.

.

Kamis, 01 Maret 2012

Surga Sang Ibu

Oleh: Resi Remano, S.sos.I (Ikhwan TQN Bandar lampung)
  
Ibu adalah surga anak manusia, jika kita bicarakan kebesaran dan kemuliaannya, tak akan habis-habisnya. Berbahagialah seorang ibu yang menurut Rasulullah Saw., dianggap sebagai surga anak-anaknya itu. Sulit rasanya mencari kejelekan seorang ibu, karena hampir semua pengorbanan dan hidupnya adalah untuk anak-anaknya.
Sangat banyak hadist Rasulullah Saw., yang menyatakan keutamaan seorang ibu. 
Ketika ditanya seorang sahabat siapakah yang paling berhak mendapat penghormatan, Rasulullah segera menjawab Ibumu. Ketika ditanya lagi, Rasulullah kembali menjawab : Ibumu. Ketika ditanya lagi oleh sahabat itu, Rasulullah menjawab : Ibumu. Baru setelah pertanyaan keempat, Rasulullah menjawab : Bapakmu. Ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan ibu di mata Islam.
 
Rasulullah Saw., bersabda, ”Ridho Allah tergantung pada ridho kedua orang tuanya. Dan kemurkaan Allah juga tergantung pada kemurkaan kedua orang tua”. Dalam hadist lain disebutkan, ”Allah melaknat orang yang memaki Bapaknya dan juga melaknat orang yang membenci Ibunya”.
 
Dalam sebuah hadist Rasulullah Saw., bersabda, ”Wahai kaum Mihajirin dan Anshar, barang siapa memuliakan para istrinya melebihi ibunya, Allah beserta malaikat dan seluruh ummat manusia akan melaknatnya. Allah juga tidak akan menerima kebajikannya sampai ia bertaubat kepada Allah serta berbuat baik dan memohon kerelaan ibunya”.
 
Bahkan dalam shalat sunnat seseorang boleh membatalkan shalat sunnatnya jika dipanggil ibunya. Dan seseorang tidak akan bisa masuk surga selama ia berani dengan ibunya.
 
Didalam menuntut ilmupun kita harus memohon restu dan memegang teguh nasihat ibu, agar berhasil dan bermakna ilmu yang dipelajari.
Dalam buku Manakib Syekh Abdul Qodir Jaelani yang berjudul Tajudz-Dzakir Fi Manaqib As-Syekh Abdul Qodir terbitan Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, diriwayatkan dalam Mankobah kelima bagaimana sikap Syekh Abdul Qodir Jaelani ketika menuntut ilmu, 
” ..... Seperti telah diketahui oleh umum, pada waktu itu Baghdadlah sebagai pusat kota ilmu yang terkenal oleh seluruh kaum muslimin dan didatangi oleh para pemuda, para siswa dari seluruh penjuru dunia Islam. Syekh Abdul Qodir berkeinginan keras untuk menambah ilmu dan meningkatkan kerohaniannya dalam bergaul dengan para wali lainnya beserta orang-orang suci di Baghdad.
 
Kecintaan ibunya, rumah dan tempat kelahirannya, perjalanan yang sukar dan berbahaya dan jauh, lagi pula akan berdiam disuatu tempat, dimana tidak ada teman dan sanak famili, itu semua bagi Syekh tidak menjadikan halangan, atau mengurungkan niatnya untuk mencari tambahan ilmunya.
 
Ketika ibunya mendengar permohonan putranya itu, maka keluarlah air matanya, mengingat dia sudah tua, dan suaminya, ayah Syekh Abdul Qodir telah lama meninggal dunia. Maka timbullah pertanyaan dalam hatinya, apakah dia akan dapat bertemu kembali dengan putranya yang ia cintai yang ia didik dengan kasih mesra itu ?. Tetapi karena ibunya itu adalah seorang wanita yang bersih hati dan selalu taat, maka dia tidak menghalangi kehendak putranya untuk berbakti kepada Allah dengan kebaktian yang sebesar-besarnya.
 
Setelah ibunya menyetujui permohonan tadi dan mengijinkan untuk berangkat ke Baghdad, maka segeralah segala sesuatunya disiapkan. Uang bekal 40 keping dinar oleh ibunya dimasukkan dalam baju putranya persisis dibawah ketiaknya lalu dijahit agar tidak mudah hilang atau dicuri. Uang itu adalah warisan dari almarhum ayahnya, dimaksudkan untuk menghadapi masa-masa sulit. Kemudian Syekh Abdul Qodir menggabungkan diri pada suatu kafilah yang akan berangkat ke Baghdad.
 
Tetapi sebelum berpisah ibunya meminta sesuatu janji dari putranya agar jangan berdusta dalam segala keadaan bagaimanapun juga, walaupun ibunya telah tahu benar, putranya itu sejak kecil tidak pernah berdusta. Janji itu dipersembahkan kepada ibunya, dan berjanji untuk senantiasa mencamkan pesan tersebut, kemudian berpisahlah ibu dan anak, kedua-duanya berpisah dengan hati yang amat berat.
 
Setelah beberapa hari kafilah itu berangkat, dan Syekh Abdul Qodir turut pula didalamnya berjalan dengan selamat, maka tatkala kafilah itu hampir memasuki kota Baghdad, di suatu tempat Hamdan namanya, tiba-tiba menghadang segerombolan perampok, 60 orang penyamun berkuda merampok kafilah itu habis-habisan. Semua perampok tadi tidak ada yang memperdulikan menganiaya, atau bersikap bengis pada Syekh Abdul Qodir, karena beliau tampak begitu sederhana dan miskin, mereka berperasangka bahwa pemuda itu tak punya apa-apa.
 
Kemudian ada salah seorang penyamun datang bertanya padanya, apa yang dia punya, dijawabnya bahwa dia mempunyai 40 keping dinar di jahit dalam bajunya. Penyamun tadi lalu lapor pada pemimpinnya apa yang telah dia dengar dari pemuda itu. Lalu diperintahkan kepada penyamun tadi supaya pemuda itu di hadapkan padanya.
 
Setelah Syekh menghadap dan ditanya oleh kepala perampok itu, apakah benar apa yang telah dikatakan tadi, di jawab oleh Syekh bahwa benar apa yang telah diucapkan tadi. Sang kepala penyamun lalu menyuruh mengiris jahitan bajunya, dan setelah jahitan baju itu tersayat, maka keluarlah kepingan 40 dinar tadi. Melihat uang itu hati penyamun itu tidak menjadi sukacita, tetapi terpesona sejenak, kemudian menanyakan lagi pada Syekh Abdul Qodir, apa sebabnya dia berkata yang sebenarnya itu. Dijawab oleh Syekh dengan tenang, bahwa beliau telah berjanji kepada ibunya, tak akan berkata bohong pada siapapun dan dalam keadaan bagaimanapun juga, ditambahkannya jika ia berbohong maka tidak akan bermakna uapayanya dalam menimba ilmu agama.
 
Mendengar jawaban itu, kepala perampok tadi bercucuranlah air matanya dan menangis tersedu-sedu, karena ia merasa dalam hati kecilnya bahwa ia selama hidupnya terus menerus telah melanggar perintah Tuhannya, sedang seorang pemuda ini tidak berani melanggar janji terhadap ibunya.
 
Lalu sang kepala perampok jatuh terduduk di kaki Syekh Abdul Qodir menyesali dosa yang pernah dilakukannya. Dia berjanji dengan sungguh-sungguh akan berhenti dari pekerjaan merampok yang diakuinya sendiri sebagai perbuatan yang hina dan jahat.
Kemudian kepala perampok tadi beserta anak buahnya mengembalikan semua barang-barang kepada kafilah itu, dan dilanjutkan perjalanan kafilah itu dengan selamat ke Baghdad.
 
Anak buah perampok itu seluruhnya mengikuti jejak langkah pemimpinnya dan kembalilah mereka dalam masyarakat biasa menacari nafkah dengan halal dan jujur. Dan diriwayatkan kepala perampok ini menjadi murid pertamanya.
 
Semoga kisah dalam tulisan ini mampu membuka mata hati dan kesadaran diri kita semua bahwa ibu adalah segalanya. Berbahagialah yang masih memiliki seorang ibu, karena dia adalah surga kita, yang bisa mendoakan kita untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

(Bandarlampung, 12 September 2008, Pen)
 
AMALKAN DZIKIR 
AMALKAN DZIKIR
JANGAN DI LALAIKAN
AMALKAN DZIKIR
DALAM TIAP-TIAP KEADAAN

BILA DZIKIR DI AMALKAN

AKAN BANYAK KEUNTUNGAN
AKAN MERAIH KEMENANGAN
AKAN MERASAKAN KETENANGAN

BILA DZIKIR DI LALAIKAN

AKAN BANYAK KERUGIAN
AKAN MENDAPAT KEKALAHAN
AKAN MENDERITA KESENGSARAAN

TUJUAN DZIKIR TUJUAN DZIKIR

HANYA ALLAH YANG DIMAKSUD
KERIDHOAN ALLAH YANG DICARI
KECINTAAN ALLAH DAN MA’RIFAT YANG DIHARAP

DZIKIR PERLU DI AMALKAN

DZIKIR PERLU DI AMANKAN
DZIKIR PERLU DI LESTARIKAN
HINGGA SAMPAI AKHIR JAMAN

0 komentar:

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes