66) dari jalan Muhammad bin
Said bin Rummanah, ia berkata: "Ayahku memberitahukan kepadaku, katanya
ditanyakan kepada Wahab." Muhammad bin Sa'id ini ditengarai sebagai
'mahjul hal' 'tidak dikenal jati dirinya'. Abdul Malik bin Muhammad
adz-Dzimari meriwayatkan atsar ini darinya, juga diriwayatkan oleh
Qudamah bin Musa darinya, sebagaimana disebutkan dalam 'al-Jarh
(3/2/264). Akan tetapi ayahnya, Said bin Rummanah, tidak aku dapati
biografinya.
[2] Hadits ini diriwayatkan secara marfu dari Jabir r.a.
yang diriwayatkan oleh Muslim (1/65-66), Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid
halaman 233-234, dan Ahmad (3/325, 345, 347, 391, dan 391-392) dari
beberapa jalan dari Jabir.
[3] Yakni dari sisi Nabi, sesudah Abu Bakar
mencium beliau yang sudah wafat. Lihat cerita ini secara lengkap pada
"62-AL-FADHAIL / 5-BAB".
[4] Ibnu Abi Syaibah menambahkan, demikian
pula penyusun (Imam Bukhari) dalam at-Tarikh dengan tambahan: "di
langit", sebagaimana dalam Ijtima'ul Juyusy (hlm. 39), dan sanadnya
sahih dari Ibnu Umar.
[5] Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Salamah
dari Ibnu Abbas. Dalam kitab sebelumnya juga diriwayatkan dari Abu
Salamah dari Aisyah dengan lafal yang hampir sama dengan ini. Karena
Imam Bukhari telah memuatnya dalam Fadhlu Abi Bakar dengan lebih lengkap
daripada yang dikemukakan di sini, maka aku sengaja tidak
menyebutkannya di sini. Silakan periksa di sana "62-AL-FADHAIL / 5-BAB".
[6] Tambahan ini diriwayatkan di sini secara mu'allaq, dan
di-maushul-kan pada akhir bab "Syahadat" (3/164) dan "at-Ta'bir" (7/74),
dan insya Allah akan disebutkan pada "25-ASY-SYAHADAT".
[7] Ini
adalah bagian dari hadits yang di-maushul-kan oleh penyusun pada
"8-ASH-SHALAH / 12-BAB" di muka.
[8] Tambahan ini diriwayatkan oleh
penyusun secara mu'allaq pada Syarik dengan sanadnya dari Abu Sa'id dan
Abu Hurairah, dan di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah. Syarik ini
dhaif, tetapi didukung oleh riwayat Syubah yang diriwayatkan oleh Muslim
(8/39) dari Abu Hurairah, dan di-maushul-kan oleh Ahmad (2/276, 473,
510, dan 536) dad beberapa jalan darinya, salah satunya menurut syarat
Syaikhaini. Ini adalah jalan periwayatan penyusun (Imam Bukhari) yang
maushul.
[9] Di-maushul-kan oleh Malik dalam al Muwaththa' dan oleh
Abdur Razzaq (6116) dengan sanad sahih dari Ibnu Umar, dan diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah (3/275) secara ringkas.
[10] Di-maushul-kan oleh
Sa'id bin Manshur dengan isnad yang sahih dari Ibnu Abbas secara
mauquf, dan diriwayatkan juga olehnya darinya secara marfu. [11]
Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah (3/267-268) dengan sanad sahih
darinya dengan lafal, "Niscaya aku tidak akan memandikannya."
[12]
Telah disebutkan di muka secara maushul pada nomor 162 dari Abu
Hurairah.
[13] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dari jalan Ayyub
dari Ibnu Sirin, dan oleh Ibnu Abi Syaibah (3/325) dari jalan lain dari
Ibnu Sirin yang semakna dengan itu, dan sanadnya sahih.
[14]
Perkataan Atha' di-maushul-kan oleh ad-Darimi dan Abdur Razzaq (6222)
dengan sanad sahih. Perkataan Zuhri dan Qatadah dimaushulkan oleh Abdur
Razzaq (6221) dengan sanad sahih.
[15] Di-maushul-kan oleh Abdur
Razzaq (6222) dari jalan lain dengan sanad sahih.
[16] Dia adalah
Ibrahim bin Yazid an-Nakha'i, dan riwayat ini di-maushul-kan oleh
ad-Darimi dan Abdur Razzaq (6224) dengan sanad sahih.
[17]
Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq (6224) dan Sufyan ini adalah
ats-Tsauri, dan kelengkapan nama ini aku ambil dari Fathul Bari.
[18]
Ini adalah bagian dari hadits mu'allaq sebagaimana yang disebutkan pada
"11-AL-JUM'AH/11-BAB", dan telah kami jelaskan ke-maushul-annya di
sana.
[19] Di-maushul-kan oleh penyusun (Imam Bukhari) pada hadits
yang akan disebutkan pada nomor 648.
[20] Di-maushul-kan oleh
penyusun pada "60-AL-ANBIYA'/2-BAB".
[21] Arti yang tepat bagi kata
"yuqaarifu"di sini adalah mencampuri (menyetubuhi), berdasarkan tambahan
dalam riwayat Ahmad dan lainnya yang berbunyi, "'Al-lailata ahlahu'
'istrinya tadi malam'." Lafal ini tidak boleh ditakwilkan lain, seperti
takwil yang dikemukakan Fulaih perawi hadits ini pada akhir hadits.
Silakan baca bukuku Kitabul Janaiz (hlm.148-149).
[22] Ini adalah
sebutan bagi Khalid bin Walid r.a.. Perkataan ini diucapkan Umar ketika
datang berita kematian Khalid dan para wanita berkumpul menangisinya.
[23] Di-maushul-kan oleh Imam Bukhari dalam at-Tarikh dan Ibnu Sa'ad.
[24] Imam Muslim menambahkan dalam satu riwayat: "pada hari kiamat",
dan ini tidak bertentangan dengan tambahan di muka: "di dalam kuburnya".
Karena, antara keduanya dapat dikompromikan, yaitu dia disiksa di dalam
kuburnya dan pada hari kiamat. Tambahan Muslim ini menolak penafsiran
"azab" (siksa) dengan penderitaan sebagaimana pendapat sebagian imam.
Silakan periksa buku Kitabul Janaiz.
[25] Tambahan ini menjadikan
al-Hafizh kesulitan, sehingga ia tidak menyebutkannya. Bahkan, karena ia
tidak menyebutkannya ketika mensyarah hadits ini, maka ia berpendapat
bahwa perkataan, "Rasulullah bersedih atas kematiannya di Mekah",
sebagai mudraj 'sisipan' dalam hadits, dari perkataan az-Zuhri. Padahal,
sebenarnya tidak demikian. Tetapi, perkataan ini termasuk bagian dari
hadits itu sebagaimana ditunjuki oleh konteks. Tambahan ini dikuatkan
dalam ash-shahih, dan ini dengan kenyataan dalil-dalilnya yang banyak
justru menunjukkan halusnya "orang yang akan meninggal" ini dan
banyaknya faedahnya. Maka, segala puji kepunyaan Allah atas taufik-Nya,
dan aku memohon tambahan karunia-Nya. Sa'ad dalam tambahan ini adalah
Ibnu Abi Waqqash yang meriwayatkan hadits ini.
[26] Hadits ini
diiiwayatkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq, tetapi di-mausuhul-kan
oleh Muslim dan Abu Ya'la.
[27] Diriwayatkan dengan maushul oleh
penyusun dalam hadits berikutnya dengan lafal yang mirip dengannya, dan
di-maushul-kan oleh Muslim dari Anas dengan lafal ini.
[28] Imam
Tirmidzi menulis suatu bab dengan judul Bab 'Fir-Rukhshah fi
Tarkil-Qiyam lahaa' 'Bab Perkenan untuk Tidak Berdiri Menghormati
Jenazah'. Dalam hal ini beliau meriwayatkan hadits Ali yang berkata,
"Dulu Rasulullah berdiri apabila melihat jenazah. Tetapi, kemudian
beliau tidak berdiri lagi ketika melihat jenazah." Berdasarkan hadits
Ali ini, Imam Ahmad berkata, "Kalau mau, silakan berdiri atau silakan
tidak berdiri." (Silakan baca Sunan Tirmidzi, Bab Fir-Rukhshah fi
Tarkil-Qiyam lahaa, hadits nomor 1049, juz 2, halaman 254 -Penj.)
[29]
Riwayat ini dibawakan secara mu'allaq oleh Imam Bukhari, dan
di-maushul-kan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Mustakhraj.
[30]
Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur dengan sanad yang sahih darinya.
[31] Sebagai perbandingan dapat saja ia berkata, "Wahai celakanya
aku!" Akan tetapi, dalam hadits ini disandarkan kepada orang ketiga
untuk menunjukkan kandungan maknanya, seakan-akan ketika melihat dirinya
tidak baik. Maka, yang bersangkutan lari darinya dan menjadikannya
seolah-olah jenazah itu bukan dirinya.
[32] Diriwayatkan secara
mu'allaq oleh Imam Bukhari, dan di-maushul-kan oleh Abu Bakar
asy-Syafi'i di dalam ar-Ruba'iyyat dengan sanad sahih dari Anas, dan
diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah dan lainnya.
[33] Menunjuk
kepada hadits Mughirah yang marfu, "Orang yang berkendaraan berjalan di
belakang jenazah. Orang yang berjalan kaki terserah kemauannya, di
belakangnya atau di depannya, di sebelah kanannya atau di sebelah
kirinya, yang dekat dengannya." Diriwayatkan oleh Ashhabus Sunan dan
disahkan oleh semua ulama hadits. Dan, hadits ini telah aku takhrij di
dalam Ahkamul Janaiz (halaman 73).
[34] Yang dimaksud dengan sunnah di
sini lebih umum daripada wajib dan mandub.
[35] Di-maushul-kan oleh
penyususn setelah bab ini.
[36] Akan disebutkan secara maushul pada
"28 AL-HIWALAT/3 - BAB" dari hadits Salamah bin al-Akwa'.
[37] Ini
adalah bagian dari hadits Jabir yang di-maushul-kan oleh penyusun pada
bab yang lalu, hadits nomor 663.
[38] Di-maushul-kan oleh Imam Malik
dalam al-Muwaththa' dengan sanad sahih dari Ibnu Umar, tetapi dari
perkataannya.
[39] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin Manshur yang semakna
dengannya dengan sanad sahih.
[40] Di-maushul-kan oleh penyusun
(Imam Bukhari) dalam Juz-u Raf'il Yadain dan Baihaqi dengan sanad sahih.
Sedangkan, riwayat mengangkat kedua tangan secara marfu (dari Nabi)
adalah 'syadz' 'dhaif'.
[41] Aku tidak menjumpai yang maushul
melainkan kalimat ketiga, dan kalimat ketiga ini diriwayatkan oleh Ibnu
Abi Syaibah dengan sanad sahih dari al-Hasan, dan dia adalah al-Bashri.
[42] Al-Hafizh berkata, "Aku tidak mendapati riwayat yang maushul
darinya. Akan tetapi, mendapati yang semakna dengannya dengan isnad yang
kuat dari Uqbah bin Amir ash-Shahabi, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah darinya secara mauquf."
[43] Di-maushul-kan oleh Sa'id bin
Manshur dengan sanad sahih darinya.
[44] Di-maushul-kan oleh Ibnu Abi
Syaibah dan lainnya dengan sanad sahih darinya.
[45] Tidak
ditemukan yang me-maushul-kannya.
[46] Diriwayatkan oleh al-Mahamili
di dalam al Amali, juz 16.
[47] Hilal ini adalah al-Wazzan perawi
hadits ini dari Urwah. Dengan ini Imam Bukhari berargumentasi bahwa
Hilal pernah bertemu Urwah.
[48] Al-Hafizh berkata, "Aku tidak
melihatnya sebagai riwayat yang maushul dari Humaid. Akan tetapi, atsar
ini diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dari Ma'mar dari Qatadah, darinya."
Isnadnya sahih.
[49] Di-maushul-kan oleh Abdul Wahab bin Atha' di
dalam Kitabul Janaiz dengan isnad yang sahih.
[50] Ditambahkan dalam
suatu riwayat: "dan surah". Riwayat ini adalah sah dari Ibnu Abbas
melalui beberapa jalan, sebagaimana sudah aku tahqiq dalam kitab
Shifatush Shalah cetakan ke-5, hlm. 4-7.
[51] Perkataan "tawallaa wa
dzahaba 'anhu ashkaabuhu'" adalah termasuk bab Tanazu'ul 'Amilaini,
perebutan dua amil (unsur), yaitu "anhu" diperebutkan oleh "tawallaa"
dan"dzahaba". Yakni, asalnya "tawallaa 'anhu" dan "dzahaba 'anhu",
tetapi kemudian disebutkan sekali saja.
[52] Dalam riwayat Ahmad dari
jalan lain dari Abu Hurairah secara marfu dengan lafal, "Adalah malaikat
maut datang kepada manusia dengan terang-terangan, lalu dia datang
kepada Musa. Kemudian Musa mencukil kedua matanya." Sanadnya sahih, dan
al-Hafizh adz-Dzahabi menisbatkan hadits ini di dalam al-Ulwu (hlm.
16-17, Manar) kepada Muttafaq'alaihi, dan ini adalah kekeliruan yang
telah aku ingatkan mengenai hal ini di dalam bukuku Mukhtasharal Ulwi,
hadits nomor 13. Mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan untuk
menerbitkannya.
[53] Akan disebutkan secara maushul dengan lafal yang
mirip dengan itu pada "94 - BAB".
[54] Dalam bab ini terdapat hadits
lain dari Aisyah yang baru saja disebutkan di muka pada nomor 667.
[55] Ini adalah bagian dari hadits yang panjang yang diriwayatkan secara
maushul pada AL-'ILM nomor 76.
[56] Diriwayatkan dengan isnad yang
mu'allaq oleh penyusun (Imam Bukhari), dan diriwayatkan secara maushul
oleh Ibnu Majah dengan isnad hasan. Riwayat ini menunjukkan bahwa
Shafiyah binti Syaibah mendengar dari Nabi. Akan tetapi, hal ini
disangkal oleh Daruquthni, namun yang lebih kuat ialah yang menetapkan
adanya pendengar Shafiyah dari Nabi ini mengenai hadits ini. Terdapat
hadits lain yang menerangkan bahwa Shafiyah melihat Nabi pada tahun
pembebasan kota Mekah. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya dengan
isnad hasan juga.
[57] Di-maushul-kan oleh penyusun pada "28-JAZAAUL
MUHSHAR/9-BAB". Hadits ini dihukumi marfu (marfu; hukman) sebagaimana
tampak dari konteksnya di sana.
[58] Demikianlah yang tersebut dalam
sebagian riwayat kitab ini, dan ini adalah perubahan tulisan, yang benar
adalah "Abu Harun" yang namanya menurut keterangan yang akurat adalah
Isa bin Abu Musa, salah seorang tabi'ut tabi'in. Dengan demikian,
haditsnya mu'dhal. Demikian keterangan al-Fath.
[59] Atsar al-Hasan
dan Syuraih diriwayatkan oleh Baihaqi dengan dua sanad yang sahih.
Sedangkan, atsar Ibrahim dan Qatadah di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq
dengan dua sanad yang sahih pula.
[60] Di-maushul-kan oleh Imam
Bukhari dalam hadits di bawah di dalam bab ini.
[61] Ibnu Hazm
menyebutkannya dalam al Muhalla dari jalan Hammad bin Zaid dari Ayyub,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan secara marfu dari hadits
Aidz bin Amr al-Madani, diriwayatkan oleh ar-Ruyani dan lainnya dengan
sanad hasan sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh, dan telah aku takhrij
dalam Irwa-ul Ghalil (1255).
[62] Karena ibunya kafir atau pezina.
[63] Di-maushul-kan oleh Ibnu Sa'ad dengan sanad sahih darinya,
sebagaimana aku sebutkan di dalam Ahkamul Janaiz (hlm. 203). Atsar ini
sebagai penjelasan bahwa tidak terdapat dalil untuk menaruh pelepah di
atas kubur. Silakan periksa, karena masalah ini penting.
[64]
Di-maushul-kan oleh Ibnu Sa'ad pula.
[65] Di-maushul-kan oleh
penyusun dalam at-Tarikhush Shaghir hlm. 23 dengan sanad hasan.
[66]
Atsar ini bertentangan dengan sabda Nabi, "'Laa tajlisuu 'alal-qubuur'
'Janganlah kamu duduk di atas kubur'." Diriwayatkan oleh Muslim.
Tampaknya hadits ini tidak sampai kepada Kharijah dan Ibnu Umar.
Lihatlah masalah ini dengan dalil-dalilnya di dalam buku Ahkamul Janaiz
(hlm. 209-210).
[67] Di-maushul-kan oleh Thahawi. Atsar ini dan yang
sebelumnya bertentangan dengan hadits-hadits yang dengan jelas
melarangnya. Silakan baca buku Ahkamul Janaiz halaman 208-209. [68]
Menunjuk kepada hadits Ibnu Umar yang telah disebutkan secara maushul
pada nomor 642 di muka.
[69] Abdullah bin Ubay bin Salul di sini
menggunakan huruf alif (Ibnu) untuk Ibnu Salul, sebagai sifat bagi
Abdullah, karena Salul itu adalah ibunya.
[70] Perkataan "atsnaa" bisa
digunakan untuk memuji kebaikan dan bisa digunakan untuk mencela
kejelekan. Lihat kamus al-Mishbahul Munir. [71] Dan lafal Muslim
berbunyi, "Inilah tempat dudukmu (tempat tinggalmu) yang kamu akan
dibangkitkan untuk menempatinya pada hari kiamat "
[72] Al-Hafizh
berkata, "Aku tidak mendapatinya maushul dari hadits Abu Hurairah dari
jalan ini." Kemudian al-Hafizh membawakan hadits yang mirip dengannya
sebagai riwayat Muslim dan lainnya. Yang paling dekat kepadanya ialah
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/510) darinya secara marfu dengan
lafal, "Tidak ada orang muslim yang kematian anak tiga orang yang belum
dewasa, melainkan Allah akan memasukkan mereka dan dia ke dalam surga
berkat rahmat-Nya."
[73] Ayahnya sendiri, ketika sakit yang membawa
kematiannya. Abu Nu'aim menambahkan dalam al-Mustakhraj dari jalan ini,
"Lalu aku melihat tanda kematian padanya, maka aku berkata, 'Haij haij'.
Barangsiapa yang air matanya selalu membuatnya puas, maka pada suatu
kali ia akan dipancarkan." Kemudian Abu Bakar berkata, "Janganlah engkau
berkata begitu, tetapi katakan, 'Telah datang sakaratul-maut dengan
benar.'" Lalu Abu Bakar bertanya, "Hari apakah?" Tambahan ini
diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad sendirian, dan perkataan Aisyah, "Haij",
adalah bunyi tangisnya.
KITAB MANDI
-------------------------------------------------------------------------------- Catatan Kaki:
KITAB MANDI
Firman Allah Ta'ala, "... dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air besar (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih): sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat Nya bagimu, supaya kamu bersyukur." (al-Maa'idah: 6)
Firman Allah Ta'ala, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang
kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan
junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan, jika
kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan
air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci): sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya, Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun." (an-Nisaa': 43)
Bab Ke-1:
Berwudhu Sebelum Mandi 147. Aisyah istri Nabi Muhammad saw. berkata
bahwa apabila Nabi Muhammad saw mandi janabah beliau mulai dengan
membasuh kedua tangan beliau, kemudian beliau wudhu sebagaimana wudhu
untuk shalat, kemudian beliau memasukkan jari-jari beliau ke dalam air,
lalu beliau menyeling-nyelingi pangkal rambut, kemudian beliau
menuangkan (dalam satu riwayat: sehingga apabila beliau merasa sudah
meratakan air ke seluruh kulitnya, beliau menuangkan, l/ 72) tiga ciduk
pada kepala beliau dengan kedua tangan beliau, kemudian menuangkan air
pada kulit beliau secara keseluruhan."
Bab Ke-2:
Mandinya Seorang Suami Bersama Istrinya 148. Aisyah r.a. berkata,
"Aku mandi bersama Nabi Muhammad saw. dari sebuah bejana/tempat air
[masing-masing kami junub, 1/78] dari sebuah mangkok yang disebut faraq
(tempat air yang memuat tiga sha'), [tangan kami saling bergantian di
dalam bejana itu, 1/ 70] (dalam satu riwayat: kami menciduk bersama-sama
dalam bejana itu, l/72)[1] (dalam satu riwayat: tempat mencuci pakaian
ini diletakkan untukku dan untuk Rasulullah saw., lalu kami masuk ke
dalamnya bersama-sama, 8/154)."
Bab Ke-3:
Mandi dengan Satu Gantang (Empat Mud) Air dan Semacamnya 149. Abu
Salamah berkata, "Aku dan saudara lelaki Aisyah memasuki tempat Aisyah,
lalu saudaranya itu menanyakan kepadanya mengenai cara mandi Nabi
Muhammad saw. Ia lalu meminta agar dibawakan satu tempat air sekitar
(ukuran) satu sha', lalu ia mandi dan menuangkan air pada kepalanya,
sedangkan antara kami dan Aisyah ada tirainya." 150. Abu Ja'far
berkata bahwa ia berada di tempat Jabir bin Abdullah dan ayahnya ada
pula di situ. Di dekatnya ada sekelompok kaum. Mereka menanyakan
kepadanya perihal mandi janabah, lalu ia berkata, "Satu sha' cukup
bagimu." Seorang laki-laki berkata, 'Tidak cukup bagiku." Jabir lalu
berkata, "(Satu sha' itu) cukup bagi orang yang rambutnya lebih banyak
dan lebih baik daripadamu." Ia lalu menuju kami dalam satu pakaian. (Dan
dari jalan lain: dari Abu Ja'far, katanya, "Jabir berkata kepadaku,
'Pamanmu-yakni al-Hasan bin Muhammad al-Hanafiyah-datang kepadaku seraya
bertanya, 'Bagaimana cara mandi janabah?' Aku jawab, 'Nabi Muhammad saw
mengambil tiga cakupan air dan menuangkannya ke kepala beliau, kemudian
menuangkan ke seluruh tubuh beliau.' Al-Hasan berkata, 'Sesungguhnya,
aku berambut lebat.' Aku jawab, 'Nabi Muhammad saw lebih lebat rambutnya
daripada engkau.") 151. Ibnu Abbas berkata bahwa Nabi Muhammad saw
dan Maimunah mandi (bersama) dari satu wadah. Abu Abdillah berkata,
"Ibnu Uyainah memberikan komentar akhir, 'Dari Ibnu Abbas dari Maimunah
dan yang sahih ialah apa yang diriwayatkan oleh Abu Nu'aim'"[2]
Bab Ke-4:
Orang yang Menuangkan Air di Atas Kepalanya Tiga Kali 152. Jubair
bin Muth'im berkata, "Rasulullah saw bersabda, 'Adapun aku maka aku
tuangkan air atas kepalaku tiga kali,' dan beliau mengisyaratkan dengan
kedua tangan beliau.[3]
Bab Ke-5:
Mandi Satu Kali Mandian 153. Maimunah berkata, "Aku pernah
meletakkan (dalam satu riwayat: menuangkan) air untuk Nabi Muhammad saw
untuk dipakai mandi [janabah, 1/ 68] [dan aku menabirinya]. Beliau lalu
membasuh kedua tangannya dua atau tiga kali, kemudian menuangkan air
[dengan tangan kanannya] atas tangan kirinya, lalu beliau membasuh
kemaluan: dan apa-apa yang ada di sekitarnya yang terkena kotoran.
Beliau lalu menggosok-gosokkan tangannya ke atas tanah (dan dalam satu
riwayat: menggosokkannya ke dinding, 1/70; dalam riwayat lain: ke tanah
atau ke dinding, 1/71 dan 72) [dua atau tiga kali] [kemudian
mencucinya], lalu berkumur-kumur, mencuci hidungnya dengan air, membasuh
wajah dan kedua tangannya [dan membasuh kepalanya tiga kali 1/71],
(dalam satu riwayat: berwudhu seperti wudhunya untuk shalat, hanya saja
tidak membasuh kakinya, 1/68), kemudian menyiramkan air ke seluruh
tubuhnya, lalu bergerak dari tempatnya dan mencuci kedua kakinya,
[kemudian dibawakan sapu tangan kepada beliau, tetapi beliau tidak
menggunakannya untuk mengusap tubuhnya (dalam satu riwayat: lalu aku
bawakan penyeka/handuk, lalu beliau berbuat begini, tetapi tidak
mengulanginya), (dalam riwayat lain: lalu aku bawakan kain, tetapi tidak
beliau ambil, lalu beliau pergi sambil mengusapkan kedua tangannya.)]."
