Pada tatanan spiritualitas Islam, dzikrullah merupakan kunci membuka
hijab dari kegelapan menuju cahya Ilahy. Alqu’an menempatkan dzikrullah
sebagai pintu pengetahuan makrifatullah, sebagaimana tercantum dalam
surat Ali Imran 190-191.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau sambil duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka”
Kalimat “yadzkurunallah” orang-orang yang mengingat Allah, didalam `tata
bahasa arab’ berkedudukan sebagai ma’thuf (tempat bersandar) bagi
kalimat-kalimat sesudahnya, sehingga dzikrullah merupakan dasar atau
azas dari semua perbuatan peribadatan baik berdiri, duduk dan berbaring
serta merenung (kontemplasi).
Dengan demikian praktek dzikir termasuk ibadah yang bebas tidak ada
batasannya. Bisa sambil berdiri, duduk, berbaring, atau bahkan mencari
nafkah untuk keluarga sekalipun bisa dikatakan berdzikir, jika dilandasi
karena ingat kepada Allah. Juga termasuk kaum intelektual yang sedang
meriset fenomena alam, sehingga menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi
seluruh manusia.
Dzikrullah merupakan sarana pembangkitan kesadaran diri yang tenggelam,
oleh sebab itu dzikir lebih komprehensif dan umum dari berpikir. Karena
dzikir melahirkan pikir serta kecerdasan jiwa yang luas, maka dzikrullah
tidak bisa hanya diartikan dengan menyebut nama Allah, akan tetapi
dzikrullah merupakan sikap mental spiritual mematuhkan dan memasrahkan
kepada Allah Swt.
Dari Dardaa Ra : bersabda Rasulullah Saw “Maukah kalian saya beritakan
sesuatu yang lebih baik dari amal-amal kalian, lebih suci dihadapan
penguasa kalian, lebih luhur di dalam derajat kalian, lebih bagus bagi
kalian dari pada menafkahkan emas dan perak, dan lebih bagus dari pada
bertemu musuh kalian (berperang) kemudian kalian menebas leher-leher
mereka atau merekapun menebas leher-leher kalian ??”
Mereka berkata : “baik ya Rasulullah”. Beliau bersabda : “dzikrullah”
atau ingat kepada Allah (dikeluarkan oleh At thurmudzy dan Ibnu Majah,
dan berkata Al Hakim: shahih isnadnya).
Betapa dzikrullah ditempatkan pada posisi yang sangat tinggi, karena
merupakan jiwa atau rohnya seluruh peribadatan, baik shalat, haji,
zakat, jihad dan amalan-amalan lainnya. Dari sisi lain, Allah sangat
keras mengancam orang yang tidak ingat kepada Allah didalam ibadahnya.
Seperti dalam surat Al Ma’un ayat :4-6
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’.”
“fashalli lirabbika” maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu (QS.108:2 )
Perbuatan `riya’ ialah melakukan suatu amal perbuatan tidak untuk
mencari keridhaan Allah, akan tetapi untuk mencari pujian atau
kemasyhuran di masyarakat. Amal perbuatan seperti itu yang akan ditolak
oleh Allah, dan dikategorikan bukan sebagai perbuatan Agama (Ad dien).
Banyak orang yang mendirikan shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah (Al Hadist)
Sabda Nabi Saw : “Akan datang pada suatu masa, orang yang mengerjakan
shalat, tetapi mereka belum merasakan shalat” (HR. Ahmad, dalam
risalahnya: Ash shalatu wa ma yalzamuha)
Jadi jelaslah maksud hadist-hadist diatas bahwa seluruh peribadatan
bertujuan untuk memasrahkan diri dan rela kepada Allah, sebagaimana
pasrahnya alam semesta.
Untuk mencapai kepada tingkatan yang ikhlas kepada Allah serta menerima
Allah sebagai junjungan dan pujaan, jalan atau sarana yang paling mudah
telah diberikan Allah, yaitu dzikrullah. Keikhlasan kepada Allah
mustahil bisa dicapai, tanpa melatih dengan menyebut nama Allah serta
melakukan amalan-amalan yang telah ditetapkan-Nya.
Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr, bahwa sesungguhnya ada seorang
lelaki berkata. wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat iman itu sungguh
amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku
akan menetapinya. Beliau bersabda : “Senantiasa lisanmu basah dari
dzikir (ingat) kepada Allah Ta’ala.”
Keluhan laki-laki yang datang kepada Rasulullah menjadi pelajaran dan
renungan bagi kita , yang ternyata syariat iman itu amat banyak
jumlahnya dan tidaklah mungkin kita mampu melaksanakan amalan syariat
yang begitu banyak tersebut, kecuali mendapatkan karunia bimbingan dan
tuntunan dari Allah Swt. Rasulullah telah memberikan solusinya dengan
memerintahkan selalu membasahi lisan kita dengan menyebut nama Allah.
Dengan cara melatih berdzikir kepada Allah kita akan mendapatkan
ketenangan, kekhusyu’an dan kesabaran yang berasal dari Nur Ilahy.
Keutamaan berdzikir kepada Allah
Apabila benar-benar mengerjakan dzikir menurut cara yang dikehendaki
oleh Allah dan Rasul-Nya, sedikitnya ada dua puluh keutamaan yang akan
dikarunikan kepada yang melakukannya, yaitu :
- Mewujudkan tanda baik sangka kepada Allah dengan amal shaleh ini.
- Menghasilkan rahmat dan inayat Allah
- Memperoleh sebutan yang baik dari Allah dihadapan hamba-hamba yang pilihan
- Membimbing hati dengan mengingat dan menyebut Allah
- Melepas diri dari azab
- Memelihara diri dari was-was syaitan khannas dan membenteng diri dari ma’syiat
- Mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Mencapai derajat yang tinggi disisi Allah
- Memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan kekeruhan jiwa
- Menghasilkan tegaknya suatu rangka dari iman dan islam
- Menghasilkan kemulliaan dan kehormatan pada hari kiamat
- Melepaskan diri dari rasa sesal
- Memperoleh penjagaan dari para malikat.
- Menyebabkan Allah bertanya tentang keadaan orang-orang yang berdzikir itu.
- Menyebabkan berbahagianya orang-orang yang duduk beserta orang-orang yang berdzikir, walupun orang yang turut duduk itu tidak berbahagia .
- Menyebabkan dipandang ahlul ihsan, dipandang orang-orang yang berbahagia dan pengumpul kebajikan.
- Menghasilkan ampunan dan keridhaan Allah
- Menyebabkan terlepas dari suatu pintu fasik dan durhaka. Karena orang yang tidak menyebut Allah (tidak berdzikir) dihukum sebagai orang fasik.
- Merupakan ukuran untuk mengetahui derajat yang diperoleh di sisi Allah.
- Menyebabkan para Nabi dan orang-orang mujahidin (syuhada) menyukai dan mengasihi. (Al Fathul Jadied : syarah At Targhieb Wat Tarhieb)
Dengan sebagian manfaat yang tercantum diatas, layaklah jika dzikrullah
di dudukkan sebagai pintu pembuka jalan kebajikan dan jalan
makrifatullah. Keutamaan-keutamaan tersebut bukan sekedar catatan yang
menarik bagi kaum muslimin, akan tetapi hal tersebut bisa kita peroleh
dan dirasakan dengan sebenar-benarnya, apabila kita serius dan
sungguh-sungguh didalam melaksanakan amalan-amalan dzikir kepada Allah.
Dalil-dalil yang menganjurkan dzikrullah serta ancaman bagi yang meninggalkannya.
- Surat Ali”Imran (190-191)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda dari orang yang berakal. (3-190) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksaan neeraka. - Surat An Nisaa’ (103)
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguh-nya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. - Surat Al Anfaal (45)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. - Al Munaafiquun (ayat 9)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. - Al Mujaadilah (ayat 19)
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa golongan syetan itulah golongan yang merugi. - Az zukhruf :36
Barang siapa yang berpaling dari ingat kepada yang maha pemurah, kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. - An nisa 142
Sesungguhnya orang “orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas…, mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) dihadapan manusia, tidaklah mereka menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali. - Al baqarah 152
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmatku) - Al baqarah 200
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau bahkan lebih banyak dari itu. - Al Ahzab 35
Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang benar. - Al Ahzab 41
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir sebanyak-banyak nya. - An Nur 37
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) membayar zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (dihari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. - Al A’Raaf 205
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu didalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak mengeraskan suaramu, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (tidak berdzikir) - Ar Ra’d :28
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allalh hati menjadi tentaram. - Al Jumu’ah :9
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk sembahyang pada hari jum’at, maka segeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui
Hadist-hadist Rasulullah
- Dari Abu Hurairah Ra. Dari Rasulallah Saw. Bersabda : “barang siapa yang duduk pada suatu termpat duduk yang dia tidak dzikir (ingat) kepada Allah, dan atau ditempat itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah ta’ala. Dan barang siapa bertiduran pada tempat tidur yang ia tidak dzikir kepada Allah ditempat itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah”, artinya merupakan kekurangan tabiat jelek dan kerugian. (dikeluarkan oleh Abu Dawud)
- Banyaklah olehmu menyebut Allah disegenap keadaan karena tak ada sesuatu amal yang lebih disukai Allah dan tak ada yang sangat melepaskan hamba dari suatu bencana di dunia dan akhirat dari pada menyebut Allah (HR: At Tabrany )
- Berfirman Allah Swt. Aku menurut persangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan aku besertanya dimana ia mengingat akan Aku (HR Bukhari Muslim)
- Tidaklah duduk sesuatu kaum disuatu majelis lantas mereka menyebut nama Allah dimajelis itu melainkan mengelilingi mereka dan rahmat menutupi mereka dan Allah menyebut mereka dihadapan orang-orang yang disisi-Nya ( HR Ibn Syaiban. Tahfudz Dzikirin:12)
- Tiada berkumpul suatu kaum didalam suatu rumah Allah (masjid) untuk menyebut Allah hendak memperoleh keridhoan-Nya melainkan Allah memberikan ampunan kepada mereka itu. Dan menggantikan keburukan-keburukan mereka dengan berbagai kebaikan (HR Ahmad At Targhieb 3:63)
- Barang siapa tiada banyak menyebut Allalh, maka sesungguhnya terlepas dia dari imannya (HR. At Tabrany dalam Al Ausath )
- Bahwasanya Allah berfirman: “hai anak Adam, apabila engkau telah menyebut akan Aku, berarti engkau telah mensyukuri akan Aku. Dan apabila engkau telah melupakan akan Aku, berarti engkau telah mengingkari nikmat dan ihsan-Ku” ( HR. At Tabrany dalam Al Ausath)
- Perumpamaan orang yang menyebut tuhannya dengan orang orang yang tidak menyebut tuhannya, adalah umpama orang yang masih hidup dibanding dengan orang mati. (HR. Bukhary At TarghiebWat Tarhieb 3:59)
- Berkata Abu Hurairah Ra. Bersabda Nabi Muhammad Saw. telah mendahului “mufarridun”. Mereka (para sahabat) berkata: Apakah Mufarridun itu? Beliau menjawab: orang-orang lelaki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah (dikeluarkan Oleh Imam Muslim)
- Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Sesungguhnya syari’at iman itu sungguh amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku menetapinya. Beliau bersabda: senatiasa lisanmu basah dari dzikir (ingat) kepada Allah Ta’ala.
- Sudah terlalu banyak yang kita mengerti dari perintah-perintah Allah didalam Al Quran dan Al Hadist. Namun apakah akan tetap menjadikan dalil tinggallah dalil, dan kita tetap saja tidak mau berbuat banyak dalam melaksanakan peribadatan kepada Allah. Sampai kapan kita hanya mengumpulkan data-data keislaman yang tidak terhitung banyaknya. Apakah sebenarnya tujuan kita beragama !? Bukankah kita akan kembali kepada-Nya dengan tidak membawa apa-apa (Pasrah) !?
Terlalu panjang… kalau kita membicarakan persoalan yang tiada
habis-habisnya. Apalagi mempersoalkan hal furuiyyah, syariat Islam itu
tidak sekedar soal hukum-hukum positif saja, tetapi banyak nilai
spiritual yang belum digali dengan benar. Akibatnya kita ketinggalan
dengan para Yogi India yang menekuni realitas kejiwaan yang bersifat
universal, sehingga para penganutnya bukan saja dari kalangan hindu,
akan tetapi sebagian orang Islam dan bangsa Eropa yang beragama Kristen
telah menekuninya tanpa harus menjadi Hindu. Dan membawa manfaat baik
lahir maupun mental spiritualnya.
- Mengapa nilai spiritual Islam tidak mampu menembus wilayah bangsa-bangsa lain yang bermanfaat bagi kedamaian manusia, yang diakui menyatakan Rahmatan lil’alamin !?
- Mengapa kita memandang mereka dengan rasa kebencian dan bermusuhan.? Padahal tidak semua orang kafir harus diperangi (harbi).
- Mengapa kita tidak melakukan saja pekerjaan yang bermanfaat untuk kesejahteraan ummat manusia dan alam?
- Mengapa kita tidak menjadikan manusia itu cerdas dan bermental spiritual yang damai?
Lihatlah bangsa Jepang, negara yang amat kecil dan disegani lawannya,
dikagumi semua Ummat, padahal dia tidak memiliki pasukan penggempur
musuh.
Kita Ummat yang mengaku khairun Ummat (Ummat yang terbaik), ternyata
dilecehkan dan dihinakan, dijajah, dan tidak dipandang sebagai ummat
yang cerdas, bahkan hampir disamakan dengan bangsa primitif, karena
menonjolkan sifat kekasaran, dan kekuatan ototnya. Kita mudah marah dan
tersinggung, jika dikatakan ummat islam itu terbelakang, yang identik
dengan kemiskinan dan kebrutalan.
Kenyataannya kita sering dihambat oleh ummat sendiri. Al islam mahjubun
bil Muslim, kreatifitas dan inovasi pemikiran dan kajian ummat,
terkadang diserang habis habisan tanpa ikut meneliti terlebih dahulu
kebenarannya dengan alasan bid’ah.
Orang yang menekuni bidang pendidikan, filsafat, dan ilmu-ilmu sain
dianggap tidak memperjuangkan ummat, padahal mereka adalah orang yang
mengisi khasanah keilmuan yang digali dalam literatur Islam yang penuh
dengan persoalan-persoalan manusia, alam dan fenomenanya. Saya mengajak
segenap ummat Islam agar kembali kepada jalan suci yang dirintis para
pendahulu kita, yang lebih banyak berbuat ketimbang berbicara. Islam
berkembang bukan dengan kekerasan, akan tetapi melalui kebudayaan,
melalui sains yang digali oleh para Ulama yang mengungkapkan keagungan
dan keunikan alam semesta. Ulama-ulama yang sangat intens terhadap ilmu
fisika, matematika, dan kedokteran seperti, Ibnu Sina, Al Jabber, Ibnu
Rusydi dll, mempunyai andil mengangkat derajat dan kebesaran Islam pada
abad ke tujuh sampai akhir abad kedua belas…, hingga akhirnya terpuruk
pada saat ini. Menurut pandangan saya, Jepang, Singapura, Perancis
adalah potret negara Islami yang sebenarnya, sebab disanalah dasar-dasar
filsafat Islam tertanam menjadi budaya yang tinggi seperti
kedisiplinan, ketekunan, kesadaran hukum, kebersihan, wajib belajar,
memperhati-kan hak asasi manusia, binatang, dan lingkungan. Hanya satu
yang belum yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
Demikian harapan dan sentuhan rasa yang dalam akan keinginan khasanah
keislaman dijalankan melalui gerakan jiwa yang dalam dan bersih. Dan
hanya dengan berbuat melalui kesadaran spiritual yang tinggi keinginan
itu akan tercapai. Sebab kesadaran adalah modal tertinggi untuk mencapai
sesuatu. Bukan dengan emosi dan cemburu terhadap karya orang lain lalu
kemudian memusuhinya tanpa jelas perkaranya. Hanya dengan berdzikir
kepada Allah hati menjadi tenang sehingga melahirkan karya-karya yang
bermanfaat dan berperilaku akhlaq yang mulia.
Memasuki keadaan diri (Aku)
Marilah kita belajar menyelami kesadaran diri
yang sebenarnya, dan mengenali hakikat ruh yang biasa menyebut dirinya
“Aku”. Dan saya tidak akan bicara soal dalil-dalil. Ibaratnya kita
melakukan shalat, kita tidak lagi butuh dalil, akan tetapi kita tinggal
memasuki keadaan shalat yang sebenarnya.
Manusia merupakan makhluq yang sempurna sehingga diangkat sebagai wakil
Tuhan di muka bumi ini. Biarpun sebagian besar orang tidak mengerti
banyak tentang sifat sebenarnya dari diri sendiri. Dalam susunan fisik,
mental dan kerohaniannya terdapat sifat yang tertinggi maupun terendah.
Didalam tulang-tulang terdapat kehidupan bersifat mineral, badan dan
darahnya benar-benar mengan-dung bahan mineral.
Kehidupan fisik badan
manusia mirip dengan kehidupan tanaman. Banyak keinginan /nafsu fisik
serta emosi mirip dengan yang dimiliki oleh binatang. kemudian manusia
mempunyai seperangkat sifat mental yang menjadi miliknya, dan tidak
dimiliki oleh binatang yang bersifat rendah.
Benda-benda fisik dan mental tersebut adalah milik manusia, dan bukannya
manusia itu sendiri. Sebelum manusia (“Aku”) dapat menguasai atau
mengalahkan, dan mengarahkan benda yang menjadi miliknya yaitu alat dan
instrumennya terlebih dahulu ia harus menyadari dirinya secara benar. Ia
harus dapat membedakan mana yang merupakan Aku dan mana yang merupakan
alat atau milik Aku, dapat membedakan mana yang Aku dan mana yang bukan
Aku. Inilah tahapan pertama yang harus disadari.
Katakan bahwa Ruh itu adalah dari amar-amar-Ku, Aku adalah ruh yang
ditiupkan kedalam tubuh yang terbuat dengan komposisi kosmos yang
sempurna setelah diberi bentuk. ( Al Hijir 28-29) sang aku bersifat
abadi tidak bisa mati, tidak bisa rusak. Ia memiliki kekuasaan,
kebijaksanaan dan kenyataan.
Tetapi seperti halnya seorang bayi yang
kemudian menjadi dewasa, bathin manusia tidak menyadari sifat potensial
yang tertidur dalam dirinya, dan tidak mengenal dirinya sendiri yang
sebenarnya. Bila diri sendiri yang sebenarnya sudah bangun, ia mengenal
mana yang disebut Aku dan mana yang bukan Aku sebagai dirinya sendiri
atau Aku. Aku inilah yang akan kembali kehadirat asalnya yaitu Inna
lillahi wa inna ilaihi raji’uun.. Sesungguhnya Aku adalah berasal dari
Allah dan kepada-Nya lah Aku kembali.
Badan ini mempunyai perasaan, keinginan dan nafsu. Tetapi pikiran
semacam itu terdapat pula pada banyak orang yang mengaku beradab. Mereka
menggunakan daya pikirnya guna memenuhi nafsu dan keinginan fisiknya,
padahal mereka sebenarnya hidup dalam tingkat bathin naluri. Tentu,
setelah orang menjadi lebih beradab maka perasaannya menjadi lebih
halus, sedangkan orang primitif mempunyai perasaan kasar. Yang perlu
dicatat adalah, pikiran orang beradabpun masih diperbudak oleh keinginan
dan nafsu badannya.
Setelah manusia semakin tinggi tingkatannya, mulailah ia mempunyai
konsep tentang Aku nya yang lebih tinggi. Ia mulai menggunakan
pikirannya dan akalnya, maka ia pindah dari tingkat bathin naluri ke
tingkat bathin mental – ia mulai menggunakan kecerdasannya, ia mulai
merasakan bahwa bathinnya adalah lebih nyata bagi dirinya dari pada
badannya – bahkan kadang ia melupakan badannya bila sedang terbenam
dalam pemikiran secara serius.
Setelah kesadaran orang meningkat “yaitu kesadarannya berpindah dari
tingkat mental ke tingkat kerohanian“ ia menyadari bahwa “Aku” yang
sebenarnya adalah sesuatu yang lebih tinggi dari pada pikiran, perasaan
dan badan fisiknya, bahwa semuanya ini dapat digunakan sebagai alat atau
instrumennya. Pengetahuan ini bukan merupakan pengertian saja, tetapi
merupakan kesadaran yang khas, artinya orang benar-benar merasakan
sebagai Aku yang sebenarnya (sebagai bashirah).
Dalam kajian kali ini, kami coba menunjukkan kepada anda cara
mengembangkan atau membangkitkan kesadaran Aku yang fitrah. Ini
merupakan amalan pertama yang harus disadari, sebab kita tidak akan bisa
melakukan pendekatan kepada Allah kalau tidak menyadari hakekat diri
yang hakiki. Seperti tujuan melakukan amalan puasa dibulan ramadhan
adalah mencapai fitrah (idul fitri, kembali kepada fitrah yang mempunyai
sifat suci seperti bayi yaitu diri yang sejati atau “Aku”).
Kesadaran`Aku” ini merupakan langkah pertama pada jalan menuju keadaan
yang disebut sebagai `penerang”, merupakan realisasi hubungan dengan
Yang Maha Agung.
Sumber: Ustadz Abu Sangkan ( Semoga Alloh senantiasa memberikan keluasan Ilmunya )
0 komentar:
Posting Komentar