Oleh: Resi Remano, S.sos.I (Ikhwan TQN Bandar lampung)
Ibu adalah surga anak manusia, jika kita bicarakan kebesaran dan
kemuliaannya, tak akan habis-habisnya. Berbahagialah seorang ibu yang
menurut Rasulullah Saw., dianggap sebagai surga anak-anaknya itu. Sulit
rasanya mencari kejelekan seorang ibu, karena hampir semua pengorbanan
dan hidupnya adalah untuk anak-anaknya.
Sangat banyak hadist
Rasulullah Saw., yang menyatakan keutamaan seorang ibu.
Ketika ditanya
seorang sahabat siapakah yang paling berhak mendapat penghormatan,
Rasulullah segera menjawab Ibumu. Ketika ditanya lagi, Rasulullah
kembali menjawab : Ibumu. Ketika ditanya lagi oleh sahabat itu,
Rasulullah menjawab : Ibumu. Baru setelah pertanyaan keempat, Rasulullah
menjawab : Bapakmu. Ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan ibu di
mata Islam.
Rasulullah Saw., bersabda, ”Ridho Allah tergantung pada
ridho kedua orang tuanya. Dan kemurkaan Allah juga tergantung pada
kemurkaan kedua orang tua”. Dalam hadist lain disebutkan, ”Allah
melaknat orang yang memaki Bapaknya dan juga melaknat orang yang
membenci Ibunya”.
Dalam sebuah hadist Rasulullah Saw., bersabda,
”Wahai kaum Mihajirin dan Anshar, barang siapa memuliakan para istrinya
melebihi ibunya, Allah beserta malaikat dan seluruh ummat manusia akan
melaknatnya. Allah juga tidak akan menerima kebajikannya sampai ia
bertaubat kepada Allah serta berbuat baik dan memohon kerelaan ibunya”.
Bahkan dalam shalat sunnat seseorang boleh membatalkan shalat
sunnatnya jika dipanggil ibunya. Dan seseorang tidak akan bisa masuk
surga selama ia berani dengan ibunya.
Didalam menuntut ilmupun kita
harus memohon restu dan memegang teguh nasihat ibu, agar berhasil dan
bermakna ilmu yang dipelajari.
Dalam buku Manakib Syekh Abdul
Qodir Jaelani yang berjudul Tajudz-Dzakir Fi Manaqib As-Syekh Abdul
Qodir terbitan Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya
Tasikmalaya Jawa Barat, diriwayatkan dalam Mankobah kelima bagaimana
sikap Syekh Abdul Qodir Jaelani ketika menuntut ilmu,
” ..... Seperti
telah diketahui oleh umum, pada waktu itu Baghdadlah sebagai pusat kota
ilmu yang terkenal oleh seluruh kaum muslimin dan didatangi oleh para
pemuda, para siswa dari seluruh penjuru dunia Islam. Syekh Abdul Qodir
berkeinginan keras untuk menambah ilmu dan meningkatkan kerohaniannya
dalam bergaul dengan para wali lainnya beserta orang-orang suci di
Baghdad.
Kecintaan ibunya, rumah dan tempat kelahirannya,
perjalanan yang sukar dan berbahaya dan jauh, lagi pula akan berdiam
disuatu tempat, dimana tidak ada teman dan sanak famili, itu semua bagi
Syekh tidak menjadikan halangan, atau mengurungkan niatnya untuk mencari
tambahan ilmunya.
Ketika ibunya mendengar permohonan putranya itu,
maka keluarlah air matanya, mengingat dia sudah tua, dan suaminya, ayah
Syekh Abdul Qodir telah lama meninggal dunia. Maka timbullah pertanyaan
dalam hatinya, apakah dia akan dapat bertemu kembali dengan putranya
yang ia cintai yang ia didik dengan kasih mesra itu ?. Tetapi karena
ibunya itu adalah seorang wanita yang bersih hati dan selalu taat, maka
dia tidak menghalangi kehendak putranya untuk berbakti kepada Allah
dengan kebaktian yang sebesar-besarnya.
Setelah ibunya menyetujui
permohonan tadi dan mengijinkan untuk berangkat ke Baghdad, maka
segeralah segala sesuatunya disiapkan. Uang bekal 40 keping dinar oleh
ibunya dimasukkan dalam baju putranya persisis dibawah ketiaknya lalu
dijahit agar tidak mudah hilang atau dicuri. Uang itu adalah warisan
dari almarhum ayahnya, dimaksudkan untuk menghadapi masa-masa sulit.
Kemudian Syekh Abdul Qodir menggabungkan diri pada suatu kafilah yang
akan berangkat ke Baghdad.
Tetapi sebelum berpisah ibunya meminta
sesuatu janji dari putranya agar jangan berdusta dalam segala keadaan
bagaimanapun juga, walaupun ibunya telah tahu benar, putranya itu sejak
kecil tidak pernah berdusta. Janji itu dipersembahkan kepada ibunya, dan
berjanji untuk senantiasa mencamkan pesan tersebut, kemudian
berpisahlah ibu dan anak, kedua-duanya berpisah dengan hati yang amat
berat.
Setelah beberapa hari kafilah itu berangkat, dan Syekh
Abdul Qodir turut pula didalamnya berjalan dengan selamat, maka tatkala
kafilah itu hampir memasuki kota Baghdad, di suatu tempat Hamdan
namanya, tiba-tiba menghadang segerombolan perampok, 60 orang penyamun
berkuda merampok kafilah itu habis-habisan. Semua perampok tadi tidak
ada yang memperdulikan menganiaya, atau bersikap bengis pada Syekh Abdul
Qodir, karena beliau tampak begitu sederhana dan miskin, mereka
berperasangka bahwa pemuda itu tak punya apa-apa.
Kemudian ada
salah seorang penyamun datang bertanya padanya, apa yang dia punya,
dijawabnya bahwa dia mempunyai 40 keping dinar di jahit dalam bajunya.
Penyamun tadi lalu lapor pada pemimpinnya apa yang telah dia dengar dari
pemuda itu. Lalu diperintahkan kepada penyamun tadi supaya pemuda itu
di hadapkan padanya.
Setelah Syekh menghadap dan ditanya oleh
kepala perampok itu, apakah benar apa yang telah dikatakan tadi, di
jawab oleh Syekh bahwa benar apa yang telah diucapkan tadi. Sang kepala
penyamun lalu menyuruh mengiris jahitan bajunya, dan setelah jahitan
baju itu tersayat, maka keluarlah kepingan 40 dinar tadi. Melihat uang
itu hati penyamun itu tidak menjadi sukacita, tetapi terpesona sejenak,
kemudian menanyakan lagi pada Syekh Abdul Qodir, apa sebabnya dia
berkata yang sebenarnya itu. Dijawab oleh Syekh dengan tenang, bahwa
beliau telah berjanji kepada ibunya, tak akan berkata bohong pada
siapapun dan dalam keadaan bagaimanapun juga, ditambahkannya jika ia
berbohong maka tidak akan bermakna uapayanya dalam menimba ilmu agama.
Mendengar jawaban itu, kepala perampok tadi bercucuranlah air matanya
dan menangis tersedu-sedu, karena ia merasa dalam hati kecilnya bahwa ia
selama hidupnya terus menerus telah melanggar perintah Tuhannya, sedang
seorang pemuda ini tidak berani melanggar janji terhadap ibunya.
Lalu sang kepala perampok jatuh terduduk di kaki Syekh Abdul Qodir
menyesali dosa yang pernah dilakukannya. Dia berjanji dengan
sungguh-sungguh akan berhenti dari pekerjaan merampok yang diakuinya
sendiri sebagai perbuatan yang hina dan jahat.
Kemudian kepala
perampok tadi beserta anak buahnya mengembalikan semua barang-barang
kepada kafilah itu, dan dilanjutkan perjalanan kafilah itu dengan
selamat ke Baghdad.
Anak buah perampok itu seluruhnya mengikuti
jejak langkah pemimpinnya dan kembalilah mereka dalam masyarakat biasa
menacari nafkah dengan halal dan jujur. Dan diriwayatkan kepala perampok
ini menjadi murid pertamanya.
Semoga kisah dalam tulisan ini
mampu membuka mata hati dan kesadaran diri kita semua bahwa ibu adalah
segalanya. Berbahagialah yang masih memiliki seorang ibu, karena dia
adalah surga kita, yang bisa mendoakan kita untuk kebahagiaan hidup
dunia dan akhirat.
(Bandarlampung, 12 September 2008, Pen)
AMALKAN DZIKIR
AMALKAN DZIKIR
JANGAN DI LALAIKAN
AMALKAN DZIKIR DALAM TIAP-TIAP KEADAAN
BILA DZIKIR DI AMALKAN
AKAN BANYAK KEUNTUNGAN
AKAN MERAIH KEMENANGAN
AKAN MERASAKAN KETENANGAN
BILA DZIKIR DI LALAIKAN
AKAN BANYAK KERUGIAN
AKAN MENDAPAT KEKALAHAN
AKAN MENDERITA KESENGSARAAN
TUJUAN DZIKIR TUJUAN DZIKIR
HANYA ALLAH YANG DIMAKSUD
KERIDHOAN ALLAH YANG DICARI
KECINTAAN ALLAH DAN MA’RIFAT YANG DIHARAP
DZIKIR PERLU DI AMALKAN
DZIKIR PERLU DI AMANKAN
DZIKIR PERLU DI LESTARIKAN
HINGGA SAMPAI AKHIR JAMAN
Posted in: Surga Sang Ibu
0 komentar:
Posting Komentar