Bab Ke-6:
Orang yang Memulai Mandi dengan Menggunakan Harum-Haruman atau
Wangi-Wangian 154. Aisyah berkata, "Apabila Nabi Muhammad saw mandi
janabah, beliau minta dibawakan hilab (bejana). Beliau mengambil dengan
kedua telapak tangan beliau; beliau memulai dengan bagian kepala yang
kanan kemudian yang kiri, lalu beliau lanjutkan pada bagian tengah
kepala."
Bab Ke-7:
Berkumur-kumur dan Menghirup Air ke dalam Hidung Ketika Mandi Janabah
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya hadits Maimunah di muka.")
Bab Ke-8:
Mengusap Tangan dengan Debu Agar Lebih Bersih (Aku berkata, "Dalam
bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Maimunah di
muka.")
Bab Ke-9:
Dapatkah Seorang yang Junub Meletakkan Tangannya di dalam Belanga
(yang Berisi Air) sebelum Mencucinya Apabila Ia Tidak Terkotori Barang
yang Kotor Kecuali Janabah? Ibnu Umar dan al-Bara' bin Azib biasa
memasukkan tangannya ke dalam air tanpa mencucinya, kemudian mereka
berwudhu.[4] Ibnu Umar dan Ibnu Abbas berpendapat tidak ada bahaya
apa-apa apabila air menetes dari tubuh (ketika mandi) ke dalam tempat
yang dipakai mandi janabah itu.[5] 155. Anas bin Malik, "Nabi
Muhammad saw dan salah seorang istrinya mandi [janabah] bersama dari
satu bejana."[6]
Bab Ke-10:
Memisahkan Mandi dan Wudhu Disebutkan dari Ibnu Umar
bahwa dia mencuci kedua kakinya setelah air wudhu (pada anggota-anggota
tubuhnya) telah kering.[7]
Bab Ke-11:
Menyiramkan Air dengan Tangan Kanannya ke Tangan Kirinya Waktu Mandi
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan
isnadnya hadits Maimunah yang diisyaratkan di muka.")
Bab Ke-12:
Apabila Menyetubuhi Istri Lalu Mengulanginya dan Suami yang Menggilir
Beberapa Istrinya dalam Satu Kali Mandi 156. Muhammad bin
al-Muntasyir berkata, "Aku menyebutkan hal itu kepada Aisyah, (dalam
satu riwayat: Aku bertanya kepada Aisyah, lalu aku sebutkan perkataan
Ibnu Umar, 'Aku tidak suka melakukan ihram dengan memakai
wangi-wangian.' 1/72)[8] lalu ia (Aisyah) berkata, 'Mudah-mudahan Allah
memberi rahmat kepada ayah Abdur Rahman (yakni Ibnu Umar). Aku pernah
memakaikan harum-haruman kepada Rasulullah saw, lalu beliau mengelilingi
(mencampuri secara bergantian) istri-istri beliau, kemudian pagi-pagi
beliau ihram dan memercikkan harum-haruman (minyak wangi)'" 157. Anas
bin Malik berkata, "Nabi Muhammad saw. selalu mengelilingi (mendatangi)
istri-istri beliau pada satu malam dan siang, dan mereka ada sebelas
orang wanita (dalam satu riwayat: sembilan orang wanita, 6/117)." Salah
seorang yang meriwayatkan hadits ini (yakni Qatadah) berkata, "Aku
bertanya kepada Anas, 'Apakah beliau mampu melakukan hal itu?' Ia
menjawab, 'Kami katakan bahwa beliau diberi kekuatan tiga puluh orang.'"
Bab Ke-13:
Mencuci Madzi dan Berwudhu Karenanya (Aku berkata, "Dalam bab ini,
Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya hadits Ali yang disebutkan
pada nomor 87 di muka.")
Bab Ke-14:
Orang yang Memakai Wangi-Wangian Lalu Mandi dan Masih Tertinggal
Bekas Bau Wangi-Wangiannya (Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari
meriwayatkan dengan isnadnya hadits Aisyah yang baru saja disebutkan di
muka.")
Bab Ke-15:
Membasuh Sela-Sela Rambut Sehingga Jika Telah Diperkirakan Bahwa Air
Sudah Merata Pada Kulit Lalu Menuangkan Air di Atas Seluruh Tubuh
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Aisyah yang tertera pada nomor 147 di muka.")
Bab Ke-16:
Orang yang Berwudhu dalam Janabah Lalu Membasuh Tubuhnya yang Lain
dan Tidak Mengulangi Membasuh Tempat-Tempat Anggota Wudhu Sekali Lagi
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Maimunah yang tercantum pada nomor 153 di atas.")
Bab Ke-17:
Apabila Teringat Setelah Ada di Masjid Bahwa Dirinya Menanggung
Janabah Lalu Keluar Sebagaimana Keadaannya dan Tidak Bertayamum 158.
Abu Hurairah r.a. berkata, "Shalat diiqamati dan shaf-shaf telah
diluruskan berdirinya, lalu Rasulullah saw keluar kepada kami [kemudian
beliau maju ke depan, padahal beliau junub, 1/157]. Ketika beliau
berdiri di tempat shalat, beliau teringat bahwa beliau junub, lalu
beliau bersabda kepada kami, Tetaplah di tempatmu.' [Maka, kami tetap
dalam keadaan kami], kemudian beliau pulang, lalu mandi, kemudian beliau
keluar ke tempat kami, sedang kepala beliau masih meneteskan air, lalu
beliau bertakbir, dan kami shalat bersama beliau."[9]
Bab Ke-18:
Melenyapkan Air dari Tubuh dengan Tangan Setelah Mandi Janabah
(Aku berkata, "Dalam bab ini, Imam Bukhari meriwayatkan dengan isnadnya
hadits Maimunah di muka.")
Bab Ke-19:
Orang yang Memulai dengan Belahan Kepalanya Bagian Kanan Waktu Mandi
159. Aisyah berkata, "Apabila salah seorang di antara kami junub, dia
mengambil air dengan kedua tangannya tiga kali untuk dibasuhkan di atas
kepalanya, kemudian mengambil lagi air dengan tangannya yang satu untuk
dituangkan pada belahan kepalanya yang bagian kanan dan mengambil air
lagi dengan tangannya yang lain untuk dituangkan pada belahan kepala
bagian kiri."
Bab Ke-20:
Orang yang Mandi Sendirian dengan Telanjang di Tempat Sunyi dan Orang
yang Menggunakan Tutup, Maka yang Menggunakan Tutup Itulah yang Lebih
Utama Bahaz berkata dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Nabi Muhammad
saw bersabda, "Allah itu lebih berhak dimalui daripada seluruh
manusia."[10] 160. Abu Hurairah berkata bahwa Nabi Muhammad saw
bersabda, "Nabi Ayyub mandi telanjang, lalu jatuhlah atasnya belalang
emas [yang banyak, 8/ 197], maka Ayyub memasukkan ke dalam pakaiannya.
Tuhan lalu memanggilnya, 'Hai Ayyub, bukankah Aku telah mencukupkanmu
dari yang kamu lihat?' Ia berkata, 'Ya, demi kemuliaan Mu [wahai
Tuhanku], tetapi tidak ada batas kecukupan bagiku (yakni aku selalu
membutuhkan) kepada berkah Mu."'
Bab Ke-21:
Membuat Tutup di Waktu Mandi di Sisi Orang Banyak
Bab Ke-22:
Apabila Wanita Mimpi Bersetubuh 161. (Hadits ini telah disebutkan pada nomor 86).
Bab Ke-23:
Keringat Orang yang Menanggung Janabah dan Orang Muslim
Tidak Najis 163. Abu Hurairah berkata bahwa Nabi Muhammad saw bertemu
dengannya di salah satu jalan Madinah, sedangkan dia dalam keadaan
junub [(katanya), "Lalu beliau memegang tanganku, kemudian aku berjalan
dengan beliau hingga beliau duduk, 1/75], lalu aku menghindar dari
beliau." Kemudian, dia pergi mandi, lalu kembali lagi. (Dalam satu
riwayat: Lalu aku datang, sedangkan beliau masih duduk), lalu beliau
bertanya, "Di mana engkau tadi, wahai Abu Hurairah?" Abu Hurairah
menjawab, "Aku dalam keadaan junub, maka aku tidak suka duduk bersama
dalam keadaan aku tidak suci." Nabi menimpali, "Subhanallah! [Wahai Abu
Hurairah], sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis."
Bab Ke-24:
Orang Junub Keluar dan Berjalan-jalan di Pasar Atau di
Mana Saja Atha' berkata, "Orang junub itu boleh saja bercanduk,
memotong kukunya, dan juga mencukur kepalanya meskipun belum
berwudhu."[11]
Bab Ke-25:
Keberadaan Orang Junub di Rumah Apabila Ia Mandi 163. Ibnu Umar
berkata bahwa Umar ibnul Khaththab bertanya kepada Nabi Muhammad saw.,
"Apakah seseorang di antara kita boleh tidur dalam keadaan junub?"
Beliau menjawab, "Boleh, apabila seseorang di antaramu berwudhu,
tidurlah dalam keadaan junub." (Dalam riwayat lain: Berwudhulah dan
cucilah kemaluanmu, kemudian tidurlah.")
Bab Ke-26:
Orang Junub yang Berwudhu Lalu Tidur 164. Aisyah berkata,
"Biasanya, apabila Nabi Muhammad saw hendak tidur, padahal beliau masih
junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu seperti wudhu untuk
shalat."
Bab Ke-27:
Apabila Kemaluan Laki-Laki dan Perempuan Bertemu 165. Abu Hurairah
r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Apabila seseorang
duduk di antara cabang wanita yang empat yakni antara kedua kaki dan
kedua tangan, kemudian mengerjakannya dengan sungguh-sungguh (yakni
menyetubuhinya), sungguh ia wajib mandi."
Bab Ke-28:
Membersihkan Sesuatu Yang Basah yang Keluar dari Kemaluan Seorang
Wanita Apabila Mengenai Seseorang 166. Ubay bin Ka'ab berkata, "Wahai
Rasulullah, apabila seorang laki-laki menyetubuhi istrinya, tetapi
tidak mengeluarkan mani, apakah yang wajib dilakukan olehnya?" Beliau
menjawab, "Hendaklah dia mencuci bagian-bagian yang bersentuhan dengan
kemaluan wanita, berwudhu, lalu shalat."[12] Abu Abdillah berkata,
"Mandi adalah lebih hati-hati dan merupakan peraturan hukum yang
terakhir. Telah kami jelaskan perbedaan pendapat di antara mereka
mengenai masalah ini."
-------------------------------------------------------------------------------- Catatan Kaki:
[1] Ibnu Khuzaimah menambahkan di dalam Shahih-nya
(nomor 251, terbitan Beirut) dari jalan lain dari Aisyah, ia berkata,
"Aku yang memulainya, lalu aku tuangkan air ke atas kedua tangan beliau
sebelum beliau memasukkannya ke dalam air." Sanadnya bagus.
[2]
Maksudnya, riwayat dari Ibnu Abbas tanpa menyebut Maimunah ini adalah
sahih; berbeda dengan riwayat Ibnu Uyainah yang mengatakan dari Ibnu
Abbas dari Maimunah karena riwayat ini ganjil.
[3] Hadits ini
diringkas karena adanya isyarat pada perkataan beliau, "Amma anaa..."
(Adapun saya di dalam riwayat Muslim (1/178) disebutkan bagian
sebelumnya dari Jubair, katanya, "Orang-orang berdebat tentang mandi di
sisi Rasulullah saw., lalu sebagian orang berkata, 'Adapun aku, maka aku
cuci kepala aku begini dan begini.' Kemudian Rasulullah saw. bersabda,
'Adapun aku ....'"
[4] Atsar Ibnu Umar di-maushul-kan oleh Sa'id bin
Manshur, sedangkan atsar al-Barra' di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah.
[5] Atsar Ibnu Umar di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dan atsar Ibnu
Abbas di-maushul-kan oleh Ibnu Abi Syaibah, dan oleh Abdur Razzaq dari
jalan lain darinya.
[6] Tambahan ini disebutkan secara mutlak oleh
penyusun, dan al-Hafizh tidak men-takhrij-nya.
[7] Di-maushul-kan
oleh Imam Syafi'i (nomor 70) dengan sanad sahih darinya (Ibnu Umar),
tetapi dalam riwayat ini disebutkan bahwa Ibnu Umar berwudhu dengan
mencuci betisnya, bukan kakinya, kemudian masuk masjid, kemudian
mengusap kedua khuf-nya, lalu shalat dengannya.
[8] Imam Muslim
menambahkan (4/12-13), "Sungguh, seandainya aku melabur dengan aspal
lebih aku sukai daripada berbuat begitu." Aku (al-Albani) berkata,
"Ibrahim an-Nakha'i dan lain-lainnya mengingkari sikap Ibnu Umar itu,
mengingat riwayat Aisyah, sebagaimana akan disebutkan pada Kitab ke-25
'al-Hajj', Bab ke-18."
[9] Terdapat kisah lain yang diriwayatkan oleh
Abu Bakrah ats-Tsaqafi dan lainnya; di situ disebutkan bahwa Nabi
Muhammad saw. bertakbir, kemudian berisyarat kepada mereka agar tetap di
tempatnya, kemudian beliau pergi mandi, lantas shalat dengan mereka.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya, dan telah aku takhrij dan aku
tahqiq kesahihannya di dalam Shahih Abi Dawud nomor 226.
[10]
Di-maushul-kan oleh Ashhabus Sunan dan lainnya dari Bahaz bin Hakim,
dari ayahnya, dari kakeknya, yaitu Muawiyah bin Haidah, dan sanadnya
hasan, dan telah aku takhrij di dalam Adabuz Zifaf, halaman 36.
[11]
Di-maushul-kan oleh Abdur Razzaq dengan sanad sahih.
[12] Hadits
semakna dengannya telah disebutkan pada Kitab ke-4 "al-Wudhu" dari
hadits Utsman dan lainnya, nomor 116, dan hadits ini di-nasakh
(dihapuskan) dengan hadits-hadits lain sebagaimana dapat kita lihat
dalam al Muntaqa dan lain-lainnya. Lihat ta'liq di muka pada nomor 13.