.

.

Rabu, 21 Maret 2012

KH M Luqman Hakim MA

MASALAH DOA
 
Allah swt, bergegas menjawab para pendo’a, “Berdoalah padaKu, maka Aku Ijabah bagimu."
Ada yang salah atas doa-doa kita? Bunyi doa kita sudah bagus, munajat kita sangat indah, namun barangkali hati kita tidak beradab ketika berdoa.
 
Rupanya, doa kita tak lebih dari memaksa Allah untuk menuruti selera kita. Doa kita tak lebih dari mengatur takdir Allah atas kehidupan dunia akhirat kita. Doa kita lebih banyak memanfaatkan suasana terjepit belaka, untuk merajuk padaNya, bahkan tak lebih dari protes kita padaNya.

Semoga doa-doa seperti itu telah menjadi masa lalu kita. Sedangkan doa di masa depan kita adalah doa sebagai wujud kehambaan kita yang sangat butuh, sangat lemah, sangat hina dan tak berdaya.
“Janganlah rasa sukamu atas doamu adalah ketika ditunaikan hajatmu, bukan karena engkau ditakdirkan bisa munajat kepadaNya...” demikian kata Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily.

Semoga itu, masa depan doa kita. Karena doa lebih utama dibanding terkabulnya doa. Karena dalam doa ada munajat komunikatif dan interaktif dengan Allah swt.



ISTIQOMAH

Istiqomah, kata pendek yang mudah diucapkan, sulit dilaksanakan. Karena Istiqomah adalah musuhnya hawa nafsu, musuhnya syetan, musuhnya alasan-alasan manusiawi yang konyol. Karena itu, siapa yang meraih Istiqomah, sesungguhnya telah meraih berjuta Karomah.

Sebab dalam Istiqomah ada Cinta, ada Anugerah, ada Kelembutan Ilahiyah. Tetapi kenapa begitu berat melaksanakan Istiqomah? Yang berat adalah beban-beban yang menumpuk di pundak anda. Beban nafsu dan duniawi.

Menjadi sangat terpuruk jiwa kita kalau ketidak-istiqomahan itu harus ditukar oleh sekadar alasan hina, alibi hawa nafsu kita, bahkan dengan recehan dunia yang bersampah. Apalagi ditukar dengan gugatan-gugatan kepada Allah swt, dengan sejumlah deretan bukti yang belum muncul dalam karomah. Apakah ini semua bukan bentuk su’udzon kepada Allah Ta’ala?

Lawanlah segala penghadang yang menghambat Istiqomah. Karena anda telah melakukan peperangan besar melawan diri sendiri. Kemenangannya adalah sorak sorai jiwa yang bahagia dalam syukur dan limpahan cintaNya.
Kegagalan, bahkan kesuksesan sering menghadang Istiqomah anda. Apakah anda lebih rela kehilangan CintaNya?
 
SYUKUR

Alhamdulillah.... Tiba-tiba berserasi dengan rasa segar di seluruh sendi-sendi kita. Makanya syukur pun, bila dilihat dari jendela hati kita, rasanya tak pernah cukup untuk mengimbangi nikmat-nikmat Allah swt. pada kita. Kesadaran betapa segala puji hanya layak bagiNya, dan kesadaran betapa pujian kita tak layak untuk selayakNya dipuji, bahkan ketakberdayaan untuk mensyukuri karena ketakterhinggaan nikmatNya, justru adalah cara syukur kita yang benar.

Namun jumlah orang bersyukur itu minoritas. Sedangkan mayoritas manusia tidak bersyukur. Mayoritas manusia memandang nikmat dari wujudnya, bukan pada Sang Pemberi nikmat. Mayoritas manusia menunggu datangnya nikmat, padahal ia berada dalam nikmat itu sendiri.

Mayoritas manusia memperkarakan momentum nikmat, karena kebiasaannya memuaskan nafsunya, lalu nikmat  itu dihubungkan dengan pemuasan-pemuasan diri. Kapan manusia pernah puas? Dan jika demikian kapan mau bersyukur? Memandang Sang Pemberi nikmat secara terus menerus, membuat anda menjadi ikon dari syukur itu sendiri.

Tetapi nafsu seringkali tak tahan dengan datangnya dan tampilnya nikmat. Ketidaksiapan nikmat telah
merubah menjadi istidroj (covernya nikmat, dalamnya bencana). Apakah anda juda sudah begitu lama
tenggelam dalam lembah Istidroj ini? Na’udzubillah.

Tak ada kebahagiaan tanpa rasa syukur dan ridho, tak ada rasa syukur dan ridho tanpa rasa menerima (qona’ah) dan kepasrahan diri, dan tak ada kepasrahan dan qona’ah tanpa anda belajar untuk zuhud



NAFSU

Nafsu, memang awal pertama yang menjadi hijab antara hamba dengan Allah swt, dan terus menerus ingin musyrik, ingin jauh, ingin menghindar dari Allah swt. Bahkan kalau perlu nafsu ingin membuat Allah swt, tunduk padanya, bukannya ia tunduk pada Allah Ta’ala.


Nafsu terus merusak harkat dan kehormatan agama dengan memanfaatkan agama, Nabi, Allah Ta’ala, untuk memberikan keuntungan duniawi. Bahkan nafsu pun terus menerus
membuat transaksi dibalik bursa akhirat yang luhur, dibalik kata syiar dan jubah religi, bahkan dibalik kata “perjuangan”, kemudian dengan selingkuhnya ditukar dengan dunia. Seluruh ubudiyah seorang hamba hanya ditimbang dengan untung rugi dunianya. Na’udzubillah!


Seorang hamba telah merasa menanjak derajatnya di hadapan Allah, dan terus berambisi untuk naik derajatnya, sampai pada titik ia baru menyadari bahwa seluruh perjalanan ruhaninya tak lebih dari nafsu yang menjijikkan.Karenanya nafsu harus ditinggalkan, dan segeralah menuju Gerbang Allah Ta’ala, maka nafsu akan tunduk dengan sendirinya.


Awal ketundukannya adalah Muthmainnahnya nafsu, lalu hanya ingin kembali kepadaNya, kemudian hanya ingin meraih ridho dan terlimpahi ridhoNya. Nafsu memang mendorong pada keburukan, kecuali nafsu yang dirahmati olehNya.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

KATA SIAPA AJENGAN GAOS PENGGANTI DARI ABAH ANOM..???
KATA SIAPA AJENGAN GAOS MURSYID YANG KE 38..???
APA DI AKUI OLEH SURYALAYA NYA APA ADA MAKLUMAT NYA..????
JANGAN SUKA NGAKU - NGAKU DEMI KEINGINAN DUNIA SEMATA..

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